Anda di halaman 1dari 23

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGESIF

Oleh:

DISUSUN OLEH :

PROFESI NERS ANGKATAN XII

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2014
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Kesehatan Lansia


Sub Pokok Bahasan : Teknik Relaksasi Otot Progesif untuk Hipertensi Lansia
Sasaran : Lansia dusun III desa Kutaliman
Waktu : 08.00-09.30
Pertemuan Ke : 2
Tanggal : 28 Mei 2014
Tempat : panti wreda dewanata cilacap ruang abiyasa

I. Tujuan
A. Tujuan Instruksional Umum
Setelah diberikan teknik relaksasi otot progesif secara rutin, diharapkan

tekanan darah pada lansia dalam batas normal.

B. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah diberikan teknik relaksasi otot progesif selama 65 menit diharapkan lansia
dapat :
1. Lansia mengerti definisi hipertensi
2. Lansiamengerti klasifikasi hipertensi
3. Lansia mengerti etiologi hipertensi
4. Lansia mengerti tanda dan gejala hipertensi
5. Lansia mengerti pemeriksaan penunjang hipertensi
6. Lansia mengerti penatalaksanaan hipertensi
7. Lansia mengerti pengertian, tujuan dan manfaat teknik relaksasi otot progresif
untuk lansia
8. Lansia mampu mempraktekkan teknik relaksasi otot progresif

II. Metode
Penyuluhan kesehatan, demonstrasi
III. Media
LCD, lembar materi, laptop, dan buku

IV. Pelaksanaan Kegiatan


No Tahapan Waktu Kegiatan
Mahasiswa Masyarakat
1. Perkenalan 10  Memberi salam  menjawab salam
dan menit  Perkenalan  mendengarkan
Pembukaan  Menyampaikan materi  menyimak
yang akan disampaikan
 Apersepsi
2 Inti 65 Menjelaskan materi  mendengarkan
menit penyuluhan:  menyimak
 Definisi hipertensi  memperhatikan
 Klasifikasi hipertensi  menelaah
 Etiologi hipeertensi  bertanya
 Tanda dan gejala  menanggapi
hipertensi  mempraktekkan
 Pemeriksaan penunjang
 Penatalaksanaan
hipertensi
 Pengertian, tujuan dan
manfaat teknik relaksasi
otot progresif untuk
lansia
 Mempraktekkan teknik
relaksasi otot progresif

3 Penutup 15  menyimpulkan  menyimak


menit  evaluasi  menjawab salam
 memberi salam
V. Evaluasi
 Prosedur : post
 Jenis tes : mengulang kembali gerakan terapi relaksasi otot progesif
 Butir soal :
1. Lansia mampu menjelaskan definisi hipertensi
2. Lansia mampu menyebutkan klasifikasi hipertensi
3. Lansia mampu menjelaskan etiologi hipertensi
4. Lansia mampu menjelaskan tanda dan gejala
5. Lansia mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang hipertensi
6. Lansia mempu menjelaskan penatalaksanaan hipertensi
7. Lansia mempu menjelaskan pengertian, tujuan dan manfaat teknik relaksasi
otot progresif untuk lansia
8. Lansia mampu mempraktekkan teknik relaksasi otot progresif

VII. Lampiran Materi

MATERI PENYULUHAN
A. Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah faktor resiko utama yang menyebabkan penyakit
cardiovaskuler, termasuk stroke, myocardial infarction, dan gagal jantung. Data
dari Framingham menyatakan bahwa 90% pasien dengan tekanan darah normal
pada usia 55-65 tahun akan menampilkan hipertensi pada usia 80 tahun, karena
adanya hubungan dari perubahan struktur pembuluh darah besar. Seseorang
dikatakan mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi jika memiliki nilai
systole 140 mmHg dan Diastole 90 mmHg (Jain, 2011). Hipertensi memiliki
hubungan yang signifikan dengan kejadian meningkatnya angka kesakitan dan
angka kematian dari penyakit serebrovaskul, infark miokard, gagal jantung
kongestif, dan gagal ginjal (Neutel; Dean; Kathy; Jen-Fue; Ali; William, 2011;
Babatsikou; Assimina, 2010).
Menurut Maryani dan Suharmiati (2006), dari banyak penelitian
epidemiologic dinyatakan bahwa dengan meningkatnya umur, tekanan darah
meninggi. Hipertensi menjadi problem pada usila karena sering ditemukan
menjadi faktor risiko stroke dan penyakit jantung koroner. Sebenarnya, hipertensi
merupakan akibat dari kerja keras jantung untuk dapat mengalirkan darah ke
seluruh tubuh. Pada usila, saluran darah dalam jaringan seluruh tubuh sudah
mengalami penebalan dan pengurangan elastisitas. Akibatnya, system dalam
tubuh berupaya menaikkan tekanan jantung supaya distribusi darah dapat berjalan
normal. Hal ini menimbulkan jantung mudah lelah sehingga fungsinya sebagai
alat pompa darah akan menurun.

2. Etiologi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer (idiopatik)
Jenis hipertensi ini masih belum diketahui penyebabnya, meskipun begitu
kasus hipertensi esensial ini memiliki beberapa faktor-faktor resiko tertentu,
seperti faktor keturunan, usia, ras, obesitas, kurangnya aktivitas fisik,
kurangnya asupan kalium, magnesium, dan kalsium, komsumsi alkohol yang
berlebihan, dan kejadian ini terjadi lebih banyak pada lelaki. Gaya hidup yang
tidak sehat dengan banyak mengkomsumsi garam juga menjadi salah satu
pemicu timbulnya hipertensi (Jain, 2011).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder dikenal juga dengan hipertensi renal. Berikut ini adalah
beberapa faktor pemicu timbulnya hipertensi sekunder, antara lain:
1) Penggunaan estrogen.
2) Penyakit ginjal.
3) Tumor kelenjar hipofisis.
4) Produksi hormon yang berlebihan, seperti hormon adrenal dan tiroid.
5) Tumor otak atau gangguan yang melibatkan tekanan intra kranial
meningkat (Jain, 2011).
3. Faktor predisposisi/Faktor pencetus
Menurut Harrison (2000), kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak
aktif (malas berolahraga), stress, alkohol, atau garam yang lebih dalam makanan;
bisa memicu terjadinya hipertensi. Faktor yang mempengaruhi timbulnya
hipertensi :
a. Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga terjadi melalui aktivasi saraf
simpatis (saraf yang bekerja saat beraktifitas). Peningkatan aktivitas saraf
simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).
Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap
tinggi.
b. Rokok
Meskipun efek jangka panjang merokok terhadap tekanan darah masih belum
jelas, namun efek sinergis merokok dengan tekanan darah yang tinggi terhadap
risiko kardiovaskuler telah didokumentasikan secara nyata.
c. Alkohol
Penggunaan alkohol secara berlebihan juga dapat meningkatkan tekanan darah,
mungkin dengan cara meningkatkan katekolamin plasma
d. Konsumsi garam dapur
Hubungan antara asupan natrium dan hipertensi masih kontroversial, tetapi
jelas bahwa pada beberapa pasien hipertensi, asupan garam yang banyak
menyebabkan peningkatan tekanan darah secara nyata. Pasien hipertensi
hendaknya mengkonsumsi garam tidak lebih dari 100 mmol/hari (2,4 gram
natrium, 6 gram natrium klorida).
e. Aktivitas Olah raga
Olahraga teratur adalah suatu kebiasaan dan cara yang baik untuk mengurangi
berat badan. Hal itu juga tampak berguna untuk menurunkan tekanan darah
dengan sendirinya.
f. Obesitas
Faktor yang diketahui dengan baik adalah obesitas, dimana berhubungan
dengan peningkatan volume intravaskuler dan curah jantung. Pengurangan
berat badan sedikit saja sudah menurunkan tekanan darah.
4. Patofisiologi
Dimulai dengan atherosklerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh
darah perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan
pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran
plague yang menghambat gangguan peredaran darah perifer. Kekakuan dan
kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang
akhirnya dekompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang
memberikan gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi (Bustan,
2007).
Tekanan darah tinggi biasa ditemui pada pasien yang sudah berusia lanjut
(lansia). Hal ini erat hubungannya dengan proses menua pada seseorang. Di sini
terjadi perubahan berupa berkurangnya elastisitas pembuluh darah, sehingga
terjadi kekakuan pembuluh darah. Keadaan ini diperberat dengan terjadinya
penimbunan lemak di lapisan dalam pembuluh darah. Tekanan darah tinggi pada
orang lansia yang sering tampak adalah bagian sistol, atau yang terekam paling
atas dari alat pengukur tekanan darah (Takasihaeng, 2002.).
Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik
terisolasi (HST), dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya
hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor
risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia (Kuswardhani, 2006).
5. Tanda dan gejala
Klasifikasi Gejala Tanda
Aktivitas / Istirahat Kelemahan, letih, nafas Frekuensi jantung
pendek, gaya hidup meningkat, perubahan
monoton. irama jantung, takipnea.
Sirkulasi Riwayat hipertensi, Kenaikan TD, hipotensi
arteriosklerosis, penyakit postural (mungkin
janutng koroner, dan berhubungan dengan
penyakit cerebravaskular. regimen obat), Nadi
(denyutan jelas dari
karotis, jugularis,
radialis,perbedaan
denyut seperti denyut
femoral melambat
sebagai kompensasi
denyutan radialis atau
brakialis, denyut
popliteal, tibialis
posterior, pedalis tidak
teraba atau lemah),
takikardi, Bunyi
jantung [ terdengar S2
pada dasar S3 (CHF
dini), s4 (pergeseran
ventrikel kiri atau
hipertrofi ventrikel
kiri)], murmur stenosis
vulvular, kulit pucat,
sianosis, dan
diaphoresis,
kemerahan, kongesti.
Integritas ego Ansietas, depresi, Gelisah, tangisan yang
euphoria, atau marah meledak, gerak tangan
kronik. empati, otot muka
tegang, gerakan fisik
cepat, peningkatan pola
bicara.
Eliminasi Gangguan ginjal saat ini
atau yang lalu ( seperti
infeksi atau riwayat
penyakit ginjal masa lalu)
Neurosensori Keluhan pening atau Status mental
pusing, berdenyut, sakit (perubahan keterjagaan,
kepala suboksipital orientasi, pola bicara,
(terjadi saat bangun dan proses piker, atau
menghilang secara memori / ingatan),
spontan setelah beberapa respon motorik
jam), gangguan (penurunan kekuatan
penglihatan (diplopia, genggaman tangan dan
penglihatan kabur). atau refleks tendon
dalam),
Nyeri / Ketidaknyamanan Angina (penyakit arteri
koroner/keterlibatan
jantung), nyeri hilang
timbul pada tungkai /
kaludikasi (indikasi
arteriosklerosis pada arteri
ekstremitas bawah), sakit
kepala oksipitas berat
seperti yang pernah terjadi
sebelumnya, nyeri
abdomen/ massa.
Pernafasan Dispnea yang berkaitan Distress respirasi /
dengan aktivitas / kerja, penggunaan otot
takipnea, ortopnea, aksesori pernafasan,
dispnea nocturnal bunyi nafas tambahan
paroksismal, batuk (mengi), sianosis.
dengan atau tanpa
pembentukan sputum,
riwayat merokok.
(Doenges; Mary; Alice; 2000).

6. Pemeriksaan penunjang
Tamher dan Noorkasiani (2009). tindakan skrining sangat bermanfaat,
baik terhadap hipertensi sistolik maupun diastolic.. pada hipertensi, dilakukan
pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan fisik), skrining, atau tes
saringan. Hal yang penting dialkukan disini adalah pengukuran tekanan darah.
Sebagai patokan diambil batas normal tekanan darah bagi lansia adalah tekanan
sistolik 120 – 160 mmHg dan tekanan diastolic ≤ 90 mmHg. Pengukuran tekanan
darah pada lansia sebaiknya dilakukan dalam keadaan berbaring, duduk, dan
berdiri dengan selang beberapa waktu, yaitu untuk mengetahui kemungkinan
adanya hipertensi ortostatik.
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari
penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia
darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol
HDL, dan EKG). Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti
klirens kreatinin, protein, urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan
ekokardiografi (Mansjoer; Kuspuji; Rakhmi; Wahyu; Wiwiek; 2001)
7. Penatalaksanaan Hipertensi

a. Pemeriksaan diagnostik

Beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum terapi antara lain :

1) Anamnese riwayat sosial dan keluarganya

2) Pemeriksaan klinik termasuk dalam pemeriksaan retina, nadi, auskultasi.

3) Elektrokardiogarfi, fhoto thoraks, IVP

4) Glucose tolerans test “Creatinin clearance”

5) Test tekanan darah

6) Terapi non farmakologi : teknik relaksasi otot progresif untuk mengurangi

stress.

b. Pengobatan hipertensi

1) Menurunkan berat badan pada penderita gemuk

2) Diet rendah garam dan rendah lemak

3) Merubah kebiasaan buruk

4) Olah raga secara teratur

5) Kontrol tekanan darah secara teratur

6) Obat-obatan anti hipertensi antara lain :

a). Diuretika : HCT, Higrolon, Lerix

b). Beta bloker : Propanolol (inderal)

c). Alfa bloker : Phentolamin, prozazine (minipres)

d).Simphatolitik : Catapres, reserpin


e). Vasodilator : Hidralazine, Diazoxide, Nitruprusside,

Captopril.

f). Ca Antagonis : Nifedipine (Adalat)

B. Teknik relaksasi otot progresif

1. Pengertian

Relaksasi adalah satu teknik dalam terapi perilaku untuk mengurangi

ketegangan dan kecemasan. Relaksasi merupakan serangkaian upaya untuk

menegangkan dan mengendurkan otot-otot ditubuh untuk mencapai keadaan relaks .

Teknik ini dapat digunakan oleh pasien tanpa bantuan terapis dan mereka dapat

menggunakannya untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan yang dialami

sehari-hari di rumah. Relaksasi adalah teknik yang dapat digunakan semua orang

untuk menciptakan mekanisme batin dalam diri seseorang dengan membentuk

pribadi yang baik, menghilangkan berbagai bentuk pikiran yang kacau akibat

ketidak berdayaan seseorang dalam mengendalikan ego yang dimilikinya,

mempermudah seseorang mengontrol diri, menyelamatkan jiwa dan memberikan

kesehatan bagi tubuh.

Relaksasi progresif adalah cara yang efektif untuk relaksasi dan mengurangi

kecemasan. Jika kita bisa belajar mengistirahatkan otot-otot kita melalui suatu cara

yang tepat, maka hal ini akan diikuti dengan relaksasi mental atau pikiran (Sustrani,

2005). Relaksasi progresif adalah ajaran diri atau latihan terinstruksi yang meliputi

pembelajaran untuk mengerutkan dan merilekskan kelompok otot secara sistemik,

dimulai dengan otot wajah dan berakhir pada otot kaki. Teknik relaksasi otot
progresif adalah teknik relaksasi yang dilakukan dengan cara fokus pada

kontraksi dan relaksasi otot-otot tubuh. Tindakan ini biasanya memerlukan waktu

15 sampai 30 menit dan dapat disertai dengan instruksi yang direkam yang

mengarahkan individu untuk memperhatikan urutan otot yang di rilekskan (Johnson

2005, h. 710). Rendahnya aktivitas otot tersebut menyebabkan kekakuan pada otot.

2. Tujuan

Relaksasi otot bertujuan untuk mengurangi ketegangan dengan cara

melemaskan badan. Dalam latihan relaksasi otot individu diminta menegangkan

otot dengan ketegangan tertentu dan kemudian diminta untuk

mengendurkannya.Sebelum dikendorkan penting dirasakan ketegangan tersebut

sehingga individu dapat membedakan antara otot tegang dengan otot yang lemas.

Sesuatu yang diharapkan disini adalah individu secara sadar untuk belajar

merilekskan otot-ototnya sesuai dengan keinginannya melalui suatu cara yang

sistematis. Subjek juga belajar menyadari otot-ototnya dan berusaha untuk sedapat

mungkin mengurangi atau menghilangkan ketegangan otot tersebut. Selain itu,

tujuan dari relaksasi ini adalah memperdalam relaksasi dan merilekskan otot yang

tegangannya berlebihan dan otot yang tidak perlu tegang.

3. Manfaat Relaksasi

Manfaat dari relaksasi otot progresif ini sendiri adalah untuk mengatasi

berbagai macam permasalahan dalam mengatasi stres, kecemasan, insomnia/

susah tidur, dan juga dapat membangun emosi positif dari emosi negatif. Keempat

permasalahan tersebut dapat menjadi suatu rangkaian bentuk gangguan psikologis

bila tidak diatasi. Stres terhadap tugas maupun permasalahan lainnya, yang tidak

segera diatasi dapat memunculkan suatu bentuk kecemasan dalam diri seseorang.
Kecemasan itu sendiri bila tidak juga diatasi dapat berakibat pada munculnya

emosi negatif baik terhadap permasalah yang timbul akibat stres juga perilaku

sehari-hari seseorang. Dan akibat dari itu semua menyebabkan suatu bentuk

gangguan tidur atau insomnia.Relaksasi bisa digunakan agar seseorang kembali

pada taraf keadaan normal.

4. Metode Relakasasi

Salah satu metode relaksasi otot progresif adalah dengan menegangkan

dan mengendurkan otot-otot jari-jari kaki dan secara progresif bekerja hingga

leher dan kepala.Teknik ini juga dapat dimulai dari kepala dan leher dan bekerja

turun ke jari-jari kaki.

5. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Kegiatan Relaksasi

Hal hal yang perlu juga diperhatikan dalam melakukan kegiatan relaksasi

otot progresif :

1. Jangan terlalu menegangkan otot berlebihan karena dapat melukai diri

sendiri.

2. Untuk merilekskan otot-otot membutuhkan waktu sekitar 20-50 detik.

3. Posisi tubuh, lebih nyaman dengan mata tertutup. Jangan dengan berdiri.

4. Menegangkan kelompok otot dua kali tegangan.

5. Melakukan pada bagian kanan tubuh dua kali, kemudian bagian kiri dua kali.

6. Memeriksa apakah klien benar-benar rileks.

7. Terus menerus memberikan instruksi.

8. Memberikan instruksi tidak terlalu cepat, dan tidak terlalu lambat.

6. Langkah-Langkah Relaksasi Otot Progresif


Langkah awal yang dilakukan adalah sebuah ruang (dapat tertutup atau

terbuka) yang memungkinkan udara bebas keluar masuk sangat dianjurkan dalam

latihan relaksasi.Kursi yang dapat fleksibel naik dan turun (lihat gambar 1) lebih

diutamakan daripada tempat tidur sehingga dapat diletakkan di tempat-tempat

yang diinginkan.

Berikut dipaparkan masing-masing gerakan dan penjelasan mengenai otot-otot yang akan

dilatih:

a) Gerakan pertama

Ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara menggenggam

tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Klien diminta membuat kepalan ini

semakin kuat (gambar 2), sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi.Pada

saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan rileks selama 10

detik.Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien dapat

membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang

dialami.Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

b) Gerakan kedua
Gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Gerakan ini dilakukan dengan

cara menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot

di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke

langit-langit (gambar 2).

c) Gerakan ketiga

Melatih otot-otot Biceps.Otot biceps adalah otot besar yang terdapat di bagian

atas pangkal lengan (lihat gambar 3). Gerakan ini diawali dengan menggenggam

kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua kepalan ke

pundak sehingga otot-otot biceps akan menjadi tegang.

d) Gerakan keempat

Ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk mengendurkan bagian

otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu setinggi-

tingginya seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga. Fokus
perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung

atas, dan leher.

e) Gerakan kelima sampai ke delapan

Gerakan-gerakan yang ditujukan untuk melemaskan otot-otot di wajah.Otot-otot

wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk

dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya

terasa dan kulitnya keriput (gambar 5).


f) Gerakan keenam

Gerakan yang ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali

dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar

mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata (gambar 5).

g) Gerakan ketujuh

Bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-otot

rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi

sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang (gambar 5).

h) Gerakan kedelapan

Dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir

dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar

mulut (gambar 5).


i) Gerakan Kesembilan dan

Kesepuluh

Ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun belakang

(gambar 7). Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian

otot leher bagian depan. Klien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat

beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukaan

bantalan kursi sedemikian rupa sehingga klien dapat merasakan ketegangan di

bagian belakang leher dan punggung atas.


Sedangkan gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan

(lihat gambar 7). Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka,

kemudian klien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat

merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka.

j) Gerakan kesebelas

Bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat dilakukan dengan

cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan,

lalu busungkan dada sehingga tampak seperti pada gambar 6. Kondisi tegang

dipertahankan selama 10 detik, kemudian rileks.Pada saat rileks, letakkan tubuh

kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi lemas.

k) Gerakan keduabelas

Dilakukan untuk melemaskan otototot dada.Pada gerakan ini, klien diminta untuk

menarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-

banyaknya.Posisi ini ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan


di bagian dada kemudian turun ke perut.Pada saat ketegangan dilepas, klien dapat

bernafas normal dengan lega. Sebagaimana dengan gerakan yang lain, gerakan ini

diulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan

rileks.

l) Gerakan ketigabelas

Bertujuan untuk melatih otot-otot perut.Gerakan ini dilakukan dengan cara

menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi

kencang dank eras. Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali

seperti gerakan awal untuk perut ini.Gerakan 14 dan 15 adalah gerakan-gerakan

untuk otot-otot kaki.Gerakan ini dilakukan secara berurutan.

Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan

dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki (lihat gambar delapan) sehingga

otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut (lihat

gambar delapan), sedemikian sehingga ketegangan pidah ke otot-otot


betis.Sebagaimana prosedur relaksasi otot, klien harus menahan posisi tegang

selama 10 detik baru setelah itu melepaskannya.Setiap gerakan dilakukan masing-

masing dua kali.

DAFTAR PUSTAKA

Sumiarsih, T., Luklu’ul Widad, Herni Rejeki, dan Zulfa Atabaki. 2013. Pengaruh
Teknik Relaksasi Progresif Terhadap Perubahan Pemenuhan Kebutuhan
Tidur pada Lansia di Desa Sijambe Kecamatan Wonokerto Kabupaten
Pekalongan. Skripsi. STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan.

Windarwati, HD & Ar AC Chuluq 2012, Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif


Jenis Tension Relaxation Terhadap Penurunan Skor Deprestion Pada
Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pandaan Kabupaten Pasuruan.

DAFTAR HADIR PENYULUHAN KESEHATAN


TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGESIF
UNTUK HIPERTENSI LANSIA
NO NAMA ALAMAT (RT/RW) PARAF

Anda mungkin juga menyukai