Anda di halaman 1dari 37

ACARA I

PERENCANAAN JALUR TERBANG


Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :

I. Tujuan
Taruna dapat memahami tentang pembuatan rencana/misi jalur terbang dengan berbagai
software
II. Alat dan bahan
(lengkapi sendiri)
III. Dasar Teori
(lengkapi sendiri)
IV. Langkah Kerja
A. DRONE DEPLOY
1. Buka aplikasi drone deploy
Perencanaan jalur tebang menggunakan aplikasi drone deploy, dapat diakses melalui
website https://www.dronedeploy.com atau menggunakan aplikasi di HP dengan
mendowload aplikasi drone deploy.
2. Membuat project
Klik project kemudian tentukan area yang akan dilakukan pemotretan.

Gambar 1. Tampilan awal drone deploy


3. Create project
Membuat area yang akan dilakukan pemotretan, dengan klik Create project here

Gambar 2. Membuat project baru

Gambar 3. Memasukkan nama project


Inputkan nama projectnya, kemudian klik continue
4. Membuat AOI (Area of Interest) berupa cakupan pemetaan. Klik maps and model.

Gambar 4. Membuat AOI


Selanjutnya akan area default, yang perlu dilakukan adalah melakukan edit area berupa
luasan yang akan dipetakan, dengan cara drag ujung tanda note diujung AOI sampai area
STPN bisa tercover semua.

Gmabar 5. Setting AOI berdasarkan lokasi


Selanjutnya mengatur tinggi terbang dengan klik flight altitude, misalkan dibuat tinggi
terbang 100 meter diatas permukaan tanah.
5. Mengatur overlap dan sidelap.
Klik advanced, kemudian klik automatic setting di off kan untuk melakukan pengaturan
para overlap, sidelap, dan kecepatan laju drone.

Gambar 6. Semua area STPN sudah tercover jalur penerbangan


B. PIX4D CAPTURE
B.1. Pemilihan misi
Pemilihan misi dalam PIX4D Capture diberikan dalam 5 pilihan, hanya saja untuk
pemilihan misi untuk pemetaan yang sering digunakan adalah polygon mission dan grid
mission. Keduanya sama-sama digunakan untuk keperluan pemetaan, hanya saja untuk yang
polygon mission lebih fleksibel dalam menentukan cakupan area pemotretan, grid mission
bentuk pemotretan adalah persegi.

Gambar 1. Pemilihan misi


B.2. Pembuatan batas area dan ketinggian terbang
Setelah memilih jenis misi yang diinginkan, maka selanjutnya yaitu mengatur area
terbang. Disini koneksi internet diperlukan untuk load basemap yang bisa berupa
kenampakan peta atau citra. Pengaturan area pemotretan ini juga dibarengi dengan
pengaturan tinggi terbang drone saat melakukan misi.
Gambar 2. Batas area dan pengaturan tinggi terbang

B. 3. Pengaturan sudut, overlap dan kecepatan wahana


Hal selanjutnya yang perlu diatur adalah sudut kamera, overlap dan kecepatan wahana.
Sudut kamera yang digunakan untuk pemetaan adalah 90°. Kemudian untuk overlap ada 2
jenis yaitu front overlap dan side overlap. Biasanya front overlap dibuat 70% - 85% dan side
overlap 65% - 75%. Sedangkan pengaturan yang terakhir adalah pengaturan kecepatan drone
saat melakukan misi. Disini diberikan beberapa pilihan yaitu slow, slow +, normal, normal +
dan fast.

Gambar 3. Pengaturan sudut, overlap dan kecepatan wahana


Pengaturan aspek-aspek di atas dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan kita di
lapangan. Intinya dalam misi kita juga harus mempertimbangkan waktu dan juga biaya,
supaya dalam pengaturan aspek-aspek di atas dalam misi kita bisa menjadi efektif. Setelah
semua aspek di atas diatur maka selanjutnya tinggal pilih “start” untuk memulai misi.
Biasanya ada masalah saat akan memulai misi yaitu drone tidak terhubung dengan remote
seperti pada gambar di bawah ini. Ini terjadi karena kita sudah meninggalkan aplikasi bawaan
drone saat mengatur di aplikasi ini, solusinya hanya dipasang ulang kabel data kita saja.
V. Hasil Praktikum
(narasikan dengan bahasa sendiri beserta capture jalur terbangnya)
ACARA II
PEMASANGAN DAN PENGUKURAN GCP
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :
I. Tujuan
Taruna dapat memahami tentang pengukuran GCP dan fungsinya
II. Alat dan bahan
(lengkapi sendiri)
III. Dasar Teori
(lengkapi sendiri)
IV. Langkah Kerja
Pemasangan titik GCP sesuai dengan kebutuhan survei di setiap wilayah. Survei
penentuan koordinat titik kontrol tanah pada pekerjaan ini adalah untuk menentukan
koordinat titik yang akan digunakan untuk kontrol pekerjaan aerial tringulasi melalui
hitungan block adjustment (perataan blok).
1. Mendesain terlebih dahulu di google earth untuk persebaran GCP dengan
pertimbangan
a. pada area yang terbuka agar saat dilakukan pemotretan dapat terlihat dengan
jelas dan saat pengukuran GCP memperoleh hasil yang fix
b. mudah dikases ke lokasi.

