TEKANAN TANAH
Tekanan dari tanah ke suatu struktur, disebut “Tekanan Tanah”. Struktur/dinding penahan
tanah umumnya ada dalam kondisi salah satu dari tiga jenis tekanan sebagai berikut:
1. Tekanan tanah dalam kondisi diam; tekanan yang terjadi akibat massa tanah pada dinding
penahan dalam kondisi seimbang.
Apabila dinding penahan sungguh kaku (rigit) sehingga tidak dapat bergerak sedikitpun,
maka tegangan yang bekerja :
= Ko . . H
Harga-harga Ko yang khas untuk beberapa macam tanah tertentu adalah sebagai berikut :
Pada umunya dinding penahan tanah tidak dapat dianggap kaku, karena sedikit banyak
akan bergerak (deform) kedepan pada waktu penimbunan tanah di belakangnya.
Deformasi yang terjadi dianggap cukup besar sehingga tercapai keadaan keruntuhan
(failure state) dalam tanah.
h H
Tekanan vertikal =
Po = Ko H H = Ko H2
dan adalah tegangan-tegangan utama maksimum dan minimum, yang mana dapat
dibuat lingkaran Mohr.
AC = AB + BC
= sin + c cos
Ka =
Ka = tan2 (45o -
)
Keadaan dimana dinding ditekan sehingga bergerak kebelakang. Dalam hal ini tegangan
tanah akan menjadi lebih besar dari . Tegangan terbesar akan terjadi apabila tanah telah
mencapai keadaan keruntuhan.
Tinjau tanah di depan kaki tembok. Tegangan vertical (P V1), dan tengangan horizontal
(Ph1) yang menjadi tengangan utama (mayor principal stress), Pw = dan = .Z
Ph1 =
= Kp = NQ =
2. Teori Coulomb
b. Cara Grafis : 1. Teori Culmann
2. Teori Rebhan
3. Teori Poncelet
1. Teori Rankine
Teori Rankine beranggapan bahwa (a) tekanan tanah pada bidang vertical bersama massa
tanahnya yang berdekatan/berbatasan dengan tembok penahan menjadi satu, (b)
permukaan bidang tegak dianggap rata, (3) arah gaya tekanan sejajar dengan bidang
permukaan tanah.
Pa = Ka H
Diagram gaya untuk berbagai kondisi adalah:
c. Tanah tak berkohesi dalam kondisi terendam sebagian dan ada muatan merata :
Pada kedalaman Ho tidak ada tegangan yang terjadi (tekanan + = tekanan - ), jadi pada
tanah berkohesi, penggalian tanah sampai Ho secara teoritis tidak perlu adanya dinding
penahan.
Ho = 2 hc = 4 c
Pa = ½ H2. Ka – 2 c H Ka (Aktif)
Pp = ½ H2. NQ – 2 c H NQ (Pasif)
Pa = ½ H2. cos
Titik tangkap gaya tekan/tekanan total terletak pada dari dasar tembok dan sejajar
dengan kemiringan permukaan tanah ( ).
2. Teori Coulomb
c. Arah gaya tekan membentuk sudut dengan bidang tembok ( ) atau sudut bidang tembok
dengan tanah.
Ka = 2
Ka = 2
Menurut Terzaghi, dapat ditentukan sebesar ( )
Contoh untuk cara grafis Culmann dapat dilihat pada halaman berikut :
http://andrieasgunawan.blogspot.com/2013/03/mekanika-tanah-tekanan-tanah-bab-v.html
Catatan :
Apabila dinding penahan tanah tidak dihitung untuk menahan air maka wajib dipasang
subdrain (pipa PVC Ø 2,5 Inc) agar tidak terjadi gaya horizontal yang diakibatkan oleh
tekanan air. Untuk pemasangan pipa subdrainnya lihat skema pemasangan pipa dibagian No
5
Catatan :
Apabila dinding penahan tanah tidak dihitung untuk menahan air maka wajib dipasang
subdrain (pipa PVC Ø 2,5 Inc) agar tidak terjadi gaya horizontal yang diakibatkan oleh
tekanan air. Untuk pemasangan pipa subdrainnya lihat skema pemasangan pipa dibagian No
5
Catatan :
Apabila dinding penahan tanah tidak dihitung untuk menahan air maka wajib dipasang
subdrain (pipa PVC Ø 2,5 Inc) agar tidak terjadi gaya horizontal yang diakibatkan oleh
tekanan air. Untuk pemasangan pipa subdrainnya lihat skema pemasangan pipa dibagian No
5
4 Dinding Penahan Tanah Type Buttress
A = 20 Cm sampai dengan 30 Cm
B = 0,4H sampai dengan 0,7H
C = H/14 sampai dengan H/12
D = 0,3H sampai dengan 0,6H
E = Minimum 20 Cm
Catatan :
1. Apabila dinding penahan tanah tidak dihitung untuk menahan air maka wajib
dipasang subdrain (pipa PVC Ø 2,5 Inc) agar tidak terjadi gaya horizontal yang
diakibatkan oleh tekanan air. Untuk pemasangan pipa subdrainnya lihat skema
pemasangan pipa dibagian No 5
2. Untuk penulangan dinding penahan tanah type buttress prinsipnya sama dengan
dinding penahan tanah type counterfort
Catatan :
Pipa PVC dipasang tiap 1 M², agar air dapat keluar dari dalam tanah
Kemiringan minimal talud 3 kerarah vertical dan 1 kearah harisontal, kemiringan
maksimal 1 kearah vertical dan 1 kearah horisontal
Acuan Normatif :
1. Gunadarma : Konstruksi Penahan Tanah
2. Gunadarma : Fundasi Dangkal Dan Fundasi Dalam
3. Ir. Gogot Setyo Budi , M.Sc., Ph. D : Pondasi Dangkal
4. Eddy Edwin : Pondasi Tiang Dan Turap
5. Delta Teknik Group Jakarta : Diktat Teori Konstruksi Beton I Jilid 2
6. Ir. Rudy Gunawan : Pengantar Teknik Pondasi
7. PBI-1971
8. Chu-Kia Wang, Charles G. Salmon, Binsar Harianja : Disain Beton Bertulang
9. Istimawan Dipohusodo : Struktur Beton Bertulang
10. Gideon Kusuma, W. C. Vis : Dasar – Dasar Perencanaan Beton Bertulang
11. Pradnya Paramita : Mekanika Tanah Dan Teknik Pondasi
12. Tutu TW. Surowiyono : Dasar Perencanaan Rumah Tinggal
Hal-hal teknis yang harus diperhatikan tembok penahan tanah antara lain NO Uraian
Teknis Konstruksi Pasangan Batu Kali 1. Ukuran/ Dimensi Rumus ancar-ancar dimensi
• Lebar atas (cm)
= H (tinggi tembok) dibagi 12 (Minimal lebar atas 25 cm)
• Lebar dasar =B=(0,47 s.d. 0,7) dikalikan H
b. Semen yang dapat digunakan sesuai dengan kondisi lingkungan tembok. c. Pasir harus
bebas dari bahan lain seperti tanah lempung, sampah, dan kotoran lainnya. 7. Kualitas adukan
Disesuaikan dengan desain yang terdanai, dapat mengikat batu dengan baik dan kuat, berat
volume antara 2,0
–
2,3 t/m3 (PPI 1983) Catatan : * Mengikuti kaidah teknis bentuk tembok penahan yang
direncanakan ** Tanah kondisi jenuh dapat diartikan kondisi tanah yang sudah maksimal
dalam menyerap air. VI. Pemeliharaan dan peningkatan Dinding Penahan Tanah Dalam hal
pemeliharaan dan peningkatan dinding penahan tanah hal-hal yang perlu diperhatikan antara
lain : 1. Kebersihan lingkungan tepi sekitar dinding dari rumput-rumput atau tumbuhan
dengan akar yang dapat merusak dinding 2. Keadaan suling-suling 3. Kondisi saluran
air/drainase air 4. Perlindungan terhadap bahan utama Misalnya : - Untuk material batu kali
dan beton dapat dilakukan pemlesteran - Untuk meterial kayu perlindungan terhadap rayap
atau cuaca***
http://zejuq.blogspot.com/2011/06/dinding-penahan-tanah.html
Penahan tebing menggunakan bronjong banyak digunakan pada tebing-tebing tanah untuk
menahan tanah agar tidak longsor, juga tebing sungai pada pelaksanaan pekerjaan normalisasi
sungai atau untuk mengatasi gerusan air sungai yang deras.
a) Harus terbuat dari bahan baja karbon rendah berlapis galvanis tebal, minimum untuk kawat
anyaman harus 0, 26 kg/ m2, untuk kawat tulangan tepi harus 0, 275 kg/ m2, untuk kawat
pengikat harus 0, 24 kg/ m2, yang memenuhi BS 1052/ 80 dan BS 443/ 82.
c) Anyaman : Anyaman harus merata berbentuk segi enam yang teranyam dengan tiga lilitan
dengan bukaan lubang kira-kira 80 mm x 110 mm ( toleransi ± 10% ) , dengan kuat tarik
anyaman sebesar 42 – 50 kN/ m. Keliling tepi dari anyaman kawat harus diikat pada
kerangka bronjong sehingga sambungan-sambungan yang diikatkan pada kerangka harus
sama kuatnya seperti pada badan anyaman.
d) Keranjang harus merupakan unit tunggal dengan dimensi yang disyaratkan dalam Gambar
dan dibuat sedemikian sehingga dapat dikirim ke lapangan sebelum diisi dengan batu.
e) Tiap Bronjong Kawat Pabrikasi harus diberi diaphragma/ sekat setiap jarak 1 meter. Sekat
ini harus disatukan dengan cara dililit dengan kawat pengikat pada bagian dasar bronjong.
Bronjong Angkur
a) Ketentuan:
Bronjong Angkur merupakan kombinasi dari system angkur ( tile mesh) dan facing bronjong.
Tinggi facing bronjong untuk setiap unitnya adalah 0, 5 m atau 1, 0 m. Fungsi utama dari
Bronjong Angkur adalah sebagai system perkuatan tanah, karena tile ( angkur) di-desain
untuk dapat memotong garis keruntuhan sehingga tanah menjadi stabil, memenuhi syarat
sebagai bahan konstruksi jalan dan jembatan ( BBA 93/ R075-1998 dan BBA 00/ R119-
2000)
Tiap bagian keranjang dari Bronjong Angkur harus diberi diaphragma/ sekat setiap jarak 1
meter. Sekat ini harus dilekatkan pada bagian dasar bronjong dengan kawat spiral.
Kawat pengikat adalah kawat yang dipakai untuk merakit Bronjong Angkur, mengikat antar
unit Bronjong Angkur dan digunakan sebagai Bracing untuk mencegah menggelembungnya
keranjang bronjong.
Spasi kawat pengikat tidak boleh lebih dari 150mm. Prosedur untuk menggunakan kawat
pengikat terdiri dari pemotongan kawat dengan panjang secukupnya dan pelilitan kawat
pengikat ke anyaman kawat. Mulai dengan mengikat dengan dua lilitan atau satu lilitan
melalui setiap lubang anyaman dan terakhir, ikatkan kawat pengikat ke anyaman kawat.
Tempatkan diafragma dalam posisi vertical, dan ikat ke sisi panel dengan cara yang sama.
b) Semua kawat baja yang dipakai dalam pembuatan Bronjong Angkur harus sesuai dengan
ketentuan dalam BS 1052/ 80, dan BS 443/ 82. Kuat tarik dari kawat baja = 41 – 51 kg/ mm2.
Lapisan galvanis pada kawat harus tetap melekat meskipun kawat tersebut dililit melingkar
sebanyak 6( enam) kali pada batang uji dan tidak mengelupas atau retak bila digosok dengan
jari-jari telanjang.
c) Lapisan plastic PVC yang melindungi kawat baja memenuhi syarat ketebalan lapisan
minimal harus 0.5 mm dengan toleransi 0.05mm ( SNI 03-3046-1992 dan ASTM A-975 –
1997) .
d) Anyaman kawat harus dibuat dengan mesin penganyam, membentuk segi enam yang
masing-masing sama ukurannya, dengan cara melilitkan setiap pasangan kawat sebanyak
3( tiga) lilitan ( double twist) , dengan kuat tarik anyaman minimal sebesar 42 kN/ m.
e) Semua ujung anyaman yang terpotong kecuali ujung bawah dari penyekat, harus terikat
kuat pada kawat sisi yang mempunyai diameter paling sedikit 0.70 mm lebih besar dari kawat
anyamannya ( = 4, 4 mm) .
Bagian sisi anyaman harus dianyam menyatu dengan keranjang anyaman sebagaimana
dijelaskan di paragraph ( d) di atas, dengan kawat sisi paling sedikit 0.70 mm lebih besar
untuk keranjang Bronjong Angkur berlapis PVC.
f) Bagian atas dan sisi vertical dari ujung panel harus terikat dengan kawat sisi sedangkan
diapraghma/ sekat harus terikat pada semua bidang sisinya sebagaimana dijelaskan di
paragaraph ( e)
Ujung panel harus dipasang dengan melilitkan ujung kawat anyaman pada kawat sisi bagian
bawah keranjang Bronjong Angkur. Dengan cara yang sama, penyekat harus dililit dengan
kawat berlapis galvanis dan PVC pada dasar keranjang Bronjong Angkur.
Kekuatan yang diperlukan untuk memisahkan panel dari dasarnya harus tidak boleh kurang
dari yang diperlukan untuk memutuskan anyaman kawat pada panelnya.
g) Panel anyaman angkur merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keranjang Bronjong
Angkur, yaitu panel angkur harus dibentuk dengan anyaman panel yang tidak terputus,
membentuk bagian muka dan atas dari keranjang Bronjong Angkur.
h) Kawat pengikat dan penyambung harus juga terbuat dari heavy galvanized dengan lapisan
PVC serta cukup tersedia untuk keranjang-keranjang Bronjong Angkur, agar perakitan
keranjang Bronjong Angkur pada pekerjaan konstruksi bisa sempurna. Diameter kawat
pengikat harus 3.00 mm dan berlapis PVC.
Batu
Material batu yang akan dipakai untuk Bronjong Kawat Pabrikasi dan Bronjong Angkur
harus terdiri dari batu yang bersih, keras dan dapat tahan lama, berbentuk bulat atau persegi.
Material Timbunan
Material tanah timbunan yang digunakan pada pemasangan Bronjong Kawat Pabrikasi dan
Bronjong Angkur harus memenuhi Spesifikasi yang telah ditetapkan dalam desain. Idealnya
tanah timbunan yang digunakan adalah SIRTU atau dapat juga menggunakan timbunan
pilihan dengan Spesifikasi sebagai berikut :
- Persentase material yang ukuran butirannya lebih kecil dari 75 micron, tidak boleh lebih
dari 15%
- Persentase material yang ukuran butirannya lebih kecil dari 100 mm, minimal harus 90% .
- Mengacu pada parameter tanah timbunan sesuai dengan desain yaitu c = 5 kN/ m2, gdry =
18 kN/ m3, f = 30º dengan deskripsi tanah berupa silty sand.
http://cvaristonkupang.com/2013/04/06/bronjong-penahan-longsor/
Dengan beberapa kasus dewasa ini, banyak terjadi masalah dengan kelongsoran tebing sungai
yang banyak terjadi sungai-sungai, terutama yang mempunyai arus aliran air deras. Untuk
menanggulangi hal tersebut, salah satunya adalah dengan melindungi tebing sungai dengan
menggunakan pohon-pohonan, Patt et al. (1999) mengusulkan beberapa metode penahan
tebing dengan menggunakan vegetasi setempat,
Gabungan (ikatan) batang dan ranting pohon membujur (Patt et al. 1999)
Ikatan Batang dan Ranting Pohon dengan Batu dan Tanah di dalamnya.
Pada metode ini, prinsipnya sama dengan ikatan batang, hanya di bagian dalam ikatan
tersebut diisi dengan batu dan tanah. Fungsi batu ini adalah sebagai alat pemberat sehingga
ikatan tidak terbawa arus. Di samping itu mempermudah tumbuhnya batang dan ranting
tersebut.
Ikatan batang dan ranting pohon dengan batu dan tanah di dalamnya (Patt et al. 1999)
Pagar Datar
Pada metode ini dapat dibuat dengan bambu atau batang dan ranting pohon yang ada di
sekitar sungai. Penancapan pilar pagar sekitar 50 cm dan jarak pilar antara 50 - 80 cm. Pagar
dipasang di dasar sungai dengan bagian atas di bawah tinggi muka air rata-rata. Pemasangan
pagar ini paling tepat sebelum musim penghujan. Tergantung jenis tanaman setempat, dalam
waktu berapa bulan tanaman di belakang pagar sudah bisa tumbuh.
Penutup Tebing
Pada metode ini penutup tebing untuk menanggulangi erosi ini dapat dibuat dari berbagai
macam bahan, misalnya dari alang-alang, mantang-mantangan, jerami kering, rumput gajah
kering, daun kelapa, dan lain-lain. Di bagian bawah dipasang ikatan batang pohon untuk
penahan. Di antaranya bisa ditanami dengan tumbuhan, sebaiknya dari jenis yang ditemukan
di sekitar lokasi tersebut.
Tanaman Tebing
Pada metode ini untuk melindungi erosi dan longsoran tebing yang terjal dapat digunakan
cara seperti pada gambar. Jenis tanaman disesuaikan dengan jenis tanaman yang dijumpai di
sekitar lokasi. Panjang batangnya sekitar 60 cm masukk ke dalam tanah dengan diurug di
atasnya dan sekitar 20 cm yang di luar. Dengan cara pengurugan in didapat kondisi tanah
yang gembur dan memungkinkan hidupnya tanaman tersebut. Dengan masukan sedalam 60
cm ke dalam tanah maka akan didapat tanaman yang kuat mengikat tebing sungai.
Penanaman Tebing
Pada metode ini tebing-tebing sungai yang tanpa tumbuhan sebaiknya sesegera mungkin
ditanami. Jenis tumbuhannya dapat dipilih dari daerah setempat. Bambu adalah salah satu
jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di sepanjang sungai di Indonesia. Penanaman bambu
dapat dilakukan dengan memilih beberapa jenis bambu yang sesuai dengan lebar dan
kedalaman sungai. Jenis bambu yang pendek dan kecil dapat ditanam pada sungai yang relatif
kecil. Sedang jenis bambu yang tinggi dan berbatang besar digunakan pada tebing sungai
besar. Tanaman di tebing sungai ini selain berfungsi sebagai pelindung juga berfungsi
sebagai retensi aliran, sehingga kecepatan aliran turun dan banjir di hilir dapat dikurangi.
http://www.galeripustaka.com/2013/03/perlindungan-tebing-sungai-dengan-pohon.html
SUMBER REFERENSI :
Maryono, A., 2005. Eko-Hidraulik Pembangunan Sungai. Yogyakarta : Magister Sistem
Teknik Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada