Anda di halaman 1dari 24

TOKSIKOLOGI

(Kegawatdaruratan Medis – KDM)


Prodi Farmasi (S-1), Fakultas Kesehatan,
Unjani Yogyakarta
Pokok bahasan
A. Pendahuluan
B. Obat KDM pada saluran pernapasan  asma
C. Obat KDM pada kardiovaskuler
D. Obat KDM pada DM
E. Obat KDM pada neurologi
A. Pendahuluan
 Efek toksik suatu racun  terjadi jika zat toksik
melampui KTM/Kadar Toksik Minimum

 Berbagai gejala keracunan dan pengakhiran aksi racun


dapat berlangsung cepat atau lambat

 Efek racun di dalam tubuh  ditentukan oleh: waktu dan


keefektifan translokasi racun (ADME)  yang akan
menentukan jumlah zat di sel sasarannya

 Penanganan keracunan: harus CEPAT dan TEPAT 


kecepatan dan ketepatan merupakan prasyarat utama.
 Cepat 
1. Diperlukan untuk mengatasi dan mengurangi berbagai gejala
yang mungkin memperburuk kondisi si penderita
2. Membatasi penyebaran dan meningkatkan pengakhiran aksi
racun

 Tepat  berkaitan dengan pemilihan STRATEGI TERAPI


berdasar:
1. Pengetahuan dan informasi tentang jenis racun
2. Saat pemejanan
3. Kemungkinan luas penyebaran racun
4. Faktor instrinsik (racun) maupun faktor ekstrinsik (penderita)
 Apa yang menjadi dasar terapi keracunan?
1. Memperbaiki kondisi penderita
2. Membatasi penyebaran racun di dalam tubuh
dan meningkatkan pengakhiran aksi racun
 Treat The Patient Not The Poisons
1. Prinsip terapi keracunan PALING PENTING
2. Usaha keras membuang racun dari tubuh pasien
tidak berguna jika pasien tidak bernafas atau
tekanan darahnya sangat rendah
3. Langkah pertama terapi: menilai kondisi pasien
dan menggunakan metode apa saja yang
diperlukan untuk menstabilkan kembali kondisi
pasien  terapi simptomatik dan suportif
4. Langkah berikutnya: mengidentifikasi zat beracun,
jumlahnya dan waktu pemaparan
B. Obat KDM pada saluran pernapasan 
asma
 Pasien asma  mengalami hipoksia  intervensi pertama:
pemberian oksigen.

 Pada hipoksia berat atau serangan status epileptikus yang


panjang  diperlukan intubasi endotrakea (alat bantu nafas).

 Terapi utama bronkospasme karena asma atau COPD (Cronic


Obstruktive Pulmonary Disease)  selain pemberian oksigen juga
pemberian bronkodilator.

 Bronkodilator yang sering digunakan  Beta2-


adrenergik atau Beta2-agonis, derivat Xantin dan obat
Antikolinergik.
 Beta2-adrenergik  terapi first-line untuk asma akut.

 Contoh Beta2-adrenergik  efineprin  yang bekerja


pada reseptor alfa, beta1 dan beta2 adrenergik.

 Kemampuan stimulasi reseptor beta2 menyebabkan dilatasi


bronkus, mengurangi pelepasan mediator kimiawi
(histamin)  mengurangi alergi dan inflamasi

 Kerugian penggunaan efineprin karena berpengaruh pada


reseptor alfa dan beta1  timbul efek tremor, takikardi
dan disritmia.
 Pilihan terapi pada COPD  beta2 agonis selektif dalam
sediaan aerosol  karena bekerja cepat, selektif hanya
menyebabkan dilatasi brokus dan tidak menimbulkan efek
samping sistemik (efek samping minimal).

 Obat Beta2 agonis  Terbutalin Sulfat, Albuterol/


Salbutamol, Metoproterenol

 Salbutamol  bekerja dengan merangsang reseptor B2


(selektif)  berefek sebagai bronkodilator  relaksasi
otot polos bronkus, meningkatkan kapasitas vital paru-
paru dan mengurangi spasme bronkus.
 Obat Derivat Xantin  Kafein, Teofilin, Teobromin  yang
sering digunakan adalah Teofilin.

 Efektifitas Teofilin hanya ¼ sampai 1/3 dari B2 agonis dan


mempunyai efek samping obat seperti takikardi, kontraksi
ventrikuler prematur dan meningkatkan kebutuhan oksigen.

 Obat antikolinergik  Ipatropium Bromida yang diberikan


secara inhalasi.

 Ipatropium Bromida sering dikombinasikan bersama dengan B2


agonis dengan tujuan meningkatkan efek bronkodilator
dan meminimalkan ESO
C. Obat KDM pada kardiovaskuler

 Obat kardiovaskuler  meliputi obat yang berpengaruh pada


jantung, pembuluh darah dan darah.

 Obat KDM kardiovaskuler  Digoxin, Dobutamin,


Dopamin, Epinefrin, Furosemid, Nitrogliserin, dan Sodium
Bikarbonat.

 Digoksin  glikosida jantung yang sering digunakan untuk


antiaritmia  cara kerja utamanya:
1. Mempengaruhi transpor ion pada membran sel jantung
2. Meningkatkan kontraktilitas jantung
3. Meningkatkan tonus vagus  mengurangi kecepatan sinus node,
mengurangi tonus simpatik dan mengurangi kecepatan konduksi AV
node
 Indikasi Digoksin:
1. Memperlambat respon ventrikel pada fibrilasi atau flutter atrium
2. Alternatif untuk terapi Paroxysmal Supraventrikular Tachycardia
(PSVT)
3. Chronic Heart Failure (CHF)
4. Shock Kardiogenik

 Dosis Digoxin: 0,5mg melalui injeksi IV lambat, biasanya


diberikan 2-3 dosis selama 6-12 jam. Loading dosis 10-15
mikrogram/kgBB

 Digoxin mempunyai Indek Terapi Sempit 


kecenderungan menimbulkan efek toksik
 Dobutamin  obat simpatomimetik sintesis

 Dosis Dobutamin:
1. Pada dosis rendah  bekerja selektif pada reseptor B1 adrenergik
 meningkatkan kontraktilitas jantung
2. Pada dosis besar  meningkatkan kecepatan denyut jantung dan
kecepatan konduksi serta stimulasi reseptor B2 agonis
(menyebabkan vasodilatasi bronkus)

 Indikasi dari Dobutamin  untuk CHF dan kongesti paru-


paru

 Dosis Dobutamin  infus dengan kecepatan 2-20


mikrogram/kgBB/menit, perlu titrasi dosis sehingga kecepatan
denyut jantung tidak meningkat lebih dari 10% dari semula
 Dopamin  katekolamin endogen dan merupakan prekursor
untuk norefineprin

 Dopamin bekerja secara langsung pada reseptor dopaminergik, alfa


dan beta adrenergik

 Indikasi Dopamin: terapi hipotensi dengan gejala syok

 Dosis Dopamin:
1. Rendah (1-5 mikrogram/kg/menit)  vasodilatasi renal, mesenterik
dan arteri cerebral
2. Moderat (5-10 mikrogram/kg/menit)  menstimulasi reseptor B-
adrenergik menyebabkan peningkatan kontarksi jantung, meningkatkan
output jantung dan tekanan darah
3. Tinggi (10-20 mikrogram/kg/menit)  mempengaruhi reseptor Alfa
adrenergik menyebabkan kontraksi arteri dan vena perifer
 Efinefrin  katekolamin yang disekresi oleh medula ginjal
sebagai respon adanya perangsangan simpatik

 Efinefrin menstimulasi reseptor B1, B2 dan Alfa1

 Indikasi Efinefrin  cardiac arrest, bradikardi, hipotensi berat,


syok anafilaksis, terapi emergensi asma.

 Dosis Efinefrin:
1. Dosis rendah  efek pada reseptor B2 dominan disertai
berkurangnya resistensi perifer dan tekanan darah
2. Dosis besar  efek pada reseptor Alfa 1 dominan disertai
peningkatan resistensi perifer dan tekanan darah (efek yang
diinginkan pada kasus henti jantung/cardiac arrest)
 Furosemid  loop diuretik (diuretik kuat) yang bekerja
dengan menghambat reabsorbsi Na dan Cl dari tubulus ginjal.

 Furosemid juga menyebabkan dilatasi vena karena


berkurangnya cairan yang kembali ke jantung.

 Efek utama furosemid: meningkatkan sekresi air, Na, Cl, Mg dan


Ca

 Onset kerja furosemid: 5 menit jika diberikan melalui IV

 Indikasi utama Furosemid: Edema paru, CHF dan emergensi


hipertensi
 Nitogliserin  antiangina golongan nitrat  bekerja dengan merelaksasi
otot polos vaskuler  menghasilkan vasodilatasi perifer  menyebabkan
kebutuhan oksigen dan kerja jantung menurun

 Indikasi Nitrogliserin: Nyeri dada iskemik, hipertensi pulmonal, CHF dan


hipertensi emergensi

 Natrium Bikarbonat  diberikan untuk kontrol asidosis metabolik yang


timbul bersama henti jantung

 Natrium bikarbonat diberikan setelah pasien diberikan ventilasi yang


memadai, resusitasi dan terapi dengan obat-obat lain tetapi gagal
memperbaiki keadaan asidosis.

 Natrium bikarbonat  merupakan larutan hiperosmolar dan harus


diencerkan dulu dari konsentrasi 8,4% menjadi larutan 4,2% untuk bayi di
bawah 3 bulan
D. Obat KDM pada DM

 DM  penyakit endokrin yang disebabkan oleh tidak adanya atau


berkurangnya sekresi insulin atau berkurangnya respon jaringan terhadap
insulin.

 Tanpa insulin, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tubuh untuk dirubah
menjadi energi, sehingga tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energi
yang dapat menyebabkan ketoasidosis.

 Protein dapat digunakan sebagai sumber energi terakhir, di mana proses


konversi protein menjadi energi seluler (glukoneogenesis) dapat
meningkatkan glukosa darah.

 Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan diuresis osmotic dan
kehilangan elektrolit.

 Obat-obat emergensi DM: Larutan Dekstrosa 40-50%, Glukagon, Insulin


Reguler
 Dektrosa atau glukosa  Monosakarida yang oleh sel tubuh dapat
diubah menjadi energi  efek zat ini dapat meningkatkan kadar gula darah.

 Indikasi Dekstrosa: hipoglikemi karena efek penggunaan insulin atau obat


antidiabetik oral yang berlebihan dan juga koma atau kejang yang tidak
diketahui penyebabnya.

 Glukagon  hormon yang disekresi oleh sel alfa pankreas  diberikan


sebagai alternatif pemberian larutan glukosa 50%.

 Mekanisme kerja glukagon  meningkatkan kadar glukosa darah melalui


stimulasi pemecahan glikogen pada hati dan menghambat konversi
glukosa menjadi glikogen.

 Efek dari glukagon tergantung dari glikogenolisis pada hepar dan adanya
cadangan glikogen yang tidak memadai

 Indikasi pemberian glukagon: hipoglikemia dan overdosis Beta Bloker


 Insulin Reguler  Insulin adalah hormon yang diskresi oleh sel Beta Pankreas  diperlukan untuk
metabolisme glukosa dalam tubuh.

 Insulin diberikan pada pasien DM tipe 1 karena tubuh sudah tidak dapat memproduksi insulin.

 Insulin diperlukan untuk memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel yang selanjutnya akan diproses menjadi
energi.

 Insulin yang digunakan untuk terapi emergensi adalah insulin tipe reguler yang mempunyai onset sangat
pendek dengan durasi sekitar 6-8 jam.

 Indikasi dari insulin: DM tipe 1, DM tipe 2 yang kurang efektif diterapi dengan oral antidiabetik dan diabetes
ketoasidosis.

 Interaksi Obat:
1. Berkurangnya efek hipoglikemia  kortikosteroid, dobutamin, efineprin, diuretik tiazid
2. Meningkatkan efek hipoglikmenia  alkohol, Beta bloker, salisilat, penghambat MAO (monoamine
Oksidase)
E. Obat KDM pada Neurologi

 Emergensi neurologi potensial menimbulkan kecacatan dan sering


mengancam kehidupan  memerlukan tindakan segera.

 Tanda dan gejala emergensi neurologi sangat bervariasi, mulai dari


perubahan sensorik, motorik, paralisis, kejang dan koma.

 Obat-obat emergensi neurologi  Diazepam, Flumazenil, Lidokain,


Lorazepam, Manitol, Nalokson dan Fenitoin.

 Diazepam  obat golongan benzodiazepin dengan aksi sedatif dan


hipnotik

 Efek pemberian Diazepam  menghentikan kejang, mengurangi kecemasan,


relaksasi otot dan dapat menginduksi amnesia.

 Indikasi Diazepam  mengontrol kejang, status epileptikus, ansietas akut,


relaksasi otot, dan pengobatan pada sindrom putus alkohol.
 Manitol  polisakarida yang digunakan untuk mengurangi
tekanan intrakranial pada udem cerebral melalui diuresis.

 Manitol mengurangi tekanan cairan pada cerebral melalui


proses osmosis  perbedaan konsentrasi manitol di pembuluh
darah (vaskuler) dengan jaringan serebral menyebabkan
penarikan cairan dari jaringan cerebral masuk ke sistem
vaskuler.

 Indikasi Manitol: udem serebri yang disebabkan oleh banyak


faktor (contohnya: trauma)

 Manitol menyebabkan diuresis  potensi hipovolemia


 Nalokson  antagonis narkotik (morfin, heroin) 
bekerja dengan mendesak ikatan narkotik dengan
reseptornya sehingga dapat mencegah depresi pernapasan,
sedasi dan miosis yang berlebihan ketika over dosis.

 Indikasi nalokson: depresi SSP dan pernapasan karena


opiat (umumnya jenis heroin, morfin dan kodein)

 Pemberian nalokson pada orang yang ketergantungan


heroin/morfin dapat menyebabkan sindrom putus obat
yang ditandai dengan rasa sakit, kejang, mual dan muntah.
=TERIMA KASIH=

Anda mungkin juga menyukai