Anda di halaman 1dari 10

STUDI KASUS HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

“INDONESIA — SAFEGUARD ON CERTAIN IRON OR STEEL


PRODUCTS.”

Disusun

Untuk Tugas Perdagangan Internasional :

Angelos Gogo Siregar

(110110170303)

Fakultas Hukum

Universitas Padjadjaran

2019
1) Fakta Hukum

1) Proses permasalahan yang dibahas mengenai bea spesifik (Bea Masuk Tindakan
Pengamanan) yang diterapkan oleh Indonesia atas impor galvalume yang didefenisikan
sebagai, produk canai lantaian dari besi atau baja bukan paduan, dengan lebar 600 mm
atau lebih, dipalut, disepuh atau dilapisi dengan paduan alumunium-seng, mengandung
karbon kurang dari 0,6% menurut beratnya, dengan ketebalan tidak melebihi 1,2 mm
(selanjutnya disebut ”produk canai lantaian dari besi atau baja bukan paduan”), di bawah
Harmonized System (HS) code 7210.61.11.00. Bea spesifik itu dikenakan mengikuti
suatu penyelidikan yang dimulai dan dilakukan di bawah perundang-undangan
pengamanan domestic Indonesia oleh Pejabat Indonesia yang berwenang (Komite
Pengamanan Perdagangan Indonesia, atau KPPI).
2) Bea spesifik itu disahkan untuk suatu periode tiga tahun menurut Peraturan Menteri
Keuangan No. 137.1/PMK.011/2014, yang mulai berlaku pada 22 Juli 2014. 1 Indonesia
menerapkan bea spesifik pada impor atas galvalume dari semua sumber, dengan
kekecualian 120 yang dianggap sebagai Negara-negara sedang berkembang yang
terdaftar dalam notifikasi Indonesia pada Komite Pengamanan WTO.
3) Indonesia tidak mempunyai kewajiban tariff yang mengikat berkenaan dengan galvalume
yang dimasukkan dalam daftar konsesi-konsesinya untuk keperluan dari Pasal II GATT
1994. Pada saat permintaan konsultasi, tingkat bea yang diterapkan Indonesia pada impor
galvalume atas dasar most-favoured-nation (MFN) adalah Tingkat MFN ini ditingkatkan
menjadi 20 % pada Mei 2015.2 Indonesia menerapkan tingkat-tingkat bea beragam mulai
dari 0% sampai 12.5% pada impor-impor galvalume dari mitra-mitra dagangnya di
bawah empat kerjasama perdagangan regional (regional trade agreements (RTAs)) – the
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)-China Free Trade Agreement (12.5%),
the ASEAN-Korea Free Trade Agreement (10%), the ASEAN Trade in Goods
Agreement (0%) and the Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (12.5%). Bea

1
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 137.1/Pmk.Oll/2014 Tentang Pengenaan Bea Masuk
Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Canal Lantaian Dari Besi Atau Baja Bukan Paduan (22 July 2014),
(Exhibits IDN-20 (versi terjemahan) dan VNM/TPKM-4 (keduanya versi asli dan terjemahan).
2
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 97/PMK.010/2015, Exhibit TPKM/VNM-40.
spesifik yang menjadi persoalan dalam perkara ini diterapkan sebagai tambahan pada
tingkat-tingkat bea MFN dan preferensi yang berlaku.3
4) Para Penggugat meminta untuk menemukan sebagai berikut:
a. Bahwa bea spesifik adalah suatu tindakan pengamanan dalam pengertian dari Pasal 1
Perjanjian Pengamanan, yang Indonesia mengesahkan dan menerapkannya secara
bertentangan dengan kewajiban-kewajibannya yaitu :
 Pasal XIX:1(a) GATT 1994 dan Pasal 3.1 Perjanjian Pengamanan karena
KPPI gagal menunjukkan keberadaan dari “perkembangan yang tidak
diperkirakan”, effek atas kewajiban-kewajiban [GATT] " dan “hubungan
logis” antara dua unsure dan peningkatan dalam impor yang diduga
menyebabkan kerugian serius;
 Pasal XIX:1(a) GATT 1994 dan Pasal-pasal 2.1 dan 3.1 Perjanjian
Pengamanan (dan, secara konsekuensi, Pasal-pasal 4.2(a) dan 4.2(c)
Perjanjian Pengamanan) karena penentuan KPPI atas peningkatan impor tidak
didasarkan pada suatu peningkatan impor yang adalah “benar-benar
teranyar.”
 Pasal XIX:1(a) GATT 1994 dan Pasal-pasal 2.1, 3.1, 4.2(a), dan 4.2(c)
Perjanjian Pengamanan karena KPPI gagal menyediakan suatu penjelasan
yang masuk akal dan tepat mengenai bagaimana faktafakta mendukung
penentuan atas ancaman kerugian serius , termasuk evaluasi atas semua
indicator-indikator kerugian serius. ;
 Pasal 4.1(b) Perjanjian Pengamanan (hanya Viet Nam ) karena temuan KPPI
atas ancaman kerugian yang serius adalah bertentangan dengan defenisi
“ancaman kerugian serius” di bawah ketentuan itu;
 Pasal XIX:1(a) GATT 1994 dan Pasal-pasal 2.1, 3.1, 4.2(b), dan
4.2(c)Perjanjian Pengamanan karena KPPI gagal untuk menetapkan hubungan
kausal dan melakukan analisis non-atribusi yang benar sesuai dengan
ketentuan-ketentuan ini;
 vi. Pasal-pasal 2.1, 3.1, 4.2(a), dan 4.2(b) Perjanjian Pengamanan karena KPPI
gagal untuk mengamati “paralelisme” yang dipersyaratkan dengan
3
Tanggapan Indonesia terhadap Pertanyaan Panel No. 53; komentar para penggugat terhadap tanggapan
Indonesia pada pertanyaan Panel No. 53.
menerapkan bea spesifik pada suatu produk yang berbeda dari produk yang
diinvestigasi, dan gagal menyediakan suatu penjelasan yang masuk akal dan
tepat atasnya;
 Pasal I:1 GATT 1994 karena KPPI mengeluarkan dari penerapan atas bea
spesifik produk-produk yang berasal dari Negara-negara yang terdaftar dalam
Lampiran terhadap Regulasi No. 137.1/PMK.011/2014, dan bukan menurut
bahwa pengecualian dengan segera dan dengan tidak bersyarat pada produk-
produk sejenis yang berasal dari wilayah beberapa Anggota, termasuk para
penggugat;
5) Dengan adanya permasalahanini, maka Indonesia mememinta penyelesaian melalui
panel. Keputusan Panel menyatakan PMK tersebut bertentangan dengan Pasal I:1 GATT
1994 dan sedang dalam proses banding di WTO.

2) Identifikasi Masalah

Dalam kasus tersebut karena adanya perbedaan pandangan dari kedua pihak, maka yang menjadi
pertanyaan dari persoalan tersebut adalah :

1) Apakah bea spesifik pada impor atas galvalume merupakan suatu tindakan pengamanan
dalam pengertian Pasal 1 Perjanjian Pengamanan?
2) Apakah Pengeluaran 120 Negara dari penerapan bea spesifik yang dikenakan menurut
Peraturan Menteri Keuangan No. 137.1/PMK.011/2014 bertentangan dengan kewajiban
Indonesia untuk memberikan Perlakuan MFN dia bawah Pasal I:1 GATT?

3) Dasar Hukum
a) Agreement on Safeguard

Perjanjian Pengamanan sendiri tidak mengatur mengenai standar peninjauan untuk


diterapkan oleh panel dalam meninjau konsistensi pada Perjanjian WTO atas
tindakan-tindakan pengamanan. Namun, adalah sudah diterima bahwa standar umum
peninjauan yang terdapat dalam Pasal 11 DSU adalah berlaku pada perkara-perkara
yang melibatkan klaim-klaim atas pelanggaran atas Perjanjian Pengamanan dan Pasal
XIX GATT 1994.4

Pasal 11 DSU menentukan bahwa suatu panel harus membuat suatu penilaian yang
objektif atas masalah di hadapannya, termasuk suatu penilaian yang objektif atas
fakta-fakta dari kasus itu dan dapat diterapkannya dan kesesuaian dengan prejanjian-
perjanjian yang dicakup yang relevan.

Sebagaimana diterapkan dalam perkara-perkara yang melibatkan gugatan-gugatan


yang dibawa di bawah Perjanjian Pengamanan, standar ini telah ditafsirkan sebagai
berarti bahwa Panel-panel harus memeriksa apakah otoritas yang berwenang telah
mengevaluasi semua factor yang relevan; mereka harus menilai apakah otoritas yang
berwenang telah memeriksa semua fakta yang berkaitan dan menilai apakah
penjelasan yang adekuat telah disediakan seperti meneenai bagaimana fakta-fakta itu
mendukung penentuan itu; dan mereka harus juga mempertimbangkan apakah
penjelasan otoritas yang berwenang membahas secara lengkap sifat dan kompleksitas
dari data dan menanggapi pada penafsiranpenafsiran yang masuk akal atas data.
Namun, Panel harus tidak melakukan peninjauan yang baru (de novo) atas bukti-bukti
dan juga tidak menggantikan penilaian mereka untuk penilaian dari otoritas yang
berwenang.5

