Anda di halaman 1dari 10

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Filsafat Politik Sulaiman Kurdi S.AG,M.H

PEMIKIRAN MAHATMA GANDHI TENTANG POLITIK AHIMSA

Disusun Oleh :
M. Nadhif Ardiaputra : 210102030229
Rafiqah Safitri : 210102030

LOKAL A
JURUSAN HUKUM TATA
NEGARA FAKULTAS
SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN 2023
A. Latar belakang
Gerakan sosial pantang kekerasan yang dipelopori oleh Gandhi
tersebut, pada prinsipnya untuk membebaskan rakyat dan bangsa India
dari bentuk imperialisme dan kolonialisme Inggris. Saat itu, Gandhi
melihat India didera kemiskinan dan diwarnai oleh konflik antar golongan
serta agama. Gandhi kemudian termotivasi membangun suatu proyek
pemikiran mendasar tentang landasan fundamental gerakan sosial, untuk
mengubah wajah India menjadi bangsa yang damai, makmur dan hidup
rukun. Suatu proyek pemikiran Gandhi yang sarat akan ajaran-ajaran
moral pada akhirnya menjadi petunjuk guna memandu gerakan pantang
kekerasan.
Perjuangan Gandhi tersebut, dikenal dengan Sarvodaya. Menurut
Gandhi, Sarvodaya berarti kesejahteraan bagi semua orang. Dengan
demikian, Sarvodaya menjadi gerakan transformatif yang pantang
kekerasan untuk menjawab tantangan realitas zaman, setidaknya di India.
Nilai-nilai agama yang mempengaruhi Gandhi dalam hidupnya, selain
terinspirasi dari John Ruskin dan Bhagawad Gita. Gandhi mempunyai
hasrat besar untuk memperdalam dan merenungkan ajaran-ajaran agama
yang lain ketika Gandhi melanjutkan kuliah di Inggris, dan kemudian di
Afrika Selatan. Disinilah Gandhi didedikasikan dengan teman-temannya
yang penganut agama Kristen. Gandhi sangat terpesona oleh ajaran-ajaran
Yesus, khusunya Khotbah di Atas Bukit.
Pengaruh lain yang bersumber dari ajaran Kristen terhadap Gandhi
adalah melalui tulisan-tulisan Leo Tolstoy, terutama melalui buku The
Kingdom Of God is Within You, buku ini meninggalkan kesan sangat
mendalam serta sangat mewarnai semangat Gandhi. Tulisan-tulisan
Tolstoy inilah menjadi perantara hingga Gandhi sadar dan kian menyadari
bahwa cinta universal itu tiada terbatas. Gandhi membaca Injil dan Al-
Qur’an dalam bahasa terjemahan. Gandhi mempelajari kisah tentang Nabi
Muhammad SAW yang ditulis oleh Washinton Irving Life Of Mohamet
and His Successors dan pujian terhadap Nabi Muhammad SAW. Gandhi,
dalam buku otobiografinya mengatakan bahwa kitab – kitab ini
meninggikan derajat Muhammad dalam hati saya. Dalam Penelitian ini
penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif
analitis. (Singaribuan, 1986: 4).

2
B. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk penyusunan makalah ini
menggunakan metode penelitian kualitatif yang mana berfokus kepada
pengamatan yang sangat mendalam, sehingga penggunaan metode
kualitatif dalam penelitian ini dapat menghasilkan kajian atas suatu
peristiwa yang lebih komprehensif.
C. Rumusan masalah
1. Siapa itu Mahatma Gandhi?
2. Apa yang dimaksud Ahimsa?
3. Pemikiran Mahatma Gandhi tentang politik ahimsa?
D. Tujuan penelitian
1. Mengetahui siapa itu Mahatma Gandhi
2. Mengetahui apa itu ahimsa
3. Mengetahui apa saja pemikiran Mahatma Gandhi tentang politik
ahimsa

3
Pembahasan
A. Siapa itu Mahatma Gandhi
Mahatma Gandhi adalah seorang tokoh besar dari negara india,
nama asli dia alias Mohandas Karamchand Gandhi, Gandhi merupakan
pejuang HAM dan kemerdekaan India. Gandhi mendapatkan gelar
Mahatma dari para pengikutnya yang artinya seorang “jiwa agung” yang
menaruh hati, pikiran dan tindakannya pada kebenaran.1
Mahatma Gandhi lahir pada tanggal 2 oktober 1869, Gandhi
terlahir dalam keluarga yang cukup terpandang dan penganut agama Hindu
yang taat dengan tradisi keagamaan yang fanatik. Mohandas karamchan
Gandhi mempunyai ayah yang bernama karamchand Gandhi berprofesi
sebagai anggota pengadilan rajasthanikyang sangat disegani dan sangat
berpengaruh dalam menyelesaikan perselisihan antara para pemuka kaum
kerabatya pada masa itu. Ibunya bernama putlibai seorang penganut hindu
yang fanatik, beliau sering melakukan brata yang fanatik bahkan tidak
pernah menyimpang dari ajaran hindu.
Sejak kecil, Ghandi orang yang teguh Bhakti dan jujur yang
kemudian menjadi cita-citanya. Ghandi menikah saat usia nya beranjak 13
tahun dengan kasturbai, pernikahan Ghandi dan kasturbai disebabkan
mereka berdua di jodohkan oleh orangtuanya. Gandhi menekuni ilmu
hukum di London, dan menyelesaikan studinya pada tahun 1891 dan
memulai karirnya pada tahun 1893 di Afrika Selatan. Kedatangan Gandhi
di Afrika Selatan merupakan titik awal perubahan dalam hidupnya. Ketika
ia datang, Afrika Selatan tengah diguncang konflik antar ras kulit hitam
dan kulit putih.2
Mahatma Gandhi adalah orang pertama dalam sejarah manusia
yang memperluas prinsip pantang kekerasan ini dari tingkat perorangan ke
tingkat sosial dan politik. Ia memasuki politik dengan tujuan melakukan
percobaan atas pantang kekerasan dan telah membuktikan kebenarannya
serta menjadikan ia seorang yang dikagumi dan disegani oleh para
pengikut dan bahkan oleh para lawan-lawan politiknya. Prestasi yang
paling diakui oleh dunia adalah mundurnya penjajahan Inggris dari India
secara damai. Baginya politik yang hampa dari ajaran agama merupakan
kesesatan mutlak yang harus dihindari. Menurutnya Tuhan dan kebenaran
merupakan istilah yang dapat digantikan satu dengan yang lainnya. Karena
itu, dalam politik juga harus membangun kerajaan surgawi.3

B. Apa yang dimaksud Ahimsa


1
Delviano Gregorius Kapele dan Barnabas Ohoiwutu, Konsep Ahimsa Menurut Mahatma Gandi
Dan Relevansinya Dalam Komunikasi Manusia masa kini, Vol 2 No.1 Januari 2023
2
Jurnal I Made arsa wiguna, Universalitas mahatma Gandhi
3
Wahyu iryana Budi Sujati dan Galun Eka G, Jurnal Refleksi Ajaran Ahimsa Mahatma Gandhi, Vol
9 NOMOR 2 SEPTEMBER 2022

4
Ahimsa merupakan suatu sifat yang amat khusus dalam
terminologi Hindu. Di satu pihak digunakan sebagai sebuah awalan negatif
sebelum sebuah kata, di lain pihak untuk mencoba mengekspresikan arti
yang sebaliknya dari sebuah kata yang sama. Ahimsa menurut Gandhi
berarti tidak menyakiti.4
Dalam evolusi umat manusia, manusia berkembang dari sikap-
sikap ahimsa menuju ke dalam praktek-praktek hidup ahimsa. Hal ini
dapat kita amati dari kegiatan manusia yang mula-mula nomad. Dalam
adat kebiasaan Hindu, ahimsa dimengerti sebagai 'tidak mem- bunuh' atau
sekurang-kurangnya 'tidak melukai secara fisik'. Pengertian ini menurut
Gandhi terlalu sempit dan picik, sebab orang hanya bertindak atas dasar
alasan yang berada di permukaan saja, dangkal. Padahal, akar yang lebih
dalam belum tercabut! Ia menulis, "Ahimsa tidak hanya berarti tidak
membunuh. Menahan diri untuk tidak berbuat hal-hal semacam itu berarti
ahimsa". Sebagai makhluk rohani yang sifat dasarnya ahimsa, manusia
bertugas untuk menjaga bahkan melestarikan kehidupan. Ahimsa berarti
menolak keinginan untuk membunuh dan tidak membahayakan jiwa, tidak
menyakiti hati, tidak membenci, tidak membuat marah, tidak mencari
keuntungan diri sendiri dengan memperalat serta mengorbankan orang
lain. Segala keinginan tersebut pada dasarnya mempunyai akar yang sama
yakni egoisme. Karenanya egoisme harus ditolak, sebab ia menjadi
sumber perpecahan dan menimbulkan permusuhan. Gandhi menambahkan
"kita hanya dapat memenangkan musuh dengan cinta, tidak pernah dengan
benci. Kebencian adalah bentuk yang paling halus dari kekerasan.
Walaupun demikian, Gandhi juga membedakan dengan jelas antara
tindakan dan subjeknya. Terhadap kejahatan kita harus tegas-tegas
memeranginya, tetapi kepada penjahatnya, kita harus bersikap ahimsa,
sebab dengan itu kita memberi kesempatan kepadanya untuk bertobat.
Secara positif, ahimsa juga dapat diartikan sebagai cinta atau kasih yang
paling besar.

Selain itu, salah satu sebab kenapa Gandhi lebih suka


menggunakan kata ahimsa daripada cinta atau kasih seperti telah disebut di
atas, adalah karena kata ahimsa mencakup cinta pada seluruh ciptaan.
Ahimsa tidak terbatas berlakunya bagi manusia saja, tetapi juga bagi
seluruh ciptaan; artinya kita harus bersikap ahimsa kepada manusia,
kepada binatang, tum- buh-tumbuhan dan alam. Itulah sebabnya ahimsa
lebih mendekati cinta ilahi yang cenderung mengarah kepada kebersatuan
dengan semua. Salah satu unsur yang sangat penting dalam ahimsa adalah
'pengor- banan diri'. Pengorbanan diri dalam konteks ini tidak diartikan
sebagai ke- utamaan, melainkan sebagai usaha menolong membuat jera
orang yang sa- lah jalan, antara lain penjahat, dengan perlawanan tanpa
kekerasan, dengan persuasi. Maksudnya, agar penjahat itu menyadari
4
Wahyu iryana Budi Sujati dan Galun Eka G, Jurnal Refleksi Ajaran Ahimsa Mahatma Gandhi, Vol
9 NOMOR 2 SEPTEMBER 2022

5
kekeliruannya se hingga timbul kesadaran untuk kembali kepada jalan
yang benar5
Ahimsa diyakini oleh Mahatma Gandhi sebagai struktur kodrati
manusia dan sebagai jalan untuk menemukan kebenaran. Menurut
Mahatma Gandhi dalam ahimsalah gerak, kata-kata dan pikiran harus
berpusat. Karenanya kalau manusia mau bertindak secara manusiawi, ia
harus melaksanakan ahimsa. Keharusan itu tidak datang dari luar atau
otoritas tertentu, melainkan muncul dari dalam struktur kodrati manusia
yang berbudaya dan bermoral. Agama mencakup relasi antara manusia
dengan Tuhannya. Agama merupakan pengejawantahan dari kewajiban
dan sifat kemanusiaan yang luhur. Jadi, agama diyakini memberikan dasar
yang kokoh bagi pembentukan moral yang matang, sehat dan efektif.6
Ahimsa berarti kesadaran besar bahwa semua yang hidup barulah
mencapai arti setinggitingginya apa bila di dalam cinta. Dendam,
kejahatan dan kekejaman tidak lain adalah pelanggaran terhadap hukum-
hukum alam asli. Pasrah terhadap perasaan-perasaan ini berarti
memalingkan diri dari tata tertib ketuhanan. Ahimsa menuntut untuk
melimpahkan kebaikan dan keridlaan kepada setiap mahluk yang hidup,
dengan tenang membiarkan tiap-tiap kejahatan dan membalas kedzaliman
dengan cinta.7

C. Pemikiran Mahatma Gandhi tentang politik ahimsa


Berbicara tentang pemikiran Gandhi terlihat jelas bahwa nilai-nilai
spiritual merupakan prinsip utama yang nantinya mendasari gagasan
sosial-politiknya, termasuk gagasannya tetang nasionalisme humanistis.
Nilai spiritual itu terungkap dari pengakuannya dalam otobiografi sebagai
pemaparan eksperimen Kebenaran dalam hidup. Ia kemudian mengonsep
beberapa kaidah tingkah laku yang sarat dengan nilai-nilai moral. Sebagai
contoh, konsep sentral dalam pemikiran Gandhi yaitu Ahimsa merupakan
prinsip yang ditemukan dalam ajaran agama namun oleh Gandhi
digunakan sebagai dasar dalam konsep-konsep sosial politiknya.
Nilai-nilai spiritual itu awalnya ditangkap melalui pengalaman hidup
sehari-hari. Melalui ayah, Gandhi melihat nilai kejujuran sedang dari
tingkah laku ibu, ia belajar tentang kesalehan, kerendahan hati, kesabaran,
pengorbanan, kebiasaan berdoa dan berpuasa. Baru setelah dewasa ia
mempelajari Bhagavadgita. Dalam perjalanan hidup, pertumbuhan
keyakinan terhadap ajaran agama ini ditandai dengan pemaknaan terhadap
intisari Bhagavadgita yang baru ia baca setelah kuliah di Inggris.

Pemikiran Gandhi selain dipengaruhi nilai religius-spiritual juga


dipengaruhi nilai-nilai budaya yang bertumpu pada sistesisme. Dua dasar

5
R. Wahana wegig, Dimensi Etis Ajaran Gandhi, Yogyakarta, Kanisius, 1993
6
Wahyu iryana Budi Sujati dan Galun Eka G, Jurnal Refleksi Ajaran Ahimsa Mahatma Gandhi, Vol
9 NOMOR 2 SEPTEMBER 2022
7
Wahyu iryana Budi Sujati dan Galun Eka G, Jurnal Refleksi Ajaran Ahimsa Mahatma Gandhi, Vol
9 NOMOR 2 SEPTEMBER 2022

6
yaitu nilai spiritual dan sintesisme merupakan nilai-nilai yang mendasari
peradaban India dan menghasilkan cara pandang seperti: hidup harmonis
dengan agama dan budaya lain. Nilai spiritual yang berakar pada Hindu
tidak bercorak eksklusif karena ia memberi ruang bagi kepercayaan
terhadap nabi-nabi lain. Berkat nilai spiritual dan sistesisme, maka
ideologi yang bercorak totaliter dan absolute, seperti komunisme dan
fasisme tidak dapat berkembang di India (Guha 1986: 156–157)8

Selain pernyataan diatas ada juga pemikiran lainnya yg dikemukakan oleh


Mahatma Gandhi, yaitu sebegai berikut:

1. Pembebasan dari diskriminasi. Di Afrika Selatan Gandhi menyaksikan


dan mengalami sendiri bagaimana dia dan sesama bangsanya mendapatkan
perlakukan yang diskriminatif karena kulit yang berwarna Karena itu, ia
bertekad untuk berjuang melawan ketidakadilan dan diskriminasi tersebut.
Sarananya adalah melalui ahimsa. Mengapa ahimsa? Karena hanya cinta,
demikian keyakinan Gandhi, yang dapat mengalahkan kebencian dan
kekerasan. Singkatnya, hanya kasihlah jalan terbaik dan satu-satunya yang
mampu mengatasi kejahatan dalam segala wujudnya: diskriminasi,
kekerasan, dan lain-lain. Keteguhan hati untuk membalas kekerasan dan
ketidakadilan bukan dengan kekerasan, tetapi dengan mogok kerja dan
tanpa kekerasan akhirnya membuahkan hasil. Buahnya adalah berakhirnya
diskriminasi penindasan terhadap orang India di Afrika Selatan. Orang
India mendapatkan pengakuan dan memperoleh hak yang setara dengan
orang kulit putih.9

2. Pembebasan dari kolonialisme. Cukup lama India dijajah oleh Inggris.


Penjajahan itu menghadirkan penderitaan bagi rakyat India karena
banyaknya diskriminasi, kekerasan dan perbudakan yang mereka alami.
Situasi itu mendorong Gandhi untuk berjuang guna membebaskan
bangsanya dari perbudakan dan penjajahan. Seperti di Afrika Selatan
metode yang dipakai bukanlah dengan mengangkat senjata, melainkan
tanpa kekerasan, ahimsa. Bagi Gandhi, kekerasan dengan alasan sekuat
dan memadai sekalipun bukanlah sarana yang tepat untuk melawan
menghentikan penjajahan. Tujuan mulia meraih kemerdekaan,
pembebasan haruslah juga dicapai dengan cara yang mulia dan terhomat
pula.

Dalam perjuangannya melawan kolonialisme Inggris Gandhi


menggunakan tiga cara; pertama ia mengenalkan konsep ahimsa sebagai
teknik dan prinsip dasar yang harus diterapkan, kedua dengan mengubah
8
Agnes Sri Poerbasari, “Nasionalisme Humanitis Mahatma Gandhi” (Wacana, Journal of the
Humanities of Indonesia: 20007) Hal 181-182
9
Wahyu Iryana1, Budi Sujati2, dan Galun Eka Gemini3, Refleksi Ajaran Ahimsa Mahatma Gandi
Hal 188

7
nasionalisme India dari pergerakan kecil yang dipimpin elite pendidikan
Barat menjadi sebuah gerakan massa yang didukung oleh berjuta-juta
orang yang buta huruf, dan ketiga Gandhi membawa konsep keadilan
sosial ke dalam pergerakan nasional sebagai cita-cita.10
3. Pembebasan Perempuan dari liang ketertindasan. Gandhi menyebutkan
bahwa suatu fitnah bila menyebut kaum perempuan sebagai makhluk yang
lemah. Tindakan semacam ini merupakan tindakan yang tidak adil dari
kaum laki-laki terhadap kaum perempuan. Jika yang dimaksud hanya
sebatas pada kekuatan kasar, memang kaum perempuan kurang kasar
daripada kaum laki-laki, tetapi bila yang dimaksudkan adalah kekuatan
moral, kaum perempuan mengungguli kaum laki-laki. Bukankah intuisi
kaum perempuan jauh lebih halus, bukankah kaum perempuan lebih rela
mengorbankan diri, lebih kuat bertahan dan lebih berani. Tanpa adanya
kaum perempuan kaum laki-laki tidak mungkin ada. Perlawanan terhadap
sistem tindak kejahatan atau tatanan sistem yang bersifat menindas harus
dipandang secara jelas dan jernih. Dan para pelaku (actor) gerakan sosial
harus benar-benar mampu .11memisahkan antara pelaku dari perbuatan
tertentu atau benar-benar mampu memisahkan antara pelaku atau sang
kreator dari sebuah sistem

PENUTUP
Mahatma Gandhi ini mengajarkan terhadap kita semua bertindak
apapun di dunia ini harus dengan kelembutan kesopanan murah hati, dan
dengan cinta itulah ahimsa, jadi ahimsa adalah sebuah doktrin yang
dimana berkebijkan tanpa adanya kekerasan seperti kejahatan dibalas
dengan kebaikan.
Kata Gandhi awal mula dari munculnya kekerasan adalah
kebencian, maka kebencian ini sudah di kuasai oleh nafsu dan emosi kita,
selain itu Gandhi mengatakan kesampingkan egoisme, egois juga awal
mula dari adanya sebuah kekerasan.
Gandhi disisni juga membahas tentang gerakan satyagraha
dangandhi ikut andil dala kemerdekaan india terhadap inggris.

10
Delviano Gregorius Kapele & Barnabas Ohoiwutun: Konsep Ahimsa Menurut Mahatma Gandhi
dan Relevansinya untuk Komunikasi Manusia Masa Kini (Sebuah Kajian Filsafat) Hal 39-40
11
Kamaruddin Salim, Mahatma Gandhi dan Gerakan Perempuan di India Hal 820

8
DAFTAR PUSTAkA

 Kamaruddin Salim, Mahatma Gandhi dan Gerakan Perempuan di India


 Delviano Gregorius Kapele & Barnabas Ohoiwutun: Konsep Ahimsa
Menurut Mahatma Gandhi dan Relevansinya untuk Komunikasi Manusia
Masa Kini (Sebuah Kajian Filsafat)
 R. Wahana wegig, Dimensi Etis Ajaran Gandhi, Yogyakarta, Kanisius, 1993

 Wahyu Iryana1, Budi Sujati2, dan Galun Eka Gemini3, Refleksi Ajaran Ahimsa
Mahatma Gandi Hal 188

 Jurnal I Made arsa wiguna, Universalitas mahatma Gandhi

9
 Agnes Sri Poerbasari, “Nasionalisme Humanitis Mahatma Gandhi”
(Wacana, Journal of the Humanities of Indonesia: 20007)

10

Anda mungkin juga menyukai