Anda di halaman 1dari 4

1.

1 Latar Belakang Masalah

Batubara adalah material mudah terbakar berwarna coklat sampai


kehitaman yang terbentuk dari pembusukan tumbuh-tumbuhan dan
tertimbun batuan selama jutaan tahun. Batubara merupakan bahan bakar
fosil yang jumlahnya paling melimpah sehingga sering digunakan sebagai
bahan bakar mesin ketel uap (boiler) di industri. Penggunaan batubara
sebagai bahan bakar tersebut menghasilkan debu yang menjadi salah satu
sumber polutan udara di kawasan industri. Paparan debu batubara setiap
hari dalam waktu lama dapat menimbulkan penyakit akibat kerja berupa
gangguan saluran pernapasan hingga penyakit pneumokoniosis
Beberapa negara di dunia telah menetapkan NAB untuk debu
batubara. Angkanya bervariasi, US menetapkan 2 mg/m 3, di Turki 5
mg/m3, dan di United Kingdom 7 mg/m 3. Sementara itu, ACGIH
menetapkan NAB yang berbeda untuk batubara sesuai jenisnya, yaitu 0,4
mg/m3 untuk jenis anthracite dan 0,9 mg/m3 jenis bituminous. Standar
internasional menganut ketetapan 2 mg/m3 sebagai NAB debu batubara.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan
tenaga kerja yaitu dengan pegendalian bahaya-bahaya lingkungan kerja
baik secara fisik maupun kimia, sehingga dapat tercipta lingkungan kerja
yang sehat, aman, dan nyaman. Diantara gangguan kesehatan akibat
lingkungan kerja, debu merupakan salah satu sumber gangguan yang tak
dapat di abaikan. Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang
dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan
penglihatan, gangguan fungsi faal paru, bahkan dapat menimbulkan
keracunan umum. Debu juga dapat menyebabkan kerusakan paru dan
fibrosis bila terinhalasi selama bekerja dan terus menerus. Bila alveoli
mengeras akibatnya mengurangi elastisitas dalam menampung volume
udara sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun.
Gangguan faal paru tidak hanya disebabkan oleh kadar debu yang
tinggi saja, melainkan juga dipengaruhi oleh karakteristik yang terdapat
pada individu pekerja seperti usia, masa kerja, pemakaian alat pelindung
diri, riwayat merokok dan riwayat penyakit. Usia merupakan salah satu
karakteristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan faal paru
terutama yang berusia 40 tahun keatas, dimana volume ekspirasi paksa 1
menit (VEP1) berada dalam besaran simtomatik yakni 1-1,5 L dan kualitas
paru dapat memburuk dengan cepat. Masa kerja penting diketahui untuk
melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan bahan kimia. Hasil
penelitian Yulaeka (2007) mengemukakan beberapa orang yang terpajan
dengan debu dalam waktu lama dan konsentrasi yang sama akan
menunjukkan akibat yang berbeda, hal ini disebabkan mekanisme
pembersihan debu dan perbedaan cara bernapas bagi masing-masing orang
berbeda. Oleh karena itu, hendaknya dilakukan penelitian tentang efek
debu batubara pada pekerja.
1.2 Rumusan Masalah

1. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka


dapat dirumuskan permasalahannya yaitu “Adakah pengaruh
paparan debu batubara terhadap gangguan faal paru pada pekerja ?

1.3 Tujuan
1. Menganalisis faal paru pekerja
2. Menganalisis pengaruh paparan polutan debu batubara terhadap
gangguan faal paru pekerja.
3. Menganalisis faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya
gangguan paru akibat paparan debu batubara
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efek Pembakaran Batu Bara

Sementara itu diketahui bahwa pembakaran batubara


menghasilkan beberapa bahan yang berbahaya untuk
pernafasan karena mengandung sulfur dioksida, karbon
dioksida, partikel halus dan nitrogen oksida. Bahan
tersebut membentuk lapisan ozon yang korosif di
permukaan tanah. Sulfur dioksida dapat menyebabkan
kerusakan saluran pernafasan karena mengiritasi dinding
saluran dan menyebabkan saluran yang halus pada paru-
paru tertutup (Miller, 1990). Kerusakan paru-paru tersebut
umumnya disebabkan oleh partikel debu batubara yang
masuk dalam kategori PM2.5 yaitu partikel yang berukuran
≤ 2,5 mikron (sebagai bandingan, diameter rambut
berukuran 80 mikron). Ukuran partikel yang sangat kecil
tersebut menyebabkan debu batubara dapat terhisap hingga
jauh ke dalam paru-paru (alveoli).

Debu batubara juga ditengarai sebagai faktor penyebab pneumokoniosis.


Mikronodular pneumokoniosis dideteksi dengan CT dan dikaitkan dengan banyak
sedikitnya deposit debu atau derajat reaksi fibrosis pada tingkat bronkiolus
respiratorius, tempat dimana deposisi partikel maksimal (Genevois, 1998).

2.1 sebagai faktor penyebab pneumokoniosis

Debu batubara juga ditengarai sebagai faktor penyebab pneumokoniosis.


Mikronodular pneumokoniosis dideteksi dengan CT dan dikaitkan dengan banyak
sedikitnya deposit debu atau derajat reaksi fibrosis pada tingkat bronkiolus
respiratorius, tempat dimana deposisi partikel maksimal (Genevois, 1998).
Pneumokoniosis dapat menghasilkan fibrosis masif meskipun telah dilakukan
penghentian paparan debu batubara. Beberapa fakta membuktikan bahwa
pneumokoniosis merupakan salah satu patologi paru terkait stres oksidatif dan
inflamasi kronik. Pada daerah pertambangan batubara, perbedaan insidensi
pneumokoniosis pada pekerja tambang batubara disebabkan oleh perbedaan
pelepasan bioavailabilitas besi dalam sel. Hasil ini meyakinkan bahwa
bioavailabilitas besi mungkin berperan penting pada pneumokoniosis pada pekerja
tambang batubara yang terpapar debu melalui oxidative stress pathway (Huang,
2002). Uraian di atas memberikan arah pada perlunya eksplorasi terhadap
pengetahuan tentang jalur stress oksidatif dalam kaitannya dengan resiko
pneumokoniosis akibat paparan debu batubara pada pekerja tambang shift malam.
1. ( jurnal yang tak pakai Pengaruh Gangguan Ritme Sirkardian MDA Serum
Tikus (Ratus Norvegicus Strain Wistar) Akibat Paparan Debu Batubara ).

Anda mungkin juga menyukai