Anda di halaman 1dari 40

SEJARAH HUKUM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (UUPPLH)

Nama : Angelos Gogo Siregar


NIM : 01659220123
Mata Kuliah : Sejarah Hukum & Law Making
Dosen : Prof Dr. Bintan Saragih, S.H.
Dr. Jovita Irawati, M.M.,MHA

The Plaza Semanggi, Jl. Jend. Sudirman No.50, RT.1/RW.4, Karet

Semanggi, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Daerah

Khusus Ibukota Jakarta

2023
DAFTAR ISI
Daftar Isi ......................................................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................ 2
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 2
1.2. RUMUSAN MASALAH .............................................................................................. 9
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................... 10
2.1 Ciri dan Karakteristik Tiap Perubahan UU Pengelolaan Lingkungan Hidup
Indonesia ........................................................................................................................... 10
2.2 Perubahan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Hingga Sekarang ... 16
BAB III KESIMPULAN .............................................................................................................. 37
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 38

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Masalah lingkungan hidup pada mulanya merupakan masalah alami, yakni peristiwa-peristiwa

yang terjadi tanpa menimbulkan akibat yang berarti bagi tata lingkungan itu sendiri dan dapat

pulih kemudian secara alami (homeostasi). Sekarang masalah lingkungan tidak lagi dapat

dikatakan sebagai masalah yang semata-mata bersifat alami, karena kegiatan manusia

memberikan andil besar terhadap timbulnya faktor-faktor penyebab yang sangat signifikan

terhadap permasalahan-permasalahan lingkungan lingkungan hidup. Kegiatan yang dilakukan

oleh menusia mempengaruhi keberadaan lingkungan hidup. Lingkungan hidup bisa rusak,

tercemar dan bisa lestari kemampuan lingkungan hidupnya karena campur tangan manusia

dalam bentuk kegiatan dimana dapat berdampak positif dan berdampak negatif. Berdampak

positif manakala kegiatan manusia mendukung pelestarian kemampuan lingkungan hidup.

Berdampak negatif bila yang dilakukan manusia tidak mewujudkan pelestarian kemampuan

lingkungan hidup. Tetapi justru menimbulkan lingkungan tidak bisa dipakai sesuai dengan

peruntukkannya. Dengan demikian tidak bisa disangkal bahwa masalahmasalah lingkungam

yang lahir dan berkembang karena faktor manusia jauh lebih besar dan rumit (complicated)

dibandingkan dengan faktor alam itu sendiri.

Manusia dengan berbagai dimensinya, terutama dengan faktor mobilitas pertumbuhannya,

akal pikiran dengan segala perkembangan aspek-aspek kebudayaanya, dan begitu juga dengan

faktor proses masa atau jaman yang mengubah karakter dan pandangan manusia, merupakan

faktor yang lebih tepat dikaitkan kepada masalah-masalah lingkungan hidup. Persoalan

persoalan lingkungan hidup saat ini, seperti pencemaran, kerusakan sumber daya alam,

penyusustan cadangan hutan, musnahnya berbagai spesies hayati, erosi, banjir, bahkan jenis-

jenis penyakit yang berkembang terakhir ini, diyakini merupakan gejala-gejala negatif yang

secara dominan bersumber dari faktor manusia itu sendiri. Jadi, beralasan jika dikatakan, bila

2
ada permasalahan lingkungan hidup, maka disitu ada andil manusia. Masalah-masalah

lingkungan seperti pencemaran, banjir, tanah longsor, gagal panen karena hama, kekeringan,

punahnya berbagai spesies binatang langka, lahan menjadi tandus, gajah dan harimau

mengganggu perkampungan penduduk dan lain-lainnya, dalam rangka sistem pencegahan

(preventive) dan penanggulangan (repressive) yang dilakukan untuk itu, tidak akan efektif jika

hanya ditangani dengan paradigma fisik, ilmu pengetahuan dan teknologi, atau ekonomi.

Faktor-faktor tersebut, paradigma solusinya harus pula melibatkan semua aspek humanistis.

Maka dalam hal ini, peran ilmu-ilmu humaniora seperti sosiologi, anthropologi, psikologi,

hukum, keshatan, religi, etologi, dan sebagainya sangat strategi dalam pendekatan persolan

lingkungan hidup.1

Rumusan tentang lingkungan hidup sebagaimana RM. Gatot P. Soemartono mengutip pendapat

para pakar sebagai berikut : “secara umum lingkungan diartikan sebagai segala benda, kondisi,

keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati, dan mempengaruhi hal

yang hidup termasuk kehidupan manusia. Batas ruang lingkungan menurut pengertian ini bisa

sangat luas, namun praktisnya dibatasi ruang lingkungan dengan faktor-faktor yang dapat

dijangkau oleh manusia seperti faktor alam, faktor politik, faktor ekonomi, faktor soasial dan

lain-lain.”2

Manusia bersama tumbuhan, hewan dan jasad renik menempati suatu ruang tertentu. Kecuali

makhluk hidup, dalam ruang itu terdapat juga benda tak hidup, seperti udara yang terdiri atas

bermacam gas, air dalam bentuk uap, cair dan padat, tanah dan batu. Ruang yang ditempati

makhluk hidup bersama benda hidup dan tak hidup inilah dinamakan lingkungan hidup. Secara

yuridis pengertian lingkungan hidup pertama kali dirumuskan dalam UU No. 4 Tahun 1982

1
N.H.T Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, (Jakarta : Erlangga, 2004) hlm.2

2
RM Gatot Soemartono,Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 1991) hlm.14

3
(disingkat UULH-1982) tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,

yang kemudian dirumuskan kembali dalam UU No. 23 Tahun 1997 (disingkat UUPLH-1997)

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan terakhir dalam UU No. 32 Tahun 2009 (disingkat

UUPPLH-2009) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Perbedaan

mendasar pengertian lingkungan hidup menurut UUPLH-2009 dengan kedua undangundang

sebelumnya yaitu tidak hanya untuk menjaga kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

manusia serta makhluk hidup lain, tetapi juga kelangsungan alam itu sendiri. Jadi sifatnya tidak

lagi antroposentris atau biosentris, melainkan telah mengarah pada ekosentris.

Berdasarkan hal diatas maka untuk mengatur lingkungan hidup agar baik dan dapat menjaga

ekosistemnya, maka lingkungan hidup diatur melalui regulasi Undang-Undang Pengelolaan

Lingkungan Hidup yang akan dibahas mengenai perjalanan sejarahnya dan juga bagaimana

perkembangannya Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana telah terbagi

dalam beberapa fase-fase hingga saat ini. Dimana secara spesifiknya ada 3 fase dalam

perkembagannya yaitu zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang, dan saat ini yang

mengalami beberapa perubahan. Adapun hal tersebut akan dijelaskan lebih lanjut yakni sebagai

berikut:

1. Zaman Penjajahan Belanda

Pertama kali peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup pada

zaman Hindia Belanda yaitu dengan dikeluarkannya Parelvisscherij, Sponsevisschrij

ordonnatie (Stbl 1961 No. 157) yang dikeluarkan di Bogor oleh Gubernur Jenderal Idenburg

pada tanggal 29 Januari 1916. Ordonasi ini mengatur tentang peraturan umum dalam rangka

melakukan periklanan siput mutiara, kulit mutiara, teripang dan bunga karang dalam jarak tidak

lebih dari tiga mil laut Inggris dari pantai-pantai Hindia Belanda. Berikutnya secara kronologis

peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pada zaman Hindia Belanda seperti termuat

4
dalam Himpunan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Lingkungan Hidup yang disusun

oleh Panitia Perumus dan Rencana Kerja bagi Pemerintah di bidang Pengembangan

Lingkungan Hidup yang diterbitkan pada tanggal 5 Juni 1978 adalah sebagai berikut:3

a. Visscherijordonantie (Stbl. 1920 No. 396) tentang peraturan periklanan untuk

melindungi keadaan ikan. Yang diterbitkan pada tanggal 26 Mei 1920. Ordonasi lain

dibidang perikanan adalah Kustvisscherijordonantie (Stbl. 1927 No. 144) berlaku sejak

tanggal 1 September 1927.

b. Hinderordonantie (Stbl. 1926 No. 226 yang diubah / ditambah, terakhir dengan Stbl.

1940 No. 450), yaitu ordonasi Gangguan. Ordonasi ini sangat penting bagi lingkungan

hidup, yang mana dalam pasal 1 ditetapkan larangan mendirikan tanpa ijin tempat –

tempat usaha yang perincian jenisnya disebutkan, yang meliputi 20 jenis perusahaan.

c. Dierenbeschermingsordonantie (Stbl. 1931 No. 134), yang mulai berlaku tanggal 1 Juli

1931 untuk seluruh wilayah Hindia Belanda yaitu ordonasi tentang perlindungan satwa

d. Jachtordonantie (Stbl. 1940 No. 733), tentang perburuan yang berlaku untuk Jawa dan

Madura sejak tanggal 1 Juli 1940. Ordonasi ini mencabut ordonasi sebelumnya yang

termuat dalam Statblat 1931 No. 133).

e. Natuurbeschermingsordonantie (Stbl. 1941 No. 167) yaitu ordonasi tentang

perlindungan alam. Ordonasi ini mencabut ordonasi sebelumnya yang termuat dalam

Statblat 1932 Nomor 17.

f. Stadvormingsordonantie (Stbl. 1948 No. 168) yaitu tentang pembentukan kota, yang

mulai berlaku pada tanggal 23 Juli 1948. Berbagai ordonasi tersebut diatas telah

dijabarkan lebih lanjut dalam “Verondeningen.”

3
Kusnadi Hardjasumantri, Hukum Tata Lingkungan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989) hlm.90-

92

5
2. Zaman Penjajahan Jepang

Pada waktu zaman pendudukan Jepang, hampir tidak ada peraturan perundang-undangan

yang dikeluarkan, kecuali Osamu S. Kanrei No. 6, yaitu mengenai larangan menebang

pohon aghata, alba dan balsem tanpa ijin Gunseikan. Pohon aghata, alba dan balsem,

kayunya ringan dan sangat kuat, digunkan oleh Jepang sebagai bahan baku pembuatan

pesawat peluncur (gliders) dan pesawat peluncur pada waktu pendudukan Jepang. 4

3. Zaman Kemerdekaan

Bahwa pada zaman kemerdekaan Indonesia, pembinaan lingkungan hidup secara konkrit

tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan Dan Lingkungan

Hidup No.KEP-006//MNPPLH/3/1979 tentang pembentukan kelompok kerja dalam

Bidang Pembinaan Hukum dan Aparatur dalam Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan

Hidup (Pokja Hukum). Fungsi dari Pokja hukum yakni menyusun rancangan peraturan

perundang-undangan yang mengatur ketentuan-ketentuan pokok tentang tata pengelolaan

sumber alam dan lingkungan hidup dimana hasil karya pokja tersebut merupakan konsep

rintisan dari Rancangan Undang-undang Pengelolaan lingkungan hidup.

Setelah mengalami pembahasan dan saran berbagai pihak bulan Maret 1981 RUU

tersebut disempurnakan oleh suatu tim kerja Kantor Menteri Negara PPLH. Perbaikan

konsep RUU hasil tim kerja tersebut kemudian diajukan ke forum antar departemen tanggal

16 s.d. 18 Maret 1981 untuk dibahas dan memperoleh persetujuan dari menteri yang

bersangkutan. Akhirnya RUU tentang Ketentuan- ketentuan Pokok pengelolaan lingkungan

4
Dr. Rochmani, S.H., M.Hum, Hukum Lingkungan dan Penegakan Hukum, (Semarang: Pustaka Magister,2018)

hlm.37

6
hidup berhasil diajuka kepada siding DPR bulan Januari 1982 sebelum masa reses

menghadapi pemilihan umum, yaitu dengan Surat Presiden No. R.01/PU/I/1982 tanggal 12

Januari 1982 untuk mendapatkan persetujuan pada tahun 1982.5

Pada tanggal 2 Februari 1982 diadakan pandangan umum para anggota DPR dari semua

fraksi dan juga dihadiri Meneri Negara PPLH dimana hasil rapat tersebut diberikan

jawaban pemerintah pada tanggal 15 Februari 1982 oleh menteri Negara PPLH.

Pembahasan tingkat III diadakan pada tanggal 17 Februari 1982 oleh panitia khusus DPR

(Pansus DPR) pada tanggal 17-20 Februari 1982 semua peserta pansus dikonsinyasi untuk

membahas secara intensif RUUPPLH. Dengan sistem kerja nonstop tersebut dalam waktu

relative singkat hasil maksimal dapat dicapai.6

Pada tanggal 25 Februari 1982 RUULH yang telh dirumuskan kembali oleh PANSUS DPR

diajukan ke siding pleno DPR, yang dengan aklamasi menetapkan Undang-undang tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian, pada tanggal 27

Februari 1982 Menteri Negara PPLH melaporkan segala sesuatu yang berkenaan dengan

proses penyelesaian Undang-Undang Lingkungan Hidup tersebut kepada Presiden.

Akhirnya, pada tanggal 11 Maret 1982 Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) disahkan oleh

presiden dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 No.

12, TLN RI No. 3215. Kemudian, pada tanggal 19 September 1997, UULH disempurnakan

dengan diundangkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

5
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. (Surabaya: Airlangga

University Press,2000) hlm.182

6
Ibid, hlm.182

7
Lingkungan Hidup yang disingkat UUPLH. UUPLH diundangkan dalam LNRI Tahun

1997 No. 68 dan TLNRI No. 3699.7

Selanjutnya karena Undang-undang yang lama yaitu UU No. 4 tahun 1982 dan UU No. 23

tahun 1997 belum bisa mengatasi berbagai masalah lingkungan hidup di 40 Indonesia maka

pada tanggal 3 Oktober 2009 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup (LN. 2009 No. 140, UUPPLH).

Dengan keluarnya UU nomor 32 Tahun 2009, maka UU Nomor 23 tahun 1997 dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku.8

Maka dari uraian diatas, secara urut dan diringkas berbagai peraturan perundang-undangam

yang dikeluarkan sejak zaman kemerdekaan diproklamasikan mengenai Undang-Undang

Pengelolaan Lingkungan Hidup yang paling mutakhir ialah dalam Undang-Undang

Pengelolaan Lingkungan Hidup, yakni sebagai berikut:9

• Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok

Pengelolaan Lingkugan Hidup (LN.1982 No. 12) (selanjutnya disingkat yaitu

“UULH”);

• Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkugan Hidup

(LN. 1997 No. 68) (selanjutnya disingkat yaitu “UUPLH”)

• Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan

Lingkungan Hidup (LN. 2009 No. 140) (selanjutnya disingkat yaitu “UUPPLH”);

7
Ibid

8
Dr. Rochmani, S.H., M.Hum, Op.Cit, hlm.39-40

9
Ibid, hlm.37

8
• Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja(selanjutnya disingkat

yaitu “UUCIPTAKER” - masih dalam revisi)

Berdasarkan dari daftar peraturan diatas, maka penulis akan membahas mengenai

perubahan akan dijelaskan perkembangan peraturan perundang-undangan di Indonesia

mulai dari undang-undang tentang lingkungan hidup yang pertama sampai undang-

undang lingkungan hidup yang berlaku sekarang.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Bahwa dengan adanya pembahasan diatas, sebagaimana telah diterangkan diatas bahwa

implementasi UU No. 4 tahun 1982 dan UU No. 23 tahun 1997 mengenai Lingkungan

Hidup ternyata belum bisa menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup di Indonesia

sehingga dibentuknya UUPPLH No.32 Tahun 2009. Melalui hal tersebut maka penulis

ingin membahas mengenai pokoknya yaitu:

1. Bagaimana ciri dan karakteristik perkembangan UU Pengelolaan Lingkungan

Hidup di Indonesia dari awal hingga perubahan sekarang?

2. Bagaimana perubahan dari pembentukan awal hingga sekarang terhadap Undang-

Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup?

9
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ciri dan Karakteristik Tiap Perubahan UU Pengelolaan Lingkungan Hidup

Indonesia

Perkembangan Undang-Undang Lingkungan Hidup pada proses pembentukannya secara

spesifik telah diubah sebanyak 3 (tiga) kali hingga sampai saat ini yakni UUPPLH No.32

Tahun 2009. Melalui hal tersebut, maka penulis akan menjabarkan mengenai perubahan

dari UU Lingkungan Hidup dimana menjelaskan masing-masing perubahan maupun hal

yang memang diubah dari ketentuan perundang-undangannya, yakni sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH)

RUU Lingkungan Hidup telah dimulai pada tahun 1976 dan ditingkatkan dengan

dibentuknya Kelompok Kerja pembinaan Hukum dan Aparatur dalam Pengelolaan Sumber

Daya Alam dan Lingkungan Hidup dalam bulan maret 1976 oleh Menteri Negara

Pengawasan Pembangunan dan lingkungan Hidup (Men. Neg PPLH). Alasan dibuat dan

diajukannya RUU Lingkungan Hidup adalah:

i. Di dalam Repelita III, Bab 7 tentang “Sumber Alam dan lingkungan Hidup” tertera

petunjuk mengenai perlunya Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan pokok

tentang masalah lingkungan. Hal ini berarti bahwa pemerintah berkewajiban untuk

mengusahakan terjelmanya undang-undang Lingkungan Hidup dalam kurun waktu

Repelita III.

ii. Peraturan perundang-undangan yang ada kurang memuat segi lingkungan hidup.

Sebaliknya perkembangan kesadaran lingkungan sudah meningkat di dialangan

produsen selaku “perusak lingkungan potensial” dan di kalangan konsumen masyarakat

10
umum selaku “penderita kerusakan lingkungan potensial”. Maka perlu dikembangkan

peraturan perundang-undangan sesuai dengan kebutuhan dan peningkatan kesadaran

lingkungan dalam masyarakat.

iii. Indonesia mulai memasuki tahap industrialisasi bersamaan dengan peningkatan

pengembangan pertanian, sebagai bagian dari pelaksanaan pembangunan secara

bertahap yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh

rakyat serta meletakkan landasan yang kuat untuk pembangunan tahap berikutnya.

iv. Arah pembangunan jangka panjang tertuju kepada pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, seperti tercantum dalam

GBHN.10

Berdasarkan dengan pembentukan tersebut, dalam proses pembentukan undang-undang ini

dapat dilihat bahwa sifat dan ciri dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 hanya

menonjolkan dua macam segi yakni dalam undang-undang ini hanya memberikan pengaturan

secara garis besar dalam pokok pokoknya saja, sedangkan aturan lebih terperinci diatur dalam

berbagai peraturan pelaksanaannya dan undang-undang ini bukan mengatur tentang

Lingkungan hidup secara keseluruhan, akan tetapi hanya mengatur segi pengelolaan

Lingkungan hidup.11

Dengan demikian semua peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat dalam satu

sistem hukum lingkungan Indonesia dimana dalam undang-undang disusun untuk dapat

berfungsi sebagai ketentuan payung (umbrella provision) bagi penyusunan peraturan-peraturan

10
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,2002)

hlm.62-63

11
Ketut Meta, Perspektif Historis dan Perbandingan Pengaturan Masalah Lingkungan Hidup di Indonesia, Jurnal

Cakrawala Hukum Vol.6 No.1 Juni 2015, hlm.69

11
perundang-undangan tentang lingkungan hidup lainnya yang mana dijelaskan bahwa sifat

Undang-Undang Lingkungan Hidup yang disusun itu secara khusus memberikan arah dan ciri-

ciri bagi semua jenis tata pengaturan lingkungan hidup yang perlu dituangkan dalam bentuk

peraturan perundang-undangan tersendiri sehingga banyak bidang lingkungan hidup yang

masuk ke dalam regulasi dari UULH.

Berdasarkan dari hal tersebut, maka ciri dan karakteristik UULH yang dibuat sebagai pionir

dari undang-undang pengelolaan lingkungan hidup yaitu:12

1) UULH merupakan undang-undang nasional yang pertama tentang lingkungan hidup yang

didasarkan atas konsepsi lingkungan hidup yang modern karenanya ia harus berperan sebagai

pelopor bagi pembangunan dan pembinaan hukum lingkungan nasional. Undang-undang

tersebut merupakan batu pertama untuk nantinya akan dibangun suatu hukum Lingkungan

Nasional Indonesia.

2) UULH merupakan suatu undang-undang yang benar-benar didasarkan pada konsepsi ilmiah,

sehingga ada yang menyebutnya sebagai prinsip-prinsip ekologi yang diundangkan, karena itu

untuk memahami undang-undang ini secara baik perlu diketahui secara umum dasar tentang

ekologi dan ilmu lingkungan.

3) UULH mengatur tentang masalah pengelolaan lingkungan secara garis besarnya saja,

sehingga sifatnya masih belum operasional agar supaya undang undang ini benar benar efektif

dalam pelaksanaannya perlu dioperasionalisasikan terlebih dulu melalui sejumlah peraturan

pelaksanaannya.

4) UULH harus dianggap buah sebagai konsep yang final karena ia tidak luput dari berbagai

kekurangan dan kekurangannya itu akan bertambah tampak dengan berjalannya kurun waktu.

12
Arief Nurdua, Hukum Lingkungan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993) hlm.2

12
Usaha kearah penyempurnaan undang-undang ini harus selalu terbuka setiap saat bilamana

telah tampak adanya kekurangan.

5) UULH yang berfungsi sebagai ketentuan payung untuk beberapa saat akan dikaitkan dengan

sejumlah peraturan hukum mengenai lingkungan yang berlaku sekarang yang berasal dari

zaman penjajahan maupun yang dibuat oleh pemerintah kita, oleh karena itu untuk sekian lama

perlu dilakukan usaha sinkronisasi berbagai peraturan yang ada terhadap UULH dengan catatan

bahwa bilamana ketentuan yang ada bertentangan atau kurang cocok harus dikesampingkan

yang mana masalah lingkungan hidup perlu diperhatikan mengingat erat kaitannya dengan

kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya untuk itu kebijaksanaan nasional dalam

pengelolaan lingkungan hidup ini harus selalu diupayakan.

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkugan Hidup

(UUPLH)

Sebagaimana UULH mengatur mengenai lingkungan hidup, ternyata masih banyak hal yang

harus diperbaiki dan masih terdapat banyak kelemahan dalam pelaksanaanya sehingga

pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup yang menggantikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982. Undang-

undang ini diundangkan pada tanggal 19 September 1997, terdiri atas beberapa bab dan pasal,

antara lain:13

• Bab 1: tentang Ketentuan umum, terdiri dari dua pasal, yaitu pasal 1, dan 2.

• Bab 2: Asas, Tujuan, dan sasaran, terdiri dari dua pasal, yaitu pasal 3, dan 4.

• Bab 3: Hak, Kewajiban, dan Peran Masyarakat, terdiri dari tiga pasal, yaitu pasal 5, 6,

dan 7.

13
Ketut Meta, Op.Cit, hlm.71

13
• Bab 4: Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdiri dari enam pasal, yaitu pasal

8, 9, 10, 11, 12, dan 13.

• Bab 5: Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup, terdiri empat pasal, yaitu pasal 14,15, 16,

dan 17.

• Bab 6: Persyaratan Penataan Lingkungan Hidup, terdiri dua belas pasal, yaitu pasal 18,

19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, dan 29.

• Bab 7: Penyelesain Sengketa Lingkungan Hidup, terdiri sepuluh pasal, yaitu pasal30,

31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, dan 39.

• Bab 8; Penyidikan, terdiri dari satu pasal, yaitu pasal 40.

• Bab 9: Ketentuan Pidana, terdiri dari delapan pasal, yaitu pasal 41, 42, 43, 44, 45, 46,

47, dan 48.

• Bab 10: Ketentuan peralihan, terdiri atas satu pasal, yaitu pasal 49.

