BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Universitas Sriwijaya
2
4.4.2Kondisi Lapangan
a. Front Loading (Loading Point)
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan, kondisi front loading
di pit kungkilan sendiri berubah-ubah setiap minggunya. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu desain pit dari mine plan dengan acuan desain mingguan
dan desain bulanan, kemudian ada faktor kondisi material yang akan digali.
Kondisi front loading yang baik yaitu memiliki area yang cukup luas
untuk dump truck yang bekerja pada area tersebut untuk melakukan manuver
dengan bebas dan memiliki ruang yang cukup untuk antrian dump truck saat
kembali dari disposal area. Area dari front loading yang cukup luas dapat
membantu mempercepat waktu manuver dari dump truck sehingga dapat
mempersingkat waktu edar yang berpengaruh pada produktivitas dari alat tersebut
karena semakin cepat waktu edar maka semakin tinggi pula produktivitas dari alat
tersebut, begitu pula sebalinya semakin lama waktu edar maka semakin rendah
pula produktivitas dari alat tersebut.
Universitas Sriwijaya
4
3336K dan Hino 500 FM350PL. Dalam sistem operasi penambangan hal penting
yang perlu dipersiapkan salah satunya ialah mempersiapkan jalan angkut. Jalan
angkut yang tidak rata, berdebu, banyak tikungan dan kemiringan jalan yang
tinggi dapat mempengaruhi daya mesin yang bekerja pada alat sehingga dapat
membuat kegiatan produksi dan penggunaan bahan bakar tidak efektif.
Jenis material yang digunakan untuk pembuatan jalan angkut juga harus
diperhatikan karena akan berpengaruh pada kondisi dari jalan angkut. Kekerasan
dan kekompakkan material pada jalan angkut harus disesuaikan dengan beban dari
alat dan muatan yang akan diangkut alat tersebut untuk kelancaran proses hauling
dalam operasi penambangan.
angkut tersebut. Di beberapa titik jalan angkut juga masih terlihat banyak jalan
yang bergelombang dan tidak rata sehingga dapat mengganggu kelancaran
jalannya proses produksi dan tingginya waktu edar dari alat angkut tersebut. Pada
saat setelah hujan kondisi jalanan terlihat menjadi licin dan harus kembali
dipersiapkan sehingga dapat digunakan kembali untuk proses operasi
penambangan, jalan yang licin dapat
menghambat jalannya proses pengangkutan material. Oleh karena itu perlu adanya
penambahan alat support grader pada beberapa titik jalan angkut untuk
memperlancar proses pengangkutan sehingga alat angkut dapat bekerja secara
baik dan optimal tanpa hambatan.
c. Kondisi Dumping Area
Kondisi dumping area pada pit Kungkilan harus diperhatikan dari segi
letaknya agar tidak berada diwilayah yang dapat menjadi prospek untuk
ditambang. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan pada pit Kungkilan
terdapat satu lokasi disposal dan bukan merupakan area bekas pit. Jarak dari
loading point menuju dumping area berjarak 1,6 km. Permasalahan pada disposal
area ini yakni pada lokasi dumping area masih terlihat kondisi permukaan jalan
dumping area tidak rata sehingga pada proses manuver dumptruck untuk
penumpahan material menjadi sulit dan berpengaruh terhadap waktu edar
dumptruck menjadi lebih lama.
Universitas Sriwijaya
6
Pada saat setelah hujan alat dumptruck sering mengalami terjadinya slip,
hal ini disebabkan oleh material berjatuhan dari alat dumptruck ketika hendak
menumpahkan material dan permuakaan area disposal yang terkena air hujan.
Dalam hal ini alat support yakni dozer sangat diperlukan untuk menata dumping
area agar dapat memperlancar kegiatan dari dumptruck.
Universitas Sriwijaya
7
345 GC.
Cara untuk mendapatkan nilai swell factor yakni perbandingan antara
density insitu dan density loose suatu material. Material pada daerah penelitian
adalah material tanah liat kering sehingga didapatkan nilai swell factor sebesar 85%
Universitas Sriwijaya
9
1 67,87 1,13
Loading
2 64,22 1,07
Hauling 1 341,35 5,69
Bermuatan
Manuver 2 223,50 3,73
Dumping 1 35,85 0,60
2 34,56 0,58
1 34,07 0,57
Waktu
Produktif Dumping
2 27,91 0,47
1 315,47 5,26
Hauling Kosong
2 206,05 3,43
Memposisikan 1 38,27 0,64
Alat
2 31,50 0,53
1 832,87 13,88
Total
2 587,74 9,80
1 80,49 1,34
Antri isi
2 122,15 2,04
Waktu Delay
1 80,49 1,34
Total
2 122,15 2,04
Universitas Sriwijaya
10
Data-data dalam tabel diatas merupakan data waktu edar alat angkut yang
diambil secara langsung menggunakan alat stopwatch di pit Kungkilan.
Berdasarkan data waktu edar alat angkut yang didapatkan terlihat bahwa pada
kegiatan waktu pengangkutan membutuhkan waktu yang cukup banyak dan alat
AXOR 3336K pada fleet 1 membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
melakukan satu siklus produksi dari mulai pengangkutan material dari front
loading menuju ke disposal area. Dari hasil pengamatan secara langsung di
lapangan terlihat beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut yaitu jarak
pengangkutan dari front loading pada fleet 1 ± 1700 m sedangkan jarak
pengangkutan untuk alat HINO 500 pada fleet 2 ± 1600 m sehingga waktu edar
alat angkut pada fleet 1 membutuhkan waktu yang lebih lama. Hal lain yang
mempengaruhi adalah beberapa alat angkut berjalan beriringan sehingga harus
menjaga jarak aman dan sering terjadi kegiatan maintance jalan angkut oleh alat
support grader yang menyebabkan alat angkut harus mengurangi kecepatan. Oleh
sebab itu maka perlu dilakukan pengawasan terhadap pengaturan waktu
maintance dan penguatan struktur jalan sehingga tidak sering terjadi maintance
pada jalan angkut.
Universitas Sriwijaya
11
Universitas Sriwijaya
12
4.2.2Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja merupakan perbandingan antara jam kerja produktif dengan
jam kerja keseluruhan dari sebuah alat. Jam kerja produktif yakni waktu alat
bekerja pada semestinya dari mengangkut material dari front loading menuju
disposal area, sedangkan waktu kerja tidak produktif yakni waktu alat bekerja
bukan untuk mengangkut material malainkan menunggu alat muat, antrian di jalan
sempit, pengisian bahan bakar, serta hal lain yang dilakukan selain mengangkut
material.
Untuk mendapatkan perhitungan efisiensi kerja waktu yang dihitung
terbagi menjadi 3 yakni waktu kerja (working hours), waktu perbaikan (waktu
repair), dan waktu tunggu (standby hours). Waktu kerja adalah waktu yang
digunakan untuk alat yang bekerja secara produktif yakni mengangkut material
dari front menuju disposal, waktu perbaikan adalah waktu yang dibutuhkan untuk
perbaikan alat pada saat alat tersebut rusak, dan waktu tunggu adalah waktu yang
digunakan untuk alat
bekerja secara tidak produktif dalam kondisi tidak rusak yakni menunggu alat gali
muat, mengantri untuk mengangkut material, mengisi bahan bakar, serta hal lain
yang dilakukan selain mengangkut material.
Universitas Sriwijaya
13
832,87 + 80,49
Secara keseluruhan nilai efisiensi kerja alat angkut dan alat gali muat dapat
dilihat pada tabel 4.5 dan tabel 4.6 dibawah ini :
Universitas Sriwijaya
14
1 91 95
2 83 88
1 68 70
2 75 81
832,9
Universitas Sriwijaya
15
1 226 235
2 249 264
mengetahui besaran nilai keserasian alat (match factor) antara alat gali muat dan
alat angkut yang beroperasi di pit Kungkilan. Secara keseluruhan ada 2 alat
galimuat yang beroperasi di pit Kungkilan untuk pengupasan tanah penutup,
masing – masing alat galimuat ini dibagi kedalam 2 fleet dengan masing-masing
fleet menggunakan 1 alat galimuat dan pada fleet 1 dipasangkan dengan 7 alat
angkut sedangkan pada fleet 2 dipasangkan dengan 6 alat angkut. Untuk
menghitung beasaran nilai produktivitas alat galimuat dapat digunakan rumus
pada
II.4 dapat dihitung besaran nilai produktivitas dari masing – masing alat galimuat
seperti dibawah ini :
II.5
Perhitungan Produktivitas Alat Gali Muat CAT 345GC
(EXCZ 5008)
Q = (2,41 x 1 x 0,85)x 3600 𝑥 68% = 242 bcm/jam
20,7
Secara keseluruhan nilai produktivitas alat gali muat dapat dilihat pada tabel
4.8 dibawah ini :
1 242
2 236
Universitas Sriwijaya
18
tempat pengisian bahan bakar. Angka yang ditunjukan oleh alat hoursmeter
adalah waktu kerja dari suatu alat dalam satuan jam.
Didapat dari tabel 4.9 dan tabel 4.10, konsumsi bahan bakar alat angkut
pada kedua fleet yakni fleet 1 dan fleet 2 berbeda yakni pada fleet 1 sebesar 27,29
liter/jam dan pada fleet 2 sebesar 31,22 liter/jam. Selain itu, terdapat juga
perbedaan pada konsumsi bahan bakar alat gali muat pada kedua fleet yakni pada
fleet 1 sebesar 20,05 liter/jam dan fleet 2 sebesar 20,23 liter/jam. Hal ini
berpengaruh pada perhitungan nilai fuel ratio diantara ketiga fleet.
4.3 Perbedaan Fuel Ratio Aktual dengan Fuel Ratio Hasil Perhitungan
Fuel ratio merupakan perbandingan antara fuel consumption terhadap
Universitas Sriwijaya
19
(27,29liter/bcm x 7) + (20,05liter/bcm x 1)
𝐹𝑢𝑒𝑙 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = 226
= 0,93 liter/bcm
(31,22liter/bcm x 6) + (20,23liter/bcm x 1)
𝐹𝑢𝑒𝑙 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = 249
= 0,83 liter/bcm
Berdasarkan tabel 4.11 diatas, terlihat bahwa fuel ratio aktual pada fleet 1
sebesar 0,93 liter/bcm dan fuel ratio aktual pada fleet 2 sebesar 0,83 liter/bcm
sedangkan fuel ratio optimasi pada fleet 1 sebesar 0,90 liter/bcm dan fuel ratio
optimasi pada fleet 2 sebesar 0,79 liter/bcm. Hal ini menunjukan bahwa alat yang
beroperasi pada fleet 2 membutuhkan fuel lebih kecil untuk mengangkut material
setiap bcmnya dibandingkan dengan fuel yang dibutuhkan alat pada fleet 1.
Perhitungan fuel ratio optimasi yakni dengan meminimalkan waktu
hambatan, menggunakan data fuel consumption dari 7 alat AXOR 3336K dan 1
alat excavator CAT 345GC yang bekerja pada masing masing fleet yakni pada
fleet 1 dan 6 alat HINO 500 FM350PL dan 1 alat excavator CAT 345GC pada
fleet 02.
Dari hasil perbandingan ini, terdapat beberapa faktor penyebab yang
Universitas Sriwijaya
20
mempengaruhi nilai dari fuel ratio diatas antara lain permasalahan pada front
loading kurangnya alat support untuk merapikan material yang akan dimuat pada
alat angkut dan meratakan permukaan area front sehingga menyebabkan alat
angkut lebih banyak bergerak dalam melakukan manuver.
Universitas Sriwijaya
21
Universitas Sriwijaya