Bab 8
Bab 8
1. Narkotika Golongan I
1Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Narkotika Indonesia, Bandung: Alumni, 1987, hlm.7.
1
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
2. Narkotika Golongan II
2
penggolongan Narkotika berdasarkan kesepakatan internasional
dan pertimbangan kepentingan nasional.2
PASAL KETENTUAN
2Lihat Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3Gatot Supramono, Hukum Narkotika Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2009, hlm. 90.
3
Pasal 120 Mengatur tentang tindak pidana membawa,
mengangkut, mengirim, atau mentransito
narkotika golongan II.
4
1. Tanpa Hak atau Melawan Hukum
Unsur tanpa hak atau melawan hukum ini diatur sebagai unsur
dalam perbuatan pidana narkotika yang diatur dalam BAB XV
mengenai Ketentuan Pidana.
Percobaan dan permufakatan jahat diatur dalam Pasal 132 ayat (1)
Undang-Undang Narkotika dengan bunyi sebagai berikut:
4 Lihat Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
5 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002,
hlm. 18
5
yang diatur dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP, yaitu sebagai berikut
beserta dengan penjelasannya:
a. Niat
Niat adalah sikap batin yang memberi arah kepada perbuatan atau
akibat yang dituju. Pandangan para ahli terhadap unsur niat ini
berbeda. ada yang berpandangan luas seperti Simons, Van Hamel,
Van Dijck dan ahli lainnya bahwa unsur niat ini sama dengan
sengaja dengan tingkatannya, yaitu sengaja sebagai maksud,
sengaja insyaf akan kepastian dan sengaja insyaf akan
kemungkinan. Sedangkan Vos memiliki pandangan sempit bahwa
niat ini hanya sama dengan kesengajaan sebagai maksud.
Terhadap perbedaan pandangan ini, Arrest Hoge Raad tanggal 6
Februari 1951 mendukung unsur niat dalam arti yang luas dengan
menjatuhkan pidana percobaan pembunuhan dengan tingkat
kesengajaan insyaf akan kemungkinan. Para ahli di Indonesia
seperti Moeljatno setuju dengan pandangan yang luas ini, namun
ia tidak setuju bahwa niat itu sama dengan kesengajaan.
Singkatnya, niat adalah unsur sikap batin yang belum tentu
diwujudkan dengan perbuatan sedangkan kesengajaan sudah
tentu telah diwujudkan dengan perbuatan.6
6 Andi Sofyan dan Nur Azisa, Buku Ajar Hukum Pidana, Makassar: Pustaka Pena Press, 2016,
hlm. 161-162.
6
delik tidak selesai karena terjadi sesuatu di luar kemampuan
pelaku. Seperti menarik pelatuk (tergolong kepada perbuatan
pelaksanaan) untuk membunuh tapi meleset.7
7
Untuk pengadaan, Undang-Undang Narkotika mengaturnya dalam
Pasal 9 - 10 yang singkatnya menentukan bahwa ketersediaan
narkotika di lingkup nasional dijamin oleh Menteri, hal ini ditujukan
untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Narkotika. Selanjutnya
terkait dengan keperluan ketersediaan ini, Rencana Kebutuhan
Tahunan Narkotika perlu disusun berdasarkan data pencatatan dan
realisasi produksi tahunan yang diaudit secara komprehensif dan
menjadi pedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasan
narkotika secara nasional di Indonesia. Berdasar kepada rencana
kebutuhan tahunan narkotika sebagai pedoman yang diatur dalam
Peraturan Menteri, agar narkotika tetap tersedia, Indonesia
memperolehnya dengan melakukan praktik perdagangan
internasional, yaitu dengan impor, produksi dalam negeri dan/atau
sumber lain.
2. Produksi Narkotika
8
sekaligus berupaya untuk mengendalikan kegiatan produksi
narkotika agar sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan narkotika.
Selain melakukan audit, Badan POM berperan sebagai pengawas
terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir.
3. Peredaran Narkotika
9
“Setiap kegiatan peredaran narkotika wajib
dilengkapi dengan dokumen yang sah.”
10
terkait, hal ini ditujukan agar Pemerintah dapat mengetahui
persediaan narkoba dalam peredaran secara up to date dan sekaligus
digunakan sebagai bahan dalam menyusun rencana kebutuhan
tahunan narkotika.10
10Lihat Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
11
Dalam kaitannya dengan pemeriksaan perkara pecandu narkotika,
majelis hakim yang memeriksa dan mengadili kasus tersebut dapat
menjatuhkan putusan berupa:11
11 Esti Aryani, Penyalahgunaan Narkotika dan Aturan Hukumnya, Jurnal Wacana Hukum Vol.
IX, No. 2, Oktober 2011, hlm. 97.
12Yunita Ramadhani, Pertimbangan Hukum Rehabilitasi Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana
Narkotika, Jurnal RechtsIdee, Vol. 14, No. 1, Juni 2019, hlm.44.
12
Barang Sitaan Narkotika, Prekursor Narkotika dan Bahan Kimia
Lainnya Secara Aman mengatur mengenai definisi dari pemusnahan
ini, yaitu sebagai berikut:
13 Tim Penyusun Modul Badan Diklat Kejaksaan R.I., Modul Narkotika, Jakarta: Badan
Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia, 2019, hlm. 35-36.
14 Ibid., hlm. 36.
13
b. Kepala Kejaksaan Negeri untuk segera menerbitkan Penetapan
Status Barang Sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk
kepentingan pembuktian perkara/kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, kepentingan pendidikan dan
pelatihan, dan/atau “dimusnahkan”.
14
acara persidangan dan sisanya perlu dimusnahkan sesuai dengan
prosedur yang telah dijelaskan di atas.15 Hal ini ditentukan sesuai
dengan Pasal 45 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Selanjutnya disebut dengan KUHAP) yang memiliki bunyi sebagai
berikut:
15 Arummni Dede Athia dan Arassurya Diani, PENGARUH PEMUSNAHAN BARANG SITAAN
NARKOTIKA TERHADAP KEKUATAN BARANG BUKTI DI PERSIDANGAN, Jurnal Serambi
Hukum, Vol. 08, No. 02, 2014, hlm. 257
16Ibid., hlm. 261.
15
mengenai perkara mana yang perlu diselesaikan lebih dahulu
diserahkan kepada pengadilan yang bersangkutan.17
Contoh Kasus
Contoh Kasus
17Lihat Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Narkotika.
16
Menurut putusan pengadilan No.47/Pid.Sus/2014/PN.TK
Penerapan sanksi pidana terhadap Wan Jonori umur 49 tahun
dijerat Pasal 112 ayat (1) UU RI No.35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika yaitu “Setiap orang yang tanpa hak melawan hukum
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika
Golongan I bukan tanaman.” Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI. NO.
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yaitu “Setiap penyalahguna
narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun.” Hakim menjatuhkan vonis
lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yaitu 1 (satu) tahun dan 2
(dua) bulan penjara.
Contoh Kasus
17