Gambar 1. Merencanakan persebaran GCP


2. Memasang Premark di lokasi yang sudah didesain sebelumnya

Gambar 2. Memasang Premark di lapangan.

3. Pengukuran posisi GCP dilakukan dengan alat GNSS dengan metode static.

Gambar 3. Pengukuran GCP dilakukan dengan alat GNSS.

4. Pengukuran GNSS menggunakan CHC i50 (GPS tipe geodetik)


Koneksi HCE300 dengan Receiver i50
Koneksi i50 dengan HCE300 bisa via bluetooth maupun WIFI
Koneksi bluetooth
Untuk pertama kali, HCE300 dan receiver i50 harus dilakukan pairing terlebih
dahulu. Caranya
a. Nyalakan receiver i50
b. Nyalakan HCE300 lalu nyalakan bluetoothnya(seperti menyalakan bluetooth pada
HP android)
c. Klik search device, lalu pilih receiver i50 sesuai dengan serial numbernya. Lalu
klik PAIR.
jika diminta Password pairing bluetooth isikan 1234

5. Koneksi WIFI
a. Nyalakan receiver i50 (WIFI pada receiver i50 akan otomatis menyala)
b. Nyalakan HCE300 dan nyalakan WIFInya (sama seperti menyalakan WIFI pada HP
android umumnya)
c. Pilih akses point receiver i50 sesuai dengan serial numbernya. Contoh GNSS491563
password koneksi WIFI adalah 12345678 Pada petunjuk dibawah ini akan
ditunjukkan koneksi bluetooth
Lalu Jalankan landstar, Pilih menu Config – connect
Pilih SN alat, klik connect

Device Type : pilih i50


Klik dan Pilih SN receiver
Klik Antenna type : CHC i50 receiver

Klik OK

6. Pengukuran STATIK
a. Pilih config – connect
b.

c. Pilih SN rover - connect

d. Klik menu config – Statik setting, Isikan parameter berikut ini :


Klik : Yes

Type file : HCN

Autosave : Yes

Interval

Durasi

Nama file

tinggi antenna

Mode tinggi

versi rinex

klik Set

V. Hasil Praktikum
(narasikan dengan bahasa sendiri beserta capture premark GCP di lapangan)
ACARA III
PEMOTRETAN

Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :
I. Tujuan
Taruna dapat memahami tentang pemotretan menggunakan UAV/Drone
II. Alat dan bahan
(lengkapi sendiri)
III. Dasar Teori
(lengkapi sendiri)
IV. Langkah Kerja
1. Buka aplikasi drone deploy di tablet / handphone yang sudah terhubung dengan
controller menggunakan kabel data, kemudian memilih project yang sudah dibuat
sebelumnya.

Gambar 1. Mengkoneksikan drone dengan display controller.


2. Secara otomatis akan terkoneksi anatra drone ngan sitem apilikasi drone deploy

Gambar 2. Drone sudah terkoneksi

3. Melakukan pengecekan otomatis meliputi perizinan, GPS drone, camera, controller,


dan jalur terbang.

Gambar 3. Checklist penggunaan drone

4. Setelah semua ter-checklis selanjutnya, melakukan penerbangan drone dengan cara


menekan start filght

Gambar 4. Melakukan penerbangan drone


V. Hasil Praktikum

(narasikan dengan bahasa sendiri tentang hasil kegiatan pemotretan menggunakan


UAV/Drone)
ACARA IV
PENGOLAHAN ORTHOFOTO
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :

I. Tujuan
Taruna dapat memahami tentang proses pengolahan orthofoto menggunakan software
Agisoft
II. Alat dan bahan
(lengkapi sendiri)
III. Dasar Teori
(lengkapi sendiri)
IV. Langkah Kerja
1. Software Agisoft Metashape Professioanal, dapat dibuka dengan cara melakukan
klik pada ikon Agisoft Metashape Professioanal pada dekstop atau dengan memilih

ikon

Tampilan Agisoft Metashape Professioanal akan muncul , dapat dilihat pada Gambar
1.

Gambar 1. Tampilan awal Agisoft Metashape Professioanal


2. Memilih seluruh foto yang akan diolah pada perangkat lunak tersebut.
Langkah yang dilakukan untuk menambahkan foto adalah memilih menu Workflow

– Add Photos [ ]... pada toolbar.


Pilih folder ataupun file foto yang akan diproses dan selanjutnya pilih Open untuk
menambahkan foto-foto tersebut pada jendela perangkat lunak, seperti pada Gambar
2.

Gambar 2. Memilih foto yang akan dimasukkan dalam perangkat lunak Agisoft
Metashape Professioanal

Foto akan ditambahkan dan proses penambahan foto dapat dilihat pada kotak dialog
yang muncul. Hasil dari penambahan foto dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hasil penambahan foto


3. Setelah seluruh foto yang akan diproses ditambahkan pada perangkat Agisoft
Metashape Professioanal, proses selanjutnya adalah image matching foto-foto
tersebut. Fungsi dari tahapan ini adalah menentukan posisi kamera yang
sesungguhnya pada saat pemotretan dan mengorientasikan antara satu foto dengan
foto yang lain sehingga dapat terbentuk titik-titik point cloud model dari objek-objek
yang sama antar foto walau masih jarang (sparse point cloud model).
4. Langkah yang dilakukan untuk menyelaraskan foto adalah memilih menu Workflow
– Align Photos...

Gambar 4. Align Photos


5. Setelah menu tersebut dipilih, maka akan muncul kotak dialog Align Photos seperti
pada Gambar 4. Pada kotak dialog tersebut, kita harus mengatur terlebih dahulu
parameter yang akan diterapkan pada proses penyelarasan foto.
a. Pada parameter akurasi (accuracy) kita dapat memilih apakah akurasi yang akan
kita gunakan Highest, High, Medium, Low atau Lowest. Semakin tinggi akurasi
yang kita pilih, maka penentuan perkiraan posisi kamera akan semakin akurat,
sedangkan semakin rendah akurasi yang kita pilih akan membuat waktu
penentuan perkiraan posisi kamera menjadi lebih singkat (sebentar).
b. Parameter Pair Selection akan menentukan proses penyelarasan setiap foto yang
diproses. Parameter ini akan menentukan proses mencocokkan fitur-fitur yang ada
pada foto. Generic akan membuat foto-foto yang saling bertampalan, menampal
berdasarkan kecocokan fitur dengan akurasi yang rendah. Reference akan
membuat foto-foto yang saling bertampalan, menampal berdasarkan posisi kamera
yang sesungguhnya (jika data yang digunakan sudah memiliki posisi kamera).
Parameter tambahan yang juga dapat digunakan adalah :
a. Key Point Limit digunakan untuk menentukan batas maksimal titik yang akan
dideteksi pada suatu foto. Jika diinputkan angka 0, justru akan banyak titik-titik
yang diperoleh namun belum tentu titik-titik tersebut andal.
b. Tie Point Limit digunakan untuk menentukan batas maksimal titik yang sama
antar foto. Jika diinputkan angka 0, maka tidak akan ada titik yang didefinisikan
sebagai tie point.
Nilai yang direkomendasikan oleh Agisoft Metashape Professioanal adalah
4.000, hal ini dikarenakan jumlah tie point yang terlalu tinggi maupun terlalu
rendah, akan mengakibatkan meningkatnya kesalahan model point cloud yang
diperoleh, sebab jumlah ini merupakan kemampuan maksimal Agisoft Metashape
Professioanal dalam mengidentifikasikan titik-titik yang sama.
6. Pilih OK untuk memulai proses image matching.
Proses akan berlangsung dengan waktu yang berbeda-beda tergantung pada parameter
yang dimasukkan dan jumlah foto yang diproses. Selama proses berlangsung, akan
muncul kotak dialog seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Kotak dialog Align Photos dan pengaturan parameternya.

Gambar 6. Kotak dialog saat proses Align Photos sedang berlangsung.

7. Hasil proses penyelarasan foto akan tampak seperti pada Gambar 7.


Gambar 7. (atas) Hasil proses penyelarasan foto tampak atas (bawah) Hasil
proses penyelarasan foto tampak atas tanpa tanda posisi kamera.

8. Setelah proses image matching selesai, perangkat Agisoft Metashape Professioanal


akan menampilkan titik-titik point cloud model dari objek-objek yang sama antar foto
walau masih jarang (sparse point cloud model).
INPUT GROUND CONTROL POINT (GCP)
1. Setelah proses pembuatan model kita dapat memberikan input ground control point
untuk memberikan kontrol terhadap pekerjaan yang telah kita lakukan.
2. Proses input GCP dilakukan dengan terlebih dahulu beralih dari jendela Workspace
ke Reference. Setelah beralih ke jendela Reference, langkah selanjutnya yang
dilakukan adalah membuka satu per satu foto yang memiliki
(menggambarkan/merekam) adanya GCP yang telah ditentukan baik dalam bentuk
pre-mark maupun post-mark. Membuka foto dapat dilakukan dengan cara double
click pada foto tersebut, selanjutnya cari GCP yang ada pada foto tersebut dan tandai
GCP yang terdapat pada foto tersebut dengan klik kanan dan memilih menu Create
Marker. Contoh proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 8
Gambar 8. Pembuatan marker yang memberikan tanda adanya GCP pada suatu foto.

3. Selanjutnya, pada kolom Markers akan muncul GCP yang telah ditandai dari tahapan
diatas.
4. Dengan kondisi overlap dan sidelap yang tinggi, pasti suatu foto akan memiliki
(manggambarkan/merekam) GCP yang dengan foto lain (misalkan pada foto
DJI_001, DJI_002, DJI_003 memiliki GCP Point 1), maka untuk menandai foto lain
yang memiliki GCP yang sama didahului dengan mencari foto-foto tersebut.
Pencarian foto tersebut dilakukan dengan cara klik kanan pada point yang muncul di
kolom Markers kemudian memilih Filter Photos by Markers, selanjutnya
perangkat akan menampilkan foto-foto yang sama-sama memiliki suatu GCP. Untuk
menandai foto-foto yang telah ditemukan tersebut, cukup dengan menggeser posisi
marker yang telah ada sebelumnya pada posisi GCP yang sesungguhnya dengan
terlebih dahulu membuka setiap fotonya.
Gambar 9. Pencarian foto-foto yang sama-sama memiliki GCP Point_1 dan Foto-
foto yang sama-sama memiliki GCP Point_1

5. Ulangi langkah diatas untuk menandai seluruh GCP yang ada. Contoh hasil
penandaan GCP ada pada Gambar 10.

Gambar 10. Contoh hasil penandaan GCP pada seluruh foto yang memiliki GCP.

6. Selanjutnya, yang perlu dilakukan adalah memasukkan nilai koordinat untuk setiap
GCP yang telah ditandai/didefinisikan diatas foto. Langkah untuk memasukkan nilai
koordinat tersebut adalah memilih menu Import pada Reference Control Toolbar.

7. Akan muncul kotak dialog yang meminta kita untuk memasukkan file dengan ekstensi
.csv ataupun .txt yang berisi informasi mengenai nilai koordinat untuk setiap GCP
yang telah didefinisikan. Pilih file tersebut dan pastikan nama titik pada file sama
dengan nama titik yang didefinisikan pada perangkat. Selanjutnya, atur Coordinate
System, Label, Easting, Northing dan Altitude sesuai dengan data yang kita miliki
seperti pada Gambar 11. Nilai koordinat GCP akan dimasukkan dalam tabel yang
masih terdapat pada kotak dialog Import CSV.

Gambar 11. Hasil pendefinisian nilai koordinat GCP.

8. Pilih OK, maka nilai koordinat titik akan muncul pada kolom Markers seperti pada
Gambar 12.

Gambar 12. Hasil pendefinisian nilai koordinat GCP.


OPTIMASI KAMERA
1. Setelah proses pendefinisian nilai koordinat GCP pada perangkat, selanjutnya perlu
dilakukan optimasi foto untuk melakukan rekontruksi foto berdasarkan GCP yang
telah didefinisikan dan memperbaiki kualitas geometri foto berdasarkan data GCP
yang telah diberikan. Sebelumnya kualitas geometri foto belum terlalu baik karena
koreksi kesalahan yang ada hanya didasarkan pada hasil perhitungan IO dan EO foto
itu sendiri. Proses optimalisasi foto dilakukan dengan cara melakukan pengaturan
sistem koordinat dan parameter kamera. Menu yang dipilih adalah Setting pada
Reference Control Toolbar.

2. Memilih menu tersebut akan menampilkan kotak dialog Reference Settings, pada
kotak dialog tersebut perlu didefinisikan parameter yang meliputi Coordinate
System, Camera Accuracy, Marker Accuracy, Scale bar Accuracy, Projection
Accuracy dan Tipe Point Accuracy. Apabila parameter-parameter diatas tidak
diketahui, perangkat telah memberikan nilai pendekatan seperti pada Gambar 13. Jika
seluruh parameter sudah terisi, klik OK.

Gambar 13. Parameter pada Reference Settings


3. Selanjutnya, proses optimasi foto dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
uncheck pada seluruh foto, sehingga tampilan pada kolom foto seperti pada Gambar
14. Proses dilanjutkan dengan memilih menu Optimize pada Reference Control
Toolbar, memberi tanda cek pada seluruh parameter yang akan dilibatkan dan
memilih OK.

Gambar 14. Hasil uncheck pada seluruh foto


4. Langkah yang dilakukan untuk membuat dense cloud adalah memilih menu
Workflow – Build Dense Cloud...

5. Maka akan muncul kotak dialog Build Dense Cloud seperti pada Gambar 15. Pada
kotak dialog tersebut, kita harus mengatur terlebih dahulu parameter yang akan
diterapkan pada proses pembuatan dense cloud.
Pada parameter kualitas (quality) kita dapat memilih apakah kualitas yang akan kita
gunakan Ultra high, High, Medium, Low atau Lowest. Semakin tinggi kualitas yang
dipilih akan menghasilkan kualitas detil yang lebih rapat dan geometri yang semakin
akurat walau memerlukan waktu yang cukup lama.
Parameter tambahan yang juga dapat digunakan adalah :
Depth Filtering Modes memungkinkan kita untuk menentukan kedalaman
identifikasi tie point untuk meminimalisasi adanya noise dan fokus gambar yang
kurang tepat. Mild digunakan untuk menyaring ringan, hal ini akan tepat apabila
diaplikasikan pada area yang mengambarkan kanopi tanaman atau atap-atap dengan
tekstur yang kurang tegas. Aggresive digunakan untuk meyaring secara tegas, hal ini
akan tepat apabila diaplikasikan pada area yang tidak memiliki detil-detil yang kecil ,
sedangkan Moderate akan menghasilkan saringan data yang berada ditengah-tengah
antara Mild dan Aggresive. Disabled akan membuat noise dan kesalahan fokus tidak
akan terkoreksi.

Gambar 15. Kotak dialog Build Dense Cloud dan pengaturan


parameternya.

6. Pilih OK untuk memulai proses pembuatan dense cloud.


Selama proses berlangsung, akan muncul kotak dialog seperti pada Gambar 16.

Gambar 16. Kotak dialog saat proses Build Dense Cloud sedang
berlangsung.
7. Proses pembuatan dense seperti pada Gambar 17.

Gambar 17. Hasil proses pembuatan perapatan titik (dense cloud)

8. Proses yang dapat dilakukan selanjutnya adalah membangun mesh. Langkah yang
dilakukan untuk membuat dense cloud adalah memilih menu Workflow – Build
Mesh...

9. Setelah menu tersebut dipilih, maka akan muncul kotak dialog Build Mesh seperti
pada Gambar 18. Pada kotak dialog tersebut, kita harus mengatur terlebih dahulu
parameter yang akan diterapkan pada proses pembuatan mesh.
Pada parameter Surface Type, Arbitary dapat dipilih untuk memodelkan jenis objek
apapun, tidak ada kriteria khusus namun cukup memakan banyak ruang penyimpanan
data. Height Field Surface dapat dioptimalkan untuk pemodelan permukaan yang
sangat datar dan ruang penyimpanan yang diperlukan pun tidak banyak.
Parameter Source Data akan menentukan sumber data yang digunakan dalam
pembangunan mesh. Jika sumber datanya adalah Sparse Cloud maka model 3D akan
dibentuk dengan cepat karena hanya berdasarkan point cloud yang tidak terlalu rapat,
sedangkan Dense Cloud akan menghasilkan model 3D dari seluruh titik point cloud
yang telah dibentuk sebelumnya sehingga lebih rapat meskipun waktu pembuatannya
cukup lama.
Parameter Face Count akan menentukan jumlah poligon yang akan terbentuk pada
mesh. Nilai yang bisa dimasukkan adalah High, Medium dan Low . Semakin kecil
jumlah poligon yang dibentuk maka semakin kasar pula kenampakan yang akan
dihasilkan, namun jika jumlah poligon yang dibentuk terlalu banyak, akan membuat
kecenderungan kerusakan pada visualisasi hasil karena ukuran data yang sangat besar.
Parameter tambahan yang juga dapat digunakan adalah :
Interpolation yang memungkinkan kita untuk memilih apakah model yang telah kita
hasilkan perlu diperbaiki dengan interpolasi atau tidak. Disabled akan menghentikan
proses tanpa memasuki tahap interpolasi, hal ini akan kan menghasilkan model yang
sesungguhnya lebih akurat karena model tersebut diperoleh dari rekonstruksi per area
objek saja, namun proses ini justru mengakibatkan tidak adanya koreksi pada bagian
model yang berlubang, sehingga nantinya diperlukan proses lanjutan untuk mengisi
kekosongan pada model yang tidak terbentuk tersebut. Enabled (default) berarti
mengizinkan perangkat untuk melakukan interpolasi setelah pembentukan mesh
dikerjakan. Interpolasi akan dilakukan dengan memperhitungkan data dalam suatu
radius area, sehingga rekonstruksi model akan didasarkan pada area disekitarnya pula.
Menggunakan metode ini akan membuat lubang atau kekosongan model yang
sebelumnya ada menjadi hilang karena terisi secara otomatis, walau tidak menutup
kemungkinan masih terdapat lubang yang tidak dapat terisi otomatis akibat
kekosongan data pula di area sekitarnya. Extrapolated adalah metode rekonstruksi
model dengan memperhatikan area di luar bagian model tersebut. Lubang atau
kekosongan model yang besar, dapat diisi dengan metode ini.

Gambar 18. Kotak dialog Build Mesh dan pengaturan parameternya.


10. Pilih OK untuk memulai proses pembuatan mesh.
Proses akan berlangsung dengan waktu yang berbeda-beda tergantung pada parameter
yang dimasukkan dan jumlah foto yang diproses. Selama proses berlangsung, akan
muncul kotak dialog seperti pada Gambar 19.

Gambar 19. Kotak dialog saat proses Build Mesh sedang berlangsung.

11. Hasil proses pembuatan mesh akan tampak seperti pada Gambar 20.

Gambar 20. Hasil proses pembuatan mesh.


12. Selain mesh terdapat pula model texture yang dapat dibuat. Model texture adalah
model fisik 3D dari kenampakan-kenampakan yang ada di area liputan foto. Model
texture dapat diekspor ke dalam berbagai format model 3D yang nantinya dapat
dimanfaatkan untuk membuat model 3D menggunakan software lain.
13. Untuk membuat model texture pilih menu Workflow - klik Build Texture.
14. Muncul pilihan Texture Parameter, ada beberapa pilihan mapping mode, mulai dari
Generic, Adaptive Orthophoto, Orthophoto, Spherical, Single Photo, Keep uv. Pilihan
tersebut dapat dipilih dan dibandingkan untuk memperoleh hasil terbaik.
15. Demikian pula untuk parameter texture size/count dapat digunakan untuk mendetilkan
tekstur dengan konsekuensi file tekstur yang semakin besar ukurannya.
16. Untuk pilihan blending mode, ada tiga pilihan, Mosaic, Average, Max Intensity dan
Min Intensity.
Mosaic akan mempertimbangkan detail dalam setiap foto sehingga menghasilkan
texture yang seimbang dari segi warna dan kedetilan. Pilihan average akan
menggunakan nilai piksel rata-rata dari setiap foto yang overlap. Adapun untuk max
dan min intensity menggunakan intensitas maksimum dan minimum dari piksel yang
bertampalan/overlap. Kita juga dapat mencentang pilihan Enable Color Correction
untuk melakukan koreksi pada tekstur, namun waktu pemrosesan akan menjadi lebih
lama.
PEMBUATAN DEM DAN ORTOMOSAIK FOTO
1. Pembuatan DEM dan Ortofoto, harus didahului dengan proses pembuatan dense
cloud dan mesh ulang, setelah data foto dikenai proses optimasi. Langkah yang
dilakukan sama dengan seluruh proses pada tahapan #4.
2. Selanjutnya, pembuatan DEM dilakukan dengan memilih menu Workflow – Build
DEM…

3. Pada kotak dialog yang Build DEM yang muncul, perlu didefinisikan Coordinate
System yang digunakan, sesuai dengan GCP yang didefinisikan.
Selanjutnya, Source Data pembuat DEM dapat dipilih apakah menggunakan Sparse
Cloud, Dense Cloud ataupun Mesh. Pada perangkat ini, pembuatan DEM
berdasarkan dense cloud menghasilkan hasil yang paling akurat jika dibandingkan
dengan sumber data lain. Pendekatan DEM dapat diperoleh dengan sumber data
sparse cloud.
Sama seperti tahapan pembuatan mesh, terdapat pula parameter Interpolation yang
dapat didefinisikan dengan Enabled (default), Extrapolation maupun Disabled.
Pemilihan Disabled cenderung menghasilkan hasil rekonstruksi yang akurat karena
perhitungan hanya didasrkan pada area yang sesuai dengan posisi titik-titik
pendekatan. Pada perangkat ini, lebih disarakan penggunaan interpolasi Enable
(default) agar DEM yang dihasilkan merupakan hasil perhitungan dari seluruh area
yang dimodelkan, yang setidaknya tampak pada satu foto. Extrapolated akan
menghasilkan DEM yang minim lubang dengan data pengisian lubang-lubang yang
ada sebelumnya berdasarkan hasil ekstrapolasi data diluar area lubang.
Dapat dipilih, apakah DEM hasil merupakan klasifikasi DSM untuk seluruh model
permukaan atau hanya DTM (ground) saja dengan mengubah Point Classes. Catatan
untuk pembuatan DTM, sebaiknya proses ini didahului dengan pengklasifikasan
dense cloud terlebih dahulu untuk membagi dense cloud ke kelas ground atau bukan.
Apabila hanya sedikit saja bagian yang akan dibuat DEM, maka Region harus diatur
agar pembuatan DEM dapat dilakukan diarea yang kita maksud saja. Resolution
menampilkan nilai resolusi DEM yang akan diperoleh berdasarkan estimsai sumber
data. Secara umum, pengaturan pembuatan DEM dapat dilihat pada Gambar 21. Hasil
pembuatan DEM dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 21. Pengaturan pada tahap pembuatan DEM.


Gambar 22. Hasil pembuatan DEM

4. Selanjutnya, pembuatan Ortomosaik foto dilakukan dengan memilih menu Workflow


– Build Orthomosaic… Pembuatan ortomosaik foto didasarkan pada data foto yang
telah dimasukkan dan model yang telah dibuat pada tahapan sebelumnya. Pada
pembuatan mosaik foto, perangkat memungkinkan adanya editing pada seamline foto.

5. Pada kotak dialog Build Orthomosaic yang muncul, perlu didefinisikan Projection
yang digunakan, sesuai dengan GCP yang didefinisikan. Selanjutnya, Type dari
mosaik ortofoto yang dihasilkan apakah Planar ataukah Geographic. Planar
digunakan untuk foto yang memuat mengenai fasad ataupun permukaan, namun tidak
dilengkapi dengan data Z (elevasi/ketinggian/kedalaman).
Kemudian parameter lain yang mendukung pembuatan ortomosaik, yaitu :
Surface yang mendefinisikan data apa yang digunakan untuk merekonstruksi foto.
Pilihannya adalah DEM atau Mesh, untuk hasilnya yang maksimal lebih baik
menggunakan DEM.
Blending mode merupakan parameter yang dipilih untuk pembuatan mosaik foto.
Dapat dipilih Mosaic (default) yang berarti pembuatan mosaik foto dilakukan dengan
membagi-bagi data terlebih daulu menjadi beberapa bagian, kemudian bagian-bagian
tersebut digabungkan menjadi suatu kesatuan mosaik foto yang didasarkan pada
kesamaan posisi. Average adalah teknik pembuatan mosaik foto dengan didasarkan
pada kesamaan nilai rata-rata piksel dari masing-masing foto. Disabled berarti mosaik
foto didasarkan pada posisi kamera yang hampir sama.
Enable color correction memungkinkan adanya koreksi radiometri pada foto untuk
melakukan pengaturan pada perbedaan antar foto yang cukup ekstrem. Parameter ini
dapat membuat tampilan radiometri foto menjadi lebih seragam.
Pixel size menampilkan nilai ground sampling distance (GSD) estimasi dari seluruh
foto yang akan dihasilkan. Nilai GSD dapat diubah (diperbersar atau diperkecil)
namun kualitas foto yang sesungguhnya apabila GSD diperbesar, tidak akan berubah.
Max. dimension (pix) membuat kita dapat mengatur dimensi maksimal dari hasil
ortofoto.
Region memungkinkan kita mengerjakan ortomosaik foto hanya pada area yang kita
inginkan saja.
Pengaturan ortomosaik foto dapat dilihat pada Gambar 23. Hasil ortomosaik foto
dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 23. Pengaturan pembuatan ortomosaik foto.


Gambar 24. Hasil ortomosaik foto.

6. Seluruh hasil pengolahan dapat diekspor melalui menu File pada Main Toolbar
kemudian memilih menu ekspor sesuai dengan file yang akan diekspor. Contoh untuk
melakukan ekspor ortomosaik foto adalah File - Export Orthomosaic -
JPEG/TIFF/PNG. Atur sesuai kebutuhan.

V. Hasil Praktikum
(narasikan dengan bahasa sendiri tentang kegiatan pengolahan orthofoto)
ACARA V. PEMBUATAN PETA FOTO

I. Tujuan
Taruna dapat memahami tentang proses pembuatan Peta Foto
II. Alat dan bahan
(lengkapi sendiri)
III. Dasar Teori
(lengkapi sendiri)
IV. Langkah Keja
1. Pindahkan tampilan Foto Udara yang sudah terkoreksi ke tampilan layout (Layout
View) dengan klik tombol Layout View dibagian bawah peta
2. Atur bentuk dan ukuran kertas dengan klik File – Page and Print Setup…
3. Pilih A4 pada Size, pilih Landscape pada Orientation, atur unit (Width/Height)
Centimeters
Dalam pengaturan bentuk peta (portrait/landscape) harus memperhatikan bentuk
wilayah yang dipetakan
4. Atur peta dengan peletakan yang tepat pada lembar kertas, gunakan guide line untuk
membantu mengatur sisi kanan, kiri, atas, dan bawah supaya seimbang.
5. Untuk menambahkan komponen peta, klik Insert kemudian pilih menu dari tiap-tiap
komponen
6. Untuk menambahkan judul peta pilih Insert – Title / Text
7. Kemudian untuk mengatur ukuran, jenis huruf, style, warna dari Title/Text, gunakan
tool Draw
8. Untuk menambahkan legenda peta, klik Insert – Legenda. Dimana akan ada
pengaturan untuk legenda yang akan ditampilkan walaupun nantinya kita dapat
mengatur ulang tentang legenda ini denagn klik kanan lalu pilih Properies
9. Untuk menambahkan orientasi arah utara klik Insert – North Arrow
10. Untuk menampilkan skala batang, klik Insert – Scale bar
11. Untuk melakukan pengaturan satuan, lebar, atau yang lainnya pilih Properties
12. Sementara untuk menampilkan skala angka, klik Insert – Scale Text
13. Untuk menambahkan obyek gambar, misalnya logo datap dilakukan denagn klik
Insert – Picture
14. Hal yang terpenting pada peta adalah Grid Koordinat peta, diamana grid ini dapat
ditambahkan dengan klik kanan pada peta kemudian Properties
15. Klik pada tab Grid kemudian klik New Grid
16. Pilih Graticule untuk grid dengan lintang bujur, Measured Grid untuk grid system
koordinat terproyeksi (UTM, World Mecator). Atau Reference Grid untuk grid berupa
index
17. Klik Next > maka akan ada pengaturanlain terhadap grid yang akan ditampilkan
18. Apabila tampilan grid kurang sesuai , klik kanan pada peta kemudian pilih
Properties.
Selanjutnya klik tab Grid dan pilih Grid yang akan diubah kemudian klik Properties
19. Pada jendela Reference System Proprties ini kita dimungkinkan mengatur label
(ukuran, warna, jenis huruf, style, orientasi label hingga interval grid
20. Sesuaikan jenis huruf dan ukuran supaya tidak menggangu informasi peta, kemudian
klik Apply – Ok
21. Tambahkan inset peta supaya lokasi yang dipetakan dapat diidentifikasi dengan
mudah oleh pembaca yaitu dengan klik Insert – Data Frame
22. Klik kanan pada New Data Frame – Add Data
23. Panggilah layer Batas_Provinsi_Indonesia kemdian klik Add
24. Atur tata letak inset pada peta sedemikian rupa sehingga enak untuk dilihat
25. Klik kanan inset di lembar layout kemudian pilih Properties
26. Klik pada tab Extend Indicators, kemudian pilih layer dan tekan tombol >
27. Klik tombol Frame untuk mengatur tampilan area/frame peta utama kita pada inset
28. Atur tebal border dan warnanya supaya terlihat jelas di inset peta
29. Apabila poses layout selesai, kita tinggal melakukan export peta kita menjadi file
tertentu seperti PDF, JPG, TIFF, dll dengan cara klik File – Export Map
30. Tentukan direktori penyimpanan kemudian klik Save

V. Hasil Praktikum
(tampilkan hasilnya dan dibuat narasi dengan bahasa sendiri)

Anda mungkin juga menyukai