Anda di halaman 1dari 9

Kevin Patriks Amarduan, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal.

73-81

PENGURANGAN KADAR KARBON DIOKSIDA DENGAN METODE


ADSORPSI MENGGUNAKAN MEDIA FILTER ZEOLIT

Kevin Amarduan1, Erdila Indriani1*


1
Teknik Produksi Migas, PEM Akamigas, Cepu, Blora, 58315
*E-mail: amaliawhd@gmail.com

ABSTRAK

Gas karbon dioksida (CO2) merupakan salah satu impuritis gas yang merugikan. Terikutnya gas
CO2 saat memproduksi gas dapat mempengaruhi penurunan nilai kalori pada gas. Karbon dioksida
memiliki sifat asam yang mengakibatkan terjadinya korosi pada peralatan. Selain itu, gas CO2
merupakan emisi gas yang mencemari lingkungan. Penelitian pengurangan kadar CO2 ini, dilakukan
pengembangan mineral zeolit dengan cara diaktivasi baik secara fisika dan kimia dan akan
diaplikasikan untuk porses adsorpsi gas CO 2. Zeolit akan diletakan di dalam prototipe berbentuk
kolom sebagai filter gas CO2 yang melewatinya. Prototipe I akan diisi oleh zeolit aktivasi fisika
dengan bentuk penyaringan horizontal sedangkan prototipe II diisi oleh zeolit aktivasi kimia dengan
bentuk penyaringan vertikal. Sampel uji yang digunakan yaitu gas buangan dari kendaraan bahan
bakar bensin dan solar. Hasil pengujian menunjukkan bahwa, penurunan kadar CO 2 tertinggi ialah
pada prototipe II yaitu dari 7% menjadi 2.6% sedangkan prototipe I mengalami pengurangan dari
7% menjadi 4.2%. Hal ini membuktikan bahwa, zeolit dengan aktivasi kimia mempunyai daya
adsorpsi yang lebih besar dari zeolit aktivasi fisika sehingga dapat mengurangi kadar gas CO 2
dengan baik. Selain itu hal yang mempengaruhi daya adsorpsi tersebut juga berupa butiran adsorben
serta bentuk desain penyaringan dari prototipe II.

Kata kunci : Adsopsi CO2; Zeolit; Aktivasi fisika dan kimia; Protototipe.

1. PENDAHULUAN

Kegiatan hulu dan hilir operasi minyak dan gas bumi tidak pernah lepas dari penanganan
terhadap pencemaran lingkungan, baik dari kegiatan hulu eksplorasi dan produksi hingga
kegiatan hilir seperti pengolahan, penyimpanan, bahkan pengiriman dan niaga. Proses
produksi minyak dan gas bumi menghasilkan sejumlah senyawa ikutan yang sangat
berbahaya terhadap lingkungan jika tidak ditreatment dengan benar.
Karbon dioksida (CO2) termasuk salah satu gas yang terikut saat memproduksi minyak
dan gas dari sumur produksi. Gas karbon dioksida tergolong dalam gas asam. Karena
memiliki sifat asam tersebut, karbon dioksida merupakan impurities gas yang merugikan.
Impurities karbon dioksida ini dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan berupa korosi pada
peralatan produksi apalagi pada kegiatan produksi gas (Sari, 2015). Korosi karbon dioksida
biasanya disebabkan karena terbentuknya asam karbonat (H 2CO3) yang akan bereaksi dan
mempengaruhi sifat baja. Masalah seperti ini mengakibatkan penambahan biaya produksi
karena perawatan terhadap peralatan. Selain itu juga, gas karbon dioksida sangat berdampak
terhadap pencemaran lingkungan terlebih lagi dapat mengakibatkan efek gas rumah kaca.
Volume gas CO2 di dalam gas rumah kaca menempati urutan kedua setelah uap air
(Wikipedia, 2020).
Banyak cara yang telah dilakukan dalam penanganan CO 2 mulai dari penggunaan
teknologi penyerapan gas CO2 dengan cara absorpsi fisika dan kimia, adsorpsi padatan,
distilasi kriogenik, dan separasi membran (Yan, 2006). Salah satu metode yang pernah
dilakukan juga dalam penanganan CO2 adalah penggunaan amine unit. Pada skala lapangan,
amine unit dikenal sebagai amine gas treating atau gas sweetening and acid removal. Unit ini

73
Kevin Patriks Amarduan, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 73-81

merupakan salah satu unit proses yang sering digunakan untuk mengurangi kadungan
impuritis karbon dioksida (CO2) dan hidrogen sulfida (H2S) pada pabrik-pabrik besar seperti
kilang, pabrik pengolahan gas alam, pabrik petrokimia dan industri lainnya.
Kegiatan penanganan gas CO2 membutuhkan peralatan yang harus memadai dan
memerlukan biaya yang cukup besar. Hal ini mendorong dilakukannya penilitian serta
pengembangan inovasi terhadap proses CO2 removal dalam skala laboratorium dengan
membuat prototipe dengan sistem adsorpsi. Proses adsorpsi merupakan proses terserapnya
suatu fIuida oIeh padatan karena adanya gaya tarik antar molekul. Bahan prototipe yang
dimaksud berupa kolom yang akan diisi dengan media filter berupa zeolit yang telah
diaktivasi terlebih dahulu. Zeolit ini berfungsi untuk menyaring karbon dioksida yang lewat
dengan cara adsorpsi. Zeolit ialah salah satu material berpori yang dapat mengadsorpsi gas
dengan baik karena mempunyai Iuas permukaan daIam Iebih besar dari luas permukaan
luarnya (Ulku and Cakicioglu, 1991).
Penelitian yang akan dilakukan dengan judul “Pengurangan Kadar Karbon Dioksida
Dengan Metode Adsorpsi Menggunakan Media Filter Zeolit”, diharapkan dapat menjadi
acuan terhadap pengembangan ide dan produk baru serta dapat menemukan solusi untuk
mengatasi impurities gas karbon dioksida. Pemilihan metode prototipe dikarenakan memiliki
beberapa keunggulan seperti biayanya yang rendah atau murah, penggunaanya yang mudah
serta biaya pemeliharaan yang rendah, tidak membutuhkan tempat yang besar, dan yang lebih
penting ialah ramah lingkungan.

2. METODE

Pembuatan Prototipe
Penelitian pengurangan kadar CO2 dilakukan dengan pengujian skala laboratorium
menggunakan media prototipe berbentuk kolom dengan bahan pipa yang dirancang
sedemikian mungkin untuk menyaring karbon dioksida. Bahan penyaring/filter yang
digunakan berupa zeolit yang telah diaktivasi terlebih dahulu dengan cara fisika dan kimia.
Bentuk prototipe yang dibuat berupa dua (2) model, yaitu:
1. Prototipe I (Zeolite dengan 4 Segmen)
2. Prototipe II (Zeolite dengan 8 Batang)
Prototipe I (Zeolit dengan 4 Segmen)
Model prototipe I ini didesain dengan empat (4) tingkatan penyaring dengan jarak
tertentu kemudian disetiap penyaring akan diisi oleh zeolit yang telah diaktivasi secara fisika.
Jumlah zeolit setiap stage penyaring sebanyak 250 gram per stage dengan ukuran zeolit ± 2
mm.
Spesifikasi Prototipe I :
• Panjang Prototipe : 72 cm
• Bahan Prototipe : Pipa PVC
• Panjang Shock 4” : 10,5 cm
• Berat Zeolite : 250 gr/segmen
• Total Zeolite : 1.000 gr
• Maks.Tekanan Uji : 25 psi
• Size Stop Valve : 1 inchi
• Tipe model : Portable

74
Kevin Patriks Amarduan, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 73-81

• Maks.Temperatur : 50 oC

Kasa 1 mm

Shock
4”
Kawat 5 mm

Shock
Zeolite 4”

shock 4”
1 Inchi

shock 4”

5,5 cm

Inlet = Outlet 9,5 cm


47,4 cm
58 cm
4 Inchi

Gambar 1. Desain Prototipe I

Prototipe II
Model prototipe kedua didesain dengan bentuk vertikal yang terdiri dari 8 (delapan)
batang penyaring dengan diameter 1 inchi. Setiap pipa kecil akan diisi oleh 125 gram batuan
zeolite yang telah diayak dengan ukuran 20 mesh. Zeolit yang digunakan pada prototipe ini
ialah zeolit teraktivasi dengan cara kimia. Spesifikasi prototipe model kedua adalah sebagai
berikut:

