A. Analisis data 1. Gambaran umum lokasi penelitian Kota palopo adalah sebuah kota di provinsi sulawesi selatan, indonesia. Kota palopo sebelumnya berstatus kota administratif sejak 1986 dan merupakan bagian dari kabupaten luwu yang kemudian berubah menjadi kota pada tahun 2002 sesuai dengan undang-undang nomor 11 tahun 2002 tanggal 10 april 2002. Pada awal berdirinya sebagai kota otonom, palopo terdiri dari 4 kecamatan dan 20 kelurahan. Kemudian, pada tanggal 28 april 2005, berdasarkan peraturan daerah kota palopo nomor 3 tahun 2005, dilaksanakan pemekaran menjadi 9 kecamatan dan 48 kelurahan. Kota ini memiliki luas wilayah 247,52 km dan pada akhir tahun 2020 berpenduduk sebanyak 184.681 jiwa. Kota palopo bermayoritaskan agama: 1. Islam 81,82% 2. Kristen 17,41% 3. Protestan 15,67% 4. Katolik 1,74% 5. Hindu 0,33% 6. Buddha 0,22% 7. Konghucu 0,01% 8. Lainnya 0,21% Kota palopo merupakan salah satu kota yang berada di daerah luwu yang di apik oleh gunung dan teluk. Kota palopo memiliki ciri khas yang berbeda dari kota lainnya mulai dari makanan hingga budaya yang ada di kota palopo, dan memiliki keberagaman suku muali dari suku luwu, suku bugis, dan suku toraja. Kota palopo juha memiliki agama yang majemuk yang toleransinya sangat baik dalam bermasyarakat, hidup berdampingan tanpa adanya perselisihan paham. 2. Perspektif masyarakat terhadap uang panai Bagi masyarakat kota palopo uang panai merupakan harga diri bagi kaum perempuan, besar kecilnya uang panai yang tergantung pada derajat perempuan yang ingin di lamar. Interpretasi yang muncul dalam pemahaman sebagian orang Palopo tentang pengertian Uang Panai’ kebanyakan hampir sama. Namun tidak jarang juga ada sebagian orang yang mengartikan sama antara Uang Panai’ dengan Mahar. Dalam adat perkawinan Palopo, terdapat perbedaan istilah yaitu Doi’ Panai’ (Uang Panai’) dan Sunrang (Mahar). Uang panai’ adalah “uang antaran” atau uang belanja yang harus diserahkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan untuk membiayai prosesi pernikahan. Sedangkan Sundrang atau Mahar adalah pemberian berupa uang atau barang seperti emas, harta tidak bergerak, rumah dan lain- lain dari pihak laki-laki kepada calon mempelai perempuan sebagai syarat dan rukun sahnya pernikahan menurut ajaran Islam. Menurut Hakim dari hasil wawancara mengatakan bahwa uang panai’ merupakan uang yang dipakai oleh keluarga pengantin untuk mengadakan acara atau pesta. Tinggi rendahnya uang panai’ merupakan pembahasan yang paling mendapatkan perhatian dalam adat pernikahan masyarakat Palopo. Sehingga sudah menjadi rahasia umum bahwa itu akan menjadi buah bibir bagi para tamu undangan. Uang panai’ dapat diartikan sebagai uang belanja, yakni sejumlah uang yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki kepada pihak keluarga mempelai perempuan. Uang panai’ tersebut ditujuakan untuk belanja kebutuhan pesta pernikahan. Satu hal yang harus dipahami bahwa uang panai’ yang diserahkan oleh calon suami yang diberikan kepada orang tua calon istri atau keluarga calon istri. B. Pembahasan Pemberian uang panai juga lebih dominan di lakukan oleh kebanyakan orang islam sehingga menimbulkan pertanyaan bagi sebagian umat islam terkait bagaimana hukum uang panai ini dan bagaimana jika kita tidak melakukannnya. Dalam pandangan islam uang panai tidak terlalu diperhatikan, yang di perhatikan adalah mahar sebab maharlah yang akan menjadi hak milik bagi calon istri sedangkan uang panai hanya untuk kebutuhan pesta atau untuk keberlangsungan acara pernikahan. Jika uang panai tidak ada menurut syariat islam pernikahan tetaplah sah sedangkan mahar sebagai salah satu syarat sah pernikahan. Uang panai hanyalah tradisi adat dan hukumnya mubah selama itu tidak menyalahi prinsip-prinsip akidah islam, menurut pendapat MUI SULSEL uang panai hukumnya mubah atau diperbolehkan hanya saja uang panai ini tidak boleh mempersulit atau memberatkan pihak laki-laki yang akan mempersunting wanita pilihannya. Yang jelas dalam penentuan uang panai ini harus ada kesepakatan dari kedua bela pihak. Jadi tidak ada paksaan untuk mengeluarkan uang panai dan jika itu sampai memberatkan pihak laki-laki maka hukumnya bisa berubah menjadi haram karena mempersulit pernikahan bagi kedua bela pihak. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Uang panai’ adalah uang yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai pemberian ketika akan melangsungkan pernikahan selain mahar. Adat pemberian uang panai manganut system Patrilineal yang bermaknapemberian uang dan barang dari kelompok kerabat calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan dengan tujuan memasukkan perempuan yang dinikahi kedalam keluarga suaminya, demikian pula anak- anaknya. 2. Uang panai hanyalah tradisi adat dan hukumnya mubah selama itu tidak menyalahi prinsip-prinsip akidah islam, menurut pendapat MUI SULSEL uang panai hukumnya mubah atau diperbolehkan hanya saja uang panai ini tidak boleh mempersulit atau memberatkan pihak laki-laki yang akan mempersunting wanita pilihannya. B. Saran Penulis berharap dnegan penelitian ini, masyarakat Palopo lebih bijak dalam menentuka uang pannai yang diberikan dari pihak laki-laki ke pihak perempuan dan sebaiknya tidak menjadi kendala atau bahkan sampai terjadi pembatalan pernikahan karena mahar dan uang panai’ bukan jaminan keluarga.