b) GATT Article XIX

Pasal XIX: 1 (a) GATT 1994 menentukan sebagai berikutJika, sebagai akibat dari
perkembangan-perkembangan yang tidak terduga dan dampak dari kewajiban-kewajiban yang
dikeluarkan oleh pihak penandatangan berdasarkan Perjanjian ini, termasuk konsesi-konsesi
tarif, setiap produk yang sedang diimpor ke wilayah pihak penandatangan itu dalam jumlah yang
sedemikian meningkat dan dibawah persyaratan-persyaratan tersebut sehingga menyebabkan
atau mengancam kerugian serius pada produsen dalam negeri di wilayah itu dari produk-produk
sejenis atau produkproduk yang bersaingan secara langsung, pihak penandatangan harus bebas,
4
Lihat sebagai contoh Appellate Body Reports, Argentina – Footwear (EC), para. 120; dan US – Lamb, paras. 100-
102; dan Panel Report, Dominican Republic – Safeguard Measures, para. 7.4.
5
Appellate Body Report, US – Cotton Yarn, para. 74 (merujuk pada paras. 71-73 pada Appellate Body Reports,
Argentina – Footwear (EC), para. 121; US – Lamb, para. 103; dan US – Wheat Gluten, para. 55).
berkenaan dengan produk tersebut, dan sejauh dan untuk waktu yang diperlukan untuk mencegah
atau memperbaiki kerugian tersebut, untuk menangguhkan kewajiban secara keseluruhan atau
sebagian atau untuk menarik atau memodifikasi konsesi tersebut.

Kedua klausul Pasal XIX: 1 (a) harus dipenuhi sebelum Anggota memberlakukan tindakan
pengaman. Klausa pertama menetapkan dua keadaan yang keberadaannya harus ditunjukkan
secara faktual sebelum pengamanan apapun dapat diterapkan: 6

(a) adanya perkembangan yang tidak terduga

(b) adanya satu atau beberapa kewajiban di bawah GATT 1994.

Peragaan kedua prasyarat faktual ini harus ada dalam laporan yang dipublikasikan oleh pejabat
yang berwenang. Klausa kedua menetapkan "persyaratan-persyaratan independen" yang juga
harus ditetapkan untuk memberlakukan tindakan pengamanan. Ini termasuk peningkatan impor
dalam jumlah tersebut dan dalam kondisi seperti menyebabkan atau mengancam akan
menyebabkan kerugian serius pada produsen dalam negeri atas produk sejenis atau produk yang
bersaing secara langsung. Otoritas yang kompeten harus menunjukkan adanya "hubungan logis"
antara, di satu sisi, adanya perkembangan yang tidak terduga dan kewajiban yang diasumsikan
dalam GATT 1994 dan, pada sisi lain, peningkatan impor produk subjek yang menyebabkan atau
mengancam akan menyebabkan kerugian serius pada industri dalam negeri dari Anggota
pengimpor. Bukan tugas Panel untuk mengidentifikasi keterkaitan yang tidak dapat dicapai oleh
otoritas yang berwenang dalam laporan yang dipublikasikan.7

Ekspresi “perkembangan-perkembangan yang tak terduga” difahami sebagai waktu anggota


pengimpor membuat kewajiban GATT yang relevan. Laporan yang diterbitkan pejabat yang
berwenang harus menunjukkan perkembanganperkembangan ini tidak diperkirakan. Suatu “frase
semata-mata dalam suatu kesimpulan, tanpa analisis yang mendukung keberadaan dari
perkembangan-perkembangan tak terduga, bukanlah suatu pengganti bagi suatu penunjukan atas
fakta".8 Lagi pula, karena satu pejabat yang berwenang harusmenetapkan bahwa peningkatan
dalam impor-impor adalah hasil dari perkembangan-perkembangan tidak terduga, suatu

6
Appellate Body Reports, Argentina – Footwear (EC), para. 91; and Korea – Dairy, para. 84; and Panel Report,
Ukraine – Passenger Cars, para. 7.57
7
Appellate Body Report, US – Steel Safeguards, para. 322.
8
Panel Report, Argentina – Preserved Peaches, para. 7.33.
peningkatan dalam impor-impor tidak dapat, karena definisi, merupakan suatu perkembangan tak
terduga dalam pengertian dari Pasal XIX ayat 1 (a). 9

4) Analisis
1) Apakah bea spesifik pada impor atas galvalume merupakan suatu tindakan
pengamanan dalam pengertian Pasal 1 Perjanjian Pengamanan?

