Anda di halaman 1dari 11

TUGAS HUKUM ASEAN

ANALISA PERMASALAHAN ASEAN EDSM 2004 DAN


PENYELSAIANNYA (AMANDEMEN ASEAN EDSM 2009)
Abdulloh Adi_032111133014_Hukum ASEAN A-1
Jumat,13 Oktober 2023
 LATAR BELAKANG
Piagam ASEAN merupakan badan hukum internasional yang mana
landasan pembentukan hal tersebut atas dasar rangka memengeskalasi serta
memperjuangakan nilai-nilai berorientasi perdamaian, keamanan , dan
stablitas di kawasan Asia Tenggara. Sebuah organisasi yang berpondasikan
aturan dan norma sejatinya memiliki prosedur atau mekanisme penyelsaian
sengketa dalam rangka divestasi hak dan kewajiban setiap negara anggota.
Lebih lagi, ASEAN merupakan organisasi yang bukan hanya sekedar atas
dasar kedekatan geografis, namun juga ASEAN meruupakan organisasi
regional yang tertutup (Closed Regional Organization) karena keanggotanya
tak terbuka untuk kelompok-kelompok negara lainnya. (Danvivathana, 2016)
Tujuan dibentuknya ASEAN yang salah satunya mempercepat
pertumbuhan ekonomi, kemajuan social dan pengembangan budaya, dalam
perkembangannya, kerjasama ekonomi ASEAN memerlukan suatu
mekanisme yang lebih baik dengan dilaksanakanya Konferensi Tingkat
Tinggi yang selanjutnya disebut denngan KTT ASEAN I dan II di Bali pada
tahun 1976 dan di Kuala Laumpur pada tahun 1977 yang membahas agar
ASEAN memperkuat solidaritas politik dalam hubungan kerjasama ekonomi
dengan menumbuhkan pandangan yang sejalan. Selanjutnya, pada tahun 1992
diadakan KTT ASEAN IV bertempat di Singapura telah ditandatangani
Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation yang
menjadi dasar terebentuknya kerjasama dalam bidang ekonomi sekaligus
menandai dicanangkannya AFTA pada tanggal 1 Januari 1993 dengan
Common Effective Preferential Tariff (selanjutnya disebut CEPT).
(Taghizadeh-hesar, 2009)
Pembentukan AFTA pastinya berimplikasi dalam hal bentuk pengurangan
dan eliminasi tarif, penghapusan hambatan-hambatan non-tarif, dan perbaikan
terhadap kebijakn-kebijakan fasilitasi perdaganagan. Dalam perjalanannya,
AFTA tidak hanya bertujuan dalam hal liberalisasi perdagangan melainkan
juga investasi. (Collin Wong, Venus Kim, 2017). Penyelsaian sengketa
kerjasama ekonomi, pun telah ada konsesus antarnegara ASEAN dengan
ditandatanganinya Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic
Coorperation Pasal 9, dinyatakan bahwa:
“ Any differences between the Member States concerning the
interpretation or application of the agreement or any agreements
arising thereform shall, as far as possible, be settled amicably between
the parties. Whenever necessary, an appropriate body shall be
designated for the settlement or disputes.”
Sebelum tahun 1971, negara-negara anggota ASEAN yang terlibat dalam
suatu sengketa lebih memilih untuk menggunakan lembaga lain diluar
mekanisme institusional yang terdapat di dalam ASEAN. Namun, setelah
1971 persepsi tersebut berubah, dimana negara-negaar ASEAN mulai
merekognisi penyelsaian sengketa secara legalistik dengan adanya
Declaration on the Zone Peace, Freedom and Neutrality (selanjutnya disebut
ZOPFAN) kemudian dilanjutkan dalam Declaration of ASEAN Concord 1976
dimana negara anggota berkomitmen untuk melaksanakan Settlement of
Intraregional Disputes. (Naldi, 2015) Atas dasar itu dibuatlah tiga mekanisme
utama penyelesaian sengketa di ASEAN yaitu:
a. Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (selanjutnya
disebut TAC 1976),
b. Protocol on Dispute Settlement Mechanism 1996 dan
c. Protocol for Enhanced Dispute Settlement 2004 dan amandemen
2019.
Ketiga mekanisme tersebut masih lemah dengan melihat deklarasi
ASEAN 1967 sebagai landasan hukum terbentuknya instrument. Kemudian,
ASEAN Member Countries (AMCs) bermaksud untuk membentuk ASEAN
Community 2015 (AC15) yang terdiri dari tiga pilar yaitu:

a. ASEAN Political Security Community (APSC),


b. ASEAN Economic Community (AEC), dan
c. ASEAN SocioCultural Community (ASCC).
Di antara tiga pilar tersebut, MEA bisa dikatakan sebagai inti dari
kesepakatan. Memiliki empat karakteristik yaitu, pasar tunggal dan basis
produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, kawasan
pembangunan ekonomi yang merata, dan kawasan yang terintegrasi penuh ke
dalam perekonomian global. Kawasan ASEAN tidak akan ada hambatan
perdagangan, hambatan tarif dan hambatan non tarif ekonomi kawasan.
Anggota mengadopsi cetak biru MEA untuk mencapai kawasan ekonomi
yang sangat kompetitif, dengan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil,
dan modal yang mengalir bebas. Dengan kata lain, integrasi ekonomi ASEAN
telah menekankan perlunya regionalisme terbuka lebih dari pengelompokan
ekonomi regional lainnya, pangsa interaksi perdagangan dan investasi
ASEAN adalah ekstra-regional. Ini adalah ekspresi dari strategi pembangunan
ASEAN. (Das, 2012)
Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi ASEAN dalam mencapai
tujuannya, antara lain masih kurangnya mekanisme pemantauan untuk
memastikan pelaksanaan yang efektif, identifikasi prioritas perjanjian
ASEAN, untuk setiap periode dan badan pelaksana, serta meningkatkan
koordinasi antar pilar, sebagai serta mobilisasi sumber daya. Sementara
kemajuan telah dibuat dalam menurunkan tarif dan beberapa hambatan
ekonomi di balik perbatasan, hambatan nontarif tetap menjadi hambatan
utama untuk mencapai pasar tunggal pada tahun 2025. Liberalisasi
perdagangan jasa juga berjalan lambat meskipun Industri ini semakin penting
di kawasan. Semua masalah ini akan menjadi akar perselisihan antar AMC
dalam mencapai tujuan MEA. Berdasarkan Piagam ASEAN, sengketa
perdagangan harus diselesaikan sesuai dengan ASEAN Protokol tentang
Mekanisme Penyelesaian Sengketa yang Ditingkatkan tahun 2004 (Protocol
Vientiane). (Rijal, 2017)

 ISU HUKUM
1. Apakah prospek bagi negara-negara ASEAN untuk menggunakan
mekanisme penyelesaian sengketa tersebut di masa depan dengan adanya
amandemen EDSM di tahun 2019 ?,
 ANALISIS HUKUM
1. Hubungan Mekanisme Penyelsaian Sengketa berdasarkan ASEAN
Enhanced Dispute Settlement Mechanism (EDSM) 2004 dengan
berdasarkan ASEAN Way
Mekanisme kerjasama dan menyelesaikan konflik di kawasan Asia
Tenggara didasarkan pada prinsip non intervency diplomacy, saling
menghormati, konsensus, dialog dan konsultasi, dan melarang
penggunaan kekerasan bersenjata disebut ASEAN Way. Lagi juga oleh
Narine sebagai jalur ASEAN Memprioritaskan regulasi dan implementasi
bangsa bukan penciptaan suatu otorita bangsa super.(Narine, 2008)
Pada tahun 1971, metode ASEAN adalah ketentuan dalam TAC
ditegaskan kembali ASEAN. Tahun ini, ASEAN mendeklarasikan dirinya
sebagai zona damai, bebas, dan netral. ASEAN adalah Zone of Peace,
Freedom, and Neutrality (ZOPFAN). Kebebasan di ZOPFAN dianggap
sebagai kebebasan hukum. Setiap anggota menerimanya tanpa campur
tangan urusan dalam negeri. Intervensi di sini dapat dipahami sebagai
persoalan independensi, juga integritas negara. Intervensi akan
mengakibatkan terganggunya kebebasan dan Keinginan ASEAN untuk
berintegritas netral di wilayah tersebut.(Departemen Luar Negeri RI,
2010)
ASEAN Way semakin mempunyai tempat kekuatan ketika
diungkapkan lagi dalam piagam ASEAN. (Kooi, 2007)Piagam ASEAN
mengatakan bahwa ASEAN didasarkan Prinsip utamanya adalah sebagai
berikut:
(1) Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah
dan identitas nasional semua negara anggota ASEAN;
(2) Tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri sesama negara-negara
anggota ASEAN;
(3) Menghormati hak-hak masing-masing negara anggota
mempertahankan eksistensinya dengan tidak ikut campur dalam hal
eksternal, subversif dan koersif;
(4) Menghormati kebebasan dasar dalam memajukan dan melindungi hak
asasi manusia, dan mempromosikan keadilan sosial;
(5) Mendukung Piagam PBB dan Hukum internasional mencakup hukum
humaniter yang disetujui negara anggota ASEAN;
(6) Tidak berpartisipasi dalam aktivitas politik yang merugikan sesaa
negara anggota ASEAN, termasuk penggunaan wilayah yang dikuasai
oleh Negara anggota atau non-anggota ASEAN atau warga negara
mana pun yang mengancam kedaulatan, keutuhan wilayah atau
stabilitas politik dan ekonomi negara-negara anggota ASEAN.
Selain prinsip-prinsip di atas, ASEAN Way juga dibangun pada Pasal
2 (e) Piagam ASEAN dengan jelas menyatakan hal kerjasama antarnegara
anggota ASEAN berdasarkan prinsip tidak campur tangan dalam urusan
dalam negeri negara-negara anggotanya. Dari segi fungsional ada empat
kewajiban yang harus dihormati oleh setiap negara Anggota ASEAN
melakukannya adanya prinsip non-intervensi, yaitu:
(1) Mengkritik tindakan adalah hal yang tabu apa pun dari negara
anggota yang masuk warga negara, termasuk pelanggaran juga
tentang hak asasi manusia mengambil keputusan mengenai
Keanggotaan dalam suatu negara didasarkan pada sistem atau
bentuk pemerintahan;
(2) Mengkritik tindakan suatu negara yang melanggar prinsip non-
intervensi;
(3) Penolakan pengakuan (recognition), permohonan suaka atau
formulir permohonan dukungan lain untuk kelompok pemberontak
yang mendistraksi stabilitas nasional negara tetangga;
(4) Memberikan dukungan politik dan bantuan material kepada
negara-negara berkembang dengan kampanye melawan kegiatan
sabotase stabilitas negara.
Selanjutnya Pasal 20 (1) Piagam ASEAN. Piagam tersebut
menekankan pengambilan keputusan didasarkan pada asas musyawarah
dan bersatu. Sebuah catatan penting adalah perkembangan baru di ASEAN
Way diatur dalam Pasal 21 (2) Piagam ASEAN yang mana menunjukkan
jika hal tersebut relevan dengan implementasi komitmen di lapanga
ekonomi, Pasal 21(2) memperbolehkan pengaturan lebih fleksibel yang
mana dalam Pasal 21 merupakan konfirmasi dari Memperbaiki mekanisme
penyelesaian sengketa melalui ASEAN Enhanced Dispute Settlement
Mechanism (EDSM) yang dideklarasikan oleh ASEAN pada tahun 2004,
kemudian diamandemen dalam Protocol of ASEAN Protocol on Enhanced
Dispute Settlement Mechanism pada tahun 2019, dikarenakan tidak ada
rasanya kepercayaan akan jaminan atau lemahnya implementasi
komitmen kerjasama ekonomi karena kekuatannya asas kedaulatan negara
dalam organisasi. Namun, ini hanya berlaku pada perekonomian, bukan
untuk bidang lain seperti kekerasan atau pelanggaran hak asasi manusia
di suatu negara ASEAN
2. TABEL Amandemen ASEAN EDSM 2004 pada Protocol of ASEAN
EDSM 2009
NO PASAL Protocol of ASEAN EDSM 2009
1. 3 ( Konsultasi) (1) Batasi ruang lingkup permintaan konsultasi
untuk tidak Termasuk kasus yang tidak
Keluhan Non-Pelanggaran: NVC dan situasi
apa pun yang timbul Keluhan situasi: SC
(2) Persyaratan konsultasi yang lebih jelas Ini
harus rahasia dan tidak boleh
mempengaruhi hak negara anggota dalam
prosedur lebih lanjut dan
(3) Memberikan prosedur yang jelas untuk
Negara Anggota lain yang menunjukkan
bahwa mereka memiliki kepentingan yang
jelas dalam meminta partisipasi.
2. 7 (Kerangka (1) Memperpanjang jangka waktu penetapan
Acuan Panel) Kerangka Kerja panel dari aslinya.
"Sebelum pembentukan panel" adalah
"dalam waktu 20 hari setelah panel
dibentuk" dan
(2) Membatasi ruang lingkup panel untuk
memutuskan petisi yang diperlukan untuk
keputusan penyelesaian sengketa
3. 9 (Fungsi Pertimbangan tambahan dengan memberikan
Panel) konsultasi rutin dengan negara-negara pesaing
dan memberikan kesempatan kepada negara-
negara pesaing. Cukup menemukan resolusi
yang saling memuaskan.
4. 10 ( Prosedur (1) Memperpanjang jangka waktu penyerahan
Panel, kesimpulan dan rekomendasi kepada SEOM
Musyawarah dari "dalam 60 hari" menjadi "dalam 6
dan Temuan) bulan" termasuk Jangka waktu dapat
diperpanjang dalam kasus khusus dari
"tidak lebih dari 10 hari" menjadi "tidak
lebih dari 3 bulan". Dan
(2) Mensyaratkan agar pendapat responden
diungkapkan dalam laporan tertulis pada
laporan interim panel Keputusan Komite
Peninjau
5. 11 (Perlakuan Tetapkan jangka waktu bagi SEOM untuk
Laporan Panel) menyetujui laporan panel tidak kurang dari 20
hari. Setelah tanggal SEOM menerima laporan
dan (2) memperpanjang jangka waktu
pengesahan laporan oleh SEOM dari "dalam 30
hari" menjadi "dalam 60 hari.
6. 13 (Pihak (1) Panjang diperpanjang Pemberitahuan niat
Ketiga) SEOM sebelumnya adalah "sebelum
pembentukan majelis hakim" menjadi "dalam
waktu 10 hari sejak pembentukan majelis
hakim" dan (2) menyerahkan hak kepada
negara anggota pihak ketiga seperti hadir dalam
rapat. Pertimbangan para pihak dengan majelis
hakim pertama dan kedua menghadirkan
keterangan tertulis. Setidaknya sekali sebelum
sidang pertama Buat pernyataan lisan kepada
panel dan tanggapi pertanyaan dari panel pada
sidang pertama. Langsung secara tertulis, dll.
Panel dapat memperluas hak kepada pihak
ketiga lebih banyak. Tapi pasti begitu
Persetujuan sebelumnya dari negara pesaing.
7. 17 Menetapkan bahwa yurisdiksi diperlukan.
(Pengawasan Jangka waktu kepatuhan c Mampu membuat
Pelaksanaan penilaian dan rekomendasi Namun, itu harus
Temuan dan menjadi jangka waktu yang wajar untuk
Rekomendasi) mematuhi putusan dan rekomendasi dari panel
hakim dan organisasi banding.
8. 19 (Arbitrase) Memberikan kemampuan untuk mengajukan
permohonan. Arbitrase sebagai Alternatif
Mekanisme Penyelesaian Sengketa
9. 21 (Kerangka Menentukan durasi maksimum proses peradilan
Waktu dari penunjukan Panel hingga Laporkan
Maksimum) sertifikasi Yang tidak boleh melebihi 9 bulan di
panel dan 12 bulan di kelas banding
Didefinisikan secara spesifik Di mana pihak
yang berkonflik tidak boleh memengaruhi hak
pihak ketiga
10. 22 (Tanggung Menetapkan bahwa Sekretariat memberikan
Jawab bantuan kepada Negara Anggota ASEAN.
Sekretariat) Tentang suspensi Sengketa atas permintaan dan
dapat memberikan nasihat hukum yang wajar
dan sesuai serta bantuan lainnya.
11. 23 (Prosedur (1) Meningkatkan identifikasi prinsipprinsip
Khusus yang pertimbangan khusus untuk keadaan khusus
Melibatkan dari negara-negara anggota yang kurang
Negara-Negara berkembang dan melakukan pengendalian
anggota yang wajar dalam mengangkat masalah-
ASEAN yang masalah di bawah proses-proses ini dalam
Paling sedikit kaitannya dengan Negara-negara Anggota.
Berkembang Negara paling tidak berkembang Dalam
menuntut kompensasi atas kerusakan Atau
meminta persetujuan untuk menangguhkan
pemberian manfaat Dan
(2) Presiden SEOM akan mengusulkan metode
koordinasi, sikap, konsiliasi dan mediasi.
Sendiri untuk membantu para pihak dalam
menyelesaikan sengketa Sebelum meminta
panel juri, presiden SEOM dapat
berkonsultasi dengan sumber mana pun
yang dianggapnya tepat, atas kebijakannya.
12. 26 Tentukan kondisi dan prosedur amandemen.
(Amandemen) Ketentuan Protokol Dan untuk memperjelas
lampiran, amandemen Protokol tersebut harus
disetujui secara tertulis oleh semua Negara
Anggota. Amandemen Annex I dapat dilakukan
secara berkala oleh Sekretariat ASEAN. Setiap
amandemen Annex II, III, dan V harus disetujui
oleh SEOM, dan amandemen Annex IV dapat
dibuat oleh organisasi banding, yang tunduk
pada diskusi dan opini. Disukai oleh SEOM
dan Sekretaris Jenderal ASEAN.
13. 27 (Ketentuan Dijadwalkan mulai berlaku pada Semua 10
Akhir) negara anggota ASEAN telah
menginformasikan Sekretaris Jenderal ASEAN
telah menyelesaikan prosedur internal yang
diperlukan untuk penerapan Protokol ini.

 KESIMPULAN
Mekanisme penyelesaian sengketa yang diprediksi dalam implementasi
Protocol of ASEAN EDSM 2009 yaitu dalam bidang industri ekonomi dan
perdagangan internasional. Implementasi pengaturan ini bukan tugas yang
mudah karena membantu membangun kepercayaan di sektor swasta dan
berorientasi pada perdagangan dan investasi melalui mekanisme,
mengonfirmasi atau membantu penyelesaian masalah perdagangan
internasional suatu negara, terkhusus dengan diterbitkannya peraturan atau
langkah-langkah transaksi yang tidak tepat. Kewajiban untuk mengikat atau
menyetujui amandemen ASEAN EDSM 2004 yang tertuang pada Protocol of
ASEAN EDSM 2009 baru memperkuat mekanisme penyelesaian perselisihan
perdagangan ASEAN mencapai efisiensi melalui perbaikan yang praktis,
transparan, dan jelas.
 DAFTAR PUSTAKA
Collin Wong, Venus Kim, dan A.A. (2017) ‘, International Journal of
Business and Society Vol, 18, No. 3, 2017.’, International Journal of
Business and Society, 18(3).
Danvivathana, P. (2016) ‘Role of ALA in the current legal issues under the
ASEAN Charter’, Thailand Law Journal, 13.
Das, S.B. (2012) ‘Achieving the ASEAN Economic Community 2015:
Challenges for Member Countries &Business’, Singapore: Institute of
South east Asian Studies [Preprint].
Departemen Luar Negeri RI (2010) ASEAN Selayang Pandang, Jakarta:
Sekretariat Nasional ASEAN.
Kooi, J. Vander (2007) ‘The ASEAN enhanced Dispute Settlemet
Mechanism: Doing it the ASEAN Way’, New York International Law
Review 20 N.Y. Int’l L. Rev, 1, pp. 1–37.
Naldi, G.J. (2015) ‘The ASEAN Protocol on Dispute Settlement Mechanisms:
An Appraisal’, Journal of International Dispute Settlement, 1(34).
Narine, S. (2008) ‘Explaining ASEAN: Regionalism in southeast Asia, 2002’,
Lynne Rienner Publishers, 7 Chinese J. Int’l L., pp. 307–333.
Rijal, N.K. (2017) ‘Tantangan Impelementasi Asean Community: Kasus di
Kota Malang’, Jurnal Insignia, 4(1), p. 55.
Taghizadeh-hesar, F. (2009) ‘Achieving Energy Security In Asia:
Diversification, Integration And Policy Implications, Singapore: World
Scientific Publishing Co’, Singapore: World Scientific Publishing Co,
[Preprint].

Anda mungkin juga menyukai