Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“BUDAYA ANTI KORUPSI”


Mata kuliah : Akuntansi Keuangan Pemerintahan Pusat
Dosen pengampu :

Disusun oleh :
KELOMPOK 5

Devi Septiani Aruan (7203220018)


Dheayu Az-zahra Puteri (7203220019)
Ferdy Angga Sibagariang (7203220027)
Muhammad Yafi Aulia Siregar (7203220016)
Nadda Haifa (7201220001)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSTAS NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha ESa karena atas berkah, karunia
serta berkahnya telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini berjudul “Budaya Anti Korupsi” disusun dengan
tujuan dan maksud untuk memenuhi salah satu tugas pada matakuliah Akuntansi Keuangan
Pemerintahan Pusat, di Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri
Medan.

Dalam proses penyelesaian makalah ini, penulis berterimakasih kepada Bapak Taufik Hidayat,
SE., M.Si selaku dosen pengampu pada matakuliah Akuntansi Keuangan Pemerintahan Pusat
yang selalu memberikan masukan, nasihat serta komentar demi membantu penulis untuk
Menyusun makalah ini.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada keluarga yang selalu memberikan doa serta
dukungan kepada penulis dan juga ucapan terimakasih kepada teman-teman yang selalu
memberikan semangat sehingga makalah ini dapat disusun dengan baik dan tepat waktu.

Dalam makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan serta kelemahan yang tidak disengaja dibuat oleh penulis. Oleh karena itu, penulis
memiliki harapan yang sangat besar kepada para pembaca unutk memberikan kritik dan saran
kepada penulis guna meningkatkan kualitas dalam penulisan laporan selanjutnya.

Medan, September 2022


Penulis

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
2.1 Definisi Korupsi ............................................................................................................ 3
2.2 Bentuk-bentuk Korupsi ................................................................................................ 3
2.3 Faktor Penyebab Korupsi .............................................................................................. 3
2.4 Segitiga Fraud ............................................................................................................... 3
2.5 Dampak Korupsi Terhadap Keuangan, Perekonomian,dan Pembangunan Negara ...... 6
2.6 Upaya Mengatasi Tindakan Korupsi di Indonesia ........................................................ 7
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 11
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 11
3.2 Saran ............................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Korupsi telah menjadi perhatian semua pihak pada saat ini. Bentuk-bentuk dan
perwujudan korupsi jauh lebih banyak daripada kemampuan untuk melukiskannya. Iklim yang
diciptakan oleh korupsi menguntungkan bagi tumbuh suburnya berbagai kejahatan. Korupsi
pun menjadi permasalahan yang sungguh serius dinegeri ini.
Kasus korupsi sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Berkembang dengan pesat, meluas
dimana–mana, dan terjadi secara sistematis dengan rekayasa yang canggih dan memanfaatkan
teknologi modern. Kasus terjadinya korupsi dari hari kehari kian marak. Hampir setiap hari
berita tentang korupsi menghiasi berbagai media. Bahkan Korupsi dianggap biasa dan
dimaklumi banyak orang sehingga masyarakat sulit membedakan nama perbuatan korup dan
mana perbuatan yang tidak korup. Meskipun sudah ada komisi pemberantasan korupsi (KPK)
dan beberapa instansi antikorupsi lainnya, faktanya negeri ini menduduki rangking teratas
sebagai negara terkorup di dunia.
Tindak korupsi di negeri ini bisa dikatakan mulai merajalela, bahkan menjadi
kebiasaan, dan yang lebih memprihatinkan adalah korupsi dianggap biasa saja atau hal yang
sepele. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah terjadinya korupsi,
namun tetap saja korupsi menjadi hal yang sering terjadi.
Memerangi korupsi bukan cuma menangkapi koruptor. Sejarah mencatat, dari sejumlah
kejadian terdahulu, sudah banyak usaha menangkapi dan menjebloskan koruptor ke penjara.
Era orde baru, yang berlalu, kerap membentuk lembaga pemberangus korupsi. Mulai Tim
Pemberantasan Korupsi di tahun 1967, Komisi Empat pada tahun 1970, Komisi Anti Korupsi
pada 1970, Opstib di tahun 1977, hingga Tim Pemberantas Korupsi. Nyatanya, penangkapan
para koruptor tidak membuat jera yang lain. Koruptor junior terus bermunculan.
Upaya pemberantasan korupsi semata-mata hanya lewat penuntutan korupsi, padahal
yang perlu saat sekarang ini adalah kesadaran setiap orang untuk taat pada undang-undang
korupsi. Bangsa Indonesia sekarang butuh penerus bangsa yang berakhlak mulia, dalam artian
mempunyai sikap dan perilaku yang baik. Kesadaran tersebut membuat pemerintah memutar
otak untuk bagaimana menciptakan hal tersebut. Lebih khusus kepada penanaman nilai
antikorupsi pada setiap individu putra bangsa. Namun masalahnya adalah Membentuk hal
tersebut tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan.
Generasi sekarang memang masih mengalaminya (korupsi), tetapi generasi yang akan
datang, semoga dikabulkan Tuhan dengan kerja keras semuanya, hanya akan melihat kejahatan
korupsi, kemiskinan dan ketimpangan sosial pada deretan diorama di Museum Nasional.
Harapan segenap bangsa ini adalah dimana korupsi tidak akan terjadi lagi digenerasi
berikutnya. Lain sisi, penindakan korupsi sekarang ini belum cukup dan belum mencapai
sasaran, hingga pemberantasan korupsi perlu ditambah dengan berbagai upaya di bidang
pencegahan dan pendidikan.
Pendidikan antikorupsi melalui jalur pendidikan lebih efektif, karena pendidikan
merupakan proses perubahan sikap mental yang terjadi pada diri seseorang, dan melalui jalur
ini lebih tersistem serta mudah terukur, yaitu perubahan perilaku anti korupsi. Perubahan dari

1
sikap membiarkan dan memaafkan para koruptor ke sikap menolak secara tegas tindakan
korupsi, tidak pernah terjadi jika kita tidak secara sadar membina kemampuan generasi
mendatang untuk memperbaharui sistem nilai yang diwarisi (korupsi) sesuai dengan tuntutan
yang muncul dalam setiap tahap pernjalanan bangsa. Sekolah dapat mengambil peran strategis
dalam melaksanakan pendidikan antikorupsi terutama dalam membudayakan perilaku
antikorupsi di kalangan siswa. Pendidikan antikorupsi harus diberikan sejak dini dan
dimasukkan dalam proses pembelajaran dalam proses pembelajaran mulai dari tingkat
pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Hal ini sebagai upaya membentuk perilaku
peserta didik yang antikorupsi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu korupsi ?
2. Apa saja faktor penyebab terjadinya korupsi?
3. Bagaimana mengiventigasi potensi penyimpangan dengan pendekatan segitiga sfraud?
4. Apa saja dampak dari tindakan korupsi?
5. Bagaimana solusi mengatasi tindakan korupsi?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu korupsi ?
2. Untuk mengetahui apa saja faktor penyebab terjadinya korupsi?
3. Untuk mengetahui bagaimana mengiventigasi potensi penyimpangan dengan
pendekatan fraud?
4. Untuk mengetahui apa saja dampak dari tindakan korupsi?
5. Untuk mengetahui bagaimana solusi mengatasi tindakan korupsi?

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Korupsi
Termaktub dalam Ensiklopedia Indonesia “korupsi” (dari bahasa latin corruption=
penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan-badan Negara
menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan
lainya.
Adapun arti harfiyah dari korupsi dapat berupa:
1. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran.
2. Perbuatan yang buruk seperti menggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya.
3. Korup (busuk; suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk
kepentingan sendiri, dan sebagainya),
4. Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya), Koruptor (orang yang korupsi).

2.2 Bentuk-bentuk Korupsi


Bentuk korupsi sangatlah beragam. Menurut Hussein al-Attas, modus operandi bentuk-
bentuk korupsi mencakup penyuapan (bribery), pemerasan (exstortion), dan Nepotisme. (Al-
attas, 1982: 13- 14).
Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M.
Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu: Korupsi ekstortif,
korupsi manipulatif, korupsi nepotistik, dan korupsi subversif.
Secara lengkap dalam UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001) Merumuskan
30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi, yang dikelompokan yaitu sebagai berikut: Korupsi
yang terkait dengan kerugian keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan,
pemerasan, curang, kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi (pemberian hadiah).
2.3 Faktor Penyebab Korupsi
Penyebab Korupsi Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya tindak korupsi,
diantaranya adalah26: penyalahgunaan wewenang dan jabatan/kekuasaan yang dimiliki demi
kepentingan dan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman, buruknya
hukum, tetapi juga buruknya manusia, warisan, kemiskinan, ketidaksamaan, ketidakmerataan,
gaji yang rendah, salah persepsi, pengaturan/hukum yang bertele-tele, dan pengetahuan yang
tidak cukup dibidangnya, perumusan undang-undang yang kurang sempurna, administrasi
yang lamban, mahal dan tidak luwes. Tradisi menambah penghasilan, Persepsi bahwa korupsi
hal yang biasa dan kalau terdesak maka tidak apa-apa, dan selama tidak berlebihan itu sah-sah
saja, serta tidak ada perhargaan atas aturan-aturan resmi dari negara, dan budaya dimana
korupsi tak menjadi masalah.
2.4 Segitiga Fraud

3
Fraud merupakan kejahatan manipulasi informasi dengan tujuan mengeruk keuntungan
yang sebesar-besarnya. Biasanya kejahatan yang dilakukan adalah memanipulasi informasi
keuangan. Fraud adalah proses pembuatan, beradaptasi, meniru atau benda, statistik, atau
dokumen-dokumen , dengan maksud untuk menipu. Kejahatan yang serupa dengan penipuan
adalah kejahatan memperdaya yang lain, termasuk melalui penggunaan benda yang diperoleh
melalui pemalsuan. Menyalin, penganda, dan mereproduksi tidak dianggap sebagai pemalsuan,
meski pun mungkin mereka nanti dapat menjadi pemalsuan selama mengetahui dan
berkeinginan untuk tidak dipublikasikan.
Dalam hal penempaan uang atau mata uang itu lebih sering disebut pemalsuan. Barang
konsumen tetapi juga meniru ketika mereka tidak diproduksi atau yang dihasilkan oleh
manufaktur atau produsen diberikan pada label atau merek dagang tersebut ditandai oleh
simbol. Ketika objek adalah catatan atau dokumen ini sering disebut sebagai dokumen palsu.
Fraud juga diartikan dengan Penipuan, yang memiliki arti keliru yang disengaja yang
menyebabkan seseorang atau bisnis menderita kerusakan, sering dalam bentuk kerugian
moneter. Semua elemen ini biasanya diperlukan untuk tindakan yang harus dipertimbangkan
penipuan, jika seseorang berbohong tentang namanya, misalnya, tidak akan penipuan kecuali
dengan demikian, orang yang menyebabkan orang lain kehilangan uang atau menderita
beberapa kerusakan lainnya.
Ada berbagai jenis penipuan, dari pencurian identitas, penipuan asuransi untuk
memalsukan informasi pajak, dan membuat pernyataan palsu sering dapat menjadi salah satu
elemen kejahatan lain. Meskipun biasanya dituntut di pengadilan kriminal, penipuan juga dapat
mencoba di bawah hukum sipil. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dilihat bahwa
fraud atau kecurangan memiliki empat Kriteria yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Tindakan tersebut dilakukan oleh pelaku secara sengaja
2. Adanya korban
3. Korban menuruti kemauan pelaku
4. Adanya kerugian yang dialami oleh korban.
Semakin berkembangnya mengenai teori Fraud dan pelakunya maka munculah istilah
Fraud Triangle dimana dalam fraud tersebut terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Seperti namanya,Fraud Triangle artinya secara logika bisa dikatakan segitiga
kecurangan.Dalam Fraud Triangle itu sendiri terdiri dari Pressure (Tekanan), Opportunity
(Peluang), Razionalitation (Pembenaran). Banyak pengertian mengenai bagianbagian Fraud
Triangle dari para ahli yang mendukung teori ini.Untuk lebih jelasnya, penjelasannya tersebut
akan di jelaskan dalam gambar yang di bawah ini.

4
1). Pressure Pressure
Merupakan dorongan untuk berbuat curang terhadap laporan keuangan dan berbagai
unsur yang ada didalamnya baik asset maupun modal yang ada. Dari tiga jenis fraud triangle,
pressure merupakan yang paling berbahaya. Karena pelaku kecurangan berbuat demikian atas
dasar homo homini lupus (istilah dalam ilmu sosiologi) yang berarti memakan manusia.Ya,
pressure muncul akibat keserakahan.Selain keserakahan faktor pressure juga mucul akibat
tekanan ekonomi orang itu sendiri.Dan inilah yang menjadi faktor number wahid atas
terjadinya kecurangan di beberapa entitas kelas berat macam Enron, Worldcom, Lehman
Brother, dan skandal-skandal lainnya.
Di dalam negeri pun kita pasti masih ingat betul kasus Bank Century dan Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang sampai saat ini masih jalan di tempat atau mungkin
telah terkubur di liang lahat..Faktor munculnya pressure dalam berbuat kecurangan menjadi
cambuk yang sangat keras bagi para pelaku bisnis, pengusaha, internal control, dan siapun yang
berkepentingan dengan bisnis sebuah perusahaan.Kasus KAP (Kantor Akuntan Publik) The
Big Five Arthur Andersen yang melepas jubah independensi dan objektivitasnya sebagai
akuntan publik yang termakan buaian dan rayuan Enron memberikan kita pelajaran penting.
Yaitu selalu ada keserakahan dalam dunia bisnis.
2). Opportunity Peluang
Yang memungkinkan fraud terjadi biasanya disebabkan karena internal control suatu
organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Pelaku
fraud juga bisa dikategorikan sebagai orang yang pintar,karena mampu memanfaatkan peluang
yang ada dalam suatu perusahaan atau kantor dinas untuk keuntungan bagi dirinya sendiri. Di
antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan
untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan control dan upaya deteksi dini
terhadap fraud.
3). Rationalization
Berbeda dengan pressure dan opportunity, faktor ketiga ini menjadi penyebab fraud
karena adanya pembenaran atas apa yang dilakukan (rasionalisasi). Pihak yang melakukan
fraud merasa bahwa apa yang ia lakukan benar atas dasar alasan-alasan yang menurutnya logis.
Dan menurutya,saat ia melihat rekan kerjanya yang melakukan fraud,itu merupakan hal yang
wajar,lalu bukannya melaporkan ke atasan malah ikut melakukan tindakan fraud tersebut.Hal
itu bisa di bilang jika orang tersebut bertindak tidak etis terhadap profesinya Misalnya, masa
5
kerja pelaku cukup lama dan dia merasa seharusnya berhak mendapatkan lebih dari yang telah
dia dapatkan sekarang (posisi, gaji, promosi, dll). Atau perusahaan telah mendapatkan
keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari
keuntungan tersebut.
2.5 Dampak Korupsi Terhadap Keuangan, Perekonomian,dan Pembangunan Negara
Dampak Korupsi Terhadap Keuangan, Perekonomian dan Pembangunan Negara.
Membaca konsideran Un dang-undang Nomor 3 Tahun 1971, tentang pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi bahwa perbuatan-perbuatan korupsi sangat merugikan keuangan negara,
perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional. Demikian pula dalam
konsideran Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Korupsi bahwa
tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara akan menghambat pembangunan
nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka me wujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Dalam konsideran Undang- undang Nomor 20 Tahun 2001, perubahan Undang-
undang Nomor 31 tentang Pemberan tasan Korupsi, bahwa tindak pidana korupsi yang selama
ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak
pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pem berantasannya harus dilakukan
secara luar biasa. Dalam teori kita melihat dampak korupsi sangat merusak sistem dan tatanan
masyarakat.
Drs.Soejono Karmi, ak, menyatakan masih terdapat beberapa akibat tindakan korupsi,
yaitu:
a. Merusak sistem tatanan masyarakat. Norma-norma masyarakat dirusak oleh
persekongkolan yang didukung publik.
b. Penderitaan sebagian besar masyarakat baik dalam sektor ekonomi, administrasi,
politik maupun hukum.
c. Kehancuran perekonomian suatu negara yang diakibatkan tindak korupsi secara
langsung atau tidak langsung akan mengakibatkan penderitaan bagi sebagian besar
masyarakat.
Dr.Hidayat Nur Wahid, MA dalam Jurnal Hukum dan HAM bidang pendidikan yang
berjudul Bahaya Korupsi Bagi Perkembangan Peradaban Bangsa, 2006,hal 1 s/d 9 menyatakan
bahwa korupsi menimbulkan adanya biaya tinggi, tingkat kemiskinan di tanah air makin
membengkak, harga menjadi mahal, kepercayaan masyara kat terhadap penguasa negara makin
menurun, menggoyahkan sendi-sendi kehidupan bangsa dan bernegara, oleh karena itu tindak
pidana korupsi saat ini tidak lagi dapat dikatakan sebagai kejahatan konvensional melainkan
sudah menjadi kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
Di Indonesia saat ini jika kita berbicara mengenai korupsi, masyarakat selalu hatinya
tersayat-sayat,sakit hati dan kecewa terhadap sistem peme rintahan karena pemerintah
dianggap tidak berhasil mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi. Berbicara
mengenai korupsi yang dilakukan dari unsur pemerintah pusat sampai pada pemerintah daerah,
genderang korupsi selalu mencuat kepermukaan, di warung-warung kopi selalu masyarakat
berbicara kebobrokan pemerintah Indonesia yang berkaitan dengan masalah korupsi.

6
Korupsi di Indonesia bukan masalah baru, untuk itu kita tidak boleh menyerah mem
berantasnya karena dampak yang ditimbulkan sudah parah,merusak tatanan per ekonomian
nasional dan membuat masyarakat menderita. Korupsi memang sudah tertanam sejak zaman
penjajahan Belanda,tetapi sekarang ini kita bukan lagi jajahan Belanda, untuk itu janganlah
menjajah negara sendiri, jika menjajah negara sendiri berarti juga sama menyakiti diri sendiri
dan saudara sendiri. Indonesia adalah negara hukum dan berdaulat, maka dari itu harus
menyadarkan diri sendiri untuk berbuat sesuai hukum yang berlaku. Berdaulat bukan berarti
bebas melakukan korupsi,tetapi berdaulat untuk berbuat kebajikan bagi orang lain.
Pada zaman reformasi hukum,khususnya pada pemerintahan Presiden Republik
Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, kita tidak menutup mata telah banyak pejabat-
pejabat negara di Indonesia dijerat dengan Undang-undang Korupsi, ada mantan menteri,
gubernur, bupati, anggota DPR,DPRD Propinsi,dan DPRD Kabupaten/Kota yang telah
berurusan dengan masalah tindak pidana korupsi, bahkan ada yang masuk dibelakang teralibesi
akibat melakukan korupsi.Kemudian secara empiric menunjukkan:
a. Kualitas pelayanan publik buruk.
b. Biaya konsumsi menjadi tinggi.
C. Mutu pendidikan berkurang.

2.6 Upaya Mengatasi Tindakan Korupsi di Indonesia


Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia berbagai peraturan perundang-undangan
telah dihasilkan oleh Pemerintah Indonesia sejak era Soekarno(1945 - 1967),era Soeharto
(1965-1998), era Habibie (Mei 1998-September 1999),era Abdurahman Wahid (September
1999-2001),era Megawati(2001-2004) dan era Susilo Bambang Yudhoyono(2004-sampai
sekarang),(Modul Sosialisasi Anti Korupsi,2005) Masalah korupsi selalu menjadi
pergunjingan di tahan air tercinta ini, karena seolah-olah pemberantasan korupsi sangat sulit
untuk diberantas. Berbagai per aturan perundang-undagan tentang pemberantasan korupsi
dilahirkan, tetapi selalu dinyatakan tidak berhasil dalam memberantas korupsi sampai ke akar-
akarnya, hal ini siapakah yang harus di persalahkan,pemerintah, masyarakat dan apakah
penegakan hukum yang harus diperbaiki, polisi, jaksa, hakim dan advokat, sebagai penegak
hukum yang harus bekerja keras dalam membasmi korupsi di Indonesia, ataukah semua elemen
masyarakat.
Berdasarkan hasil survei the Political and Economicic Risk Consultancy Itd. (PERC),
Januari- Februari 2005, indonesia berada pada peringkat pertama sebagai negara terkorup di
Asia. Angka ini sangat sesuai dengan tingkat kemiskinan Indonesia. Dengan demikian maka
berakibat pada indeks pembangunan. manusia Indonesia masih berada pada peringkat ke-III
dari 175 negara di dunia. Korupsi di Indonesia semakin sulit dicegah dan diberantas secara
tuntas karena banyak saling berkaitan satu sama lain sehingga dapat dikatakan bahwa
keadaannya sudah sangat rumit. Salah satu upaya untuk menekan angka korupsi di Indonesia
diperlukan adanya pengawasan intensif dari berbagai unsur.
Pengawasan dalam upaya pemberantasan korupsi, (Taufik Effendi, 2006 14) dalam
Jurnal Hukum dan HAM bidang pendidikan Depdiknas bahwa pengawasan yang harus
dilakukan adalah:

7
d. Peranan sistem pengendalian intern (pengawasan melekat).
e. Peranan pengawasan fungsional.
f. Pengawasan legislatif.
g. Pengawasan masyarakat.
Pemberantasan korupsi tidak secara hukum. Berbagai elemen masyarakat di tanah air
harus dapat memahami bersama menyangkut pemberantasan korupsi dengan pemahaman
tersebut maka negara yang kita cintai ini akan berkembang lebih cepat karena pengelolaan
keuangan negara dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga memberikan dukungan
dalam melak sanakan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pemberantasan korupsi diperlukan pengawasan ketat terhadap penyelenggaraan negara
dan kom ponen masyarakat yang meng gunakan keuangan negara, seperti suatu badan usaha
yang bertindak sebagai pemborong dan lain se bagainya, sepanjang mereka me lakukan
kegiatan usaha dengan menggunakan keuangan negara. Kasus-kasus yang terjadi misalnya
menyangkut pengadaan barang, hal ini bila terjadi penunjukan langsung dan mark up, maka
yang akan diperiksa oleh badan-badan peng awasan adalah pihak instansi dan pihak
badan usaha tersebut.
Untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kewenangan dari pemerintah, maka
perlunya peran pengawasan dalam pemberantasan korupsi.
Dr. Taufik Effendi, (2006 :14) dalam Jurnal Hukum dan HAM bidang pendidikan yang
berjudul Menjalin Sinergi antara Lembaga Pengawasan Dalam Upaya Pem berantasan Korupsi
menyatakan bahwa pengawasan dapat berperan sebagai berikut:
a. Memperkecil kesempatan (oppor tunities) terjadinya korup si, upaya ini lebih
bersifat men cegah (preventive).
b. Membantu pengungkapan (expo sure) kasus korupsi me lalui audit yang diikuti
tindak lanjut, upaya ini lebih mengarah pada penindakan (repressive).
Kemudian lebih lanjut Dr. Taufik Effendi mengatakan bahwa upaya memperkecil
keserakahan dan mencukupi kebutuhan tidak termasuk domein tugas pengawas an secara
langsung peranan masing-masing lapisan pengawas dalam upaya pemberantasan korupsi dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Peranan sistem pengendalian intern (pengawasan melekat). Sistem pengawasan in
sangat mendalam dalam pemberantas an korupsi yang sangat signifikan. Sistem
pengendalian intern bertujuan untuk memberi kan jaminan yang memadai bagi
tercapainya tujuan dan sasaran organisasi secara efektif dan efisien,
keandalan pelaporan dan ketaatan ter hadap peraturan perundang undangan yang
berlaku.
b. Peranan Pengawasan Fungsional. Pengawasan fungsional terdiri atas pengawasan
intern pemerintah yang dilaksanakan oleh APIP dan pengawasan extern pemerintah
yang di laksanakan oleh BPK - RI.
c. Pengawasan legislatif adalah pengawasan yang dilaksanakan oleh DPR dan DPD/
DPRD terhadap penyelenggaraan pe merintahan, antara lain melalui sidang-sindang
komisi, dengar pendapat, kunjungan kerja. Melalui mekanisme ini, pemerintah

8
dituntut untuk lebih transparan dan akuntabel, sehingga memperkecil kesem patan
terjadinya prilaku korupsi dalam penyelenggaraan pemerintah.
d. Pengawasan Masyarakat. Pengawasan masyarakat ada lah pengawasan yang
dilaksana kan oleh warga masyarakat terhadap penyelenggaraan pe merintahan.
Pengawasan ma syarakat diselenggarakan lang sung oleh masyarakat melaui LSM
atau pengaduan masya rakat yang disampaikan ke Kotak Pos 5000, kotak pos
lainnya, atau kepada komisi ombudsmen, pengawasan ma syarakat dapat menjadi
unsur pengawasan yang efektif dalam pemberantasan korupsi tidak akan dapat
diatasi oleh para penegak hukum saja, tetapi harus didukung oleh berbagai pihak
yaitu I mulai dari penegak hukum sendiri seperti KPK, Kejaksaan Agung,
Kepolisian, Advokat dan yang paling penting adalah dukungan masya rakat agar
dapat melaporkan korupsi yang terjadi, dengan catatan laporan tersebut tidak
didasarkan atas dendam pribadi, iri dan dengki terhadap seseorang, tetapi laporan
itu benar-benar harus kongkrit dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.
e. Pengawasan Dari Segi Hukum Pengawasan dari segi hukum terhadap perbautan
pemerintah, merupakan pegawasan dari segi Rechtmatigheid, juga bukan hanya dari
Wetmatigheid nya saja (Diana Hakim Koentjoro, 2004:74).
Pengawasan dari segi hukum merupakan penilaian tentang sah tidaknya suatu
perbuatan pemerintah yang menimbulkan akibat hukum. Pengawasan demikian
biasanya dilakukan oleh hukum peradilan.
Ada suatu pertanyaan, kalau demikian sampai dimanakah wewenang hakim untuk
mengadakan pengawasan?
Hakim hanya berwenang menilai segi hukumnya dari kepentingan-kepentingan
yang saling berbenturan. Dengan kata lain, hakim mengadakan pengawasan kontrol
terbatas terhadap perbuatan peme rintah mengenai aspek-aspek hukum nya, artinya
mengadakan peng awasan apakah pada penetuan tentang kepentingan umum oleh
pemerintah itu tidak mengurangi hak-hak individu yang adil secara tidak seimbang.
Dapat disimpulkan bahwa hakim hanya memberikan penilaian pengawasan apakah
tindakan administrasi negara dalam me laksanakan sistem pemerintah termasuk
sebagai perbuatan ourechtmatige overheidsdaad (Sudioharto, 1964:6).
Ruang Lingkup penyeleng garaan kenegaraan di Indonesia kompleks dan luas. Atas alasan
tersebut diperlukan dan diben tuklah suatu lembaga pengawas an yang dapat menjamin ter
laksananya fungsi negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia Lembaga pengawasan
tersebut berada di setiap tingkatan atau struktural pemerintah, baik ruang lingkup Lembaga
Negara, Pemerintah Pusat, maupun Pemerintah Daerah. Lembaga pengawasan yang dimaksud
adalah sebagai ber ikut:
1. Badan Pemeriksa Keuang an (BPK)
Pemegang kekuasaan eksaminatif, yang berfungsi me ngawasi dan melakukan
pemeriksaan terhadap Keuangan negara yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945.
2. Badan Pengawasn Ke uangan dan Pembangun an (BPKP)
Lembaga pengawasan yang dibentuk Pemerintah bertugas mengawasi Ke uangan
Negara yang di kelola Pemerintah dalam tahun Anggaran Pendapat an dan Belanja
Negara yang sedang berjalan dan juga rencana kerja Pem bangunan yang dilaksana kan
oleh Pemerintah.

9
3. Inspektorat Jenderal (Irjen)
Lembaga pengawasan yang berada pada tataran Ke menterian Departemen se bagai
tugas dan fungsi Menteri di bidang pengawasan.
4. Deputi Pengawasan dan Inspektur Utama
Lembaga pengawasan yang berada pada tataran Ke menterian Negara (koor dinator dan
non koordinator) dan Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagai pelaksanaan
tugas dan fungsi pengawasan Menteri Negara dan Kepala Lemba ga Pemerintah Non
Depar temen.
5. Satuan Pengendali Internal (SPI)
Lembaga pengawasan yang melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan Direktur
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah Badan Hukum Milik
Negara/Badan Hukum Milik Daerah.
6. Badan Pengawasan Dae rah (BAWASDA)
Lembaga pengawasan yang melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan Pemerin tah
Daerah, pada tingkatan Propinsi, Kabu paten dan Kotamadya. Dengan demikian,
seluruh tataran dalam organisasi kepemerintahan di Indo nesia memiliki lembaga
pengawasan yang seharus nya dapat menjamin ter laksananya fungsi kemen terian
sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Secara logis, adanya lembaga
pengawasan ter sebut dapat menciptakan kondisi pelaksanaan tugas dan fungsi
kementerian berjalan dengan baik, jika ada indikasi penyimpanya dapat dicegah atau
ditang gulangi secara dini. Pada kenyataannya, ma syarakat Indonesia dan masyratakat
Internasional tetap menilai bahwa pemerintah tidak melaksanakan fungsi
pemerintahannya dengan baik.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar
biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan korupsi telah menghancurkan sistem
perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan dan
tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. Dilain pihak upaya pemberantasan korupsi yang
telah dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai
tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang
bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap dibiarkan berlangsung
maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan negeri ini. Ini dapat menjadi indikator
bahwa nilai-nilai dan prinsip anti korupsi seperti yang telah diterangkan diatas penerapannya
masih sangat jauh dari harapan. Banyak nilai-nilai yang terabaikan dan tidak dengan sungguh-
sungguh dijalani sehingga penyimpangannya menjadi hal yang biasa.
3.2 Saran
Mahasiswa sebagai calon penerus bangsa ini sudah selayaknya lebih peka dan peduli akan
kondisi bangsa dan negara. Pendidikan anti korupsi yang didapat dari bangku perkuliahan
harusnya dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila sudah mengenali dan
memahami korupsi alangkah baiknya kita dapat mencegahnya mulai dari diri kita sendiri
kemudian setelah itu baru mencegah orang lain.

11
DAFTAR PUSTAKA
Saifulloh, P. P. (2017). Peran perguruan tinggi dalam menumbuhkan budaya anti korupsi di
Indonesia. Jurnal Hukum & Pembangunan, 47(4), 459-476.
Suryani, I. (2013). Penanaman nilai anti korupsi di perguruan tinggi sebagai upaya preventif
pencegahan korupsi. Jurnal Visi Komunikasi/Volume XII, 308.
La Hadifa, S. E. (2019). Membangun Budaya Anti Korupsi: Langkah Untuk Mewujudkan
Kesejahteraan Sosial. CV. Adiprima Pustaka.
Kemendikbud, R. I. (2013). Buku Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi.

12

Anda mungkin juga menyukai