Spesifikasi Prototipe II :
• Panjang Prototipe : 72 cm
• Bahan Prototipe : Pipa PVC
• Panjang Shock 4” : 10,2 cm
• Berat Zeolite : 125 gr/segmen
• Total Zeolite : 1.000 gr
• Maks.Tekanan Uji : 25 psi
• Size Stop Valve : 1 inchi
• Tipe model : Portable

75
Kevin Patriks Amarduan, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 73-81

• Maks.Temperatur : 50 oC

6,7
cm
4,3
cm
Shock
4“

Zeolit
e
Pipe
PVC 1”

Kawat 29,6
5 mm cm

Shock
4“
4,3
10,2
cm
6,7
Inlet = cm
Outlet 61,1
4
cm
47,4 cm Inc
Gambar 1 Desain Prototipe II

Aktivasi Zeolit
Zeolit sebelum digunakan harus diaktivasi terlebih dahulu untuk membersihkan pori-
porinya. Dalam penelitian ini, dilakukan aktivasi zeolit dengan cara fisika dan kimia.
Aktivasi Zeolit Secara fisika
Tahap aktivasi fisika ini dilakukan dengan cara memanaskan zeolit sebanyak 1 kg dengan
ukuran butiran kurang lebih 2 mm. Proses pemanasan ini dilakukan selama 5 jam dengan
suhu 5000C menggunakan furnace. Setelah dipanaskan, zeolit kemudian didinginkan didalam
desikator agar tidak terkontaminasi. Proses kalsinasi/pemanasan ini dilakukan agar kandungan
air yang ada pada zeolit dapat menguap sehingga pori-pori zeolit bertambah luas dan
memungkinkan banyaknya adsorbat yang dapat diserap.
Aktivasi Zeolit Secara Kimia
Aktivasi zeolit secara kimia ini dilakukan dengan mencampurkan larutan asam dengan
zeolit. Senyawa asam yang digunakan yaitu larutan HCL 1000 mL dengan konsentrasi 10 M.
Zeolit yang digunakan harus diayak terlebih dahulu dengan ukuran 20 mesh. Zeolit diyakini
bahwa semakin kecil ukuran butirannya maka luas permukaan dalamnya akan semakin besar.
Langkah-langkah aktivasi kimia seperti berikut :
a. Pembuatan larutan HCL 10 M menggunakan HCL pekat 37%.
Langkah yang harus dilakukan terlebih dahulu ialah :

76
Kevin Patriks Amarduan, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 73-81

- Menghitung konsentrasi HCL pekat yang dibutuhkan.


- Menghitung volume HCL pekat 37% yang diperlukan untuk mengencerkan larutan
tersebut sesuai kebutuhan.
Konsentrasi HCL pekat yang dibutuhkan :
M = ρ x 10 x kadar / Mr
M = 1.19 x 10 x 37% / 36,5
M = 12,06 M
Untuk membuat HCL 10 M maka digunakan rumus :
M1 x V1 = M2 x V2
12,06 x V1 = 10 x 1000
V1 = 829,187 mL
Maka jumlah volume HCL pekat 37% yang akan digunakan sebanyak 829,187 mL dan
selanjutnya akan ditambahkan dengan aquades sehingga mencapai 1000 mL.
b. Proses aktivasi Zeolit
1. Zeolit sebelumnya diayak menggunakan sieve shaker dengan ukuran 20 mesh.
2. Butiran zeolit yang telah diayak akan dicampurkan dengan HCL 1000 mL dengan
konsentrasi 10 M. Semakin tinggi konsentrasi HCL maka semakin tinggi daya adsorpsi
zeolit.
3. Kemudian dipanaskan menggunakan water bath dengan suhu 80oC selama 3 jam.
4. Setelah itu zeolit disaring dan dibilas dengan aquades selama beberapa kali.
5. Kemudian zeolit tersebut dikeringkan.
Aktivasi kimia diyakini mempunyai daya adsorpsi yang tinggi. Penambahan HCl pada
zeolit bertujuan untuk membersihkan permukaan pori, dan membuang senyawa pongotor.
Semakin tinggi konsentrasi HCl yang digunakan maka semakin tinggi daya adsorpsi zeolit.

Gambar 3. Kalsinasi Zeolit

Pengujian alat
Zeolit yang telah diaktivasi selanjutnya akan dimasukkan kedalam kolom prototipe
sebagai penyaring. Untuk prototipe I menggunakan zeolit aktivasi fisika sedangkan prototipe
II menggunakan zeolit aktivasi kimia. Pengujian pengurangan kadar CO 2 ini bertempat di
Dinas Perhubungan Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. Untuk mengukur kadar CO 2
yang dihasilkan, digunakan alat automotive emission analyzer dan alat Heshbon diesel smoke

77
Kevin Patriks Amarduan, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 73-81

opacity. Sumber emisi yang digunakan yaitu dari kendaraan roda empat jenis bahan bakar
bensin dan solar. Langkah – langkah pengujian seperti berikut :
A. Pengujian pertama menggunakan alat automotive emission analyzer untuk kendaraan
bahan bakar bensin.
a. Pengujian sebelum menggunakan adsorpsi prototipe.
1. Alat gas analyzer dinyalakan terlebih dahulu dan tunggu hingga display
menunjukkan angka nol.
2. Valve inlet prototipe ditutup sedangkan valve inlet gas buangan dibuka untuk
mengukur hasil emisi sebelum diadsorpsi.
3. Letakan alat deteksi (probe) kedalam valve gas buangan inlet untuk mengukur hasil
sebelum diadsorpsi.
4. Inlet prototipe akan disambungkan ke knalpot menggunakan selang.
5. Hidupkan kendaraan dan dibiarkan dalam kecepatan stasioner.
6. Gas akan mengalir dari knalpot kendaraan menuju inlet dan akan keluar melalui
valve gas buangan untuk diukur.
7. Kemudian tekan ENT/MEAS pada display gas analyzer.
8. Tunggu sampai angka pada display stabil maka itu adalah hasil yang didapat.
9. Tekan tombol HOLD PRINT untuk mencetak hasil pengukuran.
b. Pengujian dengan proses adsorpsi.
1. Alat gas analyzer di atur ulang untuk pengukuran yang baru dengan menekan
tombol ESC.
2. Kemudian valve buangan inlet ditutup sedangkan valve inlet dibuka agar gas dapat
masuk dan terjadi proses adsorpsi.
3. Letakan alat deteksi (probe) kedalam saluran outlet untuk mengukur hasil kadar
CO2 setelah diadsorpsi.
4. Gas akan mengalir dari knalpot kendaraan menuju inlet dan naik hingga keluar dari
outlet prototipe.
5. Kemudian tekan ENT/MEAS pada display gas analyzer.
6. Tunggu sampai angka pada display stabil maka itu adalah hasil yang didapat.
7. Tekan tombol HOLD PRINT untuk mencetak hasil pengukuran.
8. Lakukan hal yang sama pada prototipe yang lainnya.

Gambar 2 Pengujian Alat

B. Pengujian kedua menggunakan alat Heshbon diesel smoke opacity untuk kendaraan
bahan bakar solar.
Pengujian menggunakan alat heshbon diesel smoke opacity mempunyai sistem kerja yang
sama dengan automotive emission analyzer hanya saja dalam uji alat heshbon diesel smoke

78
Kevin Patriks Amarduan, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 73-81

opacity digunakan pada kendaraan bahan bakar solar dan harus digas saat pengukuran sampel.
Sedangkan alat automotive emission analyzer digunakan pada kendaraan bahan bakar bensin
dengan kecepatan yang statis saat mengambil sampel.
Untuk heshbon diesel smoke opacity, variabel yang diukur yaitu berupa opacity atau
kepekatan kadar asap, sedangkan pada alat automotive emission analyzer nilai yang diukur
yaitu kadar CO, CO2, O2, dan HC. Nilai yang dihasilkan dari kedua alat ukur ini dalam satuan
persen (%).

Gambar 3. Automotive emission analyzer (1) dan Hesbone diesel smoke opacity (2)

3. PEMBAHASAN

Penelitian mengenai pengurangan kadar CO2 pada sumur produksi minyak dan gas ini
dilakukan dalam skala laboratorium. Sampel yang digunakan berupa emisi kendaraan
berbahan bakar bensin dan solar. Pemilihan sampel ini menjadi alternatif yang digunakan
karena keterbatasan mobilitas untuk melakukan pengujian sampel dari lapangan produksi
yang diinginkan.

Tabel 1. Hasil Pengujian Menggunakan Alat Automotive Emission Analyzer


Output Tanpa Filter Prototipe I Prototipe II
CO 1.95 % 1.53 % 1.10 %
HC 318 ppm 126 ppm 139 ppm
CO2 7.0 % 4.2 % 2.6 %
O2 22.38 % 22.31 % 22.17 %
LAMBDA 2.000 2.000 2.000
AFR 0.0 0.0 0.0
FUEL GASOLINE GASOLINE GASOLINE
H/C 1.8500 1.8500 1.8500
O/C 0.0000 0.0000 0.0000

Tabel 2 Hasil Pengujian Menggunakan Alat Hesbon Diesel Smoke Opacity


Output Tanpa Filter Prototipe I Prototipe II

2021- 6- 9 14 : 18 : 25 14 : 25 : 55 14 : 29 : 11
k Peak 2.65 5.17 0.05
Opacity P. 68 % 42.3 % 2.5 %
RPM Peak ____ ____ ____
Oil Temp P. _ _ _ oC _ _ _ oC _ _ _ oC

79
Kevin Patriks Amarduan, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 73-81

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, diperoleh penurunan kandungan CO2
dari emisi kendaraan bahan bakar bensin dan solar. Pengujian dilakukan sebelum dan sesudah
penggunaan filter prototipe. Pengujian pertama dilakukan pada kendaraan bahan bakar bensin
dengan menggunakan alat automative dengan. Hasil kadar CO2 tanpa filter sebesar 7.0 %
sedangkan untuk prototipe I output yang didapat sebesar 4.2% dan prototipe II sebesar 2.6%.
bentuk prototipe yang digunakan juga berbeda-beda. Prototipe I menggunakan zeolit dengan
bentuk saringan horizontal, dan prototipe II menggunakan zeolit dengan bentuk saringan
vertikal.
Pada prototipe II mempunyai nilai penurunan yang lebih besar yaitu sekitar 62%
sedangkan prototipe I sebesar 40% dari hasil yang didapat. Hal ini menunjukkan daya
adsorpsi pada prototipe II dengan zeolit aktivasi kimia lebih tinggi dari prototipe I yang
menggunakan zeolit aktivasi fisika. Aktivasi kimia membuat pori-pori zeolit menjadi lebih
besar dan juga membersihkan senyawa pengotor yang ada dalam zeolit sehingga kemampuan
adsorpsinya lebih tinggi. Selain itu juga, butiran zeolit yang digunakan pada prototipe II
memiliki ukuran yang lebih kecil sehingga luas permukaan dalam zeolit menjadi bertambah.
Semakin kecil ukuran butiran maka akan semakin besar luas permukaan dalam zeolit. Bentuk
desain saringan vertikal juga memungkinkan zeolit dapat tertumpuk dan mempunyai
kerapatan yang baik sehingga gas yang lewat dengan tekanan tertentu dapat tertahan dan
mempunyai waktu untuk diserap oleh zeolit. Berbeda dengan prototipe I dengan saringan
zeolit bentuk horizontal yang mana memiliki ukuran butiran yang besar sehingga membuat
banyak celah yang dapat dilewati oleh gas. Prototipe I juga memiliki space untuk memisahkan
saringan setiap satgenya. Hal ini membuat gas dapat terakumulasi pada ruang kosong tersebut
dan pada saat tekanan tertentu maka kecepatan gas untuk menembus zeolit lebih tinggi
sehingga waktu untuk terserapnya gas kurang efisien karena gas melewati zeolit dengan cepat.
Hasil pengukuran menggunakan Heshbon diesel smoke opacity pada kendaraan berbahan
bakar solar juga memiliki perubahan yang signifikan. Variabel yang diamati ialah nilai
opacity yang terbaca pada display. Hasil pengukuran sebelum menggunakan filter prototipe
yaitu 68 % sedangkan pada saat menggunakan prototipe I sebesar 42.3 % dan prototipe II
sebesar 2.5 %. Prototipe II memiliki nilai penurunan opositas yang besar sekitar 95% dari
hasil yang didapat. Opacity sendiri merupakan suatu parameter yang digunakan untuk
mengetahui apakah asap yang dihasilkan melebihi batas aman atau tidak sesuai dengan yang
telah ditetapkan. Menurut KEP-205/BAPEDAL/07/1996 tentang Pedoman Teknis
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak, opasitas emisi adalah tingkat
ketidak tembusan cahaya yang dihasilkan dari gas buang proses pembakaran pada emisi
sumber tidak bergerak. Semakin kecil nilai opasitas maka nilai kepekatan asapnya semakin
kecil dan tidak tarlalu berdampak terhadap lingkungan. Hasil membuktikan bahwa zeolit
dapat mengurangi nilai opositas dengan baik dan yang lebih efektif ialah zeolit dengan
aktivasi kimia.
Prototipe II memiliki hasil yang sangat baik dalam penelitian yang dilakukan. Desain
bentuk dalam prototipe II sangat mempengaruhi proses adsorpsi gas yang lewat. Bentuk 8
(delapan) segmen pipa kecil dengan diameter yang sama membuat sehingga gas yang masuk
akan terbagi ke setiap segmen. Hal ini membuat proses adsorpsi dapat berlansung dengan baik
karena gas yang masuk dengan kapasitas yang sedikit dan laju alir gas mengalami penurunan
sehingga waktu kontak gas dengan zeolit semakin lama.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Zeolit terbukti dapat digunakan sebagai media filter CO 2.

80
Kevin Patriks Amarduan, SNTEM, Volume 1, November 2021, hal. 73-81

2. Prototipe I dan prototipe II mempunyai hasil konsentrasi CO 2 sebesar 4.2% dan 2.6%
untuk kendaraan bahan bakar bensin, dan untuk kendaraan bahan bakar solar
mempunyai hasil opasitas sebesar 42.3% dan 2.5%.
3. Zeolit dengan aktivasi kimia dan dengan ukuran butiran mesh 20 atau 0.841 mm
mempunyai kemampuan adsorpsi yang sangat besar yaitu sekitar 62% dari hasil yang
didapat.
4. Semakin kecil ukuran butiran zeolit maka semakin baik proses adsorpsinya.
5. Desain prototipe vertikal dapat mempengaruhi proses adsorpsi karena berdampak
terhadap laju alir gas dan juga waktu kontak gas dengan zeolit. Semakin lama waktu
kontaknya maka semakin banyak gas yang terserap.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] Al Muttaqii M, dkk. 2019. Pengaruh Aktivasi Secara Kimia Menggunakan Larutan Asam
Dan Basa Terhadap Karakteristik Zeolit Alam. Jurnal Riset Teknologi Industri, Vol.19. No.
2: 266-271.
[2] Arsad, Effendi., Saibatul Hamdi., 2010. Pengaruh Penggunaan Membran Keramik Berbasis
Zeolit, Silika, Dan Karbon Aktif Terhadap Kadar CO Dan CO 2 Pada Gas Buang Kendaraan
Bermotor. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 17. No. 8: 19-28.
[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Zeolite
[4] Poerwadi, dkk.2017.Sintesis Adsorben Zeolite Alam Aktif Dengan Microwave Untuk
Adsorpsi CO2. Jurnal Rekayasa Bahan Alam dan Energi Berkelanjutan, Vol.1. No.1: 1-7.
[5] Ramli, Abdur Rifai., Andi Suryanto , Syamsuddin Yani., 2019. Adsorpsi Gas CO2
Menggunakan Kapur Tohor, Arang Aktif Dan Zeolit Pada Kendaraan Bermotor Roda Dua.
Journal of Chemical Process Engineering. Vol. 4. No. 1: 7-12.
[6] Utami Isni.2017.Aktivasi Zeolit Sebagai Adsorben Gas CO2. Jurnal Teknik Kimia, Vol.11.
No. 2: 51-55.

81

Anda mungkin juga menyukai