Disusun oleh:
PSIK A 2021
Perawat D adalah perawat kesehatan masyarakat yang baru saja dipindahkan menjadi
Penanggung Jawab program promosi kesehatan di puskesmas P. Perawat D mempelajari status
kesehatan terkini di daerah wilayah kerja puskesmas P, dari hasil survey mawas diri (SMD)
puskesmas ditemukan kasus penyakit yang mengalami peningkatan secara signifikan salah
satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Perawat melakukan analisis faktor yang
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Perawat mengkaji faktor perilaku serta faktor
lingkungan di wilayah kerja Puskesmas. Dari hasil tersebut, perawat akan merancang
pendidikan kesehatan di wilayah Puskesmas tersebut.
5. 056_Rhisma: Signifikan
Jawab
033_Ardiksatama: Nilai yang sangat terlihat baik naik maupun turun
013_Maymunah Sarah: Sesuatu yang biasanya dianggap berarti karena dapat
memberikan pengaruh/dampak
8. 032_Afra: Puskesmas
Jawab
049_Mutiara: Mutiara: Pusat Kesehatan Masyarakat adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama.
039_Dinda: Pusat kesehatan masyarakat adalah suatu fasilitas pelayanan masyarakat
yang berada di tiap kabupaten/kota yang berfungsi untuk memberikan pelayanan
kesehatan atau asuhan keperawatan untuk peningkatan, pencegahan, dan penyembuhan
penyakit yang dihadapi masyarakat di daerah tersebut.
048_Muhammad Rizky G.: Usaha pelayanan kesehatan lebih diutamakan usaha
preventif dan promotif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
020_ Siti Awaliah: Suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan
pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina perannya.
4. 030_ Yunia Fatika: Selain faktor perilaku dan faktor lingkungan, adakah faktor lain
yang mempengaruhi dalam pengkajian kesehatan?
Jawab
013_Maymunah Sarah: Faktor pelayanan kesehatan dan faktor genetik/keturunan
023_ Nasywa Nur Zakiyyah : Faktor Budaya, Faktor Ekonomi, Faktor Pendidikan,
yang sangat berhubungan satu sama lain, berdampak pada status kesehatan masyarakat
itu sendiri.
039_Dinda: Selain faktor perilaku dan lingkungan hal penting lainnya yang diperlukan
adalah pelayanan kesehatan, karena Ketika perilaku dan lingkungannya sudah baik
namun bila tidak ada pelayanan kesehatan maka kebutuhan masyarakat dalam kesehatan
tidak terpenuhi. Selain itu, bila terdapat pelayanan kesehatan maka dapat dilakukan
peningkatan kesehatan bagi masyarakat melalui promosi kesehatan.
033_Ardiksatama: Faktor ekonomi juga dapat mempengaruhi pengkajian kesehatan.
Ada istilah mengatakan “ada harga ada kualitas”. Seseorang yang mampu finansial pasti
lebih memilih mendapatkan fasilitas terbaik baik di rumah sakit maupun di fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya. Namun, seseorang yang tidak mampu dalam finansial
beranggapan bahwa “nanti kalau ada waktunya untuk sembuh juga nanti bisa sembuh”
atau dengan cara hanya minum obat warung dan lain-lain
024_Niken Olivia Z.: Faktor pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi pengkajian
kesehatan. Jadi sebelum perawat melakukan promosi kesehatan terlebih dahulu perawat
tersebut perlu mengetahui mengenai ilmu pengetahuan untuk melakukan promosi
kesehatan, dan kepercayaan diri perawat, motivasi untuk klien, serta sarana dan
komunikasi yang baik sehingga mendapat respon yang diharapkan dari pasien/klien.
040_Dini Nathania: Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Sarah bahwa faktor lain
selain perilaku dan lingkungan ada 2 faktor lainnya yakni faktor pelayanan kesehatan
dan faktor genetika atau keturunan, dimana faktor genetika ini hanya berpengaruh 5%
saja terhadap status kesehatan. Faktor ini paling kecil pengaruhnya terhadap kesehatan
perorangan atau masyarakat dibandingkan dengan faktor lainnya dan pengaruhnya
terhadap status kesehatan perorangan terjadi secara evolutif dan paling susah untuk
dideteksi, sehingga perlu dilakukan konseling genetik.
032_Afra Nabila: Faktor lain yang dapat mempengaruhi status kesehatan masyarakat
adalah pelayanan kesehatan. Keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan
pemulihan kesehatan, pencegahan penyakit, dan pengobatan. Ketersediaan fasilitas pun
dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat dijangkau atau tidak (strategis).
Peta konsep
STEP 5 (LO)
1. Indikator survei mawas diri
2. Derajat Kesehatan
a. Definisi
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi promosi kesehatan untuk meningkatkan derajat
kesehatan
3. DBD
a. Definisi
b. Penanganan
c. Pencegahan
4. Promosi Kesehatan
a. Definisi Promosi Kesehatan
b. Peran-peran perawat dalam Promosi Kesehatan
c. Tujuan Promosi Kesehatan
d. Sasaran Promosi Kesehatan
e. Strategi Promosi Kesehatan
f. Anjuran PHBS dalam Islam
5. Perilaku Kesehatan Masyarakat
3. DBD
a. Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi
berbasis lingkungan, yang sampai saat ini masih menjadi masalah besar di
masyarakat, karena DBD adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada masyarakat. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Dengue dan nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektornya
(Hasyim, 2013)
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak
ditemukan disebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia tenggara,
Amerika tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agentnya
adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus
Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4, ditularkan
ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes
aegypti dan Ae. albopictusyang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia
(Candra, 2010).
b. Penanganan
Tatalaksana demam berdarah dengue (DBD) bersifat sesuai gejala
(simptomatis) dan suportif. Penanganan suportif dapat diberikan cairan
penggangti yang merupakan tatalaksana umum pasien dengan DBD. Hal
ini dikarenakan, apabila terjadi kondisi kebocoran plasma yang cukup
berat dapat terjadi syok hipovolemi. Penggantian cairan ditujukan untuk
mencegah timbulnya syok. Kebocoran plasma pada pasien DBD hanya bersifat
sementara, oleh karena itu pemberian cairan dalam jumlah banyak dan dengan
jangka waktu lama.
Berikut ini merupakan langkah-langkah tatalaksana pasien DBD rawat inap :
1. Jika pasien tidak dapat minum atau terus muntah dapat di rawat
inap dan dipasang infus jumlah dan jenis sesuai kebutuhan.
2. Periksa hb, ht setiap 6 jam dan trombosit setiap 12 jam.
3. Pantau gejala klinis dan laboratorium. Jika ht naik atau Trombosit turun
ganti infus dengan RL/RA/NS dengan ketentuan BB<15 kg berikan 6-
7ml/kgBB/jam. BB 15-40 kg berikan 5ml/kgBB/jam/ BB>40 kg berikan
3-4 ml/kgBB/jam.
4. Jika terdapat perbaikan yang dapat dilihat dari tidak gelisah, nadi kuat,
tekanan darah stabil, dieresis cukup (>1 ml/kgBB/jam), ht turun.
Tetesan dapat dikurangi dan pemberian infus dapat dihentikan setelah
24-48 jam bila tanda vital/ht stabil dan dieresis cukup.
5. Perburukan dengan tanda gelisah, dister pernafasan, frekuensi
nadi naik, hipotensi/tekanan nadi <20 mmHg, dieresis kurang/tidak ada,
pengisian kapiler >2 detik dan Ht tetap tinggi maka masuk ke protokol
syok
6. Berikan infus kristaloid dan atau koloid 20ml/kgBB secepatnya beserta
oksigen 2-4 liter/menit. Dievaluasi hematokrit dan trombosit tiap 4-6
jam.
7. Jika syok teratasi, cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam dan perlahan
lahan diturunkan menjadi 5ml/kgBB/jam hingga diturunkan ke
3ml/kgBB/jam. Pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam setelah
syok teratasi dan tanda vital/ht stabil beserta dieresis cukup.
8. Jika syok belum teratasi, cairan dapat dilanjutkan. Terus
dilakukan observasi tanda
c. Pencegahan
Perilaku masyarakat sangat erat hubungannya dengan kebiasaan hidup bersih
dan kesadaran terhadap bahaya DBD. Pengetahuan adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku, pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan / usaha untuk menyidik terhadap objek tertentu
(Notoatmojo, 2012), sehingga pembahasan disini pengetahuan dalam konteks
kemampuan pengendalian demam berdarah tidak bisa lepas dari proses
terbentuknya tindakan (Bahtiar, 2012).
Masyarakat diharapkan untuk dapat bertindak dalam pencegahan Demam
Berdarah Dengue. Disarankan untuk dapat melakukan gerakan 3M Plus, dan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Upaya pencegahan dan pengendalian terhadap penularan DBD untuk
mencegah gigitan nyamuk Aedes Aegypti melalui kegiatan PSN 3M Plus,
larvasidasi dan fogging (Kementerian Kesehatan RI, 2016a). sebagai upaya
pengendalian, Kemenkes terus melakukan pemantauan dan penggiatan surveilans
DBD (Kementerian Kesehatan RI, 2016b). Dalam hal penanganan dan pencegahan
DBD, masyarakat cenderung menganggap fogging masih merupakan upaya yang
tepat untuk menanggulangi DBD. Hal inilah yang menyebabkan permintaan akan
Pengasapan (fogging). Masyarakat menganggap pengasapan (fogging) menjadi
pilihan dan dianggap sebagai jalan keluar terbaik menghadapi serangan DBD. Pada
kenyataannya pengasapan atau fogging hanya bertahan pada dua minggu setelah
pengasapan, masyarakat terbebas dari gangguan gigitan nyamuk. Pengasapan atau
fogging hanya mematikan nyamuk dewasa. Telur-telur nyamuk yang tidak mati
berkembang menjadi nyamuk dewasa(Tribun, 2015).
Kementerian Kesehatan RI menyebutkan PSN 3M Plus meliputi
pemberantasan sarang nyamuk yang terdiri dari 3M yaitu menguras tempat
penampungan air minimal seminggu sekali, menutup rapat tempat air,
memanfaatkan kembali barang bekas yang dapat menampung air dan memiliki
potensi menjadi perkembangbiakan nyamuk penular DBD (Kementerian
Kesehatan RI, 2016a).
Makna Plus adalah mengisi ulang air vas bunga, minuman burung seminggu
sekali. Membersihkan saluran dan talang air rusak. Membersihkan/ mengeringkan
tempat yang dapat menampung air seperti pelapah pisang. Mengeringkan tempat
yang dapat menampung air hujan misalnya di pekarangan dan kebun. Memelihara
ikan pemakan jentik seperti ikan cupang, ikan kepala timah, dan lain-lain.
Menggunakan obat nyamuk, memakai larvasidasi, menggunakan ovitrap.
Larvitrap, atau mosquito trap. Menanam tanaman pengusir nyamuk, sebagai contoh
lavender, kantong semar, sereh, zodiac, geranium dan lain-lain (Kementerian
Kesehatan RI, 2016a).
4. PROMOSI KESEHATAN
a. Definisi Promosi Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2010) Promosi kesehatan sebagai bagian dari
program kesehatan masyarakat di Indonesia harus mengambil bagian dalam
mewujudkan visi pembangunan kesehatan di Indonesia. Dalam UndangUndang
Kesehatan RI no 36 tahun 2009, disebutkan bahwa visi pembangunan kesehatan
adalah “Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi”.
Promosi kesehatan sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat di Indonesia
harus mengambil bagian dalam mewujudkan visi pembangunan kesehatan di
Indonesia tersebut. Sehingga promosi kesehatan dapat dirumuskan: “Masyarakat
mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya".
Dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan (1986), promosi kesehatan
didefinisikan sebagai proses yang memungkinkan orang meningkatkan kendali
atas, dan memperbaiki, kesehatan mereka. Untuk mencapai keadaan fisik mental
dan sosial yang lengkap kesejahteraan, individu atau kelompok harus mampu
mengidentifikasi dan mewujudkan aspirasi, memenuhi kebutuhan, dan mengubah
atau mengatasi lingkungan. Oleh karena itu, kesehatan dipandang sebagai sumber
daya untuk kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup. Kesehatan adalah konsep
positif yang menekankan pada sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan
fisik. Oleh karena itu, promosi kesehatan tidak hanya menjadi tanggung jawab
sektor kesehatan, tetapi melampaui gaya hidup sehat hingga kesejahteraan (WHO,
2016).
Definisi promosi kesehatan dapat meliputi (Carr et al., 2007):
1. Aspek psikis, psikologis, sosial, dan kesehatan mental
2. Pencegahan proses penyakit
3. Pengembangan kebugaran tubuh
4. Aktivitas individu, kelompok dan masyarakat
5. Pendidikan yang berhubungan dengan masalah kesehatan
6. Pencapaian potensial kesehatan individu atau komunitas.
Hulu, V. T., Pane, H. W., Tasnim, T., Zuhriyatun, F., Munthe, S. A., Hadi, S., ... & Mustar, M.
(2020). Promosi kesehatan masyarakat. Yayasan Kita Menulis.
Khairani, Masayu Dian. (2020). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat: Perspektif Al Qur’an dan
Sunnah Rasul. Journal of Darussalam Islamic Studies, 1(1), 31-44. https://journal.jis-
institute.org/index.php/jdis/article/download/89/65. Diakses pada Selasa, 25 Oktober
2022 pukul 19.45 WIB.
Kurniawati, R. D., Sutriyawan, A., Sugiharti, I., Supriyatni, S., Trisiani, D., Ekawati, E., ... &
Sony, S. (2020). Pemberantasan Sarang Nyamuk 3M Plus Sebagai Upaya Preventif
Demam Berdarah Dengue. JCES (Journal of Character Education Society), 3(3), 563-
570. http://journal.ummat.ac.id/index.php/JCES/article/view/2642. Diakses pada Selasa,
25 Oktober 2022 pukul 20.00 WIB.
Natsir, M. F. (2019). Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada tatanan rumah tangga
masyarakat desa parang baddo. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan, 1(3), 54-
59.https://journal.unhas.ac.id/index.php/jnik/article/view/6120. Diakses pada Selasa, 25
Oktober 2022 pukul 20.30 WIB.
Sopiah, O., & Wariah, U. (2018). Model Pengembangan Aplikasi Data Survey Mawas Diri
Pada Kegiatan Desa Siaga Di Kabupaten Karawang.
https://journal.unsika.ac.id/index.php/HSG/article/view/1561. Diakses pada Selasa, 25
Oktober 2022 pukul 21.05 WIB.
Jumariah, T., & Mulyadi, B. (2017). Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Perawatan Kesehatan
Masyarakat (Perkesmas). Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia, 7(01), 182-188.
https://journals.stikim.ac.id/index.php/jiiki/article/view/233. Diakses pada Selasa, 25
Oktober 2022 pukul 21.30 WIB.