Anda di halaman 1dari 27

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

1. Musmualim, Eddy Ibrahim, Fuad Rusydi Suwardi, 2014

Dalam jurnalnya dikatakan bahwa dalam kegiatan penambangan

sering terjadi ketidaksesuaian antara rencana penambangan dengan

realisasi aktual di lapangan setelah dilakukan rekonsiliasi di akhir

bulan. Ketidaksesuaian yang sering terjadi mencakup overcut

(kelebihan penggalian berdasarkan request level), undercut

(kekurangan penggalian), over stripping (pengupasan melebihi target

posisi yang direncanakan).

Analisis rekonsiliasi dilakukan pada bulan juli 2014 dengan

ketercapaian progress bulan juli adalah 76,33% untuk tanah penutup

dan 101,04% untuk Batubara. Hasil analisis didapatkan bahwa

penggalian sesuai dengan rencana (progress in plan) adalah 60,43%

untuk tanah penutup dan 83,42% untuk Batubara. Dengan kelebihan

penggalian (overcut) 11,95% untuk tanah penutup dan 17,44% untuk

Batubara. Penggalian diluar batas rencana penambangan (over

stripping) adalah 8,66% untuk tanah penutup. Penggalian yang belum

terselesaikan (undercut) adalah 39,57% untuk tanah penutup dan

16,58% untuk Batubara.

Faktor penyebab ketidaksesuaian antara rencana penambangan

dengan realisasi aktual disebabkan oleh tidak tercapainya

4
5

produktivitas alat sesuai dengan rencana dan faktor pengawasan akibat


5

sering hilangnya patok-patok elevasi dan batas penambangan.


Page

Dampak yang terjadi akibat ketidaksesuaian tersebut adalah

meningkatnya stripping ratio bulan berikutnya akibat banyaknya

material yang belum diambil pada bulan sebelumnya dari rencana

awal 1:4,22 naik menjadi 1:6,39.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketercapaian

rencana penmbangan adalah dengan penjadwalan ulang penggunaan

alat gali muat (excavator backhoe) dan meningkatkan pengawasan.

2. Rosdayana, 2018

Dalam skripsinya dikatakan bahwa pada dasarnya perencanaan

tambang dibuat agar operasi penambangan menjadi terkoordinasi dan

sesuai dengan target (produksi dan elevasi) yang direncanakan. Target

produksi bulanan merupakan pembagian dari target produksi pertahun.

Sehingga jika target produksi bulan pertama tercapai namun pada

bulan berikutnya tidak tercapai, maka untuk menutupi untuk menutupi

produksi bulan tersebut bulan selanjutnya produksi harus ditingkatkan.

Kemajuan tambang adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada

daerah tambang setelah dilakukan kegiatan penambangan.

Permasalahan yang terjadi di PT. Gunung Emas Abadi yaitu produksi

overburden dan target elevasi yang tidak tercapai dalam setiap

bulannya.
6

Penelitian dilakukan pada bulan September 2017 dengan


6

ketercapaian progress bulan September 2017 adalah 57,09% terhadap


Page

rencana produksi bulanan. Hasil analisis didapatkan bahwa penggalian

sesuai dengan rencana (progress in plan) adalah 53,31%. Penggalian

melebihi batas elevasi (overcut) adalah 47,31%. Penggalian yang

belum terselesaikan (undercut) adalah 81,79%.

Faktor penyebab ketidaksesuaian antara rencana penambangan

dengan realisasi aktual disebabkan oleh tidak tercapainya

produktivitas, Physical Availibility (PA), Use of Availibility (UA),

dan effisiensi kerja alat antara rencana dengan realisasi aktual.

Kurangnya unit support, adanya crowded area, grade jalan yang tidak

sesuai standard, dan kurangnya akses jalan juga menjadi faktor yang

menghambat ketercapaian produksi. Sehingga dampak yang terjadi

akibat ketidaksesuaian tersebut adalah meningkatnya stripping ratio

bulan berikutnya akibat banyaknya material yang belum diambil pada

bulan sebelumnya dari rencana awal 1:14,14 naik menjadi 1:16,80.

3. Manaek Tua Rajaguk-Guk, 2015

Dalam skripsinya dikatakan bahwa Kemajuan tambang adalah

proses penambangan dengan mengikuti arah penyebaran Batubara.

Dalam kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup harus adanya

rencana produksi. Parameter – parameter produksi adalah (Phsycal

Availability, Use Of Availability, Produktivitas). Phsycal Availability

alat gali muat adalah 91.25 % dan alat angkut adalah 91.67 %, Use
7

Of Availability alat gali muat adalah 69.69% dan alat angkut adalah
7

69.70%, produktivitas alat gali muat Excavator Komatsu PC 2000


Page

adalah 803 Bcm/Jam, PC 800 399 Bcm/Jam, produktivitas alat angkut

adalah 135 Bcm/Jam.

Hasil produksi aktual pengupasan overburden yang tertambang

pada periode 26 April – 25 Mei 2015 adalah sebesar 736.894

Bcm/Bulan. Masalah yang menghambat produksi overburden selama

periode 26 April – 25 Mei 2015 yaitu pada Phsycal Availability alat

gali muat masalahnya perbaikan alat gali muat yang direncanakan

terlalu lama sehingga mempengaruhi kepada pencapain produksi,

produktivitas alat muat mengalami masalah karena seringnya disaat

pengupasan overburden kendala yang dihadapi adalah material keras

6
Non Blast sehingga mempengaruhi ke produktivitas suatu alat gali

muat, pada Use Of Availability alat angkut masalah yang terjadi

adalah change shift yang terlalu lama dari yang di rencanakan.


8

2.2 Lapisan Tanah Penutup (Overburden)

Pengupasan lapisan Tanah Penutup (overburden) merupakan

pekerjaan awal dalam suatu operasi penambangan. Adapun dalam pekerjaan

pengupasan tanah penutup ini sangat penting agar didapat stripping ratio

yang baik dan recovery Batubara yang tinggi.

Berdasarkan kondisinya volume tanah dapat berubah-ubah. Dikenal

tiga macam volume tanah yaitu volume asli (bank), volume lepas (loose)

dan volume padat (compacted). Hampir seluruh material yang telah

dipadatkan mempunyai volume yang lebih kecil dari pada volume aslinya.

Hal ini karena pemadatan dapat menghilangkan atau memperkecil ruang

atau pori di antara butiran material. Adapun penjelasan dari masing-masing

volume adalah :

1. Volume asli (insitu/bank) adalah volume tanah yang belum diganggu

dengan alat-alat mekanis. Biasanya volume ini dijadikan dasar bagi

perhitungan pekerjaan tanah. Satuan yang digunakan adalah Bank

Cubic Meter (BCM).

2. Volume Lepas (loose) adalah volume tanah setelah dibongkar atau

dikeruk dari tempat asalnya. Misalnya tanah yang sudah didorong

dengan menggunakan bulldozer, diangkut hauler di tempat penimbunan

yang belum dipadatkan. Satuan yang digunakan adalah Loose Cubic

Meter (LCM).

3. Volume padat (Compacted) adalah volume tanah yang sudah ditimbun

dan sudah dipadatkan, misalnya sebagai badan jalan, landasan stockpile


9

batubara dan sebagainya. Satuan yang digunakan adalah Compact

Cubic Meter (CCM).

2.3 Alat Gali Muat

Menurut (Basuki, 2004) jenis alat gali muat ini dikenal dengan nama

excavator. Beberapa alat mekanis digunakan untuk memindahkan tanah dan

batuan yang termasuk dalam kategori ini adalah power shovel, backhoe,

dragline dan clamshell.

(Sumber : Wigroho, H.Y., 1992. Alat-Alat Berat. Universitas Atmajaya Yogyakarta)


Gambar 2.1 Power Shovel
10

(Sumber : Wigroho, H.Y., 1992. Alat-Alat Berat. Universitas Atmajaya Yogyakarta)


Gambar 2.2 Backhoe

(Sumber : Wigroho, H.Y., 1992. Alat-Alat Berat. Universitas Atmajaya Yogyakarta)


Gambar 2.3 Dragline
11

(Sumber : Wigroho, H.Y., 1992. Alat-Alat Berat. Universitas Atmajaya Yogyakarta)


Gambar 2.4 Clamshell

Menurut (Wigroho, 1992) alat gali muat ini mempunyai bagian-bagian

antara lain :

1. Bagian atas yang dapat berputar

2. Bagian bawah untuk berpindah tempat

3. Bagian-bagian tambahan yang dapat diganti sesuai pekerjaan yang akan

dilaksanakan.

2.4 Produktivitas Alat Gali Muat

Produktivitas adalah banyaknya material yang dapat dihasilkan oleh

alat tersebut dalam periode waktu tertentu. Untuk menghitung produktivitas

alat mekanis digunakan rumus sebagai berikut :


3600
Q = Cbk × × FF × SF × Eff ..................................................... (pers 2.1)
cm

Keterangan :

Q = Produktivitas alat gali muat (m3/jam)


12

Cm = Waktu edar alat gali - muat (detik)

Cbk = Kapasitas bucket (m3)

FF = Fill factor (%)

SF = Swell factor (%)

Eff = Effisiensi Kerja (%)

2.5 Waktu Edar (Cycle Time)

Waktu edar adalah waktu yang yang diperlukan oleh suatu alat untuk

melakukan kegiatan tertentu dari awal sampai akhir dan siap untuk memulai

lagi. Waktu edar alat gali muat terdiri dari :

1. Waktu gali-isi bucket (load bucket), terdiri dari menurunkan bucket

mengali dan mengisi bucket.

2. Waktu mengayun-muat (swing load), yaitu gerakan memutar bucket

dalam keadaan berisi material menuju bak hauler.

3. Waktu penumpahan material (dump bucket) ke dalam hauler.

4. Waktu mengayun-kosong (swing empty), yaitu gerakan mengayun-

kosong ke area material padatan akan pengisian kembali.

Perhitungan waktu siklus alat gali muat dapat dihitung dengan

menggunakan rumus

Ctm = S1 + S2 + S3 + S4 ................................................................ (pers 2.2)

Keterangan :

Ctm = Total waktu siklus alat memuat (Detik)

S1 = Waktu menggali dan pengisian bucket (Detik)

S2 = Waktu putar (swing) dengan muatan material (Detik)


13

S3 = Waktu untuk menumpahkan material ke bak unit hauler (Detik)

S4 = Waktu putar (swing) kosongan (Detik)

2.6 Faktor Pengisian (Fill Factor)

Faktor pengisian merupakan perbandingan antara kapasitas nyata

suatu alat dengan kapasitas teoritis alat tersebut. Besarnya faktor pengisian

suatu alat muat sangat dipengaruhi beberapa faktor: seperti ukuran butir

material, kondisi material dan jumlah stock material yang sedang dikerjakan

(angle of refuse), keterampilan dan pengalaman operator.

Penentuan faktor pengisian (fill factor) dari bucket alat muat, dapat

dilakukan dengan cara pengamatan dan perbandingan langsung pada saat

pemuatan, dimana terlihat adanya variasi pengisian pada bucket. Fill factor

merupakan unsur yang berpengaruh pada waktu pengisian bucket, karena di

dalam pengisian biasanya tidak selamanya penuh atau 100 % - 110 %.

Vnyata
FP  x 100 % .......................................................................... (pers 2.3)
Vteoritis

Keterangan :

FP = Fill Factor (Faktor Pengisian), %

Vnyata = Volume bucket nyata, m3

Vteoritis = Volume baku bucket, m3

2.7 Faktor Pengembangan (Swell Factor)

“Swell” adalah pengembangan volume suatu material setelah digali

dari tempatnya. Di alam, material didapati dalam keadaan padat dan


14

terkonsolidasi dengan baik, sehingga hanya sedikit bagian – bagian kosong

(void) yang terisi udara di antara butir – butirnya.

Apabila material digali dari tempat aslinya, maka akan terjadi

pengembangan volume (swell). Untuk menyatakan berapa besarnya

pengembangan volume itu dikenal dua istilah, yaitu :

- Faktor pengembangan (Swell factor)

- Persen pengembangan (Percent swell)

Pengembangan volume suatu material perlu diketahui, karena yang

diperhitungkan pada penggalian selalu didasarkan pada kondisi material

sebelum digali yang dinyatakan dalam “bank volume” atau “in place” atau

“volume insitu”. Sedangkan material yang ditangani (dimuat untuk

diangkut) selalu material yang telah mengembang (loose volume).

Rumus untuk menghitung “swell factor” (SF) dan persen swell ada

dua, yaitu:

 Rumus SF dan % swell berdasarkan volume :

𝑙𝑜𝑜𝑠𝑒 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 – 𝑏𝑎𝑛𝑘 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒


% swell = x 100% ........................... (pers 2.4)
𝑏𝑎𝑛𝑘 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒

𝑙𝑜𝑜𝑠𝑒 𝑤𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡
SF = 𝑤𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑖𝑛 𝑏𝑎𝑛𝑘 x 100% ....................................................... (pers 2.5)

 Rumus SF dan % swell berdasarkan densitas (kerapatan) :

𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 𝑏𝑎𝑛𝑘 –𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 𝑙𝑜𝑜𝑠𝑒


% swell = x 100% ........................... (pers 2.6)
𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 𝑙𝑜𝑜𝑠𝑒

𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 𝑙𝑜𝑜𝑠𝑒
SF = 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 𝑏𝑎𝑛𝑘 x 100% .......................................................... (pers 2.7)
15

Angka – angka faktor pengembangan (swell factor) setiap klasifikasi

tanah atau material berbeda sesuai dengan jenis materialnya seperti pada

tabel berikut :

Tabel 2.2 Faktor Density Beberapa Material


Density
Jenis Material Swell Factor
(Lb/Cuyd)
Bauksit 2700-4325 0,75
Tanah Liat,Kering 2300 0,85
Tanah Liat, Basah 2800-3000 0,82-0,80
Antracite 2200 0,76
Bituminous 1900 0,74
Bijih Tembaga 3800 0,74
Tanah Biasa, Kering 2800 0,85
Tanah Biasa, Basah 3370 0,85
Tanah Biasa Bercampur Pasir dan Kerikil 3100 0,90
Kerikil (Gravel), Kering 3250 0,89
Kerikil (Gravel), Basah 3600 0,88
Granite, Pecah- pecah 4500 0,67-0,56
Hematite, Pecah-pecah 6500-8700 0,45
Bijih Besi, Pecah-pecah 3600-5500 0,45
Batu Kapur, Pecah-pecah 2500-4200 0,60-0,57
Lumpur 2160-2970 0,83
Lumpur, Sudah Ditekan 2970-3510 0,83
Pasir, Kering 2200-3250 0,89
Pasir, Basah 3300-3600 0,88
Shale 3000 0,75
Slate 4590-4860 0,77
(Sumber: partanto prodjosumanto, 1995)
2.8 Effisiensi Kerja

Effisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu efektif (We) dengan

waktu kerja yang tersedia (T). Hal ini merupakan salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi besar kecilnya produksi alat, semakin banyak waktu

efektif yang digunakan untuk alat maka semakin besar pula produksi yang

dicapai. Dari pengalaman di lapangan pekerja atau mesin tidak mungkin


16

bekerja secara efektif (benar – benar bekerja) selamanya 60 menit dalam

satu jam.

Dalam perhitungan effisiensi kerja ada tiga komponen waktu yang

harus diperhatikan yaitu :

Waktu Kerja (W)

Yaitu waktu yang digunakan alat untuk berproduksi sampai

akhir operasi. Dalam waktu kerja terdapat beberapa variabel meliputi :

 Waktu efektif (We) yaitu waktu yang benar-benar digunakan oleh

alat untuk berproduksi.

 Waktu delay (Wd) yaitu waktu hambatan yang terdiri dari

pengisian bahan bakar, pemindahan alat, menunggu perbaikan

jalan, pemeriksaan mesin serta keadaan cuaca.

Waktu Standby (S)

Jumlah jam suatu alat tidak dipakai padahal dapat di gunakan,

sedangkan tambang dalam keadaan beroperasi.

Waktu Repair (R)

Yaitu waktu perbaikan pada saat jam operasi berlangsung

misalnya perawatan dan waktu menunggu suku cadang alat,

pelumasan.

Untuk mengetahui besarnya effisiensi kerja dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan :

Waktu Kerja Efektif (We)


Eff = Waktu Kerja Tersedia (W) x 100%................................... (Pers 2.8)
17

We = Waktu Kerja Tersedia (W) – Waktu Delay (Wd)....... (Pers 2.9)

Wd = Whtd + Whd .............................................................. (Pers 2.10)

Dimana :

Whtd = Waktu hambatan tidak dapat dihindari

Whd = Waktu hambatan dapat dihindari

Wd = Waktu delay

2.9 Produksi Alat Mekanis

Untuk menghitung produksi Overburden (OB) alat mekanis dapat

mengggunakan rumus sebagai berikut :

Produksi OB = Q × WH OB per hari × n ...................................... (Pers 3.11)

Keterangan :

Q = Productivity Alat Gali Muat ( BCM / Jam)

WH. OB = Working Hours Overburden

n = Jumlah Alat Gali Muat

2.10 Faktor Availability

Faktor availability atau faktor ketersedian alat merupakan salah satu

hal yang mempengaruhi produksi alat mekanis baik alat muat maupun alat

angkut, beberapa faktornya adalah :

a. Mechanical Availability Index Percent (MA)

Merupakan suatu cara untuk mengetahui tingkat kemampuan alat

untuk beroperasi yang dipengaruhi oleh faktor mekanis. Besar kecilnya

nilai dari MA, ditentukan oleh kondisi dari alat mekanis tersebut pada

waktu dioperasikan. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :


18

W
MA = x 100% ............................................................... (pers 2.12)
W R

b. Physical Availability Percent (PA)

Merupakan suatu cara untuk mengetahui kemampuan kerja dari

suatu alat yang dipengaruhi oleh perbaikan alat, cuaca dan kemampuan

operator untuk menghitung nilai PA dengan menggunakan persamaan:

W S
PA = x 100 % ........................................................ (pers 2.13)
W RS

c. Utilization Availability Percent (UA)

Menunjukkan jumlah waktu yang digunakan oleh suatu alat untuk

beroperasi. Nilai persen tersebut dapat diketahui dengan persamaan

sebagai berikut :

W
UA = x 100 % ............................................................ (pers 2.14)
W S

d. Effective Utilization (EU)

Menunjukkan jumlah waktu yang digunakan oleh suatu alat untuk

beroperasi dalam suatu rangkaian kerja atau berproduksi dari total waktu

kerja yang direncanakan. Hal ini dapat diketahui dengan persamaan:

W
EU = x 100 % .................................................................... (pers 2.15)
T

Tingkat efisiensi tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi alat,

pengolahan dan perawatan alat-alat mekanis ataupun operator alat-alat

mekanis itu sendiri. Dengan :


19

W = Waktu kerja

R = Waktu repair/break down

S = waktu standby

T = W + R + S. ( total waktu yang tersedia )

2.11 Aplikasi Software

Perancangan penambangan dapat menggunakan bantuan software

minescape. Menurut John Deboer (2006) pemilihan penggunaan dari

software ini karena minescape merupakan salah satu software tambang yang

aplikatif pada perancangan tambang (mine design). Keunggulan dari

software ini adalah sifatnya yang fleksibel dan efisien. Sehingga cocok

dipakai pada perencanaan jangka pendek dan jangka panjang pada tambang

batubara. Dalam menghitung volume galian atau cadangan dapat digunakan

menu reserve pada open cut. Konsep perhitungan volume galian atau

cadangan pada menu ini didasarkan pada konsep prisma segitiga. Cadangan

atau volume galian yang akan dihitung diasumsikan sebagai isi dari prisma

segitiga yang akan dibatasi bagian atas dan bawah oleh suatu surface

dengan luasan tertentu.


20

2.12 Definisi Perencanaan

Perencanaan tambang adalah salah satu tahapan kegiatan dalam proses

manajemen dimana hal yang dihasilkan adalah rancangan tambang untuk

mencapai ultimate pit limit dan menentukan tahapan penambangan.

2.13 Fungsi Perencanaan

Fungsi perencanaan tergantung dari jenis perencanaan yang digunakan

dan sasaran yang dituju, tetapi secara umum fungsi perencanaan dapat

dikatakan antara lain sebagai berikut :

1. Pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan

dalam pencapaian tujuan.

2. Perkiraan terhadap masalah pelaksanaan, kemampuan, harapan,

hambatan dan kegagalannya mungkin terjadi.

3. Usaha untuk mengurangi ketidakpastian.

4. Kesempatan untuk memilih kemungkinan terbaik.

5. Penyusunan urutan kepentingan tujuan.

6. Alat pengukur atau dasar ukuran dalam pengawasan dan penilaian.

7. Cara penggunaan dan penempatan sumber secara berdaya guna dan

berdaya hasil.

2.14 Ruang Lingkup Perencanaan Tambang

Agar perencanaan tambang dapat dilakukan dengan lebih mudah,

masalah ini biasanya dibagi menjadi tugas-tugas sebagai berikut :

1. Penentuan batas dari pit


21

Menentukan batas akhir dari kegiatan penambangan (ultimate pit

limit) untuk suatu bahan galian. Ini berarti menentukan berapa besar

cadangan bahan galian yang akan ditambang (tonase dan kadarnya) yang

akan memaksimalkan nilai bersih total dari mineral tersebut. Dalam

penentuan batas akhir dari pit, nilai waktu dari uang belum

diperhitungkan.

2. Perancangan pushback

Merancang bentuk-bentuk penambangan (minable geometries)

untuk menambang habis cadangan bahan galian tersebut mulai dari titik

masuk awal hingga ke batas akhir dari pit. Perancangan pushback atau

tahap-tahap penambangan ini membagi ultimate pit menjadi unit-unit

perencanaan yang lebih kecil dan lebih mudah dikelola. Hal ini akan

membuat masalah perancangan tambang tiga dimensi yang kompleks

menjadi lebih sederhana. Pada tahap ini elemen waktu sudah mulai

dimasukkan ke dalam rancangan penambangan karena urut-urutan

penambangan pushback telah mulai dipertimbangkan.

3. Penjadwalan produksi

Menambang bahan galian dan lapisan penutupnya (waste) di atas

kertas, jenjang demi jenjang mengikuti urutan pushback, dengan

menggunakan tabulasi tonase dan kadar untuk tiap pushback yang

diperoleh dari tahap penambangan. Pengaruh dari berbagai kadar batas

(cut off grade) dan berbagai tingkat produksi mineral dan waste

dievaluasi dengan menggunakan kriteria nilai waktu dari uang, misalnya


22

net present value. Hasilnya akan dipakai untuk menentukan sasaran

jadwal produksi yang akan memberikan tingkat produksi dan strategi

kadar batas yang terbaik.

4. Perencanaan tambang berdasarkan urutan waktu

Dengan menggunakan sasaran jadwal produksi yang dihasilkan

pada tahapan pushback, gambar atau peta-peta rencana penambangan

dibuat untuk setiap periode waktu (biasanya per tahun). Rencana

penambangan tahunan ini sudah cukup rinci, di dalamnya sudah

termasuk pula jalan angkut dan ruang kerja alat, sedemikian rupa

sehingga merupakan bentuk yang dapat ditambang. Peta rencana

pembuangan lapisan penutup (waste dump) dibuat pula untuk periode

waktu yang sama sehingga gambaran keseluruhan dari kegiatan

penambangan dapat terlihat.

5. Pemilihan alat

Berdasarkan peta-peta rencana penambangan dan penimbunan

lapisan penutup dapat dibuat profil jalan angkut untuk setiap periode

waktu. Dengan mengukur profil jalan angkut ini, kebutuhan armada alat

angkut dan alat muatnya dapat dihitung untuk setiap periode (setiap

tahun). Jumlah alat bor untuk peledakan serta alat-alat bantu lainnya

(dozer, grader, dll.) dihitung pula.

6. Perhitungan ongkos-ongkos operasi dan kapital

Dengan menggunakan tingkat produksi untuk peralatan yang

dipilih, dapat dihitung jumlah gilir kerja (operating shift) yang diperlukan
23

untuk mencapai sasaran produksi. Jumlah dan jadwal kerja dari personil

yang dibutuhkan untuk operasi, perawatan dan pengawasan dapat

ditentukan. Akhirnya, biaya operasi, kapital dan penggantian alat dapat

dihitung.

2.15 Tahapan Penambangan (Pushback)

Tahapan penambangan merupakan bentuk-bentuk penambangan

(mineable geometris) yang menunjukkan bagaimana suatu pit akan

ditambang dari titik awal masuk hingga bentuk akhir pit. Pentahapan

penambangan disebut juga dengan nama kemajuan tambang , pushback,

phase, slice, dan stage. Tujuan dari tahapan penambangan adalah untuk

menyederhanakan seluruh volume yang ada dalam overall pit ke dalam unit-

unit pit penambangan yang lebih kecil, sehingga memudahkan

penanganannya. Dalam perancangan tahapan penambangan , parameter

waktu harus diperhitungkan, karena waktu merupakan parameter yang

sangat berpengaruh dalam suatu penjadwalan tambang (mine scheduling)

untuk dapat mongoptimalkan target produksi.

Tahapan penambangan adalah penentuan material yang akan

ditambang serta waktu pelaksanaannya penambangan. Material yang akan

ditambang dapat berupa lapisan penutup dan batubara. Menambang

batubara dan lapisan tanah penutup jenjang demi jenjang mengikuti urutan

bentuk-bentuk penambangannya yang telah dirancang sebelumnya.

Hal-hal yang mempengaruhi suatu urutan tahapan penambangan adalah :

a. Target Produksi
24

b. Kondisi dan Karakteristik endapan

c. Peralatan yang akan digunakan

d. Cuaca

e. Penimbunan Material

f. Harga Material

Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat dibuat rencana

penambangan yang teratur dan efisien.

Untuk menganalisis kesesuaian antara rencana penambangan dengan

realisasi aktual ada beberapa istilah yang digunakan, yakni :

1. Over-stripping : Penggalian yang melewati batas rencana

penambangan atau boundary.

2. Overcut : Jumlah material yang berasal dari penggalian yang melebihi

desain perencanan tambang yang telah dibuat.

3. Undercut : Jumlah material yang tidak digali dimana berdasarkan

rencana penambangan yang telah dibuat seharusnya

material tersebut digali.

4. In Of Plan : Penggalian yang sesuai dengan rencana.


25

2.16 Parameter Loading Point

Lebar loading point dan tinggi jenjang penggalian sangat mempengaruhi kecepatan loading shovel.
Tabel 2.3 Standard Parameter Untuk Area Loading Point
Excavator Type
Backhoe Shovel
Description PC – 400 EX- EX-
PC – 1250; EX- 2500;
EX
PC- PC – 1250; 2500; EX
D450/500 HC - PC - 4000
1200; RH-40 RH- 4000 EX-1200; RH -40 RH - HC-3600
3600
Cat 345 B 120 120

CAT CAT CAT CAT


777 777
17 – 30 T HD - CAT CAT
HD 777 777 CAT 777 CAT 777
Dump Truck DT DT -
DT -35 465 HD HD – - 785 - 789 HD - HD - HD - 785 HD - 785
– 465
785 785 785
785
Tinggi Maximum 3 3 4,5 4,5 5 10 10 6 6 6 9 10 10
Jenjang
(m) 2,5 -
Optimum 1,5 -2 2,5 3,5 4 7-8 7-8 4 4 5 7-8 7-8 7-8
3
Lebar Area Kerja
Minimum (m) 25 25 33 40 40 50 50 25 33 40 40 50 50

a. Lebar area kerja ideal = radius putar dump truck + (2 × lebar body dump truck)

b. Tinggi jenjang = panjang “stick arm” excavator

25
26

2.17 Metode Penampang ( Cross Section)

Metode ini masih sering dilakukan pada tahap-tahap paling awal dari

perhitungan. Hasil perhitungan secara manual ini dapat dipakai sebagai

alat pembanding untuk mengecek hasil perhitungan yang lebih canggih

menggunakan computer. Hasil perhitungan secara manual ini tidak dapat

digunakan secara langsung dalam perencanaan tambang menggunakan

computer.

Keuntungan metode cross section dapat menggambarkan keadaan

geologi endapan mineral, prosedurnya cepat, dan sederhana, tetapi

menuntut analisa bentuk dan ukuran penampang guna menentukan rumus

yang tepat. Metode ini merupakan pilihan yang tepat untuk endapan

mineral yang seragam, sering pula pada endapan yang berbentuk

perlapisan atau endapan placer.

2.18 Geometri Jalan Angkut

Fungsi utama jalan angkut adalah untuk menunjang kelancaran

operasional pengangkutan dalam kegiatan penambangan.Alat angkut

umumnya berdimensi besar, oleh sebab itu, geometri jalan harus sesuai

dengan dimensi alat angkut yang digunakan agar dapat bergerak leluasa

pada kecepatan normal dan aman. Berikut geometri jalan angkut yang harus

diperhatikan pada umumnya, yaitu:

2.18.1 Lebar Jalan Angkut

Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau

lebih, menurut The American Association of State Highway and


27

Transportation Officials (AASHTO) Manual Rural High Way Design

1973, harus ditambah dengan setengah lebar alat angkut pada bagian tepi

kiri dan kanan jalan. Dari ketentuan tersebut dapat digunakan cara

sederhana untuk menentukan lebar jalan angkut minimum, yaitu

menggunakan rule of thumb atau angka perkiraan, dengan pengertian

bahwa lebar alat angkut sama dengan lebar lajur.

Tabel 2.4 Lebar Jalan Angkut Minimum


JUMLAH PERHITUNGAN LEBAR JALAN
LAJUR TRUCK ANGKUT MIN.
1 1 + (2 x ½ ) 2,00

2 2 + (3 x ½ ) 3,50

3 3 + (4 x ½ ) 5,00

4 4 + (5 x ½ ) 6,50

(Sumber : The American Association of State Highway and


Transportation Officials (AASHTO) Manual Rural High Way Design 1973)

Fungsi utama jalan angkut adalah untuk menunjang kelancaran

operasional pengangkutan dalam kegiatan penambangan. Alat angkut

umumnya berdimensi besar, oleh sebab itu, geometri jalan harus sesuai

dengan dimensi alat angkut yang digunakan agar dapat bergerak leluasa

pada kecepatan normal dan aman. Berikut geometri jalan angkut yang

harus diperhatikan pada umumnya, yaitu:

2.18.2 Lebar Jalan Angkut Pada Kondisi Lurus

Lebar jalan angkut minimum yang dipakai sebagai jalur ganda

pada jalan lurus dapat dilihat pada gambar 2.5. Sedangkan rumus yang

digunakan adalah :
28

L(m) = n.Wt + (n+1) (1/2.Wt) ................................................. (pers 2.1)

Dimana :

L(m) = lebar jalan angkut minimum, meter

N = jumlah jalur

Wt = lebar alat angkut total, meter

(Sumber : Awang Suwandhi, 2004: 3 )


Gambar 2.5 Lebar Jalan Angkut Dua Jalur Pada Kondisi Lurus

2.18.3 Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan

Lebar jalan angkut pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari

pada jalan lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya

penyimpangan lebar alat angkut yang disebabkan oleh sudut yang

dibentuk oleh roda depan dengan badan truk saat melintasi tikungan

(lihat gambar 2.6) Untuk jalur ganda, lebar jalan minimum pada tikungan

dihitung dengan berdasarkan :

a. Lebar jejak roda


29

b. Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan

belakang pada saat membelok

c. Jarak antar alat angkut saat bersimpangan

d. Jarak alat angkut terhadap tepi jalan.

(Sumber : Awang Suwandhi, 2004: 3 )


Gambar 2.6 Lebar Jalan Angkut Untuk Dua Jalur Pada Tikungan

Rumus yang digunakan:

Wj = 2 ( U + Fa + Fb + Z ) + C ................................................. (pers 2.2)

C = Z = ½ ( U + Fa + Fb ) ...................................................... (pers 2.3)

Dimana :

Wj = lebar jalan angkut pada tikungan, meter

U = jarak jejak roda, meter

Fa = lebar juntai depan, meter


30

Fb = lebar juntai belakang, meter

Z = lebar bagian tepi jalan, meter

C = jarak antara alat angkut saat bersimpangan, meter

giatan penambangan

Anda mungkin juga menyukai