Anda di halaman 1dari 27

Hukum dan Etika Bisnis

Media
Pertemu n III

Indri ni - 21 Oktober 2021


a
a
Kebebasan Pers?
The First Amendment of US Constitution
First Amendment
Melindungi Pers k n du perk r :

• Pertama, pemerintah tidak dapat mengganggu publikasi materi


kecuali dalam keadaan yang tidak biasa seperti ketika
keamanan nasional dipertaruhkan.

• Kedua, penerbit umumnya tidak perlu takut akan sanksi pidana


• Pengadilan Tinggi AS menyatakan hak media untuk memiliki
akses terhadap informasi, tempat, atau peristiwa seperti
pengadilan pidana. Dalam hal ini pers bertindak sebagai
pengganti bagi publik.
a
a
a
a
a
Pers era kolonial

• Bataviasche Nouvelles - 1744


• Javasche Courant - 1828
• Soerabajash Advertentiebland - 1835
• Semarangsche Advertentiebland dan Semarangsche Courant di
Semarang

• Soematra courant, Padang Handeslsbland dan Bentara Melajoe


di Padang
Peraturan era kolonial

• Reglement op de Drukwerken in Nederlandch-Indie - 1856 yang bersifat


preventif

• Dalam RR 1856 (KB 8 April 1856 Ind.Stb.no 74) antara lain disebutkan
semua karya cetak sebelum diterbitkan, satu eksemplar harus
dikirimkan dulu kepada kepala pemerintahan setempat, pejabat justisi
danAlgemene Secretarie.

• Pengiriman harus dilakukan oleh pihak pencetak atau penerbitnya


dengan ditandatangani. Jika ketentuan tersebut tidak dipatuhi, maka
karya cetak tersebut disita. Tindakan itu bisa disertai dengan
penyegelan percetakan atau penyimpanan barang-barang cetakan itu.
(Surjomihardjo, 2001:171-172)

Bromartani
• Pada 1906, Pemerintah Hindia Belanda mengubah aturan
menjadi “pengawasan represif”

• Dalam perubahan tahun 1906 (KB 19 Maret 1906 Ind.Stb.no.270)


setiap penerbit mengirim karya cetak ke pemerintah sebelum
dicetak.

• Penyerahan eksemplar kepada pejabat tersebut dilakukan dalam


waktu 24 jam setelah barang cetakan diedarkan
• Persbreidel Ordonnantie - 1931
• Aturan ini memberikan hak kepada Gubernur Jenderal untuk
melarang penerbitan yang dinilai bisa "mengganggu ketertiban
umum

• Gubernur Jenderal berhak melarang percetakan, penerbitan,


dan penyebaran sebuah surat kabar paling lama delapan hari.
Bahkan bisa diperpanjang sampai dengan tiga puluh hari
berturut-turut
• Selain tiga aturan di atas juga dikenal Haatzaai Artikelen yakni
pasal 154,155,156 dan 157 Wetboek van Strafrecht.

• Aturan ini mengancam hukuman terhadap siapapun yang


menyebarkan perasaan permusuhan, kebencian atau
penghinaan terhadap pemerintah Nederland atau Hindia
Belanda, yang berlaku sejak 1918.
Era kolonial Jepang

• Pada era kolonial Jepang, Undang-undang No.16 yang memberlakukan


sistem lisensi dan sensor preventif

• Pasal 1 menyatakan bahwa semua jenis barang cetakan harus memiliki


izin publikasi atau izin terbit

• Pasal 2 melarang semua penerbitan yang sebelumnya memusuhi Jepang


untuk meneruskan penerbitannya

• Pasal 4 menyebutkan semua barang cetakan, sebelum diedarkan harus


melewati badan sensor tentara Jepang.

• Pasal 10 kantor sensor terdapat di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan


Surabaya

• Setiap penerbitan cetak harus memiliki ijin terbit serta melarang
penerbitan yang dinilai memusuhi Jepang

• Juga ada shidooin (penasehat) dalam staf redaksi yang bertugas


mengontrol dan menyensor, bahkan adakalanya menulis artikel-
artikel dengan memakai nama para anggota redaksi
Koran yang diperbolehkan terbit

• Asia Raya
• Unibara ==> Jawa Shinbun
• Dwimingguan Djawa baroe dan Kana Jawa Shinbun
Era kemerdekaan

• Pada awal kemerdekaan aturan Persbreidel Ordonnantie masih dipakai


dan diganti pada 1954

• Dalam kongres ke-7 di Denpasar bulan Agustus 1953 misalnya, PWI


mengeluarkan keputusan menuntut kepada Pemerintah supaya segera
mengeluarkan Undang-Undang Pers yang bersumber pada hak
kemerdekaan berpikir dan kebebasan mempunyai serta mengeluarkan
pendapat, sesuai dengan pasal 18 dan 19 Undang Undang Dasar
Sementara

• Penghapusan pembredelan melalui Undang-Undang Nomor 16 tentang


Sarana Publikasi dan Komunikasi sembilan tahun kemudian, yakni pada 2
Agustus 1954 melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1954, Lembaran
Negara 54-77.
• Pada 14 September 1956, Kepala Staf Angkatan Darat, selaku
Penguasa Militer, mengeluarkan peraturan No. PKM/001/0/1956.

• Pasal 1 peraturan ini menegaskan larangan untuk mencetak,


menerbitkan dan menyebarkan serta memiliki tulisan, gambar,
klise atau lukisan yang memuat atau mengandung kecaman atau
penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden

• Juga berlaku bagi tulisan dan gambar yang dinilai mengandung


pernyataan permusuhan, kebencian atau penghinaan.

• Aturan ini dicabut pada 1957


P d situ si d rur t per ng (SOB)

• Penguasa Militer Daerah Jakarta Raya mengeluarkan ketentuan ijin terbit pada 1 Oktober
1958.

• Pembreidelan pers di era Soekarno banyak terjadi setelah pemberlakuan SOB, 14 Maret
1957, termasuk penahanan sejumlah wartawan.

• Aturan soal ijin terbit bagi harian dan majalah kemudian diatur dengan Peraturan Peperti
No.10/1960, yang memuat 19 pasal yang harus disetujui oleh penerbit surat kabar.

• Aturan ini dipertegas dengan Penpres No.6/1963. Selain Surat Ijin terbit, setelah meletus
Peristiwa Gerakan 30 September 1965, berlaku pula Surat Ijin Cetak (SIC) yang
dikeluarkan oleh Pelaksana Khusus (Laksus) Komando Operasi Pemulihan Keamanan
dan Ketertiban Daerah (Kopkamtibda). Pers Indonesia saat itu dikepung dengan
ketentuan SIT, SIC, serta Surat Ijin Pembagian Kertas (SIPK), kertas tidak akan diberikan
kepada media yang dinilai tidak patuh.

a
a
a
a
a
a
• UU Pokok Pers 1966 yang mengatur ketentuan SIT
• Diperjelas dengan peraturan Menteri Penerangan No.03/Per/
Menpen/1969, tanggal 27 Mei 1969.

Era Orde Baru

• Aturan bredel masih terus berlanjut


• Majalah Sendi (1972) karena memuat tulisan yang dianggap
menghina Kepala Negara dan keluarga.

• Sinar Harapan (1973) dilarang terbit seminggu karena dianggap


membocorkan rahasia negara akibat menyiarkan Rencana
Anggaran Belanja yang belum dibicarakan di parlemen

• Peristiwa Malari (1974) sebanyak 12 surat kabar dibredel


• Kompas, Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times,
Sinar Pagi dan Pos Sore (1978) - Izin dibekukan

• Majalah Tempo (1982) ditutup untuk sementara waktu, ketika
menulis peristiwa kerusuhan kampanye pemilu di Lapangan
Banteng

• Koran Jurnal Ekuin (1983), Majalah Topik , Majalah Expo,


Majalah Fokus (1984), Sinar Harapan (1986) berlanjut ke
Prioritas, Monitor dan Majalah Senang

• Lalu Tempo, Detik dan Editor (1994)


• UU No 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers
sebagaimana telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1967
Era reformasi

• Dimulainya kebebasan pers di Indonesia melalui UU Pers No


40/1999

• Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang


melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara,
gambar, suara dan gambar, serta data dan gra ik maupun dalam
bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
f
• Pencabutan ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)
yang termaktub dalam Permenpen Nomor 1 Tahun 1984 oleh

• Tidak ada lagi ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers


(SIUPP)

• Wartawan diberikan keleluasaan untuk mendirikan organisasi di


luar PWI
Sumber Jurnal Komunikasi Analisis dan Peran Pers Rina Martini
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai