Anda di halaman 1dari 22

BAB V

TEKANAN TANAH
Tekanan dari tanah ke suatu struktur, disebut “Tekanan Tanah”. Struktur/dinding penahan
tanah umumnya ada dalam kondisi salah satu dari tiga jenis tekanan sebagai berikut:

1. Tekanan tanah dalam kondisi diam; tekanan yang terjadi akibat massa tanah pada dinding
penahan dalam kondisi seimbang.

2. Tekanan tanah aktif

3. Tekanan tanah pasif

A. Tekanan Tanah Diam

Apabila dinding penahan sungguh kaku (rigit) sehingga tidak dapat bergerak sedikitpun,
maka tegangan yang bekerja :

= Ko . . H

Ko = koefisien tanah diam

Harga-harga Ko yang khas untuk beberapa macam tanah tertentu adalah sebagai berikut :

Pasir padat = 0,35


Pasir lepas = 0,45
Lempung “Normally Consolidated” = 0,4 – 0,8
Lempung “Over Consolidated” = 0,8 – 2,0

B. Tekanan Tanah Aktif

Pada umunya dinding penahan tanah tidak dapat dianggap kaku, karena sedikit banyak
akan bergerak (deform) kedepan pada waktu penimbunan tanah di belakangnya.
Deformasi yang terjadi dianggap cukup besar sehingga tercapai keadaan keruntuhan
(failure state) dalam tanah.
h H

Tekanan vertikal =

Tekanan horizontal = (Tekanan aktif pada keruntuhan)

Po = Ko H H = Ko H2

dan adalah tegangan-tegangan utama maksimum dan minimum, yang mana dapat
dibuat lingkaran Mohr.

AC = AB + BC

= sin + c cos

(1 – sin ) = ( 1 + sin ) + 2c. cos

Ka =

Ka = tan2 (45o -
)

Ka = koefisien tanah aktif


Pa =1/2 Ka H2 (tekanan tanah aktif)

C. Tekanan Tanah Pasif

Keadaan dimana dinding ditekan sehingga bergerak kebelakang. Dalam hal ini tegangan
tanah akan menjadi lebih besar dari . Tegangan terbesar akan terjadi apabila tanah telah
mencapai keadaan keruntuhan.

Tinjau tanah di depan kaki tembok. Tegangan vertical (P V1), dan tengangan horizontal
(Ph1) yang menjadi tengangan utama (mayor principal stress), Pw = dan = .Z

Ph1 =

= Kp = NQ =

Kp = tan2 ( 45o + ) (koefisien tanah pasif)

Pp = 1/2Kp z2 (tekanan tanah pasif)

D. Teori Tekanan Tanah

Untuk mendapatkan besarnya tekanan tanah dapat dihitung dengan :

a. Cara analitis : 1. Teori Rankine

2. Teori Coulomb
b. Cara Grafis : 1. Teori Culmann

2. Teori Rebhan

3. Teori Poncelet

4. Teori Trial Wedge

1. Teori Rankine

Teori Rankine beranggapan bahwa (a) tekanan tanah pada bidang vertical bersama massa
tanahnya yang berdekatan/berbatasan dengan tembok penahan menjadi satu, (b)
permukaan bidang tegak dianggap rata, (3) arah gaya tekanan sejajar dengan bidang
permukaan tanah.

Tekanan tanah aktif dalam tanah tak berkohesi

Tekanan tanah aktif pada kedalaman H adalah :

Pa = Ka H
Diagram gaya untuk berbagai kondisi adalah:

a. Tanah tak berkohesi dalam keadaan kering:

Tekanan total = gaya tekan = ½Ka H2

b. Tanah tak berkohesi dalam kondisi terendam sebagaian :

Gaya tekan = ½Ka h12 + Ka h1 h2 + ½Ka h22 + h22

c. Tanah tak berkohesi dalam kondisi terendam sebagian dan ada muatan merata :

Gaya tekan = ½Ka h12 + Ka h1 h2 + ½Ka h22 + h22 + Ka q H

Tekanan tanah aktif dalam tanah berkohesi


h=

hc = (hc disebut tinggi kritis)

Pada kedalaman Ho tidak ada tegangan yang terjadi (tekanan + = tekanan - ), jadi pada
tanah berkohesi, penggalian tanah sampai Ho secara teoritis tidak perlu adanya dinding
penahan.

Ho = 2 hc = 4 c

AD adalah tegangan negative, sebesar =

BC adalah tegangan positif, jadi FC = ( – )

Tekanan total pada tembok :

Pa = ½ H2. Ka – 2 c H Ka (Aktif)

Pp = ½ H2. NQ – 2 c H NQ (Pasif)

Untuk permukaan tanah yang membuat kemiringan dengan sudut :

Resultante tegangan/tekanan total adalah :

Pa = ½ H2. cos
Titik tangkap gaya tekan/tekanan total terletak pada dari dasar tembok dan sejajar
dengan kemiringan permukaan tanah ( ).

2. Teori Coulomb

Anggapan teori Coulomb adalah sebagai berikut :

a. Untuk kondisi aktif dianggap tembok member tegangan dalam tanah

b. Tanah yang runtuh/longsor ada disepanjang dinding

c. Arah gaya tekan membentuk sudut dengan bidang tembok ( ) atau sudut bidang tembok
dengan tanah.

Untuk tembok tegak dan muka tanah horizontal adalah :

Ka = 2

Untuk tembok tegak dan muka tanah membentuk sudut maka :

Ka = 2
Menurut Terzaghi, dapat ditentukan sebesar ( )

Contoh untuk cara grafis Culmann dapat dilihat pada halaman berikut :

http://andrieasgunawan.blogspot.com/2013/03/mekanika-tanah-tekanan-tanah-bab-v.html

Senin, 14 Januari 2013


TYPE DINDING PENAHAN TANAH

PNPM Mandiri Perkotaan Kalimantan Timur

Pedoman perencanaan dinding penahan tanah sederhana untuk masyarakat dirasa


masih sangat kurang, untuk itu saya mencoba membuat pedoman penentuan dimensi
dinding penahan tanah dengan tujuan agar tidak terlalu menyimpang dari ketentuan
teknik. Mungkin pedoman ini masih sangat sederhana sekali, mohon kepada semua pihak
yang peduli untuk melengkapinya. Untuk dinding penahan tanah pada Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) yang direncanakan sendiri oleh
masyarakat hanya diijinkan pada lereng/tebing dengan ketinggian maksimum 1,50 meter dari
muka tanah dan kedalaman galian dinding penahan tanah minimal 0,50 meter, apabila
ketinggiannya melebihi 1,50 meter dari muka tanah maka harus minta pertimbangan
kepada faskel teknik agar dilakukan analisa kestabilan terhadap guling dan geser untuk
tipe grafitasi dan penentuan jumlah tulangan tarik untuk dinding penahan tanah tipe
cantilever, counterfort retaining wall, dan buttress retaining waII.

1 Dinding Penahan Tanah Type Grafitasi (Konstruksi)

Catatan :
Apabila dinding penahan tanah tidak dihitung untuk menahan air maka wajib dipasang
subdrain (pipa PVC Ø 2,5 Inc) agar tidak terjadi gaya horizontal yang diakibatkan oleh
tekanan air. Untuk pemasangan pipa subdrainnya lihat skema pemasangan pipa dibagian No
5

2 Dinding Penahan Tanah Type Cantilever (Konstruksi)

Catatan :
Apabila dinding penahan tanah tidak dihitung untuk menahan air maka wajib dipasang
subdrain (pipa PVC Ø 2,5 Inc) agar tidak terjadi gaya horizontal yang diakibatkan oleh
tekanan air. Untuk pemasangan pipa subdrainnya lihat skema pemasangan pipa dibagian No
5

3 Dinding Penahan Tanah Type Counterfort (Konstruksi)

Bahan dinding penahan tanah type counterfort = beton bertulang


A = 20 Cm sampai dengan 30 Cm
B = 0,4H sampai dengan 0,7H
C = H/14 sampai dengan H/12
D = H/14 sampai dengan H/12
E = 0,3H sampai dengan 0,6H
F = Minimum 20 Cm

Catatan :
Apabila dinding penahan tanah tidak dihitung untuk menahan air maka wajib dipasang
subdrain (pipa PVC Ø 2,5 Inc) agar tidak terjadi gaya horizontal yang diakibatkan oleh
tekanan air. Untuk pemasangan pipa subdrainnya lihat skema pemasangan pipa dibagian No
5
4 Dinding Penahan Tanah Type Buttress

A = 20 Cm sampai dengan 30 Cm
B = 0,4H sampai dengan 0,7H
C = H/14 sampai dengan H/12
D = 0,3H sampai dengan 0,6H
E = Minimum 20 Cm