• Bab 11: Ketentuan Penutup, terdiri atas tiga pasal, yaitu pasal 50, 51, dan 52.

c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (UUPPLH)

Pada tanggal 3 Oktober 2009 telah diudangkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup (LN. 2009 No. 140, UUPPLH).

Dengan keluarnya UU nomor 32 Tahun 2009, maka UU Nomor 23 tahun 1997 dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku. Melalui undang-undang tersebut, UU PPLH mengatur ruang

lingkup yang diatur yakni:14

14
Rahmadi Takdir, Hukum Lingkungan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012) hlm.55

14
• Menurut pasal 4 UU PPLH perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi

unsur-unsur yakni perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,

pengawasan dan penegakan hukum.

• Menurut pasal 5 UUPPLH Tahun 2009, perencanaan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan-tahapan yakni Inventarisasi

lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion, penyusunan RPPLH.

• Menurut pasal 6 ayat 1, inventarisasi lingkungan hidup dibedakan atas eventarisasi

lingkungan hidup tingkat nasional, tingkat pulau/ kepulauan, dan tingkat wilayah

ekoregion. Sedangkan pasal 6 ayat 2, mengatur tentang tujuan inventarisasi lingkungan

hidup, yaitu untuk memperoleh data dan sumber daya alam yang meliputi: 1) Potensi

dan ketersediaan, 2) Jenis yang dimamfaatkan, 3) Bentuk penguasaan, 4) Pengetahuan

Pengelolaan, 5) Bentuk kerusakan, 6) Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat

pengelolaan.

• Menurut pasal 7, penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan dengan

mempertimbangkan kesamaan: 1) Karakterisik bentang alam, 2) Daerah aliran sungai,

3) Iklim, 4) Flora dan fauna, 5) Sosial budaya, 6) Ekonomi, 7) Kelembagaan

masyarakat, 8) Hasil inventarisasi lingkungan hidup.

d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UUCIPTAKER)

UU CIPTAKER terdiri atas 15 bab dan dan 186 pasal. Dalam undang-undang tersebut juga

mengatur mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana hal tersebut telah

diregulasi dalam UUPPLH. Adapun penjelasan mengenai pengelolaan lingkungan hidup

tersebut terdapat dalam Paragraf 3 mengenai Lingkungan Hidup.

15
2.2 Perubahan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Hingga Sekarang

Perkembangan dari undang-undang pengelolaan lingkungan hidup dapat dikatakan sangat

progresif dimana hal tersebut terbukti dari pergantian bahkan pencabutan dari UULH pada

tahun 1982 dan UUPLH pada tahun 1997 dimana pesatnya perkembangan tersebut

membuat pemerintah harus membuat suatu regulasi yang baru yakni produk terakhir ialah

UU Nomor 32 Tahun 2009. Berdasakan hal tersebut maka terdapat pertimbangan dari

pemerintah dimana penulis melihat apa alasan yang melatarbelakangi perubahan tersebut

baik secara materiil maupun formiil. Berdasarkan hal tersebut maka penulis melihat ini dari

2 pertimbangan pemerintah mengganti UULH dan UUPLH. Berikut penjelasannya:

a. Pertimbangan Pergantian UULH ke UUPLH

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup (LN. 1997 No. 68, UUPLH) pada tanggal 19 September 1997, maka

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan

Lingkugan Hidup (UULH) dinyatakan tidak berlaku. Adapun pertimbangan digantikannya

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 adalah

sebagai berikut:15

1) Bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan yang maha Esa

kepada rakyat dan bangsa indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala

aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara;

2) Bahwa dalam rangka mendaya gunakan sumber daya alam untuk memajukan

kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam undang-undang Dasar 1945 dan untuk

mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan

berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional

15
Dr. Rochmani, S.H., M.Hum, Op.Cit, hlm.39

16
yang terpadu menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan

generasi masa depan;

3) Bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolalaan lingkungan hidup untuk

melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras

dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkeanjutan yang

berwawasan lingkungan hidup;

4) Bahwa penyelenggaraan pengelolalaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan

berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum

dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan

global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup;

5) Bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolalaan

lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa sehingga pokokmateri sebagaimana

diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentng ketentuan-ketentuan Pokok

pengelolalaan lingkungan hidup (lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan

lembaran Negara nomor 3215) perlu disempurnakan untuk mencapai tujan

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;

6) Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a, b, c,d, dan e di atas perlu

ditetapkan undang-undang tentang pengelolalaan lingkungan hidup.

b. Pertimbangan Pergantian UUPLH ke UUPPLH

Bahwa pertimbangan digantikannya UUPLH dengan UUPPLH memiliki alasan karena

implementasi dari UUPLH sudah tidak relevan dan perlu ada pergantian kembali dimana hal

tersebut menjadi poin kritis dari para ahli hukum dimana mereka menganalisis apa saja yang

menjadi kekurangan dari UULH dan mengingat ini adalah kebutuhan untuk kesejahteraan

masyarakat, maka pentingnya revisi digantikannya undang-undang Nomor 23 Tahun 1997

17
(UULH) menurut A.Sonny Keraf dimana beliau menjelaskannya menjadi 9 poin yakni sebagai

berikut:16

1. Disadari oleh berbagai pemangku kepentingan bahwa UU No. 23 tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak sesuai lagi dengan dinamika permasalahan

lingkungan hidup yang semakin parah. Permasalahan lingkungan hidup global maupun

nasional sudah sedemikian parah dengan ditandai oleh berbagai bencana dan krisis yang

dialami di bebagai belahan dunia maupun di seluruh Indonesia, yang dari tahun ke

tahun justru semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun magnitude dengan

tingkat kerugian harta benda dan korban jiwa yang sangat besar. Berbagai krisis dan

bencana lingkungan hidup terjadi karena perilaku buruk yang tidak peduli terhadap

lingkungan hidup, bahkan tindakan yang dengan memanipulasi atau melanggar UU

nomor 23 tahun 1997. Hal ini menyadarkan perlunya undang-undang yang lebih rinci,

lebih jelas dan tegas pengaturannya serta lebih menjamin adanya kepatuhan terhadap

undang-undang tersebut.

2. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolalaan Lingkungan Hidup tidak

lagi mampu menangani dan mengatasi segala permaslahan lingkungan hidup. Hal ini

terjadi karena kewenangan Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH)

sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 tahun 1997 sangat terbatas. Keterbatasan ini

terletak pada proses penegakan hukum diserahkan sepenuhnya kepada aparat penegak

hukum, dalam hal ini polisi dan jaksa. KNLH sendir hanya sebagai unsur penunjang

belaka yang tidak mempunyai kewenangansama sekali, padahal yang mengetahui

permasalahan lingkungan hidupadalah KNLH. Penegakan hukum lingkungan hidup

dirasakan masih sangat lemah dan jauh dari harapan.

16
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010) hlm.242-249

18
3. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolalaan Lingkungan Hidup tidak

sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan dan kehidupan berbangsa dan

bernegara di Indonesia. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolalaan

Lingkungan Hidup lahir pada masa ketika belum berlaku otonomi daerah. Ketika UU

Nomor 23 tahun 1997 lahir seluruh kewenangan pemerintah masih terpusat pada

pemerintahan pusat, temasuk di bidang lingkungn hidup. Dengan diberlakukannya

otonomi daerah pada tahun 2001, sebagian besar urusan pemerintah telah

didesentralisasikan ke pemerintah daerah, termasuk lingkungan hidup. Dengan

demikian diperlukan undang-undang baru yang mengatur secara lebih rinci dan tegas

kewenangan di bidang lingkungan hidup untuk pemerintah, pemerintah propinsi dan

pemerintah kabupaten/kota.

4. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolalaan Lingkungan Hidup sudah

tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan sejak dilakukannya amandemen

UUD 1945. dalam amandemen UUD 1945, telah diakui dan dicantumkan pada pasal

28 H ayat (1) bahwa lingkungan hidup adalah hak asasi manusia, isi pasal tersebut

adalah: : „setiap orang berhak ...mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan

sehat...”.ini berararti bahwa lingkungan hidup sudah merupakan tuntutan dasar sebagai

hak asasi anusia. Hal tersebut sesuai dengan alinea ke-4 pembukaan UUD 1945

disebutkan, bahwa negara mempunyai kewajiban untuk “melindungi segenap bangsa

dan tumpah darah Indonesia”, perlindungan tidak hanya dari segi pertahanan keamanan

melainkan juga perlindungan dari bahaya krisis dan bencana lingkungan hidup. Lebih

dari itu, secara konstitusioanl, visi pembangunan berkelanjutan telah diakui dan

diadopsi dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945: “perekonomian nasional diselenggarakan

berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga

19
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Isi undang-undang tersebut

menegaskan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk melindungi rakyatnya dari

kerusakan lingkungan hidup. Dengan demikian UU Nomor 23 tahun 1997 tentang

Pengelolalaan Lingkungan Hidup yang dibuat sebelum amandemen UUD 1945 tidak

lagi sesuai dengan amanat fundamental konstitusional UUD 1945 yang telah

diamandemen. Hal ini menunjukkan perlunya undang-undang lingkungan hidup yang

baru, yang lebih mengakomodasi dan sejalan dengan amanat konstitusi. Undangundang

lingkungan hidup yang dibutuhkan yaitu, undang-undang lingkungan hidup yang

mengisyaratkan bahwa lngkungan hidup merupakan hak asasi setiap warga negara dan

negara mempunyai kewajiban untuk melindunginya.

5. Pada kenyataannya menunjukkan bahwa lingkungan hidup hingga kini belum menjadi

arus utama kebijakan dan program pembangunan di Indonesia. Hal ini mengharuskan

bahwa pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup perlu diintegrasikan sejak dalam

pengambilan kebijakan pembangunan;

6. Lingkungan hidup merupakan salah satu isu global yang paling banyak menyita

perhatian selain hak asasi manusia dan demokrasi. Ini perlunya perangkat peraturan

perundang-undangan di bidang lingkungan hidup yang jauh lebih ketat dan serius

dengan kepastian penerapan yang lebih kuat, baik pada tataran formal isi undang-

undangnya maupun dalam tataran prosedural implementasinya. UU Nomor 23 tahun

1997 tentang Pengelolalaan Lingkungan Hidup dipandang tidak lagi memadai untuk

menampng semangat ini.

7. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolalaan Lingkungan Hidup belum

mengakomodasi instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang

sejalan dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

20
8. Dalam rangka memastikan terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik di

bidang lingkungan hidup, diperlukan jaminan kepastian hukum yang lebih jelas dan

tegas yang diatur di dalam undang-undang tentang lingkungan hidup. Demikian juga

diperlukan pengaturan dalam undang-undang lingkungan hidup tentang kewenangan

penegakan hukum yang lebih besar dan jelas bagi KNLH dalam menerapkan dan

menegakkan aturan hukum di bidang lingkungan hidup.

9. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolalaan Lingkungan Hidup

masih menganut visi filosofis anthroposentris dalam memandang lingkungan hidup.

Pandangan anthroposentris memandang bahwa lingkungan hidup masih secara parsial

dilihat sebagai semata-mata bernilai karena kepentingan manusia. Lingkungan hidup

belum dilihat sebagai mempunyai nilai pada dirinya sendiri, yang karena itu menuntut

kewajiban dan tanggung jawab moral serta dukungan penegakan hukum yang kuat.

Pandangan anthroposentris perlu dirubah dengan pandangan baru yang memandang

bahwa lingkungan hidup juga mempunyai arti bagi dirinya sendiri dan manusia bukan

pusat dari alam semesta ini. Menghindari pemikiran bahwa lingkungan hidup hanya

untuk memenuhi kepentingan manusia saja. Dari hal tersebut perlu undang-undang

lingkungan hidup yang tidak menganut visi vilosofis anthroposentris.

c. Pertimbangan Pergantian UUPPLH ke UUCiptaker

Bahwa terdapat perubahan dari UUPPLH ke UUCiptaKerja sebagaimana hal tersebut

diatur dari Paragraf 3 Persetujuan Lingkungan. Namun berdasarkan putusan Mahkamah

Konstitusi dalam Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan dalam amarnya

bahwa UUCiptaKerja ditetapkan sebagai produk hukum inkonstitusional bersyarat

dimana pembentukan UndangUndang Ciptaker tidak sesuai dengan ketentuan yang

terdapat dalam UU 10/2004 sehingga tidak dengan serta merta menyebabkan Undang-

21
Undang tersebut batal sehingga Majelis Hakim memberikan waktu 2 (dua) tahun

kepada legislator dimana bekerjasama dengan eksekutif untuk merevisi undang-

undangnya terutama Peraturan Pemerintahnya. Kendati demikian, terdapat beberapa

perubahan dari UUPPLH yang diamandemen di UU Ciptaker sebagaimana diatur

dalam Paragraf 3 tersebut. Adapun rencana perubahannya, yaitu:17

1. Izin Lingkungan (Pasal 40 UUPPLH) dihapus dalam UU Cipta Kerja;

2. Pelibatan penyusunan amdal (Pasal 26 UUPPLH) dimana sebagaimana dalam pasal

22 UUPPLH dokumen amdal tidak hanya melibatkan masyarakat yang terdampak

namun juga pemerhati lingkungan sedangkan pada UUCIPTAKER hanya

melibatkan masyarakat yang terdampak;

3. Tanggungjawab limbah B3 (Pasal 88 UUPPLH) dihapus frasa mengenai

“bertanggungjawab mutlak atas kerugian terjadi tanpa pembuktian unsur

kesalahan” dimana dalam UU CIPTAKER berubah dimana harus ada pembuktian

kerugian dengan menimbulkan ancaman serius bagi lingkungan hidup dalam

menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3;

4. Pembekuan atau Pencabutan Izin (Pasal 79 UUPPLH) dimana nomenklatur ini

dihapus di UU CIPTAKER.

Dengan beberapa poin penjelasan tersebut, maka dapat dilihat perubahan yang ada dari

UUPPLH yang diatur dalam UU CIPTAKER. Namun, karena masih adanya revisi dan

waktu yang diberikan berdasarkan putusan MK, maka penulis tidak akan melanjutkan

penelitian lebih lanjut dari UU CIPTAKER dan masih berfokus kepada UUPPLH

Nomor 32 Tahun 2009 dimana ketentuan materiil maupun formiil yang masih berlaku

hingga saat ini.

17
Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Medan Area, https://mh.uma.ac.id/point-perubahan-uu-
lingkungan-hidup/, diakses pada tanggal 27 Februari 2023 pada pukul 08.49 WIB

22
Bahwa berdasarkan penjelasan diatas maka penulis membuat dalam matriks mengenai bagaimana secara praktis perubahan-perubahan yang terjadi

dari Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup baik dari UULH, UUPLH dan UUPPLH. Berikut tabel yang dimuat yakni sebagai berikut:

BAB UU NO. 4 TAHUN 1982 UU NO. 23 TAHUN 1997 UU NO. 32 TAHUN 2009 ANALISIS

KETENTUAN UMUM KETENTUAN UMUM KETENTUAN UMUM - BAB I pada UU No. 4 Tahun
PENGERTIAN: PENGERTIAN: PENGERTIAN: 1982 dan UU No 23 Tahun 1997
- LH - LH - LH terdiri dari 2 pasal yaitu tentang
- Pengelolaan LH - Pengelolaan LH - Perlindungan dan pengelolaan ketentuan umum dan ruang
- Ekosistem - Pembangunan berkelanjutan LH lingkup lingkungan hidup.
- Daya dukung lingkungan - Ekosistem - Pembangunan berkelanjutan Sementara UU No. 32 Tahun
- Sumber daya - Pelestarian fungsi LH - Rencana perlindungan dan 2009 hanya terdiri dari satu pasal
- Baku mutu lingkungan - Daya dukung LH pengelolaan LH yang hanya memuat tentang
- Pencemaran lingkungan - Pelestarian daya dukung LH - Ekosistem ketentuan umum, sedangkan
- Perusakan lingkungan - Daya tampung LH - Pelestarian fungsi LH ruang lingkup dimuat pada BAB
I - Dampak lingkungan - Pelestarian daya tamping LH - Daya dukung LH II
- AMDAL - Sumber daya - Daya tampung LH
- Konservasi SDA - Baku mutu LH - SDA - UU No. 4 Tahun 1982
- LSM - Pencemaran LH - KLHS menekankan bahwa pengelolaan
- Pembangunan berwawasan- Kriteria baku kerusakan LH - AMDAL LH langsung dikelola oleh pusat,
lingkungan - Perusakan LH - UKL/UPL sedangkan UU No. 32 tahun
- Menteri - Konservasi SDA - Baku mutu LH 2009 sudah mulai menjelaskan
- Limbah - Pencemaran LH tentang peran dan wewenang
LINGKUNGAN DIKELOLA - Bahan berbahaya dan beracun - Kriteria baku kerusakan LH pengelola pusat, daerah, hingga
OLEH PUSAT - Limbah bahan berbahaya dan - Perusakan LH masyarakat
beracun - Kerusakan LH

23
- Sengketa LH - Konservasi SDA - UU No. 32 tahun 2009 juga
- Dampak LH - Perubahan iklim terlihat lebih sempurna
- AMDAL - Limbah dibandingkan UU sebelumnya,
- Organisasi LH - B3 karena menambahkan poin
- Audit LH - Limbah B3 tentang perlindungan, rencana
- Orang - Pengelolaan limbah B3 perlindungan, pengelompokkan
- Menteri - Dumping limbah, dan melibatkan kearifan
- Sengketa LH lokal. Poin-poin tersebut sangat
RUANG LINGKUP - Dampak LH penting, dan tidak ada pada UU
LINGKUNGAN HIDUP - Organisasi LH sebelumnya
- Audit LH
- Ekoregion - BAB II pada UU No 4 Tahun
- Kearifan lokal 1982 hanya mengandung poin
- Masyarakat hukum adat asas dan tujuan, UU No. 23
- Setiap orang Tahun 1997 menambahkan
- Instrument ekonomi LH sasaran LH, dan UU 32 tahun
- Ancaman serius 2009 mengganti sasaran menjadi
- Izin usaha dan atau kegiatan ruang lingkup
- Pemerintah pusat - UU No. 4 tahun 1992 hanya
- Pemerintah daerah menjelaskan tentang
- Menteri pembangunan berwawasan
ASAS, TUJUAN DAN ASAS, TUJUAN DAN RUANG lingkungan, UU No. 23 tahun
ASAS DAN TUJUAN
SASARAN LINGKUP 1997 mulai mengatur tentang
Pembangunan berwawasan Penyelenggaraan dan sasaran Pengelolaan oleh Negara siapa penyelenggara dan sasaran
II lingkungan pengelolaan LH mengedepankan asas kelestarian, pengelolaan lingkungan hidup,
bekerja sama dengan pemerintah dan UU No. 32 Tahun 2009
daerah sebagai wilayah otonom, menjelaskan lebih rinci tentang
mengedepankan peran kearifan

24
lokal, dan mengikutsertakan struktur pengelolaan dan pihak-
masyarakat dalam berpartisipasi pihak yang terkait.
menuju tata kelola yang baik.
- UU No. 4 Tahun 1982 BAB III
HAK, KEWAJIBAN DAN HAK, KEWAJIBAN DAN menjelaskan bahwa masyarakat
PERENCANAAN
WEWENANG PERAN MASYARAKAT hanya berhak mendapatkan LH
- Setiap orang berhak atas LH - Setiap orang berhak Tahapan perencanaan, yang baik dan sehat, tetapi pada
yang baik dan sehat dan memperoleh informasi LH dan perlindungan dan pengelolaan LH UU 23 Tahun 1997 BAB III
berkewajiban untuk menjaga berperan dalam pengelolaan dimulai dengan penetapan wilayah menjelaskan bahwa masyarakat
LH LH. Setiap orang berkewajiban ekoregion sampai kepada juga berhak memperoleh
- SDA dikuasai sepenuhnya oleh memelihara kelestarian LH peraturan dan tahap penyususan informasi LH, berperan
III negara untuk kesejahteraan dan memberikan informasi RPPLH langsung dalam pengelolaan LH.
rakyat yang akurat tentang Poin yang sama juga dijelaskan
pengelolaan LH pada UU No. 32 Tahun 2009
- Masyarakat diberikan tentang hak masyarakat, terdapat
kesempatan untuk berperan pada BAB X, dimana pada BAB
dalam pengelolaan lingkungan X judulnya telah disempurnakan
hidup menjadi HAK, KEWAJIBAN
PERLINDUNGAN WEWENANG DAN LARANGAN. Pada UU
PEMANFAATAN
LINGKUNGAN HIDUP PENGELOLAAN LH ini, hak masyarakat meliputi hak
- Perlindungan SDA nonhayati, - SDA dikuasai oleh Negara Pemanfaatan SDA dilakukan untuk mendapatkan LH yang
hayati, buatan, perlindungan untuk kesejahteraan berdasarkan RPPLH baik, mendapatkan informasi,
IV cagar budaya, LH ditetapkan masyarakat dan diatur oleh termasuk mengajukan
dalam perundang-undangan Pemerintah pusat. keberatan.
- Setiap rencana yang diperkiran - Pengelolaan LH tingkat
berdampak, harus dilengkapi nasional dilakukan secara - UU No 4 Tahun 1982
dengan AMDAL yang terpadu oleh perangkat menegaskan bahwa SDA kuasai

25
pelaksanaannya diatur oleh kelembagaan yang sepenuhnya oleh negara
pemerintah pusat. dikoordinasi seorang menteri. berdasarkan wewenangnya,
- Dalam pelaksanaan tanpa melibatkan masyarakat.
pengelolaan LH, pemerintah
pusat dapat menyerahkan - Pada UU No 23 Tahun 1997,
sebagian urusan kepada wewenang pengelolaan dipisah
pemerintah daerah menjadi di BAB IV.
urusan rumah tangganya.
KELEMBAGAAN PELESTARIAN FUNGSI LH PENGENDALIAN - UU No. 32 Tahun 2009 tidak
- pengelolaan tingkat nasional - Setiap usaha dan atau kegiatan - Tujuan, jenis, dan penanggung membahas tentang hak,
dilakukan secara terpadu oleh dilarang melanggar baku mutu jawab pengendalian kewajiban, wewenang dan peran
perangkat kelembagaan yang telah ditetapkan pencemaran masyarakat, tetapi tentang
dipimpin seorang menteri - Setiap rencana yang diperkiran - Instrumen pencegahan perencanaan pengelolaan, mulai
- pengelolaan secara sektoral berdampak, harus dilengkapi pencemaran dari penetapan ekoregion hingga
dilakukan oleh departemen/ non dengan AMDAL yang - Pembuat KLHS : pemerintah penyusunan RPPLH. Tugas dan
departemen, sedangkan pelaksanaannya diatur oleh dan pemerintah daerah wewenang dibahas pada BAB
pengelolaan di daerah dilakukan pemerintah pusat. - Kajian KLHS IX.
oleh pemerintah daerah dan LSM - RTRW wajib berdasarkan
V - UU No 4 Tahun 1982 BAB IV
berperan sebagai penunjuang KLHS
kegiatan pengelolaan LH. - Baku mutu (indikator, jenis menekankan perlunya AMDAL
dan ketentuan) pada setiap rencana yang
- Penetapan kriteria baku berdampak, namun tidak
kerusakan LH menjelaskan secara rinci tentang
- Wajib AMDAL (kriteria AMDAL dan dampak yang
usaha/kegiatan, kriteria dimaksud. Poin ini juga
dampak) dijelaskan pada UU No. 23
- Dokumen AMDAL Tahun 1997 pada BAB V.
(pengertian, isi, pihak yang Berbeda dengan UU No. 32

26
terlibat, syarat penyusun, Tahun 2009, yang menjelaskan
penilaian penyusunan dengan rinci tentang AMDAL
AMDAL) dan dampak yang dimaksud pada
- Wajib UKL/UPL (penetapan BAB V tentang
jenis usaha/ kegiatan, pihak PENGENDALIAN.
terkait)
- Pemerintah dan pemerintah - UU No. 23 Tahun 1992 BAB IV
daerah wajib mengembangkan membahas tentang wewenang
dan menerapkan instrumen pemerintah pusat, yang mengatur
ekonomi LH dan menguasai SDA, namun
GANTI KERUGIAN DAN PERSYARATAN PENATAAN sudah mulai melibatkan
PEMELIHARAAN
BIAYA PEMULIHAN LH pemerintah daerah dengan cara
Perusak lingkungan harus - Untuk memperoleh izin usaha Upaya pemeliharaan dapat menyerahkan sebagian
memberikan ganti rugi kepada dari pejabat yang berwenang, dilakukan dengan konservasi urusannya. Berbeda dengan UU
negara berdasarakan UU yang setiap usaha dan atau kegiatan SDA, pencadangan SDA dan No 4 Tahun 1982 BAB III yang
ditetapkan yang menimbulkan dampak pelestarian fungsi atmosfer tidak menyerahkan sebagian
besar bagi lingkungan wajib urusan, namun mengkotak-
memiliki AMDAL kotakkan tugas pelaksanaan
- PENGENDALIAN dampak pengelolaan LH seperti yang ada
VI LH sebagai alat pada BAB V.
pengawasandilakukan oleh
suatu lembaga yang dibentuk - UU No 23 Tahun 1997 BAB V
khusus oleh pemerintah tentang pengelolaan LH tingkat
- Pelanggaran tertentu dapat nasional dilakukan secara
dijatuhkan sanksi berupa terpadu, poin ini sebelumnya
pencabutan izin usaha juga terdapat pada UU No. 4
- Dalam rangka peningkatan Tahun 1982 BAB V.
kinerja, pemerintah Perbedaannya adalah UU No 4

27
mendorong pelaku usaha Tahun 1982 menggunakan kata
untuk melakukan audit apabila dipimpin, sedangkan UU No. 23
pelaku usaha menunjukkan Tahun 1997 menggunakan kata
ketidakpatuhan terhadap dikoordinasi.
peraturan ini.
PENYELESAIAN PENGELOLAAN B3 DAN - UU No. 23 Tahun 1997 pada
KETENTUAN PIDANA
SENGKETA LH LIMBAH B3 BAB VI membahas tentang izin
- Sengaja melakukan perusakan : - Tata cara penyelesaian - Setiap orang di Indonesia yang usaha yang tidak dibahas di UU
pidana 10 tahun dan atau denda sengketa melalui pengadilan memasukkan dan No. 4 Tahun 1982
Rp. 100.000.000,- atau di luar pengadilan menghasilkan B3 dan limbah
- Lalai melakukan perusakan: - Tenggang deluwarsa hak untuk B3 wajib melakukan - poin PENGENDALIAN dibahas
pidana 1 tahun dan atau denda mengajukan gugatan pengelolaan B3 dan limbah B3 secara khusus dan rinci pada
Rp. 1.000.000,- berdasarkan ketentuan Hukum yang dihasilkannya UU No. 32 Tahun 2009 BAB V,
perdata yang berlaku, dihitung - Setiap orang dilarang yang sebelumnya pada UU No.
sejak korban mengetahui melakukan dumping limbah 23 Tahun 1997 hanya dibahas
adanya pencemaran dan atau bahan ke media LH sekilas pada BAB VI pada pasal
VII - Masyarakat berhak tanpa izin 23.
mengajukan gugatan dan
mendapatkan - UU No. 32 Tahun 2009 BAB V,
pertanggungjawaban dari menjelaskan secara rinci tentang
pemerintah yang AMDAL, UKL/UPL, KLHS,
bertanggungjawab RTRW, dan baku mutu yang tidak
- Organisasi lingkungan hidup dijelaskan pada UU sebelumnya
berhak mengajukan gugatan
- Bentuk organisasi yang berhak - Pada UU No. 23 Tahun 1997
mengajukan gugatan BAB V tentang pelestarian LH,
- Tata cara pengajuan gugatan tidak dibahas tentang upaya
KETENTUAN PERALIHAN PENYIDIKAN SISTEM INFORMASI perlindungan seperti pada UU

28
UU sebelum UU ini ditetapkan, - Wewenang penyidikan pengembangan sistem informasi No. 32 Tahun 2009 BAB VI,
tetap berlaku sepanjang tidak - Tata cara penyidikan dilakukan oleh pemerintah dan membahas tentang upaya
VIII bertentangan dengan UU ini pemerintah daerah, secara terpadu, pemeliharaan LH seperti
memuat informasi mengenai konservasi dll.
status LH, peta rawan LH,dll
TUGAS DAN WEWENANG - UU No. 32 Tahun 2009 lebih
KETENTUAN PENUTUP KETENTUAN PIDANA PEMERINTAH DAN sempurna karena memuat poin
PEMERINTAH DAERAH penting yang tidak dimuat oleh
Disahkan di Jakarta, 11 Maret - Sengaja melakukan perusakan Tugas dan wewenang pemerintah UU sebelumnya, seperti:
1982 mengakibatkan pencemaran: dilaksanakan dan atau perencanaan, pemanfaatan,
pidana paling banyak 10 tahun dikoordinasikan oleh menteri pengendalian, pemeliharaan,
dan atau denda paling banyak pengelolaan B3 dan limbah B3,
Rp. 500.000.000,- sistem informasi, peran
- Sengaja melakukan perusakan masyarakat, penyidikan dan
menyebabkan orang mati atau pembuktian
luka berat: pidana paling
IX banyak 15 tahun dan atau - Penyelesaian sengketa LH, tidak
denda paling banyak Rp. di bahas pada UU No. 4 Tahun
750.000.000,- 1982, tetapi dibahas di UU No 23
- Lalai melakukan perusakan Tahun 1997 pada BAB VII dan di
mengakibatkan pencemaran : UU No. 32 Tahun 2009 di BAB
pidana paling banyak 3 tahun XIII.
dan denda paling banyak Rp.
100.000.000,- - Penyelesaian sengketa LH pada
- Lalai melakukan perusakan UU No. 4 Tahun 1997 BAB VII
mengakibatkan orang mati menjelaskan bahwa masyarakat
atau luka berat: pidana paling dan organisasi LH berhak
banyak 5 tahun dan denda mengajukan gugatan kepada

29
paling banyak Rp. pemerintah dan mendapatkan
150.000.000,- ganti rugi. Namun, pada UU No.
- Sengaja membuang zat 32 Tahun 2009 BAB XIII yang
berbahaya ke tanah, udara, air, berhak melakukan gugatan
eksopor, impor, jual-beli, dll : adalah masyarakat, organisasi
pidana paling banyak 6 tahun lingkungan hidup dan
dan denda paling banyak Rp. pemerintah sendiri terhadap
300.000.000,- pemrakarsa.
- Jika pidana diatas
menyebabkan orang mati atau - Poin PENYIDIKAN tidak
terluka : pidana paling banyak dijelaskan pada UU No. 4 Tahun
9 tahun dan denda paling 1982, tetapi dijelaskan pada UU
banyak Rp. 450.000.000,- No. 23 Tahun 1997 dan UU No.
HAK, KEWAJIBAN DAN 32 Tahun 2009. Pada UU No. 23
PENENTUAN PERALIHAN
LARANGAN poin PENYIDIKAN dimuat pada
- Setiap usaha dan atau kegiatan Hak setiap orang : BAB VIII dan pada UU No. 32
yang telah memiliki izin wajib - LH yang sehat dan baik dimuat pada BAB XIV dengan
menyesuaikan menurut - Mendapatkan pendidikan LH penambahan menjadi
persyaratan UU ini, selambat- - Mengajukan keberatan PENYIDIKAN DAN
lambatnya lima tahun sejak terhadap usaha/kegiatan PEMBUKTIAN.
X diundangkannya UU ini - Berperan dalam perlindungan
- Dilarang menerbitkan izin LH
menggunakan limbah - Melakukan pengaduan akibat
berbahaya sejak UU ini dugaan pencemaran
diundangkan
Setiap orang berkewajiban
memelihara kelestarian LH dan
mengendalikan pencemaran

30
Setiap orang dilarang:
- Melakukan perbuatan
pencemaran
- Memasukkan B3
- Memasukkan limbah dari luar
NKRI ke NKRI
- Memasukkan limbah B3 ke
NKRI
- Membuang limbah ke media
LH
- Melepaskan produk rekayasa
genetika ke media LH
- Membuka lahan dengan cara
membakar
- Menyusun AMDAL tanpa
sertifikat kompetensi
- Memberikan informasi palsu
KETENTUAN PENUTUP PERAN MASYARAKAT
- Selama UU ini berlaku, semua - Peran masyarakat :
peraturan perundangan tetap pengawasan sosial, pemberian
berlaku selama tidak saran, pendapat, usul,
XI bertentangan keberatan, dan penyampaian
- UU No. 4 tahun 1982 tentang informasi
ketentuan-ketentuan pokok
pengelolaan LH tidak berlaku - Tujuan peran masyarakat :
lagi meningkatkan kepedulian,

31
- Disahkan di Jakarta, 19 meningkatkan kemandirian,
september 1997 menumbuhkembangkan
ketanggapsegeraan,
mengembangkan dan menjaga
budaya.
PENGAWASAN DAN SANKSI
ADMINISTRATIF
- Menteri, gubernur,
bupati/walikota wajib
melakukan pengawasan
terhadap ketaatan pemrakarsa
XII
- Menteri, gubernur,
bupati/walikota menerapkan
sanksi administratif kepada
pemrakarsa jika terjadi
pelanggaran

PENYELESAIAN SENGKETA
LH
- Penyelesaian sengketa : melalui
pengadilan dan tanpa pengadilan
- Setiap orang yang melakukan
XIII pengrusakan serius terhadap LH
dengan melibatkan B3 dan atau
limbah B3, bertanggungjawab
mutlak atas kerugian yang
terjadi tanpa perlu pembuktian
unsur kesalahan

32
- Tenggat kedaluarsa pengajuan
gugatan mengikuti aturan UU
perdata sejak diketahuinya
adanya pencemaran LH
- Peraturan tentang tenggat
kadaluarsa diatas, TIDAK
BERLAKU bagi pengrusakan
dengan menggunakan B3 dan
atau limbah B3
- Hak gugat pemerintah,
masyarakat dan organisasi LH
terhadap pemrakarsa yang
melakukan pelanggaran/
kerusakan
PENYIDIKAN DAN
PEMBUKTIAN
- Wewenang sebagai penyidik
- Wewenang penyidik pegawai
PNS
XIV - Penyidik pejabat PNS
berkoordinasi dengan penyidik
POLRI dalam hal penangkapan
dan penahanan
- Jenis alat bukti yang sah
terhadap tindak pidana LH
XV KETENTUAN PIDANA

33
- Setiap orang yang dengan
sengaja melakukan kegiatan
yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu yang
menyeabkan pada kerusakan
lingkungan, maka pidana paling
singkat 3 tahun penjara dan
paling lama 10 tahun penjara
dan denda paling sedikit Rp. 3
milyar dan paling banyak Rp.
10 milyar. Apabila kegiatan
diatas menyebabkan orang mati
dan atau luka, maka pidana
paling singkat 5 tahun dan
paling lama 15 tahun dan denda
paling sedikit Rp. 5 milyar dan
paling banyak Rp. 15 milyar
- Setiap orang yang atas
kelalaiannya melakukan
kegiatan yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu yang
menyeabkan pada kerusakan
lingkungan, maka pidana paling
singkat 1 tahun dan paling lama
3 tahun dan denda paling sedikit
Rp. 1 milyar dan paling banyak
Rp. 3 milyar. Apabila kegiatan
tersebut menyebabkan orang

34
luka atau membahayakan
kesehatan maka pidana paling
sedikit 2 tahun dan paling lama
6 tahun dan denda paling sedikit
Rp. 2 milyar dan paling banyak
Rp. 6 milyar. Apabila kegiatan
tersebut menyebabkan orang
mati, maka pidana paling
singkat 3 tahun dan paling lama
9 tahun dan denda paling sedikit
Rp. 3 milyar dan paling banyak
Rp. 9 milyar
KETENTUAN PERALIHAN
- Pada saat berlakunya UU ini,
dalam waktu paling lama 2
tahun, setiap usaha yang sudah
memiliki izin usaha tapi belum
memiliki AMDAL wajib
menyelesaikan audit LH dan
XVI usaha yang belum memiliki
UKL/UPL wajib membuat
dokumen pengelolaan LH
- Pada saat berlakunya UU ini
dalam waktu paling lama 1
tahun, setiap penyusun
AMDAL wajib memeiliki
sertifikat kompetensi penyusun

35
AMDAL, dan auditor LH wajib
memiliki sertifikat kompetensi
auditor LH
- Segala izin di bidang
pengelolaan LH yang
dikeluarkan oleh pemerintah
wajib diintegrasikan kedalam
izin lingkingan paling lama 1
tahun sejak UU ini sitetapkan
KETENTUAN PENUTUP
XVII Disahkan di Jakarta, 3 Oktober
2009

36
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan dari apa yang telah dikaji oleh penulis melalui sejarah hukum yang ada, maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut dari penelitiannya yakni:

1. Bahwa berdasarkan dari perkembangan pasca kemerdekaan Undang-Undang

Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat berbagai perkembangan banyak aturan-aturan

hukum dimana salah satunya mengenai Lingkungan Hidup yang dikeluarkan yang

berhubungan dengan alam, walaupun letaknya masih tercecer cecer, belum disusun

dalam bentuk satu kesatuan;

2. Bahwa dengan perkembangan zaman dan teknologi, maka banyak terdapat perubahan

bagaimana konsep dari Undang-Undang Pengelolaan lingkungan Hidup yang pada

awalnya bagaimana peran pemerintah mengatur mengenai pengelolaan lingkungan

hidup yang baik guna menjamin hak dan kewajiban masyarakat namun dalam

perkembangannya peran masyarakat menjadi lebih luas dan konktrit yakni pemerintah

bekerjasama dengan masyarakat untuk memperoleh informasi LH, berperan langsung

dalam pengelolaan lingkungan hidup terutama dari bidang perizinan;

3. Bahwa Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup juga menjadi perhatian serius

dimana tidak hanya bahwa masyarakat dan organisasi Lingkungan Hidup yang dapat

mengajukan gugatan namun pemerintah dapat mengajukan gugatan terhadap

pemrakarsa pembentuk undang-undang pengelolaan lingkungan hidup;

4. Bahwa dalam perkembangannya upaya penegakan hukumnya menjadi lebih serius

dimana mengatur upaya hukum pidana baik secara materiil dan formiil yakni

dituangkan dalam bab mengenai pelanggaran dan kejahatan dalam UUPPLH dan juga

peran dari PPNS dan Penyidik Polri yakni Penyelidikan dan Penyidikan.

37
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku :

• Arief Nurdua. 1993. Hukum Lingkungan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

• A. Sonny Keraf. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: PT Kompas Media

Nusantara.

• Dr. Rochmani, S.H., M.Hum. 2018. Hukum Lingkungan dan Penegakan

Hukum. Semarang: Pustaka Magister

• Kusnadi Hardjasumantri. 2002.Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

• N.H.T Siahaan. 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan.

Jakarta: Erlangga.

• Rahmadi Takdir. 2012. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta: Rajawali

Pers

• RM Gatot Soemartono.1991. Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia.

Jakarta: Sinar Grafika.

• Siti Sundari Rangkuti. 2000. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan

Lingkungan Nasional. Surabaya: Airlangga University Press.

B. Jurnal

• Ketut Meta. 2015. Perspektif Historis dan Perbandingan Pengaturan Masalah

Lingkungan Hidup di Indonesia, Jurnal Cakrawala Hukum Vol.6 No.1

C. Website/Tautan

• Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Medan Area,

https://mh.uma.ac.id/point-perubahan-uu-lingkungan-hidup/

38

Anda mungkin juga menyukai