Pasal 1 Perjanjian Pengamanan menentukan bahwa “tindakan-tindakan pengamanan” harus


dipahami sebagai berarti tindakan-tindakan yang ditentukan dalam Pasal XIX GATT 1994".
Teks dari Pasal XIX ayat 1(a) yang adalah sub ayat yang relevan dari Pasal XIX dalam kontek
ini, penjabarannya ialah jika, sebagai hasil dari perkembangan-perkembangan yang tidak terduga
dan atas akibat dari kewajiban-kewajiban dibuat oleh suatu pihak penandatanganan di bawah
perjanjian ini, termasuk konsesi-konsesi tarif, setiap produk yang diimpor pada wilayah pihak
penandatangan itu kuantitas-kuantitas yang demikian meningkat dan di bawah persyaratan-
persyaratan demikian sehingga menyebabkan atau mengancam kerugian yang serius pada
produserproduser dalam wilayah itu atas produk-produk sejenis atau yang secara langsung
bersaingan, pihak penandatangan itu harus berbebas, berkenaan dengan produk tersebut, dan
sejauh dan untuk waktu sebagaimana mungkin perlu untuk mencegah atau mengatasi kerugian
tersebut dan menangguhkan kewajiban secara keseluruhan atau sebagian atau menarik atau
mengubah konsesi itu.10

Tindakan-tindakan yang ditentukan” dalam Pasal XIX ayat 1 (a) merupakan tindakan yang
menangguhkan kewajiban GATT dan / atau menarik atau mengubah konsesi GATT, dalam
situasi dimana, sebagai akibat komitmen-komitmen Anggota WTO dan perkembangan-
perkembangan yang "tak terduga" pada saat menjalankan komitmen tersebut, sebuah produk
diimpor ke wilayah anggota dalam jumlah yang yang sedemikian meningkat dan dalam kondisi
sedemikian rupa sebagaimana menyebabkan atau mengancam kerugian serius pada produsen
domestic atas produk sejenis atau yang secara langsung bersaingan. 11 Hal tersebut sudah
sangatlah jelas dinyatakan bahwa setiap tindakan yang menangguhkan, menarik atau
memodifikasi kewajiban atau konsesi GATT yang termasuk dalam cakupan Pasal XIX ayat 1(a).
9
Panel Report, Ukraine – Passenger Cars, para. 7.83.
10
Penekanan ditambahkan
11
Appellate Body Reports, Argentina – Footwear (EC), paras. 93 and 94; dan Korea – Dairy, paras. 86 and 87.
Sebaliknya, hanya tindakan-tindakan yang menangguhkan, menarik, atau memodifikasi
kewajiban atau konsesi GATT yang suatu Anggota menemukan ia harus secara temporer
dilepaskan dalam rangka melakukan tindakan yang perlu untuk mencegah atau memperbaiki
kerugian serius yang akan merupakan "tindakan pengamanan". Misalnya, di mana semua
persyaratan untuk pengenaan "tindakan pengamanan" telah terpenuhi, Anggota dapat memilih
untuk menangguhkan kewajibannya berdasarkan Pasal XI GATT 1994 untuk jangka waktu
tertentu dan membatasi volume impor ke tingkat tertentu. yang mencegah atau memperbaiki
kerugian serius pada industri dalam negeri dengan cara yang seharusnya tidak akan bertentangan
dengan larangan penerapan pembatasan-pembatasan kuantitatif dalam Pasal tersebut.

2) Apakah Pengeluaran 120 Negara dari penerapan bea spesifik yang dikenakan
menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 137.1/PMK.011/2014 bertentangan
dengan kewajiban Indonesia untuk memberikan Perlakuan MFN dia bawah Pasal
I:1 GATT?

Menurut Para Penggugat, pengeluaran galvalume yang berasal dari 120 negara itu dari lingkup
bea spesifik adalah suatu keuntungan, kelebihan, atau privilesi yang disediakan dalam hubungan
dengan penerapan bea-bea masuk yang Indonesia gagal untuk memberikan dengan segera dan
dengan tak bersyarat pada produkproduk sejenis yang berasal dari semua anggota WTO. 12
Meskipun para Penggugat menyampaikan klaim ini utamanya sebagai bagian dari gugatan
mereka atas bea spesifik sebagai suatu tindakan safeguard, mereka juga membuat klaim yang
sama atas dasar argument yang sama melawan bea spesifik sebagai tindakan yang berdiri
sendiri.13

Indonesia tidak membantah klaim Pasal I;1 para Penggugat melawan bea spesifik sebagai suatu
tindakan yang berdiri sendiri. Lagipula, dalam menanggapi klaim Pasal I:1 Para Penggugat atas
bea spesifik sebagai suatu tindakan yang berdiri sendiri, tanggapan Indonesia semata-mata telah
mendalilkan bahwa penerapan diskriminatif atas bea adalah:14
12
Pengajuan Tertulis Pertama Para Penggugat , paras. 5.142-5.150; Permintaan Panel Cina Taipei, para. II.a.6, p. 3;
dan Permintaan Panel Vietnam, para. 1.7.a.vi, p. 3
13
Komentar para penggugat pada paragraphs 40 dan 41 dari pengajuan tertulis kedua Indonesia,para. 2.2;
tanggapan pada pertanyaan Panel No. 51.
14
Pengajuan tertulis pertama Indonesia,paras. 210-212; pernyataan pembukaan pada sidang pertama Panel l,
paras. 63 dan 64; komentar-komentar pada paragraphs 40 dan 41
(a) diijinkan oleh Pasal XIX:1(a) GATT (sejauh bahwa ketentuan ini mengijinkan Indonesia
menangguhkan kewajiban-kewajibannya di bawah Pasal I:1 )

(b) yang secara diwajibkan di bawah ketentuan-ketentuan dari Pasal 9 ayat 1 di Perjanjian
Safeguard (yang mengatasi Pasal I:1 sejauh ada pertentangan).

Indonesia menyampaikan bahwa konsekuensi dari suatu temuan bahwa bea spesifik yang bukan
merupakan tindakan pengamanan harus merupakan penolakan atas keseluruhan klaim
penggugat berdasarkan Perjanjian Pengamanan.15 Indonesia dalam hal untuk pengeluaran impor
galvalume yang berasal dari 120 negara dari penerapan bea spesifik didasarkan pada pandangan
bahwa bea spesifik itu adalah suatu tindakan, menurut defenisinya, akan menjadi bertentangan
dengan Pasal I:1 GATT, jika ia tidak dipertimbangkan sebagai tindakan safeguard dalam
pengertian dari Pasal 1 Perjanjian Safeguards. Jadi, tindakan bea spesifik tersebut tidak
merupakan suatu tindakan safeguard.16

5) Kesimpulan

Bahwa tindakan yang dilakukan oleh Indonesia sendiri bukanlah tindakan yang dilakukan oleh
Indonesia itu memang melanggar dari ketentuan GATT sendiri. Dimana Indonesia tidak
mengikuti perjanjian dan melanggar prinsip-prinsip baik dari GATT XIX maupun Agreement on
Safeguards baik dalam pengimporan galvalume maupun tindakan yang dianggap oleh Indonesia
merupakan tindakan “pengamanan” terhadap biaya negara. Tidak adanya kerugian dan dampak
terhadap Indonesia menjadi masalah karena dalam kalkulasinya pihak Indonesia tidak dirugikan
dengan sangat besar.

DAFTAR PUSTAKA

 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 137.1/Pmk.Oll/2014 Tentang


Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Canal Lantaian

15
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 41. 83 Komentar
16
Op.Cit.paras 210-212
Dari Besi Atau Baja Bukan Paduan (22 July 2014), (Exhibits IDN-20 (versi terjemahan)
dan VNM/TPKM-4 (keduanya versi asli dan terjemahan).
 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 97/PMK.010/2015, Exhibit
TPKM/VNM-40.

 Tanggapan Indonesia terhadap Pertanyaan Panel No. 53; komentar para penggugat
terhadap tanggapan Indonesia pada pertanyaan Panel No. 53.
 Appellate Body Report, US – Cotton Yarn, para. 74 (merujuk pada paras. 71-73 pada
Appellate Body Reports, Argentina – Footwear (EC), para. 121; US – Lamb, para. 103;
dan US – Wheat Gluten, para. 55).
 Appellate Body Reports, Argentina – Footwear (EC), para. 91; and Korea – Dairy, para.
84; and Panel Report, Ukraine – Passenger Cars, para. 7.57
 Appellate Body Report, US – Steel Safeguards, para. 322.
 Panel Report, Argentina – Preserved Peaches, para. 7.33.
 Panel Report, Ukraine – Passenger Cars, para. 7.83
 Appellate Body Reports, Argentina – Footwear (EC), paras. 93 and 94; dan Korea –
Dairy, paras. 86 and 87.

Anda mungkin juga menyukai