Anda di halaman 1dari 20

PENDINGINAN

(Diagram P-H (Mollier) dan Perhitungan dalam


Sistem Refrigerasi)

ARDIYAN DWI MASAHID, S.TP., MP


FTP UNIVERSITAS JEMBER
Referensi Utama: Buku Landasan Teknik Pangan (Purwiyatno Hariyadi, dkk., 2019)
Cara Menggunakan Diagram P-H (Mollier)

 Digunakan untuk menentukan nilai-nilai P1, P2, H1, H2 dan H3 pada kondisi
tertentu
 Spesifik untuk setiap refrigeran
 Nilai tekanan berada pada sumbu y (dalam satuan PSIA), sedangkan entalpi pada
sumbu x (dalam satuan BTU/lb)
 Umumnya dalam perhitungan2 refrigerasi, informasi tekanan tidak tersedia, tetapi
yang diketahui adalah suhu refrigeran di bagian evaporator dan kondensor
 Untuk mengetahui tekanan uap refrigeran pada suhu tertentu, dapat digunakan
grafik tekanan uap refrigeran pada berbagai suhu
Cara Menggunakan Diagram P-H (Mollier)

 Dalam grafik tsb sumbu x adalah suhu refrigeran (dalam 0C), sedangkan sumbu y
adalah tekanan uapnya (dalam lbf/in2)
 Untuk mengetahui nilai tekanan dan entalpi dalam sistem SI, maka dapat digunakan
faktor konversi
Cara Menggunakan Diagram P-H (Mollier)

Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menentukan nilai entalpi (H1, H2 dan H3)
dan tekanan (P1 dan P2) dari diagram P-H Moiller :
a. Menentukan tekanan uap dari sistem  tekanan pada saat refrigeran berada pada
kondisi saturated liquid (P2) dan kondisi saturated vapor (P1) dengan menggunakan
grafik hubungan suhu-tekanan
i. P1 ditentukan dari suhu refrigeran ketika mencapai uap jenuh di evaporator
ii. P2 ditentukan dari suhu refrigeran pada saat mencapai saturated liquid setelah
melewati kondensor
Cara Menggunakan Diagram P-H (Mollier)

b. Bila P1 dan P2 telah diketahui, maka dapat ditentukan nilai H1, H2 dan H3 sebagai
berikut:

i. H3 ditentukan dengan menarik garis horisontal dari titik P2 hingga berpotongan


dengan saturated liquid line (garis saturasi cairan) pada diagram Mollier,
kemudian dari titik ini ditarik garis vertikal sehingga memotong sumbu x

ii. H1 ditentukan dengan menarik garis horisontal dari titik P1 hingga berpotongan
dengan saturated vapor line (garis saturasi uap) pada diagram Mollier, kemudian
dari titik ini ditarik garis vertikal sehingga memotong sumbu x
Cara Menggunakan Diagram P-H (Mollier)

iii. H2 ditentukan dengan cara membuat garis perpotongan antara P1 dengan H1


pada saturated vapor line, kemudian dari titik ini ditarik garis sepanjang constan
entropy line ke atas sehingga berpotongan dengan garis pada saat P2 tercapai
(dibuat dahulu garis horisontal dari P2 sehingga memotong constant
temperature line pada suhu refrigeran akan mengalami kondensasi)

 Dari titik perpotongan pada P2 ini, kemudian ditarik garis ke bawah


sepanjang kurva constant temperature line (suhu kondensasi) sehingga
memotong sumbu x

 Titik pada sumbu x menunjukkan nilai H2


Perhitungan Dalam Sistem Refrigerasi

 Terdapat beberapa parameter yang sering digunakan untuk mengetahui


kemampuan refrigerator, yaitu:
a) Jumlah panas yang dipindahkan dari produk ke refrigeran
b) Beban pendinginan
c) Laju alir refrigeran
d) Kerja pada kompresor
e) Panas yang dilepaskan kondensor
f) Panas yang diserap refrigeran di evaporator
g) Koefisien kinerja dari sistem refrigerasi (coefficent of performance)
1. Jumlah Panas yang Dipindahkan dari Produk

 Jumlah panas yg berpindah dari bahan ke refrigeran dipengaruhi : massa bahan


pangan yg didinginkan, panas spesifik dari bahan pangan, dan perubahan suhu yg
diinginkan.
Q = m Cp ∆T
Dimana : Q = Jumlah panas yg dihilangkan (Joule atau BTU)
M = massa bahan pangan (kg)
Cp = Panas spesifik bahan pangan (Joule/kg0C)
∆T = Perbedaan suhu bahan (T0 –T1), dimana T0 adalah suhu
awal bahan dan T1 adalah suhu bahan yang diinginkan
setelah pendinginan (0C)
2. Beban Pendinginan (Cooling Load)

 Merupakan total energi panas yang harus dihilangkan untuk mendapatkan


penurunan temperatur yang diinginkan
 Satuan yg umum digunakan untuk menyatakan jumlah panas yang dipindahkan
adalah ton refrigerasi  laju pembuangan panas untuk membekukan 1 ton air
selama 24 jam
 Untuk air, panas yang diperlukan untuk perubahan wujud dari cair ke es adalah
12.000 BTU/jam yang dapat dinyatakan dengan rumus:
H1 – H3

Dimana : M = Berat refrigeran yang bersirkulasi melalui sistem refrigerator per


satuan waktu
3. Laju Refrigeran

 Penentuan laju refrigeran dapat dihitung dari beban pendinginan (ton


refrigerasi) dibagi dengan perubahan entalpi dalam sistem evaporator (H1 –
H3)

H1 – H3
4. Panas yang Dilepaskan Kondensor

 Dalam kondensor terjadi perubahan entalpi sebagai akibat kerja dari


kondensor untuk merubah fase refrigeran dari fase superheated ke fase cairan
jenuh pada tekanan tetap, yaitu sebesar H2 – H3
 Banyaknya panas yang dilepaskan oleh refrigeran ke lingkungan dapat
dihitung dengan persamaan:
Qc = v (H2 – H3)
5. Panas yang Diserap Refrigeran di Evaporator

 Dalam evaporator terjadi perubahan entalpi sebagai akibat kerja dari


evaporator untuk mengubah fase refrigeran dari fase cair ke fase uap jenuh
dengan cara menyerap panas dari lingkungannya, yaitu sebesar H1 – H3
 Jumlah panas yang diserap oleh refrigeran dapat dihitung dengan persamaan:
Panas yang diserap evaporator = Qe = v (H1 – H3)
6. Kerja pada Kompresor

 Pada Kompresor terjadi perubahan entalpi sebagai akibat kerja dari


peningkatan tekanan dari P1 ke P2, sehingga refrigeran berubah dari fase uap
jenuh ke fase superheated
 Kompresor akan memberikan kerja dengan mengikuti garis entropi konstan
pada diagram Mollier
 Kerja yang diberikan oleh kompressor dapat dihitung dengan persamaan:

H2 – H1
6. Kerja pada Kompresor

 Dimana : v = laju alir refrigeran (J/detik)


H1 = entalpi refrigeran sebelum kompresi (J/kg)
H2 = entalpi refrigeran setelah kompresi (J/kg)
γ = Cp/Cv
 Nilai γ tergantung dari jenis refrigeran, yaitu:
CCl2F2 (R12) = 1,14
CHClF2 (R22) = 1,18
Amonia (R 717) = 1,29
7. Koofisien Kinerja

 Manfaat sistem refrigerasi kompresi mekanis  memindahkan panas dari


lingkungan yang bersuhu rendah ke lingkungan yang bersuhu tinggi
 Biasanya, jumlah panas yang dapat diserap oleh refrigeran di evaporator lebih besar
(H1 – H3) dibandingkan dengan jumlah panas yang dapat diberikan oleh kompresor
(H2 – H1)
 Istilah yang dipakai untuk menilai kerja suatu sistem refrigerasi adalah “Coefficient
Performance”
 COP  perbandingan antara panas yang diserap oleh refrigeran pada saat melewati
evaporator dengan panas yang diberikan oleh kompresor
H1 – H3
H2 – H1
8. Kerja yang diperlukan untuk pendinginan

 Dinyatakan dengan persamaan

H1 – H3

 Kerja untuk proses pendinginan (dalam BTU/jam ton)

 Kerja yang diperlukan dalam unit Horse Power (HP)


9. Berat Refrigeran yang Bersirkulasi
 Dapat dihitung dari rasio antara kapasitas pendinginan per ton refrigerasi (12.000
BTU/jam) dengan kapasitas pendinginan per satuan berat refrigeran (H1 – H3)
(BTU/lb atau J/kg)

H1 – H3
Contoh Soal

1. Suatu sistem refrigerasi dioperasikan pada suhu koil evaporator (sisi


tekanan rendah) -30 0F (-34,4 0C) dan suhu kondensor (sisi tekanan tinggi)
100 0F (37,8 0C). Refrigeran yang digunakan adalah R12 dengan nilai Cp/Cv =
1,14.
a. Tentukan sisi tekanan tinggi dan tekanan rendah
b. Tentukan nilai H1, H2 dan H3
c. Buat diagram P-H
d. Tentukan nilai kapasitas refrigerasi dan COP
e. Hitunglah tenaga yang diperlukan (HP) per ton refrigerasi
f. Hitunglah jumlah refrigeran yang diperlukan per ton refrigerasi
Contoh Soal

2. Sistem pendinginan kompresi uap standar beroperasi menggunakan R-12


dengan suhu evaporasi -10 oC dan kondensasi 33 oC.
a. Buat diagram termodinamika hubungan entalpi dan tekanan
b. Tentukan nilai kapasitas refrigerasi dan COP
c. Hitunglah tenaga yang diperlukan (HP) per ton refrigerasi
d. Hitunglah jumlah refrigeran yang diperlukan per ton refrigerasi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai