Anda di halaman 1dari 5

1

STRATEGI KOMANDAN SATUAN MEMPERKUAT BUDAYA ORGANISASI GUNA


MEWUJUDKAN TRADISI SATUAN YANG TEPAT DALAM RANGKA
MENCIPTAKAN SATUAN YANG SOLID DAN TANGGUH

Pendahuluan
Peristiwa berakhirnya era orde baru tahun 1998 telah menandai awal dari sebuah
era baru dalam sejarah Indonesia, salah satunya berdampak pada perubahan peran
militer dalam politik, yakni berupa reformasi internal Tentara Nasional Indonesia tahun
1999 (reformasi TNI). Dari era reformasi ini terjadi proses penarikan diri institusi militer
dari politik,
kongkritnya yaitu penghapusan Dwifungsi aparat pertahanan, yakni Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI). Era sebelumnya, yakni orde baru disebutkan bahwa
Dwifungsi ABRI menempatkan tentara berada di posisi teratas dalam pelayanan publik
nasional, seperti sebagai anggota legislatif pada Fraksi ABRI di Dewan Perwakilan
Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat (DPR/MPR) serta DPRD (Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah), baik di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota, pejabat administratif
birokrasi non militer, petinggi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kepala desa sampai
pejabat kepala daerah yang juga sering diduduki tentara dinas aktif. Menurut Agus
Widjojo bahwa Reformasi TNI telah dapat menyelesaikan hal-hal yang paling penting,
yaitu penghapusan Dwifungsi dengan wujud implementasi melepaskan peran sosial
politik TNI, tidak lagi melibatkan diri dalam politik partisan kekuasaan sebagai bagian dari
Golongan Karya (Golkar), melikuidasi Fraksi TNI/Polri di MPR, DPR dan DPRD, serta
melepaskan doktrin dengan tidak lagi memposisikan prajurit aktif TNI dalam jabatan sipil.
Agus Widjojo menganggap bahwa setelah terjadinya reformasi TNI, tidak berarti bahwa
anggota TNI telah dikekang dari hak politik dipilih, tetapi apabila ia bermaksud untuk
mencalonkan diri dalam sebuah pemilihan umum (pemilu), ia sudah harus melepaskan
status dinas aktif anggota TNI. Jatuhnya pemerintahan Orde Baru membawa implikasi
yang sangat penting terhadap peran dan posisi TNI di dalam Politik. Pasca orde baru,
negara melakukan reformasi besar dengan
menghilangkan dwi fungsi militer di Indonesia. Hampir sama dengan mayoritas negara
yang menjalankan demokratisasi yaitu ada tuntutan TNI untuk profesional dan kembali
pada ranahnya dalam hal menjaga keamanan negara rumusan masalah sebagai berikut
: Bagaimana strategi Komandan Satuan dalam rangka menciptakan Netralitas TNI
di satuan? Pembahasan mengenai strategi Komandan Satuan dalam rangka
menciptakan Netralitas TNI di satuan dirasakan penting untuk dibahas, mengingat saat
ini terdapat beberapa permasalahan yang kerap muncul diakibatkan oleh ketidaktahuan
2
anggota dalam netralitas TNI. Dalam penulisan ini metode yang digunakan adalah
metode deskriptif dan analisis yaitu cara menggambarkan, mencatat, menganalisa dan
menginterpretasikan kondisi data-data dan fakta yang ada.
Adapun nilai guna dari penulisan esai ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran yang tepat dan mampu mendorong munculnya Netralitas TNI di satuan.
Maksud dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai permasalahan
Netralitas TNI di satuan yang kadang secara tidak langsung berdampak pada Netralitas
TNI. Sedangkan tujuan penulisan ini adalah sebagai sumbang saran dan pemikiran serta
bahan pertimbangan bagi pimpinan dalam mengambil kebijakan lebih lanjut. Adapun
ruang lingkup pembahasan meliputi pendahuluan, pembahasan dan penutup, dibatasi
pada aspek-aspek sesuai dengan pokok-pokok persoalan yang telah dikemukakan
sebelumnya.

Pembahasan

Netralitas anggota TNI dan Polri mutlak diperlukan guna menciptakan pemilu yang

damai dan bahagia. Sebagai institusi negara yang bertugas menjaga pertahanan dan

kedaulatan negara, TNI harus berdiri di atas kepentingan nasional, bukan di atas

kepentingan partai politik atau kelompok tertentu. Netralitas TNI dan Polri dalam Pemilu

merupakan amanah reformasi yang diatur dalam TAP MPR RI Nomor VII Tahun 2000

tentang Peran TNI dan Polri dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara

Nasional Indonesia (UU TNI). UU Nomor 34 Tahun 2004 menyatakan anggota TNI

dilarang menjadi anggota partai politik, mengikuti kegiatan politik praktis dan kegiatan

untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilu maupun jabatan politis lainnya.

Pasca reformasi UU Nomor 34 Tahun 2004 merupakan undang-undang pertama yang

mengatur netralitas TNI. Salah satu tuntutan pokok reformasi adalah netralitas TNI dan

Polri dalam pemilu. TNI harus mengedepankan profesionalisme dalam menjalankan tugas

pokok dan fungsinya. Mengingat begitu pentingnya sikap netralitas TNI bagi soliditas

satuan dan pembangunan profesionalisme TNI, maka dalam pelaksanaan pemilu setiap

prajurit wajib menunjukkan sikap yang tidak memihak dan tidak memberikan dukungan

kepada salah satu kontestan peserta pemilu. Hal tersebut merupakan komitmen TNI,
3
sesuai dengan amanah reformasi internal TNI dalam Undang-Undang Nomor : 34 tahun

2004. Selain itu setiap prajurit dilarang menggunakan sarana-sarana infrastuktur atau

bangunan, sarana transportasi serta inventaris TNI lainnya untuk kepentingan kelompok

tertentu pada Pileg/Pilpres yang dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya

perpecahan. Dalam penulisan ini, akan dibahas mengenai strategi yang dapat diterapkan

oleh Komandan Satuan dalam memperkuat budaya organisasi dan menciptakan tradisi

satuan yang tepat, guna mewujudkan satuan yang lebih solid dan tangguh.

Konsep dan Strategi Komandan Satuan dalam rangka menciptakan Netralitas TNI di
satuan.

Berdasarkan data dan fakta terkait masih ditemukannya prajurit yang tidak
sengaja mengupload kemedia sosial seperti simbol, gaya atau jargon akibat ketidak
tahuan tentang aturan netralitas TNI. Masih ditemukannya anggota yang kurang bijak
dalam bermedia sosial, dihadapkan dengan data dan fakta tersebut, suatu kondisi
harapan yang diinginkan dalam konteks netralitas TNI, Dansat dituntut untuk memastikan
bahwa netralitas TNI harus dijunjung tinggi, khususnya terhadap prajurit yang baru
berdinas di satuan.

Dalam menganalisis kasus ini, dari sudut pandang politik, yang perlu diperhatikan
adalah TNI tidak boleh dalam berkampanye politik, mendukung partai politik, atau
bertindak untuk kepentingan politik selama pemilihan umum. Ini mencakup larangan
berpartisipasi dalam kegiatan politik seperti menghadiri rapat partai politik, menyuarakan
dukungan kepada kandidat politik, atau melakukan tindakan yang dapat dianggap
sebagai intervensi politik. Oleh karena itu, penting bagi Dansat untuk memberikan
pemahaman tentang netralitas TNI yang tertuang dalam UU Nomor 34 Tahun 2004.
Seorang Dansat harus mampu menciptakan satuan yang kondusif dan menghindari politik
praktis.

Dalam mewujudkan hal tersebut di atas, tentunya terdapat kendala dan kelemahan
yang dihadapi oleh Dansat. Kendala yang dihadapi antara lain : 1. Kurangnya
pemahaman dan kesadaran dari anggota tentang UU Nomor 34 Tahun 2004 yang
mengatur netralitas TNI. 2. Sulitnya mengontrol anggota dalam bermedia sosial. 3.
Adanya trend anggota ikut-ikutan apabila melihat orang lain mengupload sesuatu di
media sosial, yang secara tidak langsung mungkin mengandung unsur politik. Sementara
4
itu, kelemahan yang dihadapi antara lain: 1. Keterbatasan sumber daya dan kapabilitas
dalam menerapkan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang netralitas TNI di satuan. 2.
Kurangnya keterampilan dan pengetahuan para unsur komandan tingkat bawah mulai
dari danru sampai dengan danki tentang netralitas TNI. 3. Dalam beberapa kasus,
mungkin terdapat kurangnya pengawasan di tingkat komandan satuan bawah.

Untuk mencegah praktek prajurit agar tidak terlibat politik praktis berikut beberapa upaya
atau konsep dan strategi yang dapat dilakukan Dansat antara lain : Pertama, Tidak
Terlibat dalam Politik Aktif: Anggota TNI, termasuk perwira dan prajurit, dilarang terlibat
dalam aktivitas politik praktis, seperti menjadi anggota partai politik, mencalonkan diri
dalam pemilihan umum, atau mendukung kandidat politik. Mereka juga tidak boleh aktif
dalam kampanye politik. Kedua, Mengutamakan Kepatuhan Terhadap Hukum: TNI
harus mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku, termasuk undang-undang yang
mengatur netralitas mereka dalam politik. Ketiga, Fokus pada Tugas Militer: Tugas
utama TNI adalah menjaga keamanan nasional dan pertahanan negara. Oleh karena itu,
netralitas TNI memastikan bahwa mereka tidak terlibat dalam aktivitas politik yang dapat
mengganggu kinerja mereka dalam menjalankan tugas-tugas militer. Keempat,
Pengawasan dan Disiplin Internal: TNI memiliki mekanisme internal untuk mengawasi
dan menegakkan netralitas anggotanya, mulai dari tingkat regu sampai dengan kompi.
Pelanggaran terhadap prinsip netralitas dapat mengakibatkan sanksi internal, seperti
pemecatan atau pengurangan pangkat.
1

Anda mungkin juga menyukai