Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

UU TAMBANG & K3

(BAHAYA DI LINGKUNGAN TAMBANG)

NAMA : ERIC EXTRADA

NPM : 181016131201014

DOSEN : MARISA OKTAVIA ST.MT

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUARA BUNGO


TAHUN AJARAN 2020-2021
NAMA : ERIC EXTRADA
NPM : 181016131201014

Bahaya Menghirup Debu Batu Bara, Pekerja Tambang Rentan Terkena


Pneumokoniosis

Benarkah paparan debu batu bara berlebih atau dalam jangka waktu yang lama
dapat menyebabkan pneumokoniosis? Seberapa besar bahayanya bagi pekerja
tambang? Bagaimana pengendaliannya?
Debu batu bara termasuk jenis fibrogenic, yakni jenis debu yang sangat beracun
dan dapat merusak paru-paru serta memengaruhi fungsi atau kerja paru-paru. Bagi
pekerja tambang yang setiap harinya terpapar debu batu bara bisa membahayakan
paru-parunya. Terpapar debu batu bara secara berlebih atau dalam jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan pneumokoniosis.

Source: wisegeek.com
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa para pekerja tambang sangat rentan
mengalami pneumokoniosis. Seperti dilansir depkes.go.id pada 13 November
2015, sebuah riset menunjukkan, sekitar 9 persen penambang batu bara di
Indonesia menderita pneumokoniosis.
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), pneumokoniosis merupakan
penyakit akibat kerja (PAK) paling banyak diderita oleh pekerja. Tahun 2013, 30
persen hingga 50 persen pekerja di negara berkembang menderita pneumokoniosis.
Sedangkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, dari 1 juta
kematian pada pekerja, 5 persen di antaranya adalah akibat Pneumokoniosis.
Apa itu pneumokoniosis? Bagaimana penyakit ini bisa membahayakan para
pekerja tambang?
Dalam bahasa awam, penyakit akibat paparan debu batubara disebut paru-paru
hitam (black lung disease) atau coal worker's pneumoconiosis (CWP). CWP
atau pneumokoniosis batu bara terjadi akibat terhirupnya debu batu bara secara
berlebih atau dalam jangka waktu yang lama.
Risiko pekerja terkena pneumokoniosis tergantung dari berapa lama pekerja
tersebut terpapar debu batu bara. Penyakit ini terjadi bila paparan cukup lama,
biasanya setelah pekerja terpapar lebih dari 10 tahun.
Karena proses sejak terpapar debu hingga muncul gejala butuh waktu bertahun-
tahun, sering kali pada tahap awal penyakit ini tidak bergejala. Maka dari
itu, pneumokoniosis batu bara ini sering tidak terdeteksi. Kebanyakan seseorang
baru terdeteksi mengidap pneumokoniosis saat berusia lebih dari 50 tahun.

Gambaran radiologi paru-paru penderita coal worker pneumoconiosis.


A: Simple Pneumoconiosis, B: Progressive Massive
Fibrosis
Source: juke.kedokteran.unila.ac.id
 
Pneumokoniosis batu bara dibedakan atas bentuk sederhana (simpleks) dan
terkomplikasi (kompleks) atau Progressive Massive
Fibrosis. Pneumokoniosis sederhana terjadi karena inhalasi debu batu bara saja.
Gejalanya hampir tidak ada, sesekali hanya menimbulkan batuk ringan.
Sedangkan, pneumokoniosis terkomplikasi ditandai gejala pernapasan pendek,
batuk berdahak yang cenderung menetap, dahak berwarna hitam, hingga bengkak
di kaki dan tungkai.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko pneumokoniosis batu bara, di
antaranya:

1. Usia pekerja saat paparan debu pertama kali.


2. Lama berada di tempat kerja.
3. Tipe debu; usia batu bara menentukan risiko terjadinya pneumokoniosis batu
bara.
4. Pekerja merupakan perokok aktif.
5. Ukuran debu.
Seberapa besar bahaya pneumokoniosis bagi pekerja tambang?
Debu batu bara termasuk salah satu jenis debu paling berbahaya (respirable dust).
Debu berukuran 0.1-10 mikron mudah terhirup pada saat kita bernapas. Debu
berukuran lebih dari 5 mikron akan mengendap di saluran napas bagian atas. Debu
berukuran 3-5 mikron akan menempel di saluran napas bronkiolus, sedangkan
yang berukuran 1-3 mikron akan sampai di alveoli. 

Source: 24.hu
Setiap debu batu bara yang masuk ke sistem pernapasan bagian dalam atau paru-
paru bagian dalam tidak bisa dikeluarkan oleh sistem mekanisme tubuh secara
alami, maka debu tersebut akan tinggal selama-lamanya di dalam paru-paru.
Itulah sebabnya, pneumokoniosis pada pekerja tambang batu bara tidak dapat
disembuhkan (irreversible)karena kerusakan yang ditimbulkan pada paru-paru oleh
debu batu bara adalah menetap. Alternatifnya, penderita hanya dapat mengurangi
atau mengontrol gejala, yaitu dengan bronkodilator dan terapi oksigen.
*             *             *
Seperti dilansir detik.com pada 9 November 2015, Ketua umum Perhimpunan
Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia, dr Nusye E Zamsiar, MS, SpOk
menyatakan, data resmi untuk pneumokoniosis di Indonesia memang belum ada.
Namun dari beberapa penelitian seperti telah disebutkan pada paragraf
sebelumnya, diperkirakan angkanya memang cukup tinggi. Salah satu hal yang
bisa kita lakukan adalah tindakan preventif.
Bahaya pneumokoniosis batu bara yang tidak dapat dipulihkan kembali, sulitnya
deteksi dini, serta tingkat pajanan debu yang sangat tinggi, mengharuskan
manajemen dan pekerja untuk segera melakukan pencegahan untuk menghindari
terjadinya komplikasi yang lebih parah. Berikut tindakan preventif yang dapat
Anda lakukan, di antaranya:

 Mengendalikan paparan debu di lingkungan kerja, misalnya ventilasi dalam


tambang harus baik atau pengambilan/ penambangan batu bara dengan cara
basah, yaitu dengan menyemprot jalan permukaan batu bara yang akan
ditambang menggunakan air terlebih dahulu.
 Pekerja menggunakan alat pelindung pernapasan, seperti masker dengan
tepat untuk mengurangi paparan debu selama bekerja.
 Pekerja wajib melakukan pemeriksaan kesehatan rutin berkala dengan
rentang waktu 5 tahun sekali sesuai rekomendasi dari CDC's National
Institute for Occupational Safety and Health.
 Kurangi merokok karena konsumsi rokok yang tinggi dapat memperparah
kondisi paru-paru.
 Pekerja diberikan vaksinasi terhadap pneumokokus untuk mencegah
terjadinya infeksi.

Bila pekerja sudah didiagnosis menderita pneumokoniosis batu bara, artinya


pekerja tersebut harus lebih berhati-hati. Sebab, pneumokoniosis bisa berkembang
pada tahap terberatnya menjadi kanker paru. Pencegahan yang bisa dilakukan,
yaitu menghindari paparan langsung atau menjauhi paparan dengan cara rotasi
pekerjaan ke bagian lain yang kadar debu batu baranya lebih rendah dan
menggunakan masker khusus sebagai solusi terakhir yang dapat dilakukan. Segera
periksakan diri Anda ke dokter apabila mengalami gejala sesak dan batuk
berkepanjangan untuk menghindari risiko pneumokoniosis batu bara yang lebih
kompleks.

Anda mungkin juga menyukai