Karya Tulis Ilmiah 2
Karya Tulis Ilmiah 2
DALAM
PEMBAGIAN TIRKAH
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat mengikuti
Ujian Akhir
Oleh
FARHAN ADI NUGRAHA
NISN : 00536602474
Oleh
FARHAN ADI NUGRAHA
NISN : 00536602474
Disetujui Oleh :
Pembimbing
Mengetahui :
Al Mudirul’Am Mudir Mu’allimin
ii
HALAMAN PENGESAHAN
DALAM
PEMBAGIAN TIRKAH
…………….1442 H
Mengetahui
Mudir Mu’allimin
H. Moch. Ridwan
NIAT : 0118.19616.064
Mengesahkan,
Penguji
______________________
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kehadiran Allah Swt yang
telah memberikan limpahan nikmat, rahmat, dan hidayatnya kepada seluruh
Makhluk-Nya. Tak lupa shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad Saw. Dengan ridha dan karunia-Nya, alhamdulillah
penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul : “PENERAPAN
ILMU FARAIDL DALAM PEMBAGIAN TIRKAH”. Adapun tujuan
disusunnya karya tulis ini adalah untuk memenuhi syarat mengikuti ujian akhir di
MA Al Ishlah PERSIS. Penulis menyadari, bahwa tidak sedikit kekurangan yang
ada pada karya tulis ini, karena keterbatasannya ilmu yang dimiliki penulis, baik
dari segi materi maupun penyusunan kalimat.
Adapun dapat terselesaikannya karya tulis ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika penulis mengahaturnya
banyak-banyak terima kasih kepada :
1. Al Ustadz Aep Saepudin, S.Pd.I. selaku Al Mudirul Am Pesantren
Persatuan Islam 92 Majalengka.
4. Al Ustadzah Fitya Alfafa Aziz, S.Pd. selaku guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia Mu'allimin Pesantren Persatuan Islam 92 Majalengka yang telah
membantu penulis dalam menyusun karya tulis ini.
6. Orang tua dan keluarga tercinta yang senantiasa mendukung penulis, baik
secara do'a, moril, dan moteril.
iv
8. Semua pihak lain yang terlibat dalam penyusunan karya tulis ini.
Atas segala bentuk kebaikannya, penulis ucapkan Jazaakumullahu Khoiron
Katsiron. Tak lupa, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala
kekurangan dan kesalahan dalam karya tulis ini.
Majalengka, Mei 2023
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................1
A. Rumusan Masalah...................................................................................1
B. Tujuan penelitian.....................................................................................1
C. Metode Penelitian....................................................................................1
D. Sistematika Penulisan.............................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................3
A. Pengertian Ilmu Faraidl.........................................................................3
B. Pengertian Tirkah...................................................................................3
C. Hukum Mempelajari Ilmu Waris..........................................................4
D. Sebab-Sebab dan Penghalang-Penghalang Waris................................4
E. Ahli-Ahli Waris........................................................................................5
F. Bagian-Bagian Waris...............................................................................6
G. Definisi Adil Dalam Islam.....................................................................10
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................13
A. Persepsi Masyarakat Dalam Pembagian Harta Waris Menurut
Hukum..13
BAB IV PENUTUP..............................................................................................18
A. Kesimpulan............................................................................................18
B. Saran.......................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19
DAFTAR RIWAYAT HIDUP..............................................................................20
vi
BAB I PENDAHULUAN
Hukum kewarisan salah satu hukum islam yang mengatur tentang pemindahan
harta peninggalan atau tirkah, menentukan siapa-siapa saja yang berhak menjadi
ahli waris dan berapa bagian masing-masing. Dalam beberapa buku bacaan islam
ditemukan beberapa istilah untuk menamakan hukum kewarisan, seperti : Fiqih
Mawaris dan Ilmu Faraidl.
Problema keluarga sehubungan dengan pembagian harta waris, akan
bertambah rumit apabila diantara para ahli waris ingin menguasai harta
peninggalan, sehingga berdampak merugikan orang lain. Tak heran permusuhan
antara satu dengan lainnya sulit dipadamkan. Akhirnya solusi yang ditawarkan
dalam pembagian waris tersebut itulah dengan dibagi sama rata. Atau ada juga
yang menyelesaikannya di meja pengadilan dan upaya lainnya.
Adapun yang berwenang membagi harta waris atau yang menentukan
bagiannya yang berhak mendapatkan waris dan yang tidak, bukanlah orang tua
anak keluarga atau orang lain, tetapi Allah Subhanahu Wa Ta’la seperti firmannya
dalam Surat An Nisa Ayat 11 yang artinya : “Allah Mensyariatkan Bagi Kalian
Tentang (Pembagian Harta Waris) Untuk Anak-Anak Kalian”.
Ketika seseorang muslim meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan,
seharusnya dibagi sesuai dengan hak-hak ahli waris yang sudah ditetapkan oleh
Allah Subhanahu Wa Ta’la. Akan tetapi, kenyataannya umat muslim yang awam
masih belum bisa membagi harta warisan sesuai dengan hukum kewarisan karena
kurangnya pemahaman tentang hukum waris.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menulis karya tulis ilmiah yang
berjudul tentang “Penerapan Ilmu Faraidl Dalam Pembagian Tirkah”.
A. Rumusan Masalah
1
3. Untuk mengetahui definisi adil dalam islam
4. Untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang pembagian waris
C. Metode Penelitian
Metode yang penulis gunakan dalam menyusun karya tulis ilmiah ini adalah
penulisan kepustakaan library research, yaitu mengumpulkan data-data dan
informasi yang buku internet dan sumber tertulis lainnya, dan penulis juga
menggunakan metode wawancara kepada masyarakat yg berkaitan dengan judul
tersebut.
D. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Metode Penulisan
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II : Tentang Ilmu Faraidl
2.1 Pengertian Ilmu Faraidl
2.2 Hukum Mempelajari Ilmu Faraidl
2.3 Definisi Adil Dalam Islam
BAB III : Persepsi Masyarakat Terhadap Ilmu Faraidl
3.1 Persepsi Masyarakat Tentang Pembagian Waris
BAB IV : Penutup
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
2
BAB II LANDASAN TEORI
Secara bahasa, kata Faraidl ( )فرائضadalah bentuk Jama’ dari Faridhah ()فريضة
yang artinya “Bagian”. Ilmu Faraidl disebut juga Ilmu Waris atau Ilmu Hisab,
yaitu :
العلم الذي يؤدي إلى معرفة كل من له الحق في الحصول على التركة
yang artinya “Ilmu yang mengarah kepada ilmu tentang setiap orang
yang berhak menerima tirkah (Peninggalan)”.
Sementara, secara istilah Ilmu Faraidl memiliki beberapa definisi, yaitu :
1. Ilmu yang mempelajari tentang tatacara pembagian warisan kepada yang
berhak menerimanya.
2. Ilmu tentang aturan dan peraturan dari fikih dan hisab (hitungan) yang
diketahui dengannya setiap bagian ahli waris.
3. Disebut juga dengan fiqh Al-Mawaris dan Ilmu Al Hisab untuk
mengetahui dan menghitung setiap harta waris yang ditinggalkan.
4. Hukum yang mengatur tentang perpindahan hak pemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris.
Dari beberapa definisi diatas, jadi secara istilah Ilmu Faraidl adalah Ilmu yang
diambil dari Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’Ulama, dan Ijtihad Ulama yang
mempelajari tentang kewarisan untuk mengetahui ahli waris yang dapat mewarisi
dan yang tidak dapat mewarisi dan juga mengetahui kadar bagian setiap ahli waris
serta tatacara pembagiannya.
B. Pengertian Tirkah
Secara bahasa, kata (ةgg )التركberasal dari kata ةggبرك – تيركggراك – يgg تyang artinya
Peninggalan.
الشركةهيما تركه الميت من مال اوحق
Secara Istilah Tirkah adalah segala sesuatu yang ditinggalkan mayit (Mawaris)
baik berupa harta maupun hak. Oleh karena itu, Tirkah mencakup 4 hal berikut :
1. Kebendaan, berupa benda-benda bergerak dan tetap
3
memanfaatkan barang yang disewa dan dipinjam begitu juga hak yang
bukan kebendaan, seperti hak Syu’ah (Hak beli yang diutamakan) untuk
salah seorang anggota serikat atau tetangga atas tanah pekarangan atau lain
sebagainya yang dijual oleh anggota serikat yang lain atau tetangganya,
dan hak Khiyar seperti Khiyar Syarat
عن أبي هريرة قال ماَد َر ُسوُل هللا ص ال يا أبا هريرة َتعَلُم وا الَفرائُض َو َع ِلُم وَها َفِإَّنُه ِنْص ُت اْلِع ْلِم َو ُهَو ُبنَس ى َو ُهَو َأَّوُل
) ِم ن َأمر )) (رواه ابن ماجه// َش ْي
4
3. Al – Wala’ (( )الوالءPembebasan Budak Sahaya)
Jika seorang menebus seorang hamba sahaya sehingga si hamba tersebut
menjadi merdeka, maka yang memerdekakan itu disebut Al – Wala’. Sabda
Rasulullah SAW
)بانما الوالء ِلَم ن َأْع َتَق) رواه البخاري
“Hanyalah Al - Wala’ ini bagi yang memerdekakan”. (HR. Bukhari)
َر ُجٌل َم اَت َع َلى َع ْهِد َر ُسوِل ِهللا ص َو َلْم َيُرُل َو اِرنا ِإاَّل َعْبًدا ُهَو اْعَتَقُه َفَأْع َطاُه ِم ْبَر اَنُه: َعن اْبِن َعَّباس قال
)(احمد
“Dari Ibnu Abbas berkata : Seorang meninggal pada zaman Rasulullah
SAW dan tidak memiliki seorang ahli waris pun kecuali seorang hamba
yang ia bebaskan, maka ia berikan waris itu kepadanya”. (HR. Ahmad)
Adapun penghalang-penghalang waris adalah :
1. Pembunuhan (( )القاتلAhli Waris Terhadap Pewaris)
Yaitu ahli waris membunuh pewaris, baik karena motif ingin segera dapat
waris maupun motif lainnya. Sabda Rasulullah SAW :
)القاتل ال يرث ( الترمذی
“Pembunuh tidak mewarisi”. (HR. Tirmidzi)
3. Perbudakan ()الرق
Orang yang berstatus tidak apapun jenisnya, tidak bisa menerima harta
warisan karena bila seorang budak menerima warisan maka yang ia terima
itu menjadi milik tuannya. Padahal sang tuan adalah bukan siapa-siapanya
orang yang meninggal yang mewarisi hartanya.
E. Ahli-Ahli Waris
5
9. ( )ابن خ ألب: Anak laki-laki saudara seayah
10. ( )العم ش: Saudara ayah sekandung
11. ( )العم لالب: Saudara ayah seayah
12. ( )ابن العم ش: Anak paman sekandung
13. ( )ابن العم: Anak paman seayah
14. ( )الزرج: Suami
15. ( )الذي يحرر: Yang memerdekakan
Adapun ahli waris dari kalangan perempuan, yaitu :
1. ( )البنت: Anak perempuan
2. ( )بنت ابن: Cucu perempuan dari anak laki laki
3. ( )األم: Ibu
4. ( )الجدة لالب: Nenek dari ayah
5. ( )الجدة لالم: Nenek dari ibu
6. ( )أخت شقيقة: Saudari Sekandung
7. ( )أخت ألب: Saudari seayah
8. ( )أخت ألم: Saudari seibu
9. ( )الزوجة: Istri
10. ( )معتقة: Perempuan yang memerdekakan
F. Bagian-Bagian Waris
b. ( البنتAnak Perempuan)
َو ِاْن َكاَنْت َو اِح َد ًة َفَلَها الِّنْص ُف
“Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh
setengah (harta yang ditinggalkan)”. (QS. An-Nisa’ : 11)
Anak perempuan mendapat setengah bagian dengan syarat : Tidak ada
mu’ashib atau mumatsil.
6
d. ( أخت شقيقةSaudari Sekandung)
َيْسَتْع ُنوَنَك ُقِل هّللا ُيِتُك ْم ِفي الَك لَلة ِاِن اْم ُر َو َهَلَك َلْيَس َلُه َو َلٌد َو َلُه َو اخن َفَلَها ِنْص ُف َم ا َتَر َك
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia,
dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi
saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya”. (QS.
An-Nisa’ : 176)
Saudari sekandung mendapat setengah bagian dengan syarat : Tidak ada
ashlu dzakar, atau far’ul waris atau muashib maupun mumatsil.
“Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak”. (QS. An-Nisa’ : 12)
Istri atau beberapa istri mendapat seperempat bagian dengan syarat : Tidak
ada far’ul waris.
7
4. Bagian Sepertiga (⅓)
Ahli waris yang mendapat sepertiga bagian ada dua, yaitu :
a. ( األمIbu)
َفِاْن َّلْم َيُك ْن َّلٗه َو َلٌد َّو َو ِرَثٓٗه َاَبٰو ُه َفُاِلِّمِه الُّثُلُث
“Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua
ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga”. (QS. An-Nisa’ : 11)
Ibu mendapat sepertiga bagian dengan syarat : tidak ada far’ul waris atau
tidak ada dua atau lebih saudara/saudari sekandung/seayah maupun seibu.
“Jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan”. (QS. An-Nisa’ : 11)
Dua anak perempuan atau lebih mendapat dua pertiga bagian dengan syarat :
Tidak ada muashib.
8
b. ( أختان أو أكثرDua Saudari Perempuan Sekandung atau Lebih)
َفِإن َكاَنَتا ٱْثَنَتْيِن َفَلُهَم ا ٱلُّثُلَثاِن ِمَّم ا َتَرَك
“Jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka
bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal”.
(QS. An-Nisa’ : 176)
Dua saudari perempuan sekandung atau lebih mendapat dua pertiga bagian
dengan syarat : Tidak ada ashlu dzakar, atau far’ul waris maupun mu’ashib.
“Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak”. (QS. An-Nisa’ : 11)
Ayah mendapat seperenam bagian dengan syarat : Adanya far’ul waris
b. ( األمIbu)
Ibu mendapat seperenam bagian dengan syarat : Adanya far’ul waris atau
dua/lebih saudara/saudari sekandung/seayah atau seibu.
9
d. ( الحية لآلبNenek dari Ayah)
اثنتان من األب، عن عبد الرحمن بن يزيد (رضي هللا عنه) أن النبي الكريم قد أعطى سدس الميراث لثالث جدات
وواحدة من األم
“Dari Abdurrahman bin yazid RA berkata : bahwa Rasulullah SAW telah memberi
waris seperenam pada tiga nenek, dua dari pihak ayah dan satu dari pihak ibu”.
Nenek dari ayah mendapat seperenam bagian dengan syarat : Tidak ada ayah
dan ibu, sedangkan nenek dari ibu ( )الحدة لالمtidak ada ibu saja.
“Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan
ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
(seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-
masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta”. (QS. An-Nisa’ : 12)
Saudari seibu mendapat seperenam bagian dengan syarat : Ada mumatsil, atau
far’ul waris maupun ashlu dzakar.
Catatan :
1. Far’ul Waris ( )فار الواريسyang artinya cabang waris, yaitu ahli waris garis
ke bawah dari mayit, mereka itu adalah : anak laki-laki ( )األ ابن, cucu laki-
laki dari anak laki-laki ( د االبنgg)حفي, anak perempuan ()ابن ة, dan cucu
perempuan dari anak laki-laki ()است االبن.
10
2. Ashlu Dzakar (ارg )اشلو دزاكyang artinya pokok laki-laki, yaitu ahli waris
garis ke atas dari mayyit ke kelompok laki-laki. Mereka adalah : ayah (
)األبdan kakek dari seterusnya ()الجدوان على.
Kata adil berasal bahasa arab yang secara harfiyah berarti sama. Menurut
kamus Bahasa Indonesia, adil berarti sama berat, tidak memihak, berpihak kepada
yang benar, berpegang kepada kebenaran dan sepatutnya. Dengan demikian, orang
disebut berlaku adil apabila ia tidak berat sebelah dalam menilai sesuatu tidak
berpihak kepada salah satu kecuali keterpihakannya kepada siapa saja yang benar
sehingga ia tidak akan berlaku sewenang-wenang.
Pembahasan tentang adil merupakan salah satu tema yang mendapat perhatian
yang serius dari para ulama dan intelektual muslim, Dalam buku “Wawasan Al-
Qur’an”. Prof. Dr. M. Quraish Shihab membahas perintah penegasan keadilan
dalam Al-Qur’an dengan mengutip tiga kata, yakni Al Adl, Al Qisth, dan Al
Mizan.
Kata Al Adl menunjuk kepada arti “sama” yang memberi kesan adanya dua
pihak atau lebih, sedangkan kata Al Qisth menunjuk kepada arti “bagian” (yang
wajar dan patut), dan Al Mizan menunjuk kepada arti alat untuk menimbang yang
berarti pula “keadilan”. Ketiganya sekalipun berbeda bentukannya, namun
memiliki semangat yang sama yakni perintah kepada manusia untuk berlaku adil.
11
Prof. Dr. Yusuf Qardlawi dalam bukunya “Sistem Masyarakat Islam Dalam
Al-Qur’an dan Sunnah” memberikan pengertian adil adalah memberikan kepada
segala yang berhak akan haknya, baik secara pribadi atau mengurangi haknya dan
tidak pula menyelewengkan hak orang lain.
Dari berbagai pengertian diatas, ada setidaknya tiga hakekat keadilan yang
harus kita tegakkan, yaitu :
1. Adil Dalam Arti Sama
Yaitu perlakuan yang sama atau tidak membedakan antara satu dengan yang
lain, menyangkut persamaan hak perlindungan atas kekerasan, kesempatan dalam
pendidikan peluang medapatkan kekuasaan, memperoleh pendapatan dan
kemakmuran juga persamaan dalam hak, kedudukan dalam proses di muka hukum
tanpa memandang ras, kelompok, kedudukan/jabatan, kerabat kaya atau miskin,
orang yang disukai atau dibenci terhadap musuh sekalipun.
َوِاَذ ا َح َك ْم ُتْم َبْيَن الَّناِس َاْن َتْح ُك ُم ْو ا ِباْلَع ْد ِل
“Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu
menetapkannya dengan adil”. (QS. An-Nisa’ : 58)
12
3. Adil Dalam Pengertian “perhatian terhadap hak-hak individu dan
memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya
Adil dalam pengertian inilah yang didefinisikan dengan menempatkan sesuatu
pada tempatnya atau memberi pihak lain haknya melalui jalan yang terdekat.
Lawannya adalah kezhaliman yaitu menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.
Dengan demikian, memasang peci di kepala adalah keadilan dan meletakkan di
kaki adalah kezhaliman. Pengertian keadilan seperti ini melahirkan keadilan sosial
dimana setiap muslim terutama pemimpinnya wajib menegakkannya.
Setiap manusia tentu mempunyai hak untuk memilih atau melakukan sesuatu,
karena hak-hak itu harus diperhatikan dan dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Hak-
hak setiap manusia itu misalnya : hak untuk hidup, memiliki sesuatu, belajar,
bekerja, berobat, kelayakan hidup, dan jaminan keamanan. Kesemua itu harus
diberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang.
Karena itu, di dalam islam seseorang tidak dibenarkan melakukan pembunuhan
tanpa alasan yang benar karena yang demikian itu berarti ia telah merampas hak
orang lain. Allah Swt berfirman :
َو اَل َتْقُتُلوا الَّنْفَس اَّلِتي َح َّر َم ُهَّللا ِإاَّل ِباْلَح ِّقۗ َوَم ْن ُقِتَل َم ْظُلوًم ا َفَقْد َجَع ْلَنا ِلَو ِلِّيِه ُس ْلَطاًنا َفاَل ُيْس ِر ْف ِفي اْلَقْتِل ۖ ِإَّنُه َك اَن
َم ْنُصوًرا
13
BAB III PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menguraikan hasil wawancara di berbagai tempat
mengenai tentang persepsi masyarakat dalam pebagian waris menurut hukum
islam. informasi yang di dapatkan merupakan hasil wawancara dari beberapa
sumber yaitu 2 orang santri mualimien, 2 orang masyarakat dan I orang asatidzah
pesantren persatuan islam 92 majalengka. hasil wawancara ini akan dibahas
sebagai berikut :
A. Persepsi Masyarakat Dalam Pembagian Harta Waris Menurut
Hukum Islam
14
Kemudian Pertanyaan yang kedua adalah bagaimana hukum membagi harta
waris dengan hukum islam apakah itu penting atau tidak? Berry perpendapat
bahwa pembagian waris itu sangat penting karena apabila tidak ada pembagian
waris maka harta waris tersebut tidak akan teratur. Dan penulis menanyakan
kepada Naila mengenai hukum mempelajari Ilmu faraid! kemudian Naila
berpendapat bahwa hukum mempelajari Ilmu Faraidl adalah fardhu kifayah yaitu
cukup diwakilkan saja oleh ahlinya.
Berdasarkan hasil wawancara pertanyaan kedua bahwa membagi harta waris
itu penting karena bagaimanapun didalam harta waris tersebut terdapat hak para
ahli waris. Jika harta waris tidak dibagikan dikhawatirkan akan terjadi perselisihan
antar saudara. Maka dari itu, harta waris penting untuk dibagikan sesuai dengan
hukum islam yang telah ditetapkan.
Kemudian pertanyaan ketiga penulis menanyakan apakah pembagian harta
waris menurut hukum islam itu adil? Berry berpendapat bahwa hukum waris
dalam islam itu adil karena dalam pembagian pembagian tersebut banyak
perbedaan antara anak laki laki, anak perempuan, cucu dan sebagainya.
Sedangkan Naila berpendapat bahwa pembagian waris dalam islam itu adil karena
memang laki laki lebih besar pembagiannya daripada perempuan, karena laki laki
itu harus nafkahin anak anaknya dan istrinya, maka pembagian waris secara
hukum islam itu adil.
Dalam pembagian sebuah harta waris tentu saja yang diwarisi menginginkan
pembagian yang adil karena jika tidak dibagi dengan adil yang diwarisi bisa saja
berselisih. Dalam islam bagian bagian para ahli waris sudah ditetapkan dalam Al -
Qur'an dan Hadits. jadi, sudah pasti adil karena berdasarkan hasil wawancara
perkataan Berry dan Nailah benar bahwa bagian bagian dalam islam itu banyak
perbedaan laki laki dua bagian sedangkan perempuan satu bagian tentu saja ini
sangat adil karena laki laki mempunyai tanggung jawab untuk menafkahi
keluarganya.
15
jelas. Sedangkan Riska berpendapat bahwa Harta yang ditinggalkan oleh
seseorang sebaiknya dibagikan dengan adil menurut ketentuan syariat islam.
Di dalam membagi harta waris berdasarkan hukum islam tentu saja harus
menggunakan Al - Qur'an dan Hadits yang menjadi dasar hukum islam, tetapi
ketika di tanya hadits atau ketentuan syariat islam mana yang harus kita pakai
untuk membagi waris mereka tidak mengetahuinya mungkin karena mereka tidak
mempelajari tentang dalil-dalil dalam pembagian harta waris. Tetapi, ketika
mereka ditanya tentang setuju atau tidak dengan membagi harta waris sesuai
dengan hukum islam mereka menjawab sangat setuju.
Kemudian pertanyaan kedua penulis menanyakan kira kira ketentuan menurut
Al - Qur'an dan Hadits untuk bagian laki laki berapa untuk bagian perempuan
berapa? Aris mengatakan bahwa kalau untuk anak laki laki itu bisa sampai
seperempat dan untuk perempuan hanya setengah sampai sepertiga. Sedangkan
Riska mengatakan bahwa untuk bagian dari laki-laki dua kali lipat dari
perempuan, sebab tanggung jawab laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan, tetapi untuk ahli waris lainnya terdapat syarat dan ketentuan yang
sudah ditentukan di dalam Al-Qur’an dan Hadits serta ilmu yang mempelajari
tentang waris yaitu Ilmu Faraidl.
Dalam menjawab pertanyaan kali ini. Aris keliru menyebutkan bahwa anak
laki laki mendapat seperempat dan perempuan hanya setengah sampai sepertiga
sedangkan Riska menjawab dengan benar sesuai Al - Qur'an surat An Nisa ayat 11
yaitu bagian seorang anak laki laki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan. Kemudian penulis bertanya kembali kepada Riska tentang Ilmu
Faraidl karena sebelumnya, Riska menyebutkan tentang Ilmu Faraidl, penulis
menanyakan menurut Riska sendiri Ilmu Faraidl itu apa? Riska mengatakan
bahwa Ilmu Faraid itu ilmu yang mempelajari tentang waris, didalamnya terdapat
syarat dan ketentuan dalam pembagian waris yang baik dan benar menurut islam.
Dalam menjawab pertanyaan mengenai definisi Ilmu Faraidl, sepertinya riska
pernah mempelajari Ilmu Faraidl. Maka dari itu, Riska ketika di wawancarai
mengenai pembagian harta waris Riska menjawab cukup paham dan Aris pun
sepertinya sudah mempelajari Ilmu Faraid tetapi agak sedikit lupa sampai sampai
menjawabnya keliru.
Kemudian pertanyaan ketiga penulis menanyakan apakah pembagian harta
menurut hukum islam itu adil? Aris mengatakan bahwa untuk anak laki laki bisa
sampai dapat seperempat itu bisa disebut adil karena anak laki laki bertanggung
jawab besar misalnya ketika sudah mempunyai anak harta waris tersebut bisa
untuk anak-anaknya dan istrinya juga, kalau anak perempuan kan bisa dapat
nafkah dari suaminya. Sedangkan Riska mengatakan bahwa cara pembagian harta
warisan telah diatur hukumnya dalam Al - Qur'an dengan prinsip yang paling adil.
jadi sudah pasti pembagian waris dalam hukum islam itu adil.
16
Pada pertanyaan kali ini Aris masih menjawab dengan keliru sedangkan Riska
menjawab bahwa pembagian harta waris dengan menggunakan hukum itu adil
karena di dasari oleh Al - Qur'an dan yang membagi harta itu sendiri Allah Swt
bukan manusia jadi pembagian harta waris menggunakan hukum islam itu sangat
adil.
17
َل ٓۥُه ِإْخ َو ٌة َفُأِلِّمِه ٱلُّسُدُس ۚ ِم ۢن َبْع ِد َوِص َّيٍة ُيوِص ى ِبَهٓا َأْو َد ْيٍن ۗ َء اَبٓاُؤ ُك ْم َو َأْبَنٓاُؤ ُك ْم اَل َتْد ُروَن َأُّيُهْم َأْقَر ُب َلُك ْم َنْفًعاۚ َفِريَض ًة ِّم َن
ٱِهَّللۗ ِإَّن ٱَهَّلل َك اَن َع ِليًم ا َح ِكيًم ا
18
saudara karena mendapat bagian kecil jika dibagi secara hukum islam. Dan yang
ketiga mungkin ahli waris yang seharusnya mendapat bagian besar dalam
pembagian secara hukum islam lebih memilih berdamai dengan ahli waris yang
mendapatkan bagian lebih sedikit maka memilh untuk dibagi rata saja karena dia
berpikir bahwa ini merupakan hak yang boleh diambil atau boleh tidak diambil.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Hal hal yang dipaparkan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Ilmu Faraidl adalah ilmu yang diambil dari Al - Qur'an, sunnah, Ijma'
Ulama dan Ijtihad Ulama, yang mempelajari tentang kewarisan untuk
mengetahui ahli waris yang dapat mewarisi dan yang tidak dapat
mewarisi, dan mengetahui kadar bagian setiap ahli waris serta tata cara
pembagiannya.
5. Membagi harta waris menggunakan hukum islam itu wajib, harta warisan
itu hak setiap para ahli waris dan hak itu harus di ambil. Akan tetapi, hak
warisan boleh untuk tidak di ambil atau tidak diminta
6. Membagi harta waris menurut hukum islam itu adil apabila yang
melaksanakan pembagian "Waris adalah orang orang yang beriman kepada
allah dan percaya bahwa allah itu maha adil”
19
2. Jangan menganggap Ilmu Faraidl itu tidak penting karena yang berhak
membagi harta itu allah bukan manusia
3. Hati hati dalam menetapkan hukum harus sesuai dengan Al - Qur'an dan
hadits jangan sampai keliru
DAFTAR PUSTAKA
20
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
21