Catatan :
1. Apabila dinding penahan tanah tidak dihitung untuk menahan air maka wajib
dipasang subdrain (pipa PVC Ø 2,5 Inc) agar tidak terjadi gaya horizontal yang
diakibatkan oleh tekanan air. Untuk pemasangan pipa subdrainnya lihat skema
pemasangan pipa dibagian No 5
2. Untuk penulangan dinding penahan tanah type buttress prinsipnya sama dengan
dinding penahan tanah type counterfort

5 Dinding Penahan Tanah Non Konstruksi

Catatan :

 Pipa PVC dipasang tiap 1 M², agar air dapat keluar dari dalam tanah
 Kemiringan minimal talud 3 kerarah vertical dan 1 kearah harisontal, kemiringan
maksimal 1 kearah vertical dan 1 kearah horisontal

Acuan Normatif :
1. Gunadarma : Konstruksi Penahan Tanah
2. Gunadarma : Fundasi Dangkal Dan Fundasi Dalam
3. Ir. Gogot Setyo Budi , M.Sc., Ph. D : Pondasi Dangkal
4. Eddy Edwin : Pondasi Tiang Dan Turap
5. Delta Teknik Group Jakarta : Diktat Teori Konstruksi Beton I Jilid 2
6. Ir. Rudy Gunawan : Pengantar Teknik Pondasi
7. PBI-1971
8. Chu-Kia Wang, Charles G. Salmon, Binsar Harianja : Disain Beton Bertulang
9. Istimawan Dipohusodo : Struktur Beton Bertulang
10. Gideon Kusuma, W. C. Vis : Dasar – Dasar Perencanaan Beton Bertulang
11. Pradnya Paramita : Mekanika Tanah Dan Teknik Pondasi
12. Tutu TW. Surowiyono : Dasar Perencanaan Rumah Tinggal

Sumber : TA Infra Abd. Rozak

Diposkan oleh YUSRIADI di 02.22


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Dinding penahan tanah merupakan salah satu bagian dari pelajaran Teknik Pondasi yang
berfungsi sebagai dinding penahan tanah / tebing agar tidak terjadi kelongsoran atau
keruntuhan yang diakibatkan oleh gaya lateral tanah (gaya horizontal). Adapun penggunaan
dari dinding penahan tanah adalah :

1. Digunakan pada tebing jalan atau halaman di bukit.


2. Pada tebing saluran, baik saluran dalam maupuna saluran buatan pada tempat-tempat di
anggap perlu.
3. Pangkal jembatan
4. Deramaga
Berdasarkan jenisnya, dinding penahan tanah dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu :
I. RIGID WALL ( Konstruksi Kaku)
Rigid wall ini dibedakan menjadi tiga tipe :

I.1 Gravity Wall


Konstruksi dinding penahan tanah dari pasangan Batu, dimana berat struktur menjadi
komponen kestabilan struktur tersebut terhadap gaya-gaya lateral tanah.
I.2 Cantilever Wall
Konstruksi dinding penahan tanah dari pasangan Beton bertulang dengan tanah diatas tumit
menambah kestabilan sturuktur terhadap gaya-gaya lateral tanah. Konstruksi ini lebih ringan
dari Gravity Wall.
I.3 Counterfort Wall
Konstruksi ini hampir sama dengan Cantilever Wall, hanya pada konstruksi ini dilengkapi
dengan sekat untuk memperkuat konstruksi.
II. FLEXIBLE WALL ( Dinding fleksibel)
Yaitu konstruksi yang bersifat lentur, terbagi menjadi tiga yaitu :
II.1 Cantilever Sheet Pile
Konstruksi ini terdiri dari tiang-tiang baja dengan profil tertentu, yang dirancang
bersebelahan satu dengan yang lain dan kemudian menjadi dinding.Kestabilan diperoleh dari
dalamnya pemancangan Sheet Pile ( D )
II.2 Anchorage Sheet Pile ( Turap berjangkar )
II.3 Brached Exavation ( Galian dengan penopang )

Hal-hal teknis yang harus diperhatikan tembok penahan tanah antara lain NO Uraian

Teknis Konstruksi Pasangan Batu Kali 1. Ukuran/ Dimensi Rumus ancar-ancar dimensi
• Lebar atas (cm)
= H (tinggi tembok) dibagi 12 (Minimal lebar atas 25 cm)
• Lebar dasar =B=(0,47 s.d. 0,7) dikalikan H

• Tebal kaki dan tumit* =B1= (1/8 s.d 1/6) dikalikan H

• Lebar kaki & tumit* =B3= (0,5 s.d 1) dikalikan B1


3. Kestabilan prasarana Analisis kestabilan antara lain meliputi :
• Analisa terhadap Guling,

• Analisa terhadap Geser,

• Daya dukung tanah dasar

• Patah tembok akibat gaya yang diterimanya.


4. Kemiringan dinding Minimal 50 : 1 (H dibanding B2) 5. Jenis tanah a. Tanpa lapisan air
tanah/air b. Ada lapisan air tanah/air c. Tanah Lempung d. Tanah pasir a. Analisis tekanan
yang terjadi tidak mencakup tekanan akibat air/lapisan air tanah, dan indikator tanah yang
berpengaruh adalah tanah dalam kondisi biasa (kering udara) b. Analisis tekanan yang terjadi
mencakup tekanan akibat air/lapisan air tanah, dan indikator tanah yang berpengaruh adalah
tanah dalan kondisi jenuh**. c. Analisis tekanan yang terjadi ada pengaruh daya lekat tanah
(kohesi). d. Nilai daya lekat tanah untuk tanah pasir (murni) biasanya kecil atau = 0 dan
pengaruh daya lekatnya dapat diabaikan. 6. Bahan penyusun a. Batu kali b. Semen c. Pasir a.
Batu kali yang digunakan

b. Semen yang dapat digunakan sesuai dengan kondisi lingkungan tembok. c. Pasir harus
bebas dari bahan lain seperti tanah lempung, sampah, dan kotoran lainnya. 7. Kualitas adukan
Disesuaikan dengan desain yang terdanai, dapat mengikat batu dengan baik dan kuat, berat
volume antara 2,0

2,3 t/m3 (PPI 1983) Catatan : * Mengikuti kaidah teknis bentuk tembok penahan yang
direncanakan ** Tanah kondisi jenuh dapat diartikan kondisi tanah yang sudah maksimal
dalam menyerap air. VI. Pemeliharaan dan peningkatan Dinding Penahan Tanah Dalam hal
pemeliharaan dan peningkatan dinding penahan tanah hal-hal yang perlu diperhatikan antara
lain : 1. Kebersihan lingkungan tepi sekitar dinding dari rumput-rumput atau tumbuhan
dengan akar yang dapat merusak dinding 2. Keadaan suling-suling 3. Kondisi saluran
air/drainase air 4. Perlindungan terhadap bahan utama Misalnya : - Untuk material batu kali
dan beton dapat dilakukan pemlesteran - Untuk meterial kayu perlindungan terhadap rayap
atau cuaca***
http://zejuq.blogspot.com/2011/06/dinding-penahan-tanah.html

PENAHAN TEBING MENGGUNAKAN KAWAT BRONJONG

Penahan tebing menggunakan bronjong banyak digunakan pada tebing-tebing tanah untuk
menahan tanah agar tidak longsor, juga tebing sungai pada pelaksanaan pekerjaan normalisasi
sungai atau untuk mengatasi gerusan air sungai yang deras.

Bronjong Kawat Pabrikasi

a) Harus terbuat dari bahan baja karbon rendah berlapis galvanis tebal, minimum untuk kawat
anyaman harus 0, 26 kg/ m2, untuk kawat tulangan tepi harus 0, 275 kg/ m2, untuk kawat
pengikat harus 0, 24 kg/ m2, yang memenuhi BS 1052/ 80 dan BS 443/ 82.

b) Karakteristik Bronjong Kawat Pabrikasi adalah :


Karakteristik
Heavy Galvanized dan Lapis PVC
Tulangan tepi, diameter : 4, 4 mm
Anyaman, diameter : 3, 7 mm
Pengikat, diameter : 3, 0 mm
Kuat Tarik Kawat : 41 – 51 kg/ mm2
Perpanjangan diameter : 12% ( maksimum)

c) Anyaman : Anyaman harus merata berbentuk segi enam yang teranyam dengan tiga lilitan
dengan bukaan lubang kira-kira 80 mm x 110 mm ( toleransi ± 10% ) , dengan kuat tarik
anyaman sebesar 42 – 50 kN/ m. Keliling tepi dari anyaman kawat harus diikat pada
kerangka bronjong sehingga sambungan-sambungan yang diikatkan pada kerangka harus
sama kuatnya seperti pada badan anyaman.

d) Keranjang harus merupakan unit tunggal dengan dimensi yang disyaratkan dalam Gambar
dan dibuat sedemikian sehingga dapat dikirim ke lapangan sebelum diisi dengan batu.

e) Tiap Bronjong Kawat Pabrikasi harus diberi diaphragma/ sekat setiap jarak 1 meter. Sekat
ini harus disatukan dengan cara dililit dengan kawat pengikat pada bagian dasar bronjong.

Bronjong Angkur

a) Ketentuan:
Bronjong Angkur merupakan kombinasi dari system angkur ( tile mesh) dan facing bronjong.
Tinggi facing bronjong untuk setiap unitnya adalah 0, 5 m atau 1, 0 m. Fungsi utama dari
Bronjong Angkur adalah sebagai system perkuatan tanah, karena tile ( angkur) di-desain
untuk dapat memotong garis keruntuhan sehingga tanah menjadi stabil, memenuhi syarat
sebagai bahan konstruksi jalan dan jembatan ( BBA 93/ R075-1998 dan BBA 00/ R119-
2000)

Tiap bagian keranjang dari Bronjong Angkur harus diberi diaphragma/ sekat setiap jarak 1
meter. Sekat ini harus dilekatkan pada bagian dasar bronjong dengan kawat spiral.

Kawat pengikat adalah kawat yang dipakai untuk merakit Bronjong Angkur, mengikat antar
unit Bronjong Angkur dan digunakan sebagai Bracing untuk mencegah menggelembungnya
keranjang bronjong.

Spasi kawat pengikat tidak boleh lebih dari 150mm. Prosedur untuk menggunakan kawat
pengikat terdiri dari pemotongan kawat dengan panjang secukupnya dan pelilitan kawat
pengikat ke anyaman kawat. Mulai dengan mengikat dengan dua lilitan atau satu lilitan
melalui setiap lubang anyaman dan terakhir, ikatkan kawat pengikat ke anyaman kawat.
Tempatkan diafragma dalam posisi vertical, dan ikat ke sisi panel dengan cara yang sama.

b) Semua kawat baja yang dipakai dalam pembuatan Bronjong Angkur harus sesuai dengan
ketentuan dalam BS 1052/ 80, dan BS 443/ 82. Kuat tarik dari kawat baja = 41 – 51 kg/ mm2.

Lapisan galvanis pada kawat harus tetap melekat meskipun kawat tersebut dililit melingkar
sebanyak 6( enam) kali pada batang uji dan tidak mengelupas atau retak bila digosok dengan
jari-jari telanjang.
c) Lapisan plastic PVC yang melindungi kawat baja memenuhi syarat ketebalan lapisan
minimal harus 0.5 mm dengan toleransi 0.05mm ( SNI 03-3046-1992 dan ASTM A-975 –
1997) .

d) Anyaman kawat harus dibuat dengan mesin penganyam, membentuk segi enam yang
masing-masing sama ukurannya, dengan cara melilitkan setiap pasangan kawat sebanyak
3( tiga) lilitan ( double twist) , dengan kuat tarik anyaman minimal sebesar 42 kN/ m.

e) Semua ujung anyaman yang terpotong kecuali ujung bawah dari penyekat, harus terikat
kuat pada kawat sisi yang mempunyai diameter paling sedikit 0.70 mm lebih besar dari kawat
anyamannya ( = 4, 4 mm) .

Bagian sisi anyaman harus dianyam menyatu dengan keranjang anyaman sebagaimana
dijelaskan di paragraph ( d) di atas, dengan kawat sisi paling sedikit 0.70 mm lebih besar
untuk keranjang Bronjong Angkur berlapis PVC.

f) Bagian atas dan sisi vertical dari ujung panel harus terikat dengan kawat sisi sedangkan
diapraghma/ sekat harus terikat pada semua bidang sisinya sebagaimana dijelaskan di
paragaraph ( e)

Ujung panel harus dipasang dengan melilitkan ujung kawat anyaman pada kawat sisi bagian
bawah keranjang Bronjong Angkur. Dengan cara yang sama, penyekat harus dililit dengan
kawat berlapis galvanis dan PVC pada dasar keranjang Bronjong Angkur.

Kekuatan yang diperlukan untuk memisahkan panel dari dasarnya harus tidak boleh kurang
dari yang diperlukan untuk memutuskan anyaman kawat pada panelnya.

g) Panel anyaman angkur merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keranjang Bronjong
Angkur, yaitu panel angkur harus dibentuk dengan anyaman panel yang tidak terputus,
membentuk bagian muka dan atas dari keranjang Bronjong Angkur.

h) Kawat pengikat dan penyambung harus juga terbuat dari heavy galvanized dengan lapisan
PVC serta cukup tersedia untuk keranjang-keranjang Bronjong Angkur, agar perakitan
keranjang Bronjong Angkur pada pekerjaan konstruksi bisa sempurna. Diameter kawat
pengikat harus 3.00 mm dan berlapis PVC.

Toleransi untuk semua ukuran keranjang Bronjong Angkur adalah ± 3%

Batu

Material batu yang akan dipakai untuk Bronjong Kawat Pabrikasi dan Bronjong Angkur
harus terdiri dari batu yang bersih, keras dan dapat tahan lama, berbentuk bulat atau persegi.

Ukuran batu yang diijinkan untuk digunakan adalah antara 15 cm – 25 cm ( toleransi 5% )


dan sekurang-kurangnya 85% dari batuan yang digunakan harus mempunyai ukuran yang
sama atau lebih besar dari ukuran tersebut serta tidak boleh ada batuan yang diijinkan
melewati lubang anyaman.

Material Timbunan
Material tanah timbunan yang digunakan pada pemasangan Bronjong Kawat Pabrikasi dan
Bronjong Angkur harus memenuhi Spesifikasi yang telah ditetapkan dalam desain. Idealnya
tanah timbunan yang digunakan adalah SIRTU atau dapat juga menggunakan timbunan
pilihan dengan Spesifikasi sebagai berikut :

- Granular dan Porous.

- Persentase material yang ukuran butirannya lebih kecil dari 75 micron, tidak boleh lebih
dari 15%

- Persentase material yang ukuran butirannya lebih kecil dari 100 mm, minimal harus 90% .

- Pemadatan minimal mencapai 90 % Standar Proctor.

- Mengacu pada parameter tanah timbunan sesuai dengan desain yaitu c = 5 kN/ m2, gdry =
18 kN/ m3, f = 30º dengan deskripsi tanah berupa silty sand.

http://cvaristonkupang.com/2013/04/06/bronjong-penahan-longsor/

PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI DENGAN POHON-POHON

Dengan beberapa kasus dewasa ini, banyak terjadi masalah dengan kelongsoran tebing sungai
yang banyak terjadi sungai-sungai, terutama yang mempunyai arus aliran air deras. Untuk
menanggulangi hal tersebut, salah satunya adalah dengan melindungi tebing sungai dengan
menggunakan pohon-pohonan, Patt et al. (1999) mengusulkan beberapa metode penahan
tebing dengan menggunakan vegetasi setempat,

Batang Pohon yang Tidak Teratur


Pada metode ini dapat menggunakan pohon tumbang baru dan belum dipotongi dahan dan
rantingnya, yang dipasang dibagian yang mengalami longsor. Di daerah pegunungan dapat
dipakai pohon pinus atau cemara. Bagian bawah (akarnya) diletakkan di hulu membujur di
sepanjang tebing yang longsor. Untuk dataran rendah dapat digunakan pohon-pohon atau
bambu di sekitar sungai yang ada. Pada longsoran yang panjang dapat digunakan sejumlah
batang pohon yang dipasang memanjang.

Batang pohon yang tidak teratur (Patt et al. 1999)

Gabungan (Ikatan) Batang dan Ranting Pohon Membujur


Pada metode ini dahan dan ranting pohon dapat diikat memanjang dan dipasang dengan
dipatok disepanjang kaki tebing sungai. Fungsi utamanya adalah untuk menahan
kemungkinan longsornya tebing akibat arus air. Jenis tumbuhan (ranting dan dahan) dipilih di
daerah setempat misalnya batang tumbuhan "mantang-mantangan" atau bambu yang
berukuran kecil. Ikatan tersebut sebaiknya ditimbun tanag sebagian sehingga terdorong untuk
tumbuh. Untuk menjaga kebasahan selama masa pertumbuhan, maka ikatan tersebut harus di
letakkan di bawa atau pada muka air rata-rata.

Gabungan (ikatan) batang dan ranting pohon membujur (Patt et al. 1999)

Ikatan Batang dan Ranting Pohon dengan Batu dan Tanah di dalamnya.
Pada metode ini, prinsipnya sama dengan ikatan batang, hanya di bagian dalam ikatan
tersebut diisi dengan batu dan tanah. Fungsi batu ini adalah sebagai alat pemberat sehingga
ikatan tidak terbawa arus. Di samping itu mempermudah tumbuhnya batang dan ranting
tersebut.
Ikatan batang dan ranting pohon dengan batu dan tanah di dalamnya (Patt et al. 1999)

Pagar Datar
Pada metode ini dapat dibuat dengan bambu atau batang dan ranting pohon yang ada di
sekitar sungai. Penancapan pilar pagar sekitar 50 cm dan jarak pilar antara 50 - 80 cm. Pagar
dipasang di dasar sungai dengan bagian atas di bawah tinggi muka air rata-rata. Pemasangan
pagar ini paling tepat sebelum musim penghujan. Tergantung jenis tanaman setempat, dalam
waktu berapa bulan tanaman di belakang pagar sudah bisa tumbuh.

Pagar datar (Patt et al. 1999)

Penutup Tebing
Pada metode ini penutup tebing untuk menanggulangi erosi ini dapat dibuat dari berbagai
macam bahan, misalnya dari alang-alang, mantang-mantangan, jerami kering, rumput gajah
kering, daun kelapa, dan lain-lain. Di bagian bawah dipasang ikatan batang pohon untuk
penahan. Di antaranya bisa ditanami dengan tumbuhan, sebaiknya dari jenis yang ditemukan
di sekitar lokasi tersebut.

Penutup tebing (Patt et al. 1999)

Tanaman Tebing
Pada metode ini untuk melindungi erosi dan longsoran tebing yang terjal dapat digunakan
cara seperti pada gambar. Jenis tanaman disesuaikan dengan jenis tanaman yang dijumpai di
sekitar lokasi. Panjang batangnya sekitar 60 cm masukk ke dalam tanah dengan diurug di
atasnya dan sekitar 20 cm yang di luar. Dengan cara pengurugan in didapat kondisi tanah
yang gembur dan memungkinkan hidupnya tanaman tersebut. Dengan masukan sedalam 60
cm ke dalam tanah maka akan didapat tanaman yang kuat mengikat tebing sungai.

Tanaman tebing (Patt et al. 1999)

Penanaman Tebing
Pada metode ini tebing-tebing sungai yang tanpa tumbuhan sebaiknya sesegera mungkin
ditanami. Jenis tumbuhannya dapat dipilih dari daerah setempat. Bambu adalah salah satu
jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di sepanjang sungai di Indonesia. Penanaman bambu
dapat dilakukan dengan memilih beberapa jenis bambu yang sesuai dengan lebar dan
kedalaman sungai. Jenis bambu yang pendek dan kecil dapat ditanam pada sungai yang relatif
kecil. Sedang jenis bambu yang tinggi dan berbatang besar digunakan pada tebing sungai
besar. Tanaman di tebing sungai ini selain berfungsi sebagai pelindung juga berfungsi
sebagai retensi aliran, sehingga kecepatan aliran turun dan banjir di hilir dapat dikurangi.

Penanaman tebing (Patt et al. 1999)

Tanaman antara Pasangan Batu Kosong


Pada metode ini pasangan batu kosong akan lebih kuat jika di celah-celahnya ditanami
tumbuhan yang sesuai. Dengan adanya tumbuhan tersebut, batu akan semakin kokoh terikat
pada tebingnya.
Tanaman antara pasangan batu kosong (Patt et al. 1999)

Krip Penahan Arus


Pada metode ini krip penahan arus atau pembelok arus dapat dibuat baik dari batu-batu
kosong, pagar datar, atau batu dan akar / potongan pohon bagian bawah. Dengan krip ini akan
terjadi sedimentasi di sekitar krip khususnya di belakang krip. Dengan sedimentasi ini maka
tebing di belakang krip akan terlindungi.

Krip penahan arus (Patt et al. 1999)

http://www.galeripustaka.com/2013/03/perlindungan-tebing-sungai-dengan-pohon.html

SUMBER REFERENSI :
Maryono, A., 2005. Eko-Hidraulik Pembangunan Sungai. Yogyakarta : Magister Sistem
Teknik Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai