Anda di halaman 1dari 83

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, PRAKTIK

KERJA INDUSTRI, SOFT SKILL, DAN SELF-EFFICACY


TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMKN
KOTA PEKANBARU

TESIS

OLEH:

NORA FEBRIYANA
NIM. 1910246946

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Era globalisasi saat ini, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi sangat

pesat hal ini sangat berdampak pada pencari kerja, pekerja, dan kualifikasi tenaga

kerja. Persaingan kualitas sumber daya manusia semakin ketat di segala sektor

kehidupan. Melalui program pendidikan, salah satu upaya yang dijalankan untuk

membentuk sumber daya manusia sebagai tenaga kerja professional yaitu dengan

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang merupakan suatu lembaga pendidikan

formal.

SMK sebagai salah satu lembaga yang mempersiapkan tenaga kerja

dituntut untuk mampu menghasilkan lulusan sesuai dengan yang diharapkan

dunia kerja (Urip & Kuat, 2021). Diharapkan setelah lulus dari pendidikan

sekolah menengah kejuruan siswa memiliki kesiapan kerja yang baik dapat

langsung bekerja tanpa harus membutuhkan waktu yang lama.

Kesiapan keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk

merespon atau menjawab dengan cara tertentu terhadap suatu situasi dan kondisi

yang dihadapi (Riwayati & Santoso, 2022). Kesiapan kerja yaitu kemampuan

seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan kemampuan dalam

dunia kerja, kemampuan tersebut dapat berupa pengetahuan dan keahlian serta

perilaku dan sikap yang baik (Rahmadani & Mardalis, 2022).

Harapan dengan memiliki kesiapan kerja yang baik siswa nantinya bisa

dengan mudah mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan observasi awal kesiapan

2
kerja dari siswa kelas XII program keahlian akuntansi. Menunjukan siswa kelas

XII jurusan akuntansi SMKN 1 Pekanbaru dimana sebanyak 65% siswa

menyatakan bahwa mereka siap untuk bekerja setelah lulus, 2% masih ragu-ragu,

24% menyatakan siswa akan melanjutkan ke perguruan tinggi dan 9% siswa ingin

mengikuti kursus untuk memperdalam kemampuan kompetensi keahliannya.

Siswa kelas XII keahlian akuntansi menyatakan memiliki kesiapan kerja hanya

ditinjau dari keinginan mereka untuk siap bekerja dan semangat belajar dari

siswa itu sendiri.

Sedangkan untuk siswa kelas XII jurusan akuntansi SMKN 6 Pekanbaru

menyatakan bahwa 60% siswa siap untuk bekerja, 15% siswa akan melanjutkan

pendidikan ke perguruan tinggi, 5% siswa masih ragu-ragu dan 20% siswa ingin

mengikuti kursus untuk memperdalam kemampuan kompetensi keahliannya.

Siswa kelas XII keahlian akuntansi menyatakan memiliki kesiapan kerja hanya

ditinjau dari keinginan mereka untuk siap bekerja dan semangat belajar dari

siswa itu sendiri.

Sementara itu data lulusan menjadi permasalahan bahwa adanya

kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang terjadi dilapangan dimana

siswa sebagian besar menyatakan siap bekerja akan tetapi dikenyataannya banyak

lulusan yang masih belum bekerja, data penelurusan lulusan yang diperoleh dari

observasi awal pada Tabel 1.1 sebagai berikut:

3
Tabel 1.1 Data Penelusuran Lulusan Siswa Jurusan Akuntansi Tahun 2021
SMKN Pekanbaru
Melanjutkan
Bekerja Ke Perguruan Wirausaha Belum

Jumlah
No Nama Sekolah Tinggi Diketahui

Jml % Jml % Jml % Jml %

1 SMKN 1 31 31,95 25 28,77 4 4,12 37 35,16 97


Pekanbaru
2 SMKN 6 38 30,16 26 20,63 9 7,14 53 42,07 126
Pekanbaru
Sumber: Data olahan, 2022

Data dari Tabel 1.1 menunjukan lulusan SMKN 1 Pekanbaru dan SMKN 6

Pekanbaru hanya sebagian saja yang sudah bekerja. Selain bekerja lulusan juga

ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi, dalam data yang diperoleh juga

terdapat lulusan yang kuliah dan juga terdapat lulusan yang berwirausaha

meskipun hanya sebagian kecil. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat

kesenjangan dimana para siswa mereka menyatakan bahwa mereka siap bekerja

akan tetapi dalam kenyataannya banyak lulusan yang belum bekerja.

Indonesia penyumbang pengangguran terbuka tertinggi yaitu lulusan SMK

yang paling tinggi dibandingkan tingkat pendidikan lain. Berdasarkan data Badan

Pusat Statistik (BPS), jumlah tingkat pengangguran pada Februari 2022 sebanyak

8,40 juta orang. Pengangguran lulusan SMK mencapai 10,38% menjadi

penyumbang pengangguran terbesar dibandingkan lulusan jenjang pendidikan

lainnya seperti SMA 8,35%, kemudian disusul D-IV, S1, S2, S,3 sebesar 6,7%

dan lulusan diploma I/II/III sebesar 6,09%.

Hal ini menunjukkan salah satu bukti bahwa belum semua lulusan SMK

mempunyai kesiapan yang matang dalam menghadapi persaingan dunia kerja

sehingga masih banyak lulusan SMK yang menjadi pengangguran. Idealnya

secara nasional lulusan SMK yang bisa langsung memasuki dunia kerja sekitar

4
80-85% sedang selama ini yang terserap baru 61%.

SMK Negeri 1 & SMK Negeri 6 Pekanbaru yaitu salah satu SMK yang

ada di Kota Pekanbaru. Berikut yaitu nilai rata-rata praktik kerja industri siswa

kelas XII program keahlian akuntansi tahun ajaran 2022-2023. Hal ini dapat

dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Nilai Rata-Rata Praktik Kerja Industri


Kelas Jumlah Siswa Nilai Rata-Rata
1. SMKN 1 XII AK-1 33 83,22
2. SMKN 1 XII AK-2 36 83,66
3. SMKN 1 XII AK-3 32 84,72
4. SMKN 6 XII AK-1 34 83,68
5. SMKN 6 XII AK-2 34 84,33
6. SMKN 6 XII AK-3 33 83,74
7. SMKN 6 XII AK-4 31 84,27
Sumber: SMKN 1& SMKN 6 Pekanbaru, 2021

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata praktik kerja industri yang

dicapai oleh siswa yaitu dengan nilai rata-rata di atas 80,00 dengan predikat baik.

Hal ini menunjukkan bahwa siswa rata-rata sudah bisa mencapai kompetensi yang

telah ditetapkan dengan nilai KKM 75,00. Tetapi ketika kita mengetahui bahwa

lulusan SMK masih banyak yang menganggur, masih belum sesuai harapan,

apakah kompetensi yang dicapai pada saat praktik kerja industri cukup untuk

siswa bisa dikatakan memiliki kesiapan kerja.

Muncul pertanyaan atas fenomena yang terjadi, apakah praktik kerja

industri bisa menjadi acuan bahwa siswa telah siap bekerja dengan memiliki

kesiapan kerja yang baik dan mampu membawa dirinya masuk ke dunia kerja

serta memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja, atau terdapat faktor

lain yang mempengaruhi kesiapan kerja siswa. Salah satu faktor yang

mempengaruhi kesiapan kerja yaitu kecerdasan emosional yang berasal dari dalam

5
diri siswa sebesar 80% dari pada kecerdasan intelektual hanya 20% (Sabilah et

al., 2021).

Kecerdasan emosional kemampuan untuk mengenali perasaan sendiri dan

perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola emosi dengan baik

dalam diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Ardiansyah, 2022).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Fitriani et al., 2021) ada pengaruh

postif kecerdasan emosional terhadap kesiapan kerja, pengaruh kecerdasan

terhadap kesiapan kerja yaitu sebesar 0,623 atau 62,3%.

Kecerdasan emosional keterampilan untuk mengenali, mengelola perasaan

diri sendiri maupun orang lain agar bisa terjalin komunikasi dan kerja sama yang

baik antar siswa tersebut. Selain itu faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja

yaitu pengalaman praktik kerja (Urip & Kuat, 2021). Praktik kerja industri

berperan penting dalam memberikan bekal bagi lulusan SMK untuk beradaptasi

dengan lingkukan kerja (Nagari et al., 2020). Teori tersebut sesuai dengan

pendidikan SMK yang bertujuan agar siswa SMK memiliki kesiapan kerja setelah

lulus melalui pengalaman-pengalaman selama pembelajaran, dunia usaha dan

industri akan membekali siswa berupa pengalaman praktik.

Praktik kerja industri ini sangatlah bermanfaat bagi siswa karena

mereka mampu membaca bagaimana situasi di lapangan kerja, selain itu

mereka yang lulus dalam praktik kerja industri akan memiliki peluang sebagai

karyawan nantinya. Sejalan dengan penelitian (Purnama et al., 2018) secara

simultan, praktik kerja industri, bimbingan karir, dan informasi dunia kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesiapan kerja siswa. sebesar 46,6%.

Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh (Liyasari & Suryani, 2022),

6
penelitian menunjukan praktik kerja industri berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kesiapan kerja sebesar 4,49%. Membangun kesiapan kerja bagi siswa

SMK merupakan aspek penting dalam menghasilkan lulusan yang mampu

bersaing dan berhasil dalam pekerjaannya di dunia kerja nantinya.

Kesiapan kerja juga dipengaruhi oleh keterampilan merupakan faktor soft

skill sebagai perilaku hubungan interpersonal dan dengan kepribadiannya sendiri,

seperti kerja tim, forum pelatihan, inisiatif pengambilan keputusan komunikasi,

kemampuan adaptasi, kemimpinan, pemecahan masalah dan lainnya. Rendahnya

soft skill yang dimiliki siswa SMK menjadi salah satu penyebab tingginya

jumlah pengangguran lulusan SMK. Soft skill memiliki peran penting dalam

menentukan keberhasilan seseorang dalam bekerja (Azizah et al., 2021). Sejalan

dengan penelitian (Fatimah, 2022), terdapat pengaruh positif dan signifikan antara

interpersonal soft skill dan intrapersonal soft skill siswa SMK terhadap kesiapan

kerja yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi variabel interpersonal soft skill

sebesar 0,039 dan variabel soft skill intrapersonal sebesar 0,026 yang lebih kecil

dari 0,05.

Faktor lain yang mempengaruhi kesiapan kerja siswa yaitu self-efficacy

(Afriadi et al., 2018). Self-eficacy dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa

dalam menghadapi persaingan bisnis dan industri. Self-efficacy yaitu keyakinan

seseorang pada kemampuannya untuk melakukan tugas atau kegiatan yang

diperlukan untuk mencapai hasil tertentu, self-efficacy merupakan hasil dari

proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau penghargaan tentang sejauh

mana seseorang memperkirakan kemampuannya untuk menyelesaikan atau

7
melaksanakan tugas atau mencapai hasil yang diharapkan (Setiawan & Suryono,

2022).

Self-efficacy bertumpu pada keyakinan seseorang. Seseorang dengan self-

efficacy percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah

kejadian di sekitar mereka. Sebaliknya, seseorang dengan self-efficacy yang

rendah menganggap dirinya tidak mampu melakukan apapun disekitarnya. Senada

dengan penelitian (Syofyan, 2021) terdapat hubungan positif sebesar 35,7% antara

self-efficacy dengan kesiapan kerja, sehingga semakin tinggi self-efficacy maka

semakin tinggi pula kesiapan kerja siswa yang sedang menempuh pendidikan.

Keterserapan lulusan SMK di dunia kerja dan industri masih belum

maksimal, seharusnya lulusan SMK diharapkan dapat segera bekerja setelah

menyelesaikan pendidikannya dan menjadi penyumbang jumlah pekerja yang

paling tinggi, namun ternyata kenyataannya berbeda. Realisasi tujuan SMK untuk

menjadikan siswa mampu langsung bekerja setelah lulus belum sepenuhnya

terwujud karena masih banyaknya alumni SMK yang belum terserap ke dunia

kerja.

Faktor yang diduga menyebabkan ketidaksiapan dalam bekerja yaitu

kecerdasaan emosional yang masih kurang, pengalaman praktik kerja industri

yang kurang termanfaatkan dengan baik. Soft skill keterampilan siswa masih

kurang. Self-efficacy atau tingkat kepercayaan akan kemampuan dalam

menyelesaikan suatu pekerjaan yang rendah dalam diri siswa. Berdasarkan

temuan tersebut, maka penelitian ini penting untuk dilakukan dengan judul

“Pengaruh Kecerdasan Emosional, Praktik Kerja Industri, Soft Skill, dan

Self-efficacy Terhadap Kesiapan Kerja Siswa di SMKN Kota Pekanbaru”.

8
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang muncul pada latar belakang, maka

rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa

SMKN Kota Pekanbaru ?

2. Apakah praktik kerja industri berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa

SMKN Kota Pekanbaru ?

3. Apakah soft skill berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota

Pekanbaru ?

4. Apakah self-efficacy berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota

Pekanbaru ?

5. Apakah kecerdasan emosional, praktik kerja industri, soft skill, dan self-

efficacy berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota Pekanbaru ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan,

maka tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk menganalisis pengaruh kecerdasan emosional terhadap kesiapan kerja

siswa SMKN Kota Pekanbaru.

2. Untuk menganalisis pengaruh praktik kerja industri terhadap kesiapan kerja

siswa SMKN Kota Pekanbaru.

3. Untuk menganalisis pengaruh soft skill terhadap kesiapan kerja siswa SMKN

Kota Pekanbaru.

9
4. Untuk menganalisis pengaruh self-efficacy terhadap kesiapan kerja siswa

SMKN Kota Pekanbaru.

5. Untuk menganalisis pengaruh kecerdasan emosional, praktik kerja industri,

soft skill, dan self-efficacy terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota

Pekanbaru.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini memaparkan pengaruh kecerdasan emosional,

praktik kerja industri, soft skill, dan self-efficacy terhadap kesiapan kerja.

Penelitian ini ditinjau dari manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Menambah khasanah ilmu pengetahuan sebagai kajian ilmiah

khususnya dibidang pendidikan ekonomi-akuntansi.

2. Kegunaan Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan bagi guru dalam

membimbing dan memotivasi siswanya agar memiliki kesiapan kerja yang

tinggi dalam memasuki dunia kerja.

b. Penelitian ini juga memberikan masukan bagi PEMKOT setempat dalam hal

membuka kesempatan kerja dan membantu memberikan bimbingan/ pelatihan

agar memiliki kesiapan kerja sehingga keterserapan lulusan SMK dikota

tersebut semakin meningkat.

c. Penelitian ini juga diharapkan memberikan masukan bagi siswa untuk lebih

baik lagi dalam mempersiapkan diri memasuki dunia kerja.

10
d. Penelitian ini juga menjadi masukan bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan

referensi tambahan dalam penelitian yang berkaitan dengan kesiapan kerja

siswa.

11
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesiapan Kerja

1. Pengertian Kesiapan Kerja

Terminologi kesiapan kerja dibentuk dari dua kata yaitu kesiapan dan kata

kerja. Kata atau istilah kesiapan dapat diartikan sebagai suatu kondisi psikologis

yang menggambarkan kematangan untuk menerima dan mengimplementasikan

perilaku tertentu, sementara istilah kerja menunjukkan suatu tindakan atau

perbuatan yang dilakukan individu baik secara mental maupun fisik. Kesiapan

yaitu kesiapan untuk merespon atau bereaksi (Diani, Treska & Sumiati, 2018).

Kesiapan kerja dapat diartikan sebagai suatu kondisi seseorang dimana ia

bisa menerima serta mempraktikkan sebuah tingkah laku tertentu. Konsep

kesiapan kerja secara lebih jauh mengandung arti tidak sekedar siap kerja

melainkan mengandung makna kesanggupan dan kemampuan individu untuk

mengerjakan suatu pekerjaan berdasarkan keahliannya dengan berhasil dan baik.

Kesiapan kerja yaitu kemampuan individu untuk melakukan suatu

pekerjaan sesuai dengan kemampuan dalam dunia kerja, kemampuan tersebut

dapat berupa pengetahuan dan keahlian serta perilaku dan sikap yang baik

(Rahmadani & Mardalis, 2022). Kesiapan kerja kondisi seseorang melakukan

dan menyelesaikan suatu kegiatan sesuai dengan bidang keahliannya dan

memperoleh bayaran atau upah (Lucyana et al., 2022).

Kesiapan kerja juga merupakan kemampuan seseorang untuk

mendapatkan pekerjaan, mempertahankan pekerjaan, dan mampu beradaptasi

12
dengan perubahan peran dan tempat dalam organisasi yang sama (Riwayati &

Santoso, 2022). Kesiapan kerja yaitu kemampuan untuk menemukan dan

menyesuaikan diri dengan persyaratan kerja yang diinginkan (Afriadi et al.,

2018). Kesiapan kerja merupakan tolak ukur bahwa lulusan memiliki sikap dan

atribut yang mengarahkan mereka untuk siap bekerja dan berhasil di dunia kerja

(Ridho & Siswanti, 2020).

Kesiapan kerja merupakan keseluruhan kondisi dan kemampuan seseorang

yang diperlukan pada setiap pekerjaan. Bukan hanya untuk mendapatkan suatu

pekerjaan, akan tetapi juga untuk mempertahankan pekerjaan yang telah

didapatkan (Syandianingrum & Wahjudi, 2021). Kesiapan kerja bagi lulusan yaitu

sejauh mana pemahaman, keterampilan, ilmu pengetahuan, dan sikap yang

membuat kondisi dimana seseorang merasa siap, mampu memilih dan diterima

bekerja, merasa nyaman dalam melakukan pekerjaannya sehingga memunculkan

kepuasan dan sukses di lingkungan kerja (Sholihah & Listiadi, 2022).

Membentuk kesiapan kerja siswa SMK perlu adanya pelatihan khusus

sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing, agar terjadi kesesuaian antara

kompetensi akademik siswa dengan kompetensi keterampilan kerja siswa

(Riwayati & Santoso, 2022). Praktik kerja industri (Prakerin) akan memberikan

pengalaman kerja nyata di dunia kerja kepada siswa SMK dan membekali siswa

agar mampu beradaptasi dengan pasar kerja.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesiapan

merupakan keadaan siap atau kesediaan seseorang untuk melaksanakan suatu

tugas atau pekerjaan dan hal lainnya sebagai reaksi dari adanya respon yang

berhubungan dengan tingkat kematangan dan perkembangan seseorang, kesiapan

13
kerja kesediaan siswa untuk dapat melakukan suatu pekerjaan tertentu yang

didukung dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja serta potensi-potensi

siswa dalam bidang pekerjaan tertentu.

2. Indikator Kesiapan Kerja

Indikator kesiapan kerja, peserta didik yang telah mempunyai kesiapan

kerja yaitu peserta didik tersebut memiliki pertimbangan-pertimbangan, (Pujianto

& Arief, 2017) sebagai berikut:

a. Mempunyai pertimbangan yang logis dan objektif.

b. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk bekerja sama dengan orang lain.

c. Mampu mengendalikan diri atau emosi.

d. Memiliki sikap kritis.

e. Mempunyai keberanian untuk menerima tanggungjawab secara individual.

f. Mempunyai kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan perkembangan

teknologi.

g. Mempunyai ambisi untuk maju dan berusaha mengikuti perkembangan bidang

keahlian.

Indikator kesiapan kerja siswa antara lain: pengetahuan, keterampilan,

nilai dan sikap (Lestari et al., 2019). Indikator kesiapan kerja meliputi motivasi

yang dimiliki, kesungguhan dalam bekerja, keterampilan yang dimiliki, dan

kedisiplinan yang dimiliki. Sejalan menurut (Azizah et al., 2021),

mengungkapkan terdapat sembilan indikator kesiapan kerja yaitu pertimbangan

logis dan objektif, mampu bekerjasama, mampu mengendalikan diri, bersikap

kritis, bertanggung jawab, mampu beradaptasi, dan memiliki ambisi untuk maju.

14
Indikator kesiapan kerja (Riwayati & Santoso, 2022), kondisi fisik,

mental, dan emosional, kebutuhan, motif, dan tujuan, pengetahuan dan

keterampilan. Indikator kesiapan kerja yaitu kondisi fisik, mental, pertimbangan

logis dan objektif, kemampuan bekerja sama dengan orang lain, sikap tanggung

jawab, berpikir kritis, kemauan untuk maju (Siburian et al., 2022).

Berdasarkan penjelasan para ahli tentang indikator kesiapan kerja, maka

alat ukur pada penelitian ini kesiapan kerja mengacu pada teori yang indikator

kesiapan kerjanya Riwayati dan Santoso (2022) yaitu: kondisi fisik, mental,

kebutuhan, motif, dan tujuan, pengetahuan dan keterampilan. Meliputi kondisi

fisik temporer (lelah, keadaan, alat indera dan lain-lain) dan yang permanen (cacat

tubuh). Mental (kemampuan mengolah kondisi perasaan). Kebutuhan–kebutuhan,

motif dan tujuan disini kebutuhan yang disadari dan yang tidak disadari.

Kebutuhan yang disadari akan mendorong usaha/membuat seseorang siap untuk

berbuat melalui motif dan tujuan yang dimiliki. Keterampilan, pengetahuan dan

pengertian lain yang telah dipelajari akan manambah kesiapan untuk melakukan

sesuatu. Pemilihan indikator tersebut memiliki alasan bahwa indikator yang

dikemukakan tersebut dapat melengkapi pendapat ahli yang lain sehingga dapat

mencakup lebih banyak poin dalam melihat kesiapan kerja siswa SMK.

3. Aspek- Aspek Kesiapan Kerja

Aspek-aspek kesiapan antara lain sebagai berikut (Khotimah, Iim &

Wiyono, 2022):

a. Kematangan yaitu proses yang menimbulkan perubahan tingkah-laku

sebagai akibat dari pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan mendasari

15
perkembangan, sedangkan perkembangan ini berhubungan dengan fungis-

fungsi (tubuh dan jiwa) sehingga terjadi diferensiasi.

b. Kecerdasan itu merupakan perkembangan yaitu sebagai berikut:

1) Sensori motor period (0-2 tahun), perkembangan disini merupakan

perkembangan perbuatan sensori motor yang sederhana kerelatif kompleks.

2) Preoperational period (2-7 tahun), perkembangan dimana anak memperoleh

pengetahuan, kecakapan yang belum tetap, disini anak mulai mempelajari

apa yang dipelajari orang dewasa.

3) Concrete operation (7-11 tahun), perkembangan pikiran yang sudah mulai

stabil, disini anak sudah mulai berfikir dahulu sebab-akibat yang mungkin

terjadi dari perbuatan yang dilakukannya.

4) Formal operation ( lebih dari 11 tahun), perkembangan kecakapan yang

tidak terbatas, sehingga dapat memandang kemungkinan-kemungkinan

yang ada melalui pemikiran, dapat mengorganisasikan situasi atau masalah,

dan dapat berfikir dengan logis.

Menurut (Muspawi & Lestari, 2020), mengatakan bahwa aspek-aspek dari

kesiapan kerja terdiri dari:

a. Responsibility (tanggung jawab), tercermin dengan individu bekerja sesuai

dengan durasi yang telah ditentukan, mempunyai tanggung jawab atas

peralatan dan perlengkapan yang dipakai dalam bekerja, memiliki standar

kerja yang sempurna, dapat mengendalikan waktu dengan baik, dan mampu

memelihara rahasia organisasi.

16
b. Flexibility (mudah menyesuaikan), tercermin dengan kemampuan individu

untuk menyesuaikan perubahan di tempat kerja, dan siap beradaptasi dengan

perubahan agenda, kewajiban, dan durasi kerja yang ditentukan organisasi.

c. Skill (keterampilan), yaitu orang yang menyadari kemampuan dan

keterampilan yang digunakan dalam situasi kerja baru, mampu

mengidentifikasi keahlian kerja dan siap untuk memperoleh keterampilan

dengan mengikuti pelatihan karyawan tertentu.

d. Communication (komunikasi), merupakan kecakapan individu dalam

berkomunikasi secara interpersonal di tempat kerja, mampu menerima titah

dari atasan maupun rekan kerja, dan handal dalam mengajukan bantuan,

memperbolehkan orang lain untuk memuji dan mengkritik pekerjaanya, dan

memerintah serta mengetahui kiat dalam meminta bantuan dan menerima

pujian atau kritikan, serta kemampuan individu untuk segan dan berteman

dengan rekan kerja.

e. Self view (pandangan diri), merupakan individu yang memiliki kepercayaan

atas kompetensi diri yang dimiliki, keyakinan atas kemampuan diri yang

dimiliki, toleransi, kepercayaan dan rasa percaya diri yang ada dalam diri.

f. Health and safety (kesehatan dan keselamatan), merupakan individu yang siap

mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis dan

memprioritaskan keamanan dalam pengoperasian mesin, dan menaati

peraturan ketenagakerjaan.

Aspek kesiapan kerja selanjutnya terdiri atas (Muspawi & Lestari, 2020):

17
a. Keterampilan, dalam hal ini mencakup kompetensi yang diperlukan untuk

melakukan berbagai kewajiban atas pelatihan dan pengalaman yang dicapai,

praktis, kreatif dan inovatif, dan mampu menyelesaikan masalah.

b. Pengetahuan, dalam artian pendidikan menjadi patokan siswa untuk ahli

dalam bidangnya maka dari itu dasar sebagai siswa patut memiliki wawasan

yang luas.

c. Pemahaman, yaitu kecakapan siswa untuk fasih dalam suatu hal, yang dapat

memberikan dorongan untuk mencapai kepuasan.

d. Atribut kepribadian, artinya siswa yang berkepribadian baik akan

memudahkannya untuk menghasilkan potensi baru pada diri seperti etika

dalam bekerja, bertanggung jawab, pantang menyerah, memiliki manajemen

waktu yang baik, siswa yang selalu berpikir kritis atas segala hal, cakap dalam

berkomunikasi dan bekerja dengan rekan.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat diambil kesimpulan aspek-

aspek dari kesiapan kerja siswa yang sudah memiliki kesiapan dalam bekerja

dapat terlihat dari kemampuan dan kemauan dalam bekerja. Kemampuan

tercermin dari keterampilan, pengetahuan, pemahaman, dan atribut kepribadian

yang dimiliki seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, serta dapat

berkomunikasi dengan baik di tempat kerja. Kemauan tercermin dari seseorang

yang bertanggung jawab dan percaya diri terhadap hasil kerjanya, fleksibel dalam

menghadapi perubahan yang terjadi dalam pekerjaannya serta mengutamakan

kesehatan dan keselamatan dalam bekerja.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Kerja

18
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja diantaranya

sebagai berikut faktor kesiapan kerja terbagi menjadi dua, yaitu faktor individu

dan faktor sosial. Faktor individu meliputi kemampuan kecerdasan emosional,

bakat, minat, motivasi, sikap, kepribadian, nilai, hobi, prestasi, keterampilan,

penggunaan waktu senggang, cita-cita dan pengetahuan sekolah, pengetahuan

dunia kerja, pengalaman kerja, kemampuan fisik dan keterbatasan dan

penampilan, sedangkan faktor sosial yaitu bimbingan dari orang tua, kondisi

teman sebaya, keadaan masyarakat sekitar dan lain-lain (Riwayati & Santoso,

2022), begitu juga kesiapan kerja dipengaruhi beberapa faktor, antara lain yaitu

kecerdasan.

Kecerdasan emosional berpengaruh lebih banyak dari pada kecerdasan

intelektual (Fitriani et al., 2021). Kecerdasan emosional yaitu kemampuan

mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri, serta

mengelola emosi baik diri sendiri juga terhadap orang lain (Ardiansyah, 2022).

Seseorang dengan kecerdasan emosional yang baik akan mampu mengenali,

menggunakan, memahami, dan mengelola emosinya secara positif sehingga dapat

mengurangi rasa stresnya, berkomunikasi secara efektif, berempati dengan orang

lain, mengatasi tantangan yang ada, hingga meredam konflik yang timbul ini

menyiratkan bahwa siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan

mencapai kesiapan kerja yang tinggi pula.

Sehingga dalam dunia kerja tidak selamanya kita bekerja sendiri dalam

menyelesaikan pekerjaan, kita dituntut untuk dapat bekerja sama dengan tim dan

menghadapi banyak karakter orang agar hasil kerja diperoleh dengan sangat

memuaskan, kecerdasan emosional juga lebih dominan digunakan dalam dunia

19
kerja dalam menghadapi kenyataan dan tantangan permasalahan kerja sehingga

kemampuan siswa dalam mengelola emosi akan banyak membantu kesuksesannya

di masa depan.

Faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja yaitu pengalaman praktik kerja,

bimbingan kejuruan, latar belakang ekonomi orang tua, informasi pekerjaan,

motivasi dan harapan memasuki dunia kerja (Urip & Kuat, 2021). Faktor-faktor

yang mempengaruhi kesiapan kerja yaitu pengalaman praktik (N. A. Puspitasari &

Bahtiar, 2022). Praktik kerja industri berperan penting dalam memberikan bekal

bagi lulusan SMK untuk beradaptasi dengan lingkukan kerja (Nagari et al., 2020).

Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh (Liyasari & Suryani, 2022),

penelitian menunjukan praktik kerja industri berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kesiapan kerja.

Keberhasilan praktik kerja industri berperan penting dalam membentuk

tingkat kesiapan kerja siswa. Keberhasilan tersebut dapat berupa pengalaman

yang akan mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tingkah laku dalam bekerja,

dengan pengalaman praktik kerja industri, siswa menjadi lebih terlatih untuk

berani menerima tanggung jawab, lebih bijak dalam menghadapi masalah,

disiplin, mampu beradaptasi, bekerja sama dengan orang lain dan menjunjung

sikap kerja yang benar.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesiapan kerja selanjutnya,

diantaranya (Riyanti & Kasyadi, 2021), faktor-faktor yang bersumber pada diri

siswa, yang meliputi: kemampuan intelejensi, bakat, minat, motivasi, sikap,

kepribadian nilai, hobi atau kegemaran, prestasi, penggunaan waktu senggang,

20
aspirasi, pengetahuan sekolah atau pendidikan sambung, pengetahuan tentang

dunia kerja, penampilan lahiriah, dan keterampilan (soft skill).

Terdapat pengaruh positif soft skill siswa SMK terhadap kesiapan kerja

(Fatimah, 2022). Soft skill dapat dipahami keterampilan interpersonal dan sosial,

termasuk perilaku dan sikap, yang mempengaruhi cara berinteraksi, dengan orang

lain dan kesuksesan karier mereka (O’shea et al., 2022). Soft skill dapat

meningkatkan produktivitas di tempat kerja, dengan kemampuan manajemen

waktu yang baik, setiap individu dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu tanpa

mengesampingkan kualitas. Jika siswa memiliki ide, inovasi, kritik, saran atau

kendala, mereka dapat mengomunikasikannya dengan baik. Soft skill sangat

dibutuhkan dan kemampuan yang paling dicari di dunia kerja saat ini dan sangat

berguna untuk kesiapan kerja.

Faktor lain yang mempengaruhi kesiapan kerja siswa yaitu self-efficacy,

self-efficacy dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa dalam menghadapi

persaingan bisnis dan industri (Afriadi et al., 2018). Self-eficacy keyakinan siswa

terhadap kemampuannya membentuk perilaku dalam situasi tertentu. Faktor yang

mempengaruhi kesiapan kerja berasal dari diri siswa (Syofyan, 2021).

Self-efficacy mengacu pada sejauh mana siswa menilai kemampuan dirinya

dalam melaksanakan tugas yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu

(Ratuela et al., 2022). Terdapat hubungan positif antara self-efficacy dengan

kesiapan kerja, sehingga semakin tinggi self-efficacy maka semakin tinggi pula

kesiapan kerja siswa yang sedang menempuh pendidikan (Syofyan, 2021).

21
Self-efficacy bertumpu pada keyakinan seseorang. Seseorang dengan self-

efficacy percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah

kejadian di sekitar mereka. Sebaliknya, seseorang dengan self- efficacy yang

rendah menganggap dirinya tidak mampu melakukan apapun di sekitarnya. Self-

efficacy dapat mempengaruhi kesiapan kerja seseorang sehingga tingkat

kesiapannya akan mempengaruhi dirinya.

Faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja ada dua yaitu faktor

internal dan faktor eksternal (Khotimah, Iim & Wiyono, 2022). Faktor internal

antara lain seperti, nilai-nilai kehidupan (value), taraf intelegensi, bakat khusus,

minat, sifat-sifat, pengetahuan, keadaan jasmani. Sedangkan faktor eksternal yang

memepengaruhi kesiapan kerja antara lain, masyarakat, keadaan sosial ekonomi

daerah, status sosial ekonomi keluarga., pengaruh dari seluruh anggota keluarga

besar dan keluarga inti.

Berdasarkan penjelasan faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja

itu ada faktor internal dan eksternal, kecerdasan emosional, praktik kerja industri,

soft skill, self-efficacy, bakat, minat, motivasi, sikap, kepribadian, nilai, hobi,

prestasi, cita-cita, pengetahuan sekolah, pengatahuan dunia kerja, kondisi teman

sebaya, kondisi ekonomi keluarga, dan lainnya, yang menjadi faktor sangat

penting dalam kesiapan kerja disini yaitu kecerdasan emosional, kecerdasan

emosional yang baik akan mampu mengenali, memahami, mengelola emosinya

secara positif, bisa berkomunikasi secara efektif, berempati dengan orang lain,

hingga meredakan konflik, siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang

tinggi akan mencapai kesiapan kerja yang tinggi pula. Selain itu faktor yang

sangat mempengaruhi kesiapan kerja yaitu pengalaman praktik kerja. Faktor yang

22
sangat mempengaruhi kesiapan kerja lainnya ada soft skill, dapat meningkatkan

produktivitas di tempat kerja dengan kemampuan manajemen waktu yang baik,

setiap siswa dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, siswa memiliki ide,

inovasi, kritik, saran mereka dapat mengemonikasikannya dengan baik. Soft skill

sangat dibutuhkan sangat berguna untuk kesiapan kerja siswa. Selanjutnya self-

efficacy sangat mempengaruhi kesiapan kerja siswa juga, self-efficacy dapat

meningkatkan rasa percaya diri siswa dalam mengadapi persaingan bisnis dan

industri.

5. Ciri-Ciri Kesiapan Kerja

Ciri-ciri siswa yang mempunyai kesiapan kerja yaitu siswa yang memiliki

pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut (Khotimah, Iim & Wiyono, 2022):

a. Mempunyai pertimbangan yang logis dan objektif

b. Mempunyai kemauan untuk bekerjasama

c. Memiliki sikap kritis

d. Pengendalian terhadap emosi

e. Beradaptasi dengan lingkungan kerja

f. Mempunyai ambisi untuk maju

Kesiapan kerja yaitu sikap yang patut dimiliki siswa seraya dalam

menemui dunia kerja. Timbulnya kesiapan kerja pada siswa ditandai dengan

adanya pertimbangan hal hal berikut ini (Riyanti & Kasyadi, 2021):

a. Mempunyai pertimbangan yang logis dan objektif. Kecukupan usia siswa akan

memperhitungkan suatu hal dari berbagai sisi, dengan menghubungkan hal-hal

lain berdasarkan pengamatan atau pengalaman seseorang.

23
b. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk bekerja sama dengan orang

lain.Memperbanyak koneksi dengan banyak orang diperlukan untuk

kolaborasi dengan rekan di dunia kerja, dalam hal ini siswa patut

berkomunikasi dengan banyak orang.

c. Mempunyai sikap kritis. Sikap kritis diperlukan untuk memperbaiki

kekeliruan terdahulu, kemudian cakap dalam mengambil keputusan dalam

bertindak. Menilai disini berlaku untuk kekeliruan atas diri sendiri dan orang

lain sehingga menimbulkan inspirasi, tanggapan dan inisiatif.

d. Mempunyai keberanian untuk menerima tanggung jawab secara individual.

Pekerjaan itu membutuhkan tanggung jawab masing-masing karyawan.

Tanggung jawab berasal dari siswa ketika ia telah melangkahi kedewasaan

jasmani dan psikis bersama dengan kesadaran siswa.

e. Mempunyai keberanian untuk beradaptasi dengan lingkungan. Menyesuaikan

diri dengan lingkungan, khususnya lingkungan kerja adalah modal untuk

berkomunikasi dengan lingkungan, dapat dimulai sebelum siswa memasuki

dunia pekerjaan yang diterima dari pengalaman praktik kerja industri.

f. Mempunyai ambisi untuk maju dan berusaha untuk mengikuti perkembangan

bidang keahlianya. Ambisi untuk maju dapat menjadi dasar dalam

meningkatkan kemauan siswa agar menjadi lebih baik.

Kesiapan kerja yaitu kondisi seseorang yang sudah siap berdasarkan tingkat

perkembangan kedewasaan untuk melakukan aktivitas dan mampu memberikan

tanggapan dengan cara tertentu dalam suatu situasi tertentu. Selain itu juga

merupakan kondisi yang serasi antara kematangan fisik, mental serta pengalaman

24
siswa sehingga siswa mampu melaksanakan suatu kegiatan atau tingkah laku

tertentu yang berhubungan dengan pekerjaan.

Berdasarkan penjelasan ciri-ciri kesiapan kerja adapun untuk mencapai

tingkat kesiapan kerja meliputi: pertimbangan yang logis dan obyektif,

kemampuan dan kemauan untuk bekerjasama, sikap kritis, kemampuan

beradaptasi dengan lingkungan, keberanian untuk menerima tanggung jawab dan

mempunyai pengetahuan tentang dunia kerja.

2.2 Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosi terdiri atas dua kata, yaitu kecerdasan dan emosi.

Kecerdasan merupakan kemampuan untuk menghubungkan suatu hal atau konsep

dengan hal yang lain sebagai bentuk adaptasi dan penyelesaian masalah atau

tantangan yang dihadapi (Fitriani et al., 2021). Emosi merupakan sekumpulan

interaksi yang sangat rumit di antara faktor subyektif dan objektif yang diturunkan

dari sistem saraf atau hormonal dari manusia (Mukaroh & Nani, 2021).

Kecerdasan emosional kemampuan seseorang memahami, mengenali, memantau,

mengelola, dan mengendalikan perasaan dan emosi seseorang dan orang lain

untuk membentuk perilaku cerdas yang menggabungkan pikiran dan tindakan

(Dhewi & Hidayah, 2022). Kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis

dan berhitung yang merupakan keterampilan kata dan angka yang menjadi fokus

dipendidikan formal (sekolah) dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk

mencapai sukses dibidang akademis.

25
Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak hanya itu saja, pandangan baru

yang berkembang mengatakan bahwa ada kecerdasan lain diluar kecerdasan

intelektual (IQ) seperti bakat, ketajaman sosial, hubungan sosial, kematangan

emosi dan lain-lain yang harus dikembangkan juga, kecerdasan yang dimaksud

adalah kecerdasan emosional (EQ) (Nasriati, Menne & Setiawan, 2019).

Kecerdasan emosional yaitu kemampuan untuk merasakan kejujuran dalam hati

yang menjadi pusat prinsip untuk mampu memberikan rasa aman, pedoman,

kekuatan serta kebijaksanaan(Setyaningrum et al., 2016).

Kecerdasan emosional (Emotional Quotient) merupakan kecerdasan yang

paling penting dibandingkan kecerdasan lainnya yang meliputi pengendalian diri,

semangat dan ketekunan serta kemampuan memotivasi diri sendiri (Diputra &

Mustika, 2022). Kecerdasan emosi atau emotional intelligence yaitu kemampuan

seseorang untuk memahami, mengenali, mengendalikan,dan memotivasi diri

sendiri dan orang lain serta membina hubungan baik dengan orang lain dalam

kehidupan pribadi dan sosial (Riwayati & Santoso, 2022). Kecerdasan emosional

didefinisikan sebagai kapasitas seseorang untuk mendeteksi dan mengendaIikan

emosinya sendiri, serta kemampuan untuk memahami emosi orang lain (empati),

serta kemampuan dalam bekerja sama (Rokhim & Prakoso, 2022). Dengan

kecerdasan emosional, seseorang mampu mengetahui dan menanggapi perasaan

mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-

perasaan orang lain dengan efektif. Ada lima dimensi atau komponen kecerdasan

emosional (EQ) yaitu (Satria, 2017): pengenalan diri (self awareness),

pengendalian diri (self regulation), motivasi (motivation) empati (empathy) dan

26
keterampilan sosial (social skills). Terdapat empat dimensi kecerdasan emosional

yaitu (Pratiwi & Fadila, 2021):

a. Self awareness, yaitu kecakapan membaca perasaan diri dan mengetahui

dampak dari penggunaan perasaan emosi ketika mengambil keputusan.

b. Self management (manajemen diri), yaitu keahlian mengendalikan perasaan

dan hasrat diri lalu dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.

c. Social awareness (kesadaran sosial) yaitu kemampuan agar merasakan,

memahami dan respon pada perasaan orang lain sewaktu memahami jaringan

sosial di sekitar kita.

d. Relationship management (manajemen hubungan), yaitu keahlian dalam

menginspirasikan, mempengaruhi dan memajukan orang sekitar pada saat

menangani konflik.

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli, maka dapat

disimpulkan kecerdasan emosional kemampuan siswa untuk mengenali emosi

diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain,

kemampuan untuk membina hubungan kerjasama dengan orang lain, mengatasi

kesulitan dan meredakan konflik.

2. Indikator Kecerdasan Emosional

Indikator kecerdasan emosional menurut (Riwayati & Santoso, 2022),

yaitu mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi diri sendiri, memotivasi diri

sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan baik dengan orang

lain. Indikator kecerdasan emosional yaitu kesadaran diri, pengandalian diri,

motivasi, empati, dan keterampilan sosial (Ardiansyah, 2022).

27
Indikator kecerdasan emosional yaitu: keuletan, optimisme, motivasi diri,

antusiasme (Nuraisyiah, Nurjannah, 2022). Kecerdasan emosional tersusun atas

lima indikator yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri, empati, dan

keterampilan sosial (Hartini et al., 2022).

Berdasarkan penjelasan indikator kecerdasan emosional yang

dikemukakan oleh beberapa ahli, maka pada penelitian ini indikator yang

digunakan adalah indikator yang dikemukakan Riwayati dan Santoso (2022),

mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi diri sendiri, memotivasi diri

sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan baik dengan orang

lain.yaitu mampu mengenali emosi yang sedang dirasakan diri sendiri, mampu

mengenali kadar perasaan dengan tindakan, mampu mengenali kepercayaan diri,

mampu untuk mengendalikan diri, mampu memusatkan perhatian pada kegiatan

yang sedang berlangsung.

3. Aspek - Aspek Kecerdasan Emosional

Aspek-aspek kecerdasan emosional (Putri, Cahyono, 2020) menyatakan

bahwa kecerdasan emosional memiliki lima aspek penting yaitu pengenal diri (self

awarness), pengendalian emosi (self regulation), motivasi diri (internal

motivation), empati (empathy) dan keterampilan sosial (social skill).

a. Mengenali emosi diri

Mengenali emosi diri yaitu kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu

perasaan itu terjadi.

b. Pengendalian emosi

28
Pengendalian emosi yaitu menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap

dengan pas, hal ini dapat terjadi jika memiliki kecakapan-kecakapan dalam

mengenali emosi.

c. Memotivasi diri sendiri

Menata emosi untuk menggerakkan dan menuntun dalam mencapai tujuan.

d. Mengenali emosi orang lain atau empati

Kemampuan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan.

e. Keterampilan sosial

Membina hubungan sosial kemampuan mengendalikan dan mengelola emosi

diri dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain.

Berdasarkan penjelasan aspek-aspek kecerdasan emosional kemampuan

mencermati perasaan merupakan suatu kepekaan yang tinggi akan dirinya

sehingga ia dapat menggunakan kepekaan tersebut untuk memudahkan dalam

pengambilan keputusan. membantu mengambil inisiatif serta bertahan dalam

menghadapi kegagalan. mampu memahami sudut pandang orang lain,

membangun hubungan dengan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan

orang banyak atau masyarakat mampu memahami serta bertindak bijaksana dalam

hubungan antar manusia.

4. Ciri – Ciri Kecerdasan Emosional

Ciri-ciri kecerdasan emosi secara spesifik (Gitosaroso, 2012), ciri-ciri

tersebut meliputi:

a. Kecerdasan emosi tinggi yaitu mampu mengendalikan perasaan marah, tidak

agresif dan memiliki kesabaran, memikirkan akibat sebelum bertindak,

29
berusaha dan mempunyai daya tahan untuk mencapai tujuan hidupnya,

menyadari perasaan diri sendiri dan orang lain, dapat berempati pada orang

lain, dapat mengendalikan mood atau perasaan negatif, memiliki konsep diri

yang positif, mudah menjalin persahabatan dengan orang lain, mahir dalam

berkomunikasi, dan dapat menyelesaikan konflik sosial dengan cara damai.

b. Kecerdasan emosi rendah yaitu bertindak mengikuti perasaan tanpa

memikirkan akibatnya, pemarah, bertindak agresif dan tidak sabar, memiliki

tujuan hidup dan cita-cita yang tidak jelas, mudah putus asa, kurang peka

terhadap perasaan diri sendiri dan orang lain, tidak dapat mengendalikan

perasaan dan mood yang negatif, mudah terpengaruh oleh perasaan negatif,

memiliki konsep diri yang negatif, tidak mampu menjalin persahabatan yang

baik dengan orang lain, tidak mampu berkomunikasi dengan baik, dan

menyelesaikan konflik sosial dengan kekerasan.

Ciri-ciri remaja yang memiliki kecerdasan emosional sebagai berikut

(Asikin, 2017):

a. Memiliki kecakapan dalam pengendalian diri.

b. Memiliki sikap empati, mampu menyelesaikan konflik, dan mampu bekerja

sama dalam tim.

c. Mudah beradaptasi,bergaul dan membangun persahabatan.

d. Optimis dalam menggapai cita-cita, menyukai tantangan dan pengalaman yang

baru.

e. Mampu berbahasa dan berkomunikasi dengan baik.

f. Memiliki sikap percaya diri dan dapat dipercaya.

g. Mampu mengekspresikan diri dengan inisiatif dan kreatif.

30
h. Memiliki sikap dan sifat perfeksionis serta teliti.

i. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.

j. Memiliki rasa humor.

k. Menyukai kegiatan berorganisasi dengan aktivitasnya serta mampu mengatur

diri sendiri.

Berdasarkan penjelasan ciri-ciri kecerdasan emosional meliputi

kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan ketika menghadapi

sebuah masalah yang membuat frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak

melebih-lebihkan perasaan ketika sedang bergembira, mengatur suasana hati dan

menjaga agar beban pikiran ketika menumpuk tidak melumpuhkan kemampuan

dalam berpikir, dan berempati.

b.3 Praktik Kerja Industri

1. Pengertian Praktik Kerja Industri

Praktik kerja industri (prakerin) yakni pembelajaran yang langsung terjun

pada dunia usaha dan dunia industri (DUDI) relevan dengan bidang kompetensi

keahlian. Ini diperkuat sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia nomor 323/U/1997 Pasal 1 ayat 1 tentang

pendidikan sistem ganda yang memadukan dengan sistematis antara program

sekolah dan program penguasaan keahlian di perusahaan maupun instansi yang

terkait yang bekerja sama dengan sekolah, hal ini untuk mendorong tercapainya

tingkat keahlian profesional tertentu.

Prakerin yang juga disebut on the job training (OJT), dimaknai sebagai

model pelatihan guna memberi kecakapan yang penting guna pekerjaan tertentu

31
sesuai dengan tuntutan kemampuan bagi pekerjaan (M. Puspitasari & Patrikha,

2021). Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang diperoleh karena

adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Pengalaman adalah

pengetahuan atau keterampilan yang diketahui dan dikuasai oleh seseorang,

sebagai akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya,

selama jangka waktu tertentu. berpengalaman, jika sudah memiliki tingkat

penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dan memadai sesuai

dengan bidang keahliannya (Qotimah et al., 2019).

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan praktik kerja industri yaitu

suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian professional yang

memadukan secara sistematik dan sinkronisasi antara progran pendidikan di

sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui bekerja

langsung pada pekerjaan sesungguhnya di institusi pasangan, terarah untuk

mencapai suatu tingkat keahlian profesi tertentu (N. A. Puspitasari & Bahtiar,

2022).

Secara garis besar, pengalaman terbagi terjadi dua, yaitu: (a). Pengalaman

karena adanya partisipasi langsung dan berbuat; (b). Pengalaman pengganti yang

diperoleh melalui observasi langsung melalui gambar, symbol, grafis dan kata-

kata (Riyanti & Kasyadi, 2021). Pengalaman melalui praktik kerja industri

merupakan pengalaman langsung dialami oleh siswa melalui partisipasi langsung

serta melalui observasi secara langsung di dunia kerja.

Berdasarkan penjelasan para ahli, maka siswa dalam kegiatan praktik

industri tersebut terlibat langsung secara fisik dan psikologis untuk melakukan

tindakan yang telah ditentukan baik secara rencana sampai pelaksanaan. Program

32
yang diadakan bagi SMK untuk proses pembelajaran melalui kegiatan bekerja

langsung di dunia kerja yang bersifat wajib diikuti oleh siswa SMK dalam jangka

waktu tertentu, dengan pengalaman akan mempersiapkan siswa untuk profesional

dan menguasai baik secara pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada profesi

tertentu dengan baik. Praktik kerja industri kegiatan pendidikan pelatihan dan

pembelajaran bagi siswa SMK yang dilakukan di dunia usaha atau dunia industri

yang berkaitan dengan kompetensi siswa sesuai bidang yang digelutinya.

2. Indikator Praktik Kerja Industri

Indikator praktik kerja industri (Pujianto & Arief, 2017) yaitu: (a)

pengalaman praktis, (b) kerja produktif, (c) work-connected activity, (d)

mempelajari kecakapan dasar, (e) familiar dengan dasar proses kerja dan alat

kerja, (f) membangun kebiasaan dan kecakapan kerja, (g) mengembangkan

tanggungjawab sosial, (h) menghargai kerja dan para pekerja.

Indikator praktik kerja industri (Khadifa et al., 2018) yaitu: (a) Relevance,

kesesuaian materi dan bidang siswa dengan keahlian yang dimiliki saat

melakukan kegiatan praktik kerja industri. (b) Learning, penilaian terhadap

pembelajaran siswa mengenai teori, keterampilan, dan fakta-fakta yang harus

dipelajari. (c) Behavior, penilaian terhadap perilaku peserta dalam mengikuti

kegiatan praktik kerja industri.

Indikator variabel praktik kerja industri: persiapan, demonstrasi, peniruan,

praktik, dan evaluasi (Riwayati & Santoso, 2022). Indikator praktik kerja industri

(prakerin) menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan indikator

praktik kerja industri (prakerin) yang digunakan antara lain: (a) Pengalaman

33
praktis dan kerja produktif, (b) Keterkaitan pekerjaan dengan yang dilakukan di

sekolah, (c) Familiar dengan dasar serta proses kerja dan alat kerja, (d)

Membangun kebiasan dan kecakapan kerja peserta didik, (e) Mengembangkan

tanggung jawab dan menghargai lingkungan kerja, (f) Mengembangkan tanggung

jawab dan sikap yang berhubungan dengan keahlian peserta didik serta

produktivitas ditempat kerja (Lestari et al., 2019).

Berdasarkan indikator praktik kerja industri yang dikemukakan oleh

beberapa para ahli, maka pada penelitian ini indikator yang akan digunakan yaitu

program yang ada di SMK. Oleh karena itu praktik kerja industri yaitu program

bersama antara SMK dan industri yang dilaksanakan pada dunia usaha atau dunia

industri, indikator praktik kerja industri yang dipakai menurut Direktorat

Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan indikator praktik kerja industri antara

lain: (a) Pengalaman praktis dan kerja produktif, (b) Keterkaitan pekerjaan dengan

yang dilakukan di sekolah, (c) Familiar dengan dasar serta proses kerja dan alat

kerja.

3. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Industri

Pada umumnya praktik kerja industri (prakerin) bertujuan melatih siswa

agar mampu mengimplementasikan, membandingkan, antara pengetahuan teori

dengan praktik yang diperoleh selama pelaksanaan prakerin dalam dunia usaha

maupun dunia industri (DU/DI). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Nomor 50 tahun 2020, pasal 3 tentang praktik kerja lapangan menjelaskan bahwa

tujuan dilaksanakan praktik kerja lapangan sebagai berikut :

34
a. Membentuk dan mengembangkan perilaku dan karakteristik dan kebiasaan

kerja yang profesional pada siswa.

b. Mengembangkan keahlian yang dimiliki siswa selaras dengan kurikulum dan

keperluan dunia kerja.

c. Mempersiapkan siswa untuk mandiri dalam bekerja atau berwirausaha.

Tujuan diselenggarakannya praktik kerja industri yaitu agar siswa

memperoleh pengalaman bekerja secara langsung dalam dunia usaha atau dunia

industri. Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (Khadifa et

al., 2018), tujuan adanya penyelenggaraan praktik kerja industri yaitu:

a. Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional, yaitu tenaga

kerja yang memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan dan etos kerja yang

sesuai dengan tuntutan lapangan pekerjaan.

b. Memperkokoh link and match antara sekolah dengan dunia kerja.

c. Meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang

berkualitas dan professional.

d. Memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai

bagian dari proses pendidikan.

Praktik kerja industri memberikan manfaat sebagai berikut (Azizah et al.,

2021):

a. Memberikan kesempatan dan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan

keterampilan manajemen dalam kondisi lapangan yang sebenarnya.

b. Memberikan pengalaman praktik kepada siswa dan dapat menambah atau

memperkaya kualitas praktik.

35
c. Siswa memiliki kesempatan dan kesempatan untuk memecahkan berbagai

masalah di lapangan dengan memanfaatkan kemampuannya.

d. Mendekatkan siswa dengan tugas dan menjembatani persiapan siswa

memasuki dunia kerja sesuai bidang pekerjaannya setelah menempuh praktik

kerja industri. Berdasarkan uraian tersebut, praktik kerja industri memberikan

manfaat bagi siswa untuk memperoleh pengalaman dalam dunia kerja dan

bisnis serta menumbuhkan rasa percaya diri siswa.

Berdasarkan penjelasan para ahli tujuan praktik kerja industri (prakerin)

bermaksud untuk menciptakan ilmu, keahlian, dan etos kerja yang selaras dengan

syarat lapangan pekerjaan. Praktik kerja industri, memberikan pengalaman, dan

wawasan dunia kerja kepada siswa, yang diperoleh melalui tenaga ahli yang

profesional dalam bidangnya dapat memberikan pengaruh terhadap keyakinan dan

kesiapan kerja siswa dalam memperoleh pekerjaan. Dan manfaat praktik kerja

industri ketika mengikuti praktik kerja industri, siswa dapat melatih untuk

menunjang keterampilan yang telah dipelajari di sekolah untuk diterapkan di

dunia kerja (praktik kerja industri), dapat mengenal dan menghayati lingkungan

kerja, yang pada akhirnya siswa siap bekerja di dunia kerja. dunia usaha dan dunia

industri setelah lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

b.4 Soft Skill

1. Pengertian Soft Skill

Soft skill merupakan terminasi sosiologis untuk emotional intelligence

quotiont seseorang, serta dapat mengetahui kemampuan seseorang untuk

bekerjasama, menyelesaikan suatu masalah bahkan memotivasi atau memberikan

36
sebuah solusi bersama orang lain didalam sebuah bidang pekerjaan dan menurut

Klaus, soft skill merupakan suatu hal kepribadian, sosial, komunikasi dalam

memanajemen perilaku diri seseorang. Soft skill juga mempunyai beberapa

cakupan dari kesadaran diri dalam berfikir kritis, pemecahan masalah, mengambil

resiko serta memanajemen waktu dalam pengendalian diri integritas, rasa percaya

diri, empati, berinisiatif, dan bersikap, layak dipercaya, sifat berhati-hati, serta

kemampuan dalam menyesuaikan diri dalam kondisi apapun (Ratuela et al.,

2022).

Daftar kemampuan soft skill sebagai berikut: kejujuran, tanggung jawab,

berlaku adil, kemampuan bekerja sama, kemampuan beradaptasi, kemampuan

berkomunikasi, toleransi, hormat terhadap sesama, kemampuan menggambil

keputusan, kemampuan memecahkan masalah. Soft skill yaitu kemampuan yang

tidak terlihat yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan, seperti kemampuan

berkomunikasi, tentang kejujuran atau integritas dan lain-lain (Azizah et al.,

2021).

Berdasarkan penjelasan para ahli maka soft skill kemampuan komunikasi,

karakteristik seseorang, kemampuan beradaptasi dengan baik harus dimiliki

seseorang di dalam kehidupan maupun dunia kerja, kemampuan-kemampuan

yang harus dimiliki siswa atau diperlukan untuk mencapai kesuksesan baik itu

kemampuan seseorang berkomunikasi, kejujuran atau integritas dan lainnya.

2. Indikator Soft Skill

Soft skill sendiri diartikan sebagai kemampuan di luar kemampuan teknis

dan akademis, yang lebih mengutamakan (Teguh, 2012):

37
a. Kecerdasan Intrapersonal (intrapersonal skill).

b. Kecerdasan Interpersonal (interpersonal skill).

Indikator soft skill dapat dikelompokkan ke dalam enam kategori yaitu:

a. Keterampilan komunikasi lisan dan tulisan (communication skills).

b. Keterampilan berogranisasi (organizational skills).

c. Kepemimpinan (leadership).

d. Kemampuan berpikir kreatif dan logis (logic and creative).

e. Ketahanan menghadapi tekanan (effort).

f. Kerja sama tim dan interpersonal (group skills).

Indikator soft skill yaitu integritas, komunikasi lisan salah satu unsur

penting dalam hampir setiap pekerjaan, sopan santun dalam bertutur kata dan

bersikap, partipasi, kejujuran, kreativitas, tanggungjawab berusaha dan

bersungguh-sungguh melakukan yang terbaik (Fatimah, 2022). Indikator soft skill

meliputi: harga diri, perasaan senang, lingkungan keluarga, lingkungan

masyarakat, pendidikan (Ratuela et al., 2022). Indikator soft skill yang dilatih

terdiri atas 6 aspek yaitu percaya diri, inisiatif, kreatifitas dan inovasi,

komunikasi, kerjasama, disiplin (Hikmawati, 2022).

Berdasarkan penjelasan para ahli maka penelitian ini mengacu pada

indikator Fatimah (2022), soft skill yaitu komunikasi lisan, sopan santun,

partipasi, kejujuran, kreativitas, tanggungjawab indikator ini dapat membantu

untuk melihat soft skill siswa. Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki siswa

atau diperlukan oleh siswa.

3. Prinsip dan Manfaat Soft Skill

38
Prinsip merupakan sesuatu hal yang hakiki dan alami. Karena sifatnya

yang menuruti hukum-hukum alamiah, pelaksanaannya atau pengingkarannya

memberikan dampak bagi pelakunya Prinsip bersifat tetap walaupun situasi dan

kondisi berubah. Dengan demikian prinsip, seperti juga nilai-nilai, menjadi pokok

dasar berpikir dan bertindak. Soft skill memiliki beberapa prinsip yaitu, (Teguh,

2012):

a. Prinsip setiap orang berhak dihargai

b. Prinsip membangun kedamaian hati dengan weles asih

c. Prinsip menabur dan menuai

Manfaat Soft skill sangat penting dalam keberhasilan karir karena banyak

pekerjaan yang membutuhkan interaksi keterlibatan dengan pihak lain, dengan

demikian kemampuan dalam berinteraksi dan berelasi yaitu hal penting dalam

dunia kerja. Soft skill dapat membuat seseorang mudah menyesuaikan diri dengan

lingkungan, mengelola stres kerja, bekerja sama dalam tim dan mendorong relasi

yang baik dengan rekan kerja, atasan, hingga pihak eksternal lainnya (Sandroto,

2021).

Berdasarkan penjelasan maka, prinsip-prinsip dan manfaat soft skill

tersebut mendukung penerapan soft skill. Memperhatikan prinsip-prinsip yang

hakiki mendorong soft skill dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang baik sehingga

memberikan kebaikan bagi para siswa. Siswa dengan soft skill yang baik,

cenderung memiliki tingkat retensi lebih tinggi di tempat kerja dari pada yang

hanya mengandalkan hard skill saja. Keterampilan interpersonal yang baik juga

akan bermanfaat saat menjalani proses wawancara kerja hingga mencapai

keberhasilan dalam pekerjaan

39
b.5 Self-Efficacy

1. Pengertian Self- Efficacy

Self-efficacy petama istilah diperkenalkan oleh Bandura dalam

Psychological Review nomor 84 tahun 1986, bahwa self-efficacy mengacu pada

sejauh mana individu menilai kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas

yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu (Ratuela et al., 2022)

Seseorang yang mempunyai keyakinan diri yang tinggi cenderung akan bersikap

optimis untuk meraih suatu tujuan yang ingin dicapai (Syandianingrum &

Wahjudi, 2021). Keyakinan akan seluruh kemampuan ini mencakup kepercayaan

diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas

bertindak pada situasi yang penuh tekanan.

Self-efficacy yaitu keyakinan penuh pada diri sendiri, optimisme dan harapan

untuk memecahkan masalah tanpa merasa putus asa. Ketika seorang individu

dihadapkan pada stres yang akan muncul self-efficacy-nya memastikan reaksi

terhadap situasi antara reaksi emosional dan usahanya dalam menghadapi

kesulitan. Self-efficacy yang dimiliki individu dapat membuat individu tersebut

menghadapi berbagai situasi (Setiawan & Suryono, 2022).

Self efficacy kepercayaan seseorang terhadap kemampuan didalam diri

seseorang untuk menguasai keadaan dan mendapatkan hasil yang menguntungkan

(Damayantie & Kustini, 2022). Self-efficacy merupakan bagian yang penting dari

kepribadian yang memiliki hubungan dengan kesiapan kerja karena self-efficacy

merupakan pondasi awal dalam melakukan segala sesuatu.

Self-efficacy yang ada dalam diri siswa memiliki kontribusi dalam

meningkatkan kesiapan kerja siswa. Self-efficacy yaitu keyakinan akan

40
kemampuan yang dimiliki dapat menyelesaikan tugas masalah yang dihadapi

(N. A. Puspitasari & Bahtiar, 2022). Sehingga saat siswa memiliki self-efficacy

yang tinggi maka akan berpengaruh terhadap level kesiapan mental yang ada

dalam diri siswa akan semakin kuat. Self-efficacy memiliki beberapa peran, yaitu

(Oktariani, 2018):

a. Menentukan pilihan tingkah laku.

b. Menentukan seberapa besar usaha dan ketekunan yang dilakukan.

c. Mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional.

d. Meramalkan tingkah laku selanjutnya.

e. Menunjukkan kinerja selanjutnya.

Berdasarkan penjelasan hal ini sangat penting untuk membantu siswa

dalam menghadapi persaingan antar karyawan yang terjadi dalam tempat

kerjanya nantinya. Saat siswa memiliki self-efficacy yang tinggi maka individu

akan memaksimalkan usaha yang dikeluarkan untuk menyelesaikan self-efficacy

hambatan yang dilalui, keyakinan seseorang bahwa ia akan mampu melaksanakan

perilaku yang diperlukan dalam suatu tugas.

2. Indikator Self-Efficacy

Indikator self-efficacy terdiri dari tiga indikator (Irma, 2018), yaitu level

atau magnitude (tingkat kesulitan), strength (tingkat pengetahuan) dan generality

(tingkat generalitas). Hal serupa diungkapkan menurut (Nurrindar & Wahjudi,

2021) indikator self-efficacy yaitu level, strengh, dan generality.

a. Level atau magnitude, yang terdiri dari empat indikator antara lain: Perilaku

optimis dalam menyelesaikan tugas, kemampuan dalam menyelesaikan tugas

41
baik tugas yang mudah maupun yang sulit, kemampuan dalam

menyelesaikan tugas yang paling sulit, dan berusaha maksimal dalam

mengerjakan tugas.

b. Strengh atau kekuatan, yang terdiri dari indikator sebagi berikut: ketekunan

dalam belajar, ketepatan dalam menyelesaikan tugas, dan memiliki

konsistensi diri.

c. Generality atau keluasaan, yang dapat dibagi menjadi beberapa indikator,

antaralain: kemampuan dalam memenejemen waktu dengan baik,

penguasaan konten atau materi, penguasaan tugas, kemampuan dalam

menghadapi berbagai situasi dan kondisi, dan memiliki kepercayaan tinggi

dalam bekerja.

Selanjutnya indikator self-efficacy meliputi: pengalaman menguasai

sesuatu (mastery experience), modeling sosial, persuasi sosial, kondisi fisik dan

emosional (Ratuela et al., 2022). Indikator self-efficacy menurut (Damayantie &

Kustini, 2022) yaitu:

a. Keyakinan untuk mendapatkan pekerjaan.

b. Keyakinan untuk mampu melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas.

c. Keyakinan untuk mampu bersaing dalam dunia kerja.

d. Keyakinan untuk mampu mempertahankan pekerjaan yang telah didapatkan.

e. Keyakinan untuk mampu menjalani pekerjaan diluar kemampuan.

f. Keyakinan untuk mampu menjalani beberapa aktivitas pekerjaan.

Berdasarkan penjelasan indikator self-efficacy yang dikemukakan oleh

beberapa ahli, maka pada penelitian ini indikator yang akan digunakan adalah

mengacu indikator yang dikemukakan Irma (2018), yaitu level atau magnitude,

42
strength dan generality, yaitu 1) Level atau magnitude, yang terdiri dari empat

indikator antara lain: Perilaku optimis dalam menyelesaikan tugas,

kemampuan dalam menyelesaikan tugas baik tugas yang mudah maupun yang

sulit, kemampuan dalam menyelesaikan tugas yang paling sulit, dan berusaha

maksimal dalam mengerjakan tugas. 2) Strengh atau kekuatan, yang terdiri dari

indikator sebagi berikut: ketekunan dalam belajar, ketepatan dalam

menyelesaikan tugas, dan memiliki konsistensi diri. 3) Generality atau keluasaan,

yang dapat dibagi menjadi beberapa indikator, antara lain: kemampuan dalam

memenejemen waktu dengan baik, kemampuan dalam menghadapi berbagai

situasi dan kondisi, dan memiliki kepercayaan tinggi dalam bekerja.

3. Dimensi Self-Efficacy

Dimensi self-efficacy yang dijabarkan terdiri atas tiga dimensi yaitu

strength, magnitude dan generality, ketiga dimensi tersebut juga dapat

mencerminkan bahwa siswa yang memiliki keyakinan dengan kemampuan yang

dia miliki, membuat dia tidak pantang menyerah ketika menghadapi permasalahan

dan dia yakin dapat menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut

(Syandianingrum & Wahjudi, 2021).

Self-efficacy yaitu kemampuan untuk menilai apakah seseorang dapat

melakukan tindakan yang baik atau buruk, melakukan apa yang benar atau

salah, dan/atau melakukan apa yang diminta dari seseorang (Tyas et al., 2022).

Hal ini dapat mengarahkan siswa untuk memahami bagaimana kondisi,

kemampuan, dan harapan yang dimiliki terhadap pekerjaan yang diinginkannya.

43
Berdasarkan penjelasan dimensi self-efficacy pengetahuan dan pengalaman

kerja yang telah diperoleh siswa, kemudian ditambahkan dengan tingkat

keyakinan siswa terhadap diri yang tinggi, akan mampu untuk mendorong

kesiapan siswa dalam bersaing di dunia industri maupun dunia usaha, karena dia

percaya dengan kemampuan yang telah dimiliki dia mampu untuk menyelesaikan

berbagai permasalahan yang akan datang, serta akan membuatnya mampu untuk

beradaptasi dengan lingkungan barunya kelak.

4. Aspek-Aspek Self-Efficacy

Aspek self-efficacy yaitu tingkat kesulitan tugas, bidang tugas dan tingkat

kemantapan, keyakinan, kekuatan dalam (Ariyanto et al., 2020). Self-efficacy yang

dimiliki setiap individu berbeda-beda. Tingkat self-efficacy yang dimiliki

seseorang dapat dilihat dari aspek-aspek self-efficacy. Ada tiga aspek dalam self-

efficacy yaitu Level, Strength, dan Generality yaitu (Khadifa et al., 2018).

a. Level

Aspek ini berkaitan dengan kesulitan tugas, apabila tugas - tugas yang

dibebankan pada individu menurut tingkat kesulitannya, maka perbedaan self-

efficacy secara individual mungkin terdapat pada tugas-tugas yang sederhana,

menengah, atau tinggi.

b. Strength

Aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan seseorang

terhadap keyakinannya. Tingkat self-effiacy yang lebih rendah mudah digoyahkan

oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya, sedangkan seseorang yang

44
memiliki self-efficacy yang kuat tekun dalam meningkatkan usahanya meskipun

dijumpai pengalaman yang memperlemahnya.

c. Generality

Aspek ini berhubungan luas dengan bidang tugas atau tingkah laku.

Beberapa pengalaman yang telah dilakukan dan berangsur-angsur akan

menimbulkan penguasaan terhadap pengharapan pada bidang tugas atau tingkah

laku yang khusus sedangkan pengalaman lain membangkitkan keyakinan yang

meliputi berbagai tugas.

Berdasarkan penjelasan para ahli, maka aspek-aspek self-efficacy

kepercayaan diri dalam situasi tidak menentu mengandung kekaburan dan penuh

tekanan, keyakinan akan kemampuan dalam mengatasi masalah atau tantangan

yang muncul, keyakinan akan kemampuan mencapai target yang telah ditetapkan.

b.6 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh (Sapriadi et al., 2019) teknik analisis data

menggunakan metode analisis jalur. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa kerja

lapangan berpengaruh positif terhadap penguasan keterampilan, praktik kerja

lapangan berpengaruh positif terhadap kesiapan kerja, penguasaan keterampilan

berpengaruh positif terhadap kesiapan kerja, praktik kerja lapangan berpengaruh

positif terhadap kesiapan kerja melalui penguasaan keterampilan.

Penelitian lain yang berkaitan yang dilakukan oleh (Riwayati & Santoso,

2022), metode analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif, analisis

jalur dan uji Sobel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik kerja industri

45
(Prakerin), kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kesiapan kerja, baik secara langsung maupun melalui motivasi kerja. Berdasarkan

hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja memediasi pengaruh

praktik kerja industri (Prakerin) dan kecerdasan emosional terhadap kesiapan

kerja siswa.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh (Nagari et al., 2020), hasil dari

penelitian ini pengaruh praktik kerja jurusan akuntansi terhadap kesiapan calon

akuntan di SMK tidak berpengaruh, minat yang berpengaruh terhadap kesiapan

kerja. Penelitian yang dilakukan oleh (Urip & Kuat, 2021), hasil penelitian

menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif magang terhadap kesiapan kerja

siswa SMK dan diketahui bahwa magang dapat memberikan kontribusi terhadap

kesiapan kerja, terdapat pengaruh positif bimbingan kejuruan terhadap kesiapan

kerja SMK dan diperoleh bahwa SMK bimbingan dapat memberikan kontribusi

terhadap kesiapan kerja siswa, terdapat pengaruh positif motivasi berprestasi

terhadap kesiapan kerja siswa SMK dan diketahui bahwa motivasi berprestasi

dapat memberikan kontribusi terhadap kesiapan kerja siswa, terdapat ada

pengaruh positif secara bersama-sama antara magang, bimbingan kejuruan,

motivasi berprestasi terhadap kesiapan kerja siswa SMK artinya secara bersama-

sama kontribusi seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat, sisanya oleh

variabel dan faktor lain diluar penelitian ini yang tidak dijelaskan oleh peneliti.

Penelitian yang dilakukan oleh (Rahmadani & Mardalis, 2022), hasil

analisis data menunjukkan bahwa (1) soft skill berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kesiapan kerja. (2) Self-efficacy berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kesiapan kerja. (3) Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan

46
terhadap kesiapan kerja. (4) Aktivitas organisasi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kesiapan kerja. Oleh karena itu, kesiapan kerja siswa dapat

ditingkatkan dengan menggunakan soft skill, efisiensi diri, motivasi, dan aktivitas

organisasi.

b.7 Kerangka Pemikiran

Kesiapan kerja kondisi yang menunjukan adanya keserasian antara

kematangan antara fisik, mental serta pengalaman sehingga siswa mempunyai

kemampuan untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu dalam hubungannya

dengan pekerjaan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja yaitu

kecerdasan emosional, praktik kerja industri, soft skill, dan self-efficacy sebagai

berikut:

1. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Kesiapan Kerja

Fitriani (2021) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada pengaruh

positif kecerdasan emosional terhadap kesiapan kerja. Seorang yang mau terus

meningkatkan kecerdasan emosionalnya akan mempermudah kariernya di dunia

kerja. Sabilah et al., (2021) berpendapat kecerdasan emosional terhadap kesiapan

kerja memiliki pengaruh yang signifikan dan positif, kesiapan kerja akan

meningkat dan kecerdasan emosional generasi milenial memiliki tingkat juga

tetapi dalam dimensi mengelolah emosi mendapatkan hasil paling rendah oleh

karna itu dapat ditingkatkan lagi dengan mengatur emosi dan perasaan diri serta

dapat menunjukkan emosi dan perasaan dengan tepat sesuai dengan kondisi yang

dialami. Hubungan antara kecerdasan emosional diperlukan untuk menghadapi

47
tantangan, ketidakpastian, dan konflik di dunia kerja. Sehingga, dapat dipahami

bahwa siswa dengan kecerdasan emosional yang baik akan mengakibatkan

kesiapan kerja yang baik pula.

2. Pengaruh Praktik Kerja Industri Terhadap Kesiapan Kerja

Menurut Liyasari & Suryani (2022) mengungkapkan bahwa menunjukan

praktik kerja industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesiapan kerja.

Keberhasilan praktik kerja industri berperan penting dalam membentuk tingkat

kesiapan kerja siswa, keberhasilan tersebut dapat berupa pengalaman yang akan

mempengaruhi pola pikir, sikap, dan ringkah laku dalam bekerja, dengan

pengalaman praktik kerja industri siswa menjadi lebih terlatih untuk berani

menerima tanggung jawab, lebih bijak dalam menghadapi masalah, disiplin,

mampu beradaptasi, bekerja sama dengan orang lain dan menjunjung sikap yang

benar.

Menurut Dau et al., (2019) menjelaskan terdapat pengaruh yang signifikan

antara praktik kerja industri terhadap kesiapan kerja siswa. Siswa diharapkan

mengikuti praktik kerja industri dengan sungguh-sungguh agar setelah

melaksanakan praktik kerja industri maksimal dan siswa lebih siap memasuki

dunia kerja. Siswa diharapkan mampu bekerja sama dan berani menerima

tanggung jawab serta mampu memanfaatkan waktu secara efektif selama

pelaksanan praktik kerja industri dengan dunia industri. Sehingga, dapat dipahami

bahwa siswa dengan praktik kerja industri yang baik akan membuat kesiapan

kerja baik pula.

48
3. Pengaruh Soft Skill Terhadap Kesiapan Kerja

Menurut Fatimah (2022) menjelaskan terdapat pengaruh positif soft skill

terhadap kesiapan kerja. Soft skill berperan penting dalam menentukan

keberhasilan seseorang. Menurut Lie & Darmasetiawan (2017) soft skill

berpengaruh secara signifikan terhadap kesiapan kerja pengaruh yang

ditimbulkan bersifat positif yang berarti bahwa semakin tinggi soft skill yang

dimiliki maka akan semakin tinggi pula tingkat kesiapan kerja.

Selanjutnya soft skill merupakan kecakapan yang melekat pada seseorang

berupa kemampuan non teknis, soft skill keterampilan seseorang dalam

berhubungan dengan orang lain, tentu soft skill mempengaruhi kesiapan kerja,

dimana pada saat siswa akan berinteraksi dengan banyak orang dan menemui

berbagai tantangan dan permasalahan yang belum pernah ditemui sebelumnya,

persiapan siswa dalam menghadapi dunia kerja tentunya dengan membekali siswa

dengan kompetensi keterampilan atau soft skill.

4. Pengaruh Self-Efficacy Terhadap Kesiapan Kerja

Menurut Syofyan (2021) menjelaskan terdapat hubungan positif self

efficacy terhadap kesiapan kerja, sehingga semakin tinggi self-efficacy maka

semakin tinggi pula kesiapan kerja siswa. Menurut Prisrilia & Widawati (2021)

self-efficacy berpengaruh signifikan terhadap kesiapan kerja. Self-efficacy

bertumpu pada keyakinan siswa, siswa dengan self-efficacy percaya bahwa

mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian disekitar mereka.

Sebaliknya, siswa dengan self-efficacy yang rendah menganggap dirinya tidak

mampu melakukan apapun disekitarnya. Self-efficacy dapat mempengaruhi

49
kesiapan kerja seseorang sehingga tingkat kesiapannya akan mempengaruhi

dirinya. Self-efficacy dapat meningkatkan percaya diri siswa dalam menghadapi

persaingan industri.

Berdasarkan uraian ini terdapat kaitan yang sangat erat dimana keempat

variabel tersebut saling keterkaitan, semakin matang kesiapan kerja siswa. Maka

dengan begitu, siswa yang sudah mempunyai kecerdasan emosional, mengikuti

praktik kerja industri, memiliki soft skill, dan self-efficacy diharapkan memiliki

kesiapan kerja yang baik. Garis besar penelitian ini yaitu melihat pengaruh

kecerdasan emosional, praktik kerja industri, soft skill, dan self-efficacy terhadap

kesiapan kerja siswa di SMKN Kota Pekanbaru. Kerangka berfikir penelitian

yang didesain dalam bentuk gambar, yaitu sebagai berikut:

Kecerdasan Emosional (X1)

Praktik Kerja Industri (X2)

Kesiapan Kerja (Y)


Soft Skill (X3)

Self-Efficacy (X4)

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

50
b.8 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis dan telaah pustaka maka dapat

dikemukakan hipotesis sebagai berikut:

H1. Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN

Kota Pekanbaru.

H2. Praktik kerja industri berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN

Kota Pekanbaru.

H3. Soft skill berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota

Pekanbaru.

H4. Self-efficacy berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota

Pekanbaru.

H5. Kecerdasan emosional, praktik kerja industri, soft skill, dan self-efficacy

berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota Pekanbaru.

51
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

1. Deskripsi Variabel Penelitan

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat yaitu

kesiapan kerja dan 4 variabel bebas yaitu meliputi kecerdasan emosional, praktik

kerja industri, soft skill dan self efficacy. Untuk menjelaskan masing-masing

variabel, pada bagian ini disajikan deskripsi variabel yang berupa nilai maksimal,

nilai minimal, mean, standar deviasi, tabel distribusi frekuensi dan deskripsi

masing-masing variabel disajikan pada urian berikut:

Tabel 4.1 Deskripsi Variabel Penelitian


Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Sum Mean Deviation
Kecerdasan 40,6 84,8 9521,6 64,773 8,7534
147
Emosional
Praktik Kerja 29,9 62,6 7255,8 49,359 6,7867
147
Industri
Soft Skill 45,7 85,0 9878,4 67,200 8,0865
147
Self Efficacy 19,5 44,6 5043,0 34,306 6,4331
147
Kesiapan Kerja 49,0 82,0 9830,4 66,873 7,6847
147
Valid N
147
(listwise)
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Berdasarkan Tabel 4.1 deskripsi variabel penelitian ini sebagian besar rata-

rata skor siswa menjawab pada angket kesiapan kerja sebesar 66,8 disini

responden terhadap kondisi fisik, mental dan emosional, kesiapan kebutuhan,

52
motif dan tujuan, kesiapan keterampilan dan pengetahuan lebih mendominasi dari

pada variabel lainnya.

a. Kesiapan Kerja Siswa (Y)

Deskripsi frekuensi kesiapan kerja siswa berdasarkan indikator pada Tabel

4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.2 Deskripsi Frekuensi Kesiapan Kerja Siswa Berdasarkan Indikator


Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
Kesiapan kondisi fisik,
mental dan emosional 147 2,86 4,00 3,49 0,309
Kesiapan kebutuhan,
147 2,86 4,00 3,56 0,300
motif dan tujuan
Kesiapan keterampilan
147 2,83 4,00 3,47 0,376
dan pengetahuan
Valid N (listwise) 147
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa secara umum indikator variabel

kesiapan kerja siswa berada pada kategorikan siap pada indikator kesiapan

kebutuhan, motif dan tujuan, maka artinya siswa ingin bekerja agar dapat

mencukupi kebutuhannya setelah lulus SMK dengan ingin mencari pekerjaan dan

tidak bergantung kepada orang tua, dengan rata-rata skor tertinggi yaitu 3,56.

SMK sebagai salah satu lembaga yang mempersiapkan tenaga kerja dituntut untuk

mampu menghasilkan lulusan sesuai dengan yang diharapkan dunia kerja,

diharapkan setelah lulus dari pendidikan sekolah menengah kejuruan siswa

memiliki kesiapan diri dapat langsung bekerja tanpa harus membutuhkan waktu

yang lama. Harapan dengan memiliki kesiapan kerja siswa nantinya bisa dengan

mudah mendapatkan pekerjaan.

53
Berdasarkan hasil jawaban responden masing-masing indikator kesiapan

kerja maka akan didapatkan hasil rata-rata skor secara keseluruhan dapat dilihat

pada rekapitulasi distribusi jawaban responden pada distribusi frekuensi

dikategorikan dalam 4 kategori untuk kesiapan kerja yaitu (SS) Sangat Siap, (S)

Siap, (CS) Cukup Siap, (KS) Kurang Siap. Distribusi frekuensi data kesiapan

kerja siswa dapat dilihat Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kesiapan Kerja


Kesiapan Kerja
Valid Cumulative
Interval Frequency Percent Percent Percent
Valid Sangat Siap 3,8-4,0 46 31.3 31.3 100.0
Siap 3,5-3,7 66 44.9 44.9 68.7
Cukup Siap 3,2-3,4 31 21.1 21.1 23.8
Kurang Siap 2,9-3,1 4 2.7 2.7 2.7
Total 147 100.0 100.0
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukan bahwa mayoritas peserta didik di

SMKN Kota Pekanbaru memiliki tingkat kesiapan kerja pada kategori siap yaitu

sebanyak 66 siswa atau 44.9% kesiapan kerja dalam hal ini kesiapan kondisi fisik,

mental, dan emosional, dalam hal kesiapan kebutuhan, motif, tujuan, kesiapan

keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh siswa SMK yang notabene

dididik untuk menjadi lulusan yang siap bekerja. Oleh karena itu kesiapan kerja

wajib dimiliki oleh setiap siswa. Hal ini berarti siswa di SMKN Kota Pekanbaru

memiliki kesiapan kerja pada kategori siap.

b. Kecerdasan Emosional (X1)

Deskripsi frekuensi kecerdasan emosional berdasarkan indikator pada

Tabel 4.4 sebagai berikut:

54
Tabel 4.4 Deskripsi Frekuensi Kecerdasan Emosional Berdasarkan Indikator
Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
Mengenali emosi diri
147 2,25 4,00 3,2347 0,40356
sendiri
Mengelola emosi diri
147 2,25 4,00 3,2857 0,38818
sendiri
Memotivasi diri sendiri 147 2,50 4,00 3,3980 0,41251
Mengenali emosi orang lain 147 2,50 4,00 3,3929 0,39148
Membina hubungan baik
147 2,50 4,00 3,3810 0,38523
dengan orang lain
Valid N (listwise) 147
Sumber: Olahan Data SPSS, 2022

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa secara umum indikator variabel

kecerdasan emosional tinggi pada memotivasi diri sendiri sebesar rata-rata 3,3980,

siswa memiliki motivasi diri sendiri untuk lebih giat ketika gagal tidak mudah

berputus ada, kecerdasan emosional (Emotional Quotient) merupakan kecerdasan

yang paling penting dibandingkan kecerdasan lainnya yang meliputi pengendalian

diri, semangat dan ketekunan serta kemampuan memotivasi diri sendiri.

Seseorang dengan kecerdasan emosional yang baik akan mampu mengenali,

menggunakan, memahami, dan mengelola emosinya secara positif sehingga dapat

mengurangi rasa stresnya, berkomunikasi secara efektif, berempati dengan orang

lain, mengatasi tantangan yang ada, hingga meredam konflik yang timbul ini

menyiratkan bahwa siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan

mencapai kesiapan kerja yang tinggi pula.

Sehingga dalam dunia kerja tidak selamanya kita bekerja sendiri dalam

menyelesaikan pekerjaan, kita dituntut untuk dapat bekerja sama dengan tim dan

menghadapi banyak karakter orang agar hasil kerja diperoleh dengan sangat

memuaskan, kecerdasan emosional juga lebih dominan digunakan dalam dunia

55
kerja dalam menghadapi kenyataan dan tantangan permasalahan kerja sehingga

kemampuan siswa dalam mengelola emosi akan banyak membantu kesuksesannya

di masa depan. Selanjutnya distribusi kecerdasan emosional pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosional


Kecerdasan Emosional
Valid Cumulative
Interval Frequency Percent Percent Percent
Valid Sangat Tinggi 3,8-4,0 45 30.6 30.6 100.0
Tinggi 3,5-3,7 82 55.7 55.7 69.4
Sedang 3,2-3,4 19 13 13 13.7
Rendah 2,9-3,1 1 0.7 0.7 0.7
Total 147 100.0 100.0
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukan bahwa mayoritas peserta didik di

SMKN Kota Pekanbaru memiliki tingkat kecerdasan emosional pada kategori

tinggi sebanyak 82 siswa atau 55.7%. Hal ini berarti peserta didik di SMKN Kota

Pekanbaru memiliki kecerdasan emosional pada kategori tinggi yang mana pada

mengenali emosi diri, mengelola emosi diri sendiri, memotivasi diri sendiri,

mengenali emosi orang lain, membina hubungan baik dengan orang lain yang

mana kemampuan tersebut sangat dibutuhkan di dunia kerja, karena dalam bekerja

seseorang banyak berinteraksi dengan orang lain nantiknya, seperti atasan, rekan

kerja maupun klien.

b. Praktik Kerja Industri (X2)

Deskripsi frekuensi praktik kerja industri berdasarkan indikator pada Tabel

4.6 sebagai berikut:

Tabel 4.6Deskripsi Frekuensi Praktik Kerja Industri Berdasarkan Indikator


Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
Pengalaman praktik dan
147 2,40 4,00 3,4884 0,38544
kerja produktif

56
Keterkaitan pekerjaan
dengan yang dilakukan di 147 2,60 4,00 3,3755 0,35570
sekolah
Familiar dengan dasar
serta proses kerja dan alat 147 2,80 4,00 3,4354 0,33978
kerja
Valid N (listwise) 147
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui secara umum indikator variabel praktik

kerja industri rata-rata yang tinggi yaitu aspek pengalaman praktik dan kerja

produktif dengan skor mencapai rata-rata sebesar 3,4884. Praktik kerja industri

berperan penting dalam memberikan bekal bagi lulusan SMK untuk beradaptasi

dengan lingkukan kerja. Pengalaman melalui praktik kerja industri merupakan

pengalaman langsung dialami oleh siswa melalui partisipasi langsung serta

melalui observasi secara langsung di dunia kerja. Praktik kerja industri kegiatan

pendidikan pelatihan dan pembelajaran bagi siswa SMK yang dilakukan di dunia

usaha atau dunia industri yang berkaitan dengan kompetensi siswa sesuai bidang

yang digelutinya.

Keberhasilan praktik kerja industri berperan penting dalam membentuk

tingkat kesiapan kerja siswa. Keberhasilan tersebut dapat berupa pengalaman

yang akan mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tingkah laku dalam bekerja,

dengan pengalaman praktik kerja industri, siswa menjadi lebih terlatih untuk

berani menerima tanggung jawab, lebih bijak dalam menghadapi masalah,

disiplin, mampu beradaptasi, bekerja sama dengan orang lain dan menjunjung

sikap kerja yang benar. Oleh karena itu dilakukan penlitian untuk melihat

pengaruh praktik kerja industri terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota

Pekanbaru. Data praktik kerja industri didapat dari kuesioner tentang pemahaman

57
siswa SMKN Kota Pekanbaru mengenai pemahaman praktik kerja industri.

Selanjutnya Praktik kerja industri ini setelah didistribusikan menjadi 4

menunjukan seperti berikut:

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Praktik Kerja Industri


Praktik Kerja Industri
Valid Cumulative
Interval Frequency Percent Percent Percent
Valid Sangat Tinggi 3,8-4,0 48 32.6 32.6 100.0
Tinggi 3,5-3,7 69 47 47 67.4
Sedang 3,2-3,4 29 19.7 19.7 20.4
Rendah 2,9-3,1 1 0.7 0.7 0.7
Total 147 100.0 100.0
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukan bahwa mayoritas peserta didik di

SMKN Kota Pekanbaru memiliki tingkat praktik kerja industri pada kategori

tinggi sebanyak 69 siswa atau 47%. Hal ini berarti peserta didik di SMKN Kota

Pekanbaru memiliki praktik kerja industri pada kategori tinggi, siswa memiliki

pengalaman praktik kerja, siswa familiar dengan dasar serta proses kerja dan alat

kerja, pengalaman praktik kerja industri ini memberikan keuntungan pada pihak

sekolah dan siswa itu sendiri karena keahlian yang tidak diajarkan disekolah akan

didapat didunia kerja melalui praktik kerja industri ini. Maka semakin tinggi

praktik kerja industri membuat siswa siap dalam memasuki dunia kerja.

58
c. Soft Skill (X3)

Deskripsi frekuensi soft skill berdasarkan indikator pada Tabel 5.8 sebagai

berikut:

Tabel 4.8 Deskripsi Frekuensi Soft Skill Berdasarkan Indikator


Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
Komunikasi lisan 147 2,25 4,00 3,2959 0,42100
Sopan Santun 147 2,50 4,00 3,4473 0,37038
Partisipasi 147 2,75 4,00 3,3844 0,35388
Kejujuran 147 2,67 4,00 3,4308 0,38068
Kreativitas 147 2,50 4,00 3,3435 0,42524
Tanggungjawab 147 2,33 4,00 3,3492 0,43851
Valid N (listwise) 147
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022
Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui secara umum indikator variabel soft skill

rata-rata sopan santun yang paling tinggi dibanding yang lainnya sebesar 3,4473,

soft skill sangat penting dalam keberhasilan karir karena banyak pekerjaan yang

membutuhkan interaksi keterlibatan dengan pihak lain, dengan demikian

kemampuan dalam berinteraksi dan berelasi yaitu hal penting dalam dunia kerja.

Soft skill dapat membuat seseorang mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan,

mengelola stres kerja, bekerja sama dalam tim dan mendorong relasi yang baik

dengan rekan kerja, atasan, hingga pihak eksternal lainnya.

Soft skill keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain,

tentu soft skill mempengaruhi kesiapan kerja, dimana pada saat siswa akan

berinteraksi dengan banyak orang dan menemui berbagai tantangan dan

permasalahan yang belum pernah ditemui sebelumnya, persiapan siswa dalam

menghadapi dunia kerja tentunya dengan membekali siswa dengan kompetensi

keterampilan atau soft skill. Selanjutnya distribusi soft skill dapat dilihat pada

Tabel 4.9.

59
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Soft Skill
Soft Skill
Valid Cumulative
Interval Frequency Percent Percent Percent
Valid Sangat Tinggi 3,8-4,0 37 25.3 25.3 100.0
Tinggi 3,5-3,7 87 59 59 74.7
Sedang 3,2-3,4 19 13 13 15.7
Rendah 2,9-3,1 4 2.7 2.7 2.7
Total 147 100.0 100.0
Sumber: Olahan Data SPSS, 2022

Berdasarkan Tabel 4.9 menunjukan bahwa mayoritas peserta didik di

SMKN Kota Pekanbaru memiliki tingkat soft skill pada kategori tinggi sebanyak

87 siswa atau 59%. Hal ini berarti peserta didik di SMKN Kota Pekanbaru

memiliki soft skill pada kategori tinggi. Siswa memiliki komunikasi lisan, sopan

santun, partisipasi, kejujuran, kreativitas dan tanggung jawab yang baik untuk

memiliki soft skill yang tinggi. Soft skill ini sendiri memiliki manfaat untuk diri

sendiri dan juga orang-orang disekitarnya. Sehingga semakin siswa memiliki soft

skill yang tinggi maka kesiapan kerja siswa juga akan baik.

d. Self Efficacy (X4)

Deskripsi frekuensi self efficacy berdasarkan indikator pada Tabel 4.10

sebagai berikut:

Tabel 4.10 Deskripsi Frekuensi Self- Efficacy Berdasarkan Indikator


Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Level 147 2,50 4,00 3,3912 0,42510
Strengh 147 2,33 4,00 3,3832 0,42800
Generality 147 2,50 4,00 3,3946 0,41784
Valid N (listwise)
147
Sumber: Olahan Data SPSS, 2022

Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui secara umum indikator variabel self-

efficacy rata-rata skor tinggi yaitu aspek generality dengan skor mencapai rata-

60
rata sebesar 3,3946, self-eficacy dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa

dalam menghadapi persaingan bisnis dan industri. Self-efficacy yaitu keyakinan

seseorang pada kemampuannya untuk melakukan tugas atau kegiatan yang

diperlukan untuk mencapai hasil tertentu, self-efficacy merupakan hasil dari

proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau penghargaan tentang sejauh

mana seseorang memperkirakan kemampuannya untuk menyelesaikan atau

melaksanakan tugas atau mencapai hasil yang diharapkan.

Self-efficacy bertumpu pada keyakinan seseorang. Seseorang dengan self-

efficacy percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah

kejadian di sekitar mereka. Sebaliknya, seseorang dengan self-efficacy yang

rendah menganggap dirinya tidak mampu melakukan apapun di sekitarnya. Self-

efficacy dapat mempengaruhi kesiapan kerja seseorang sehingga tingkat

kesiapannya akan mempengaruhi dirinya.Oleh karena itu dilakukan penlitian

untuk melihat pengaruh self- efficacy terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota

Pekanbaru. Selanjutnya distribusi self-efficacy dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Self- Efficacy


Self- Efficacy
Valid Cumulative
Interval Frequency Percent Percent Percent
Valid Sangat Tinggi 3,8-4,0 62 42.3 42.3 100.0
Tinggi 3,5-3,7 47 32 32 57.7
Sedang 3,2-3,4 37 25 25 25.7
Rendah 2,9-3,1 1 0.7 0.7 0.7
Total 147 100.0 100.0
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Berdasarkan Tabel 4.11 menunjukan bahwa mayoritas peserta didik di SMKN

Kota Pekanbaru memiliki tingkat self- efficacy pada kategori sangat tinggi

sebanyak 62 siswa atau 42%. Hal ini berarti peserta didik di SMKN Kota

61
Pekanbaru memiliki self- efficacy pada kategori sangat tinggi. Siswa yang

memilki rasa keyakinan dalam kemampuan diri dalam mencapai tujuan, siswa

selalu berusaha mendapatkan hasil meksimal setiap tugas ada rasa keyakinan tidak

suka menunda pekerjaan, siswa dapat menyelesaikan permasalahan apapun itu, ini

sangat penting untuk kesiapan kerja siswa, memiliki self-efficacy ini siswa akan

dengan baik mengatur dirinya untuk terus belajar, peserta didik di SMKN Kota

Pekanbaru memiliki self- efficacy pada aspek level (berkaitan dengan kesulitan

tugas), strength (berkaitan dengan kekuatan penilaian tentang kecakapan individu

dan generality (berkaitan dengan keyakinan individu akan kemampuannya

melaksanakan tugas diberbagai aktivitas) secara baik.

A. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan guna menunjukkan bahwa data berada

disekitar nilai rata-rata yang normal. Data tersebut akan diuji normalitasnya

dengan Uji Kolmogorov Smirnov (K-S) melalui bantuan program SPSS 22.

Pengambilan keputusan dalam uji ini adalah jika nilai signifikansi > 0,05, maka

data tersebut berdistribusi normal. Dan sebaliknya, jika nilai signifikansi < 0,05,

maka data tersebut tidak berdistribusi normal. Hasil uji normalitas pada penelitian

ini dilakukan pada nilai residualnya, karena teknik analisis yang digunakan adalah

regresi berganda. Untuk lebih jelasnya, hasilnya uji normalitas dapat dilihat pada

Tabel 4.12 berikut ini:

Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 147
a,b
Normal Parameters Mean 0,0000000
Std. Deviation 2,36237242
Most Extreme Absolute 0,047

62
Differences Positive 0,034
Negative -,047
Test Statistic 0,047
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Dari Tabel 4.12 hasil uji normalitas dengan N = 147 dapat diketahui

bahwa nilai Asymp.Sig adalah sebesar 0,200. Hal tersebut menunjukkan bahwa

data berdistribusi normal, karena nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 atau

0,200 > 0,05.

B. Uji Linieritas

Uji Linieritas untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel bebas

terhadap variabel terikat apakah berhubungan linier atau tidak. Uji linieritas yang

dalam penelitian ini menggunaan uji F dengan bantuan SPSS. Data dinyatakan

berhubungan linier jika nilai signifikan pada Linierity < 0,05. Apabila nilai

signifikan pada Linierity > dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa hubungan

variabel bebas terhadap variabel terikat tidak linier. Hasil uji linieritas ditunjukan

pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Uji Linieritas XI ke Y


ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Kesiapan Between (Combined) 7850,562 91 86,270 6,151 0,000
Kerja * Groups Linearity 5844,600 1 5844,600 416,690 0,000
Kecerdasan
Deviation from
Emosional 2005,963 90 22,288 1,589 0,330
Linearity
Within Groups 771,444 55 14,026
Total 8622,007 146

63
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Tabel 4.13 diperoleh Sig dan Linearity sebesar 0,00 <0,05 (toleransi 5%)

ini berarti kecerdasan emosional dengan kesiapan kerja memiliki hubungan yang

linier.

Tabel 4.14 Uji Linieritas X2 ke Y


ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Kesiapan Between (Combined) 6412,467 53 120,990 5,092 0,000
Kerja * Groups Linearity 5385,809 1 5385,809 226,690 0,000
Praktik Deviation from
Kerja 1026,658 52 19,743 0,831 0,765
Linearity
Industri
Within Groups 2209,539 93 23,758
Total 8622,007 146
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Dari Tabel 4.14 diperoleh Sig dan Linearity sebesar 0,00<0,05 (toleransi

5%) ini berarti praktik kerja industri dengan kesiapan kerja siswa memiliki

hubungan yang linier.

Tabel 5.15 Uji Linieritas X3 ke Y


ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Kesiapan Between (Combined) 7646,664 87 87,893 5,317 0,000
Kerja * Groups Linearity 5913,122 1 5913,122 357,694 0,000
Soft Skill Deviation from
1733,542 86 20,157 1,219 0,210
Linearity
Within Groups 975,343 59 16,531
Total 8622,007 146
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Dari Tabel 4.15 diperoleh Sig dan Linearity sebesar 0,00<0,05 (toleransi

5%) ini berarti soft skill dengan kesiapan kerja siswa memiliki hubungan yang

linier.

64
Tabel 5.16 Uji Linieritas X4 Ke Y
ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Kesiapan Between (Combined) 7899,435 35 225,698 34,671 0,000
Kerja * Groups Linearity 7575,323 1 7575,323 1163,707 0,000
Self Deviation from
324,112 34 9,533 1,464 0,072
Efficacy Linearity
Within Groups 722,571 111 6,510
Total 8622,007 146
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Dari Tabel 4.16 diperoleh Sig dan Linearity sebesar 0,00<0,05 (toleransi

5%) ini berarti self-efficacy dengan kesiapan kerja siswa memiliki hubungan yang

linier.

C. Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

uji Glejser melalui program SPSS. Jika signifikansi (sig. > 0,05) berarti tidak ada

heterokedastisitas begitupun sebaliknya. Untuk dapat melihat ada atau tidak

terjadinya heterokedastisitas pada variabel penelitian ini dapat dilihat pada Tabel

4.17.

Tabel 4. 17 Hasil Uji Heterokedastisitas


Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 2,832 1,193 2,979 0,003

Kecerdasan -0,355 0,723


-0,006 0,024 -0,036
Emosional
Praktik -0,192 0,848
Kerja -0,004 0,029 -0,019
Industri
Soft Skill 0,008 0,026 0,042 -0,234 0,998

Self Efficacy -0,042 0,041 -0,185 -0,651 0,516

a. Dependent Variable: Abs_RES

65
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Dari Tabel 4.17, dapat diketahui bahwa pada variabel kecerdasan

emosional (X1) nilai signifikansinya sebesar 0,723 yang berarti lebih besar dari

0,05 atau 0,723 > 0,05. Selanjutnya pada variabel praktik kerja industri (X 2)

diperoleh nilai signifikansinya sebesar 0,848 yang berarti lebih besar dari 0,05

yang atau 0,848 > 0,05. Selanjutnya pada variabel soft skill (X3) diperoleh nilai

signifikansinya sebesar 0,998 yang berarti lebih besar dari 0,05 yang atau 0,998 >

0,05. Selanjutnya pada variabel self-efficacy (X4) diperoleh nilai signifikansinya

sebesar 0,516 yang berarti lebih besar dari 0,05 yang atau 0,516 > 0,05. Dari

penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas.

D. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas adalah uji yang bertujuan untuk mengetahui ada atau

tidaknya hubungan yang linear antara variabel bebas. Pengujian multikolinearitas

ini dapat di lihat dari nilai Variance Inflatio Factor (VIF) dan nilai toleransi.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18 Hasil Uji Multikolinearitas


Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 8,963 0,000
Kecerdasan Emosional 2,621 0,010 0,314 3,184
Praktik Kerja Industri 2,977 0,003 0,384 2,604
Soft Skill 3,391 0,001 0,324 3,083
Self Efficacy 10,987 0,000 0,209 4,783
a. Dependent Variable: Kesiapan Kerja

Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

66
Informasi berdasarkan 4.18, dapat di ketahui bahwa nilai VIF (Variance

Inflatio Factor) adalah 3,184, 2,604, 3,083, dan 4,783. Jika dibandingkan, maka

nilai VIF lebih kecil dari 10 atau < 10. Selain itu pada nilai tolerance, maka

diketahui bahwa nilai tolerance pada keempat adalah 0,314, 0,384, 0,324, dan

0,209 lebih besar dari 0,10 atau > 0,10. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak

terjadi multikolinearitas pada variabel bebas di penelitian ini.

1. Uji Hipotesis Statistik

1. Uji F

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

H5 : Kecerdasan emosional, praktik kerja industri, soft skill, dan self

efficacy berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota

Pekanbaru.

Pada penelitian ini untuk menguji hipotesis kelima, pengolahan data

dilakukan dengan menggunakan rumus regresi berganda dan uji F dengan hasil

analisis yang dapat di lihat pada Tabel 4.19 berikut:

Tabel 4.19 Hasil Uji F (Secara Simultan)


ANOVAa
Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
Regression 7807,209 4 1951,802 340,153 0,000b
Residual 814,797 142 5,738
Total 8622,007 146
a. Dependent Variable: Kesiapan Kerja
b. Predictors: (Constant), Self Efficacy, Praktik Kerja Industri, Soft Skill,
Kecerdasan Emosional
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Tabel 4.19 hasil pengujian diketahui bahwa nilai F- hitung sebesar 340,153

dengan F-tabel = 2.43 (F tabel didapat dari F (k ; n-k) = F (2 ; 145) = 2.43). Hal ini

67
menunjukkan nilai F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel atau 340,153 > 2.43 dengan

tingkat signifikan sebesar 0,000 < 0,05, dari proses pengambilan keputusan uji

simultan menyatakan bahwa tingginya kecerdasan emosional, praktik kerja

industri, soft skill, dan self-efficacy akan membuat siswa semakin memiliki

kesiapan kerja yang baik. Siswa memiliki kesiapan kondisi fisik, mental dan

emosional yang bagus, baik juga kesiapan keterampilan dan pengatahuan yang

bagus sehingga siswa dinyatakan siap dalam bekerja. Kecerdasan emosional

berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota Pekanbaru.

2. Uji t

Untuk menjawab hipotesis 1, 2, 3 dan 4 dilakukan dengan uji t yaitu untuk

mengetahui signifikansi pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat secara

parsial. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu

variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat. Uji t hasil perhitungan ini

selanjutnya dibandangkan dengan ttabel dengan menggunakan tingkat kesalahan

0,05 (5%). Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Ha diterima jika nilai thitung > ttabel atau sig. < α.

b. Ho ditolak jika nilai thitung < ttabel atau sig. > α.

Hasil penelitian kecerdasan emosional, praktik kerja indutri, soft skill, self-

efficacy dan kesiapan kerja disajikan dalam Tabel 4.20 sebagai berikut:

Tabel 4.20 Kecerdasan Emosional, Praktik Kerja Industri, Soft Skill, Self Efficacy
dan Kesiapan Kerja
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 17,774 1,959 8,963 0,000

68
Kecerdasan 2,621 0,010
0,109 0,040 0,125
Emosional
Praktik Kerja 2,977 0,003
0,147 0,048 0,127
Industri
Soft Skill 0,155 0,043 0,161 3,391 0,001

Self Efficacy 0,727 0,067 0,607 10,987 0,000

a. Dependent Variable: Kesiapan Kerja


Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

1) Pengaruh Kecerdasan Emosional (X1) terhadap Kesiapan Kerja (Y)

Pada penelitian ini, hipotesis yang diajukan yaitu:

H1 : Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kesiapan kerja

siswa SMKN Kota Pekanbaru.

Adapun hasil perhitungan uji t variabel kecerdasan emosional terhadap

kesiapan kerja dapat dilihat pada berdasarkan Tabel 4.20 bantuan perhitungan dari

program SPSS 22, maka diketahui bahwa variabel kecerdasan emosional (X 1)

memiliki nilai t-hitung sebesar 2,621. Kemudian untuk t-tabel menggunakan dk = n – 2

dengan n adalah jumlah responden, sehingga hasilnya yaitu t- tabel = t (α ; n-k) = t

(0,05 ; 145) = 1.65543. Berdasarkan pengambilan keputusan bahwa jika nilai Sig.

< nilai probabilitas atau 0,000 < 0,05 dan nilai t- hitung > t-tabel atau 2,621 >

1,65543, maka dapat disimpulkan bahwa H1 diterima yang berarti kecerdasan

emosional berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota Pekanbaru.

Artinya bahwa secara parsial variabel kecerdasan emosional memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi rendahnya kesiapan kerja siswa. Hal ini

mengandung implikasi bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional siswa akan

membuat siswa semakin memiliki kesiapan kerja yang baik begitupun sebaliknya.

2) Pengaruh Praktik Kerja Industri (X2) terhadap Kesiapan Kerja (Y)

69
Pada penelitian ini, hipotesis yang diajukan adalah:

H2 : Praktik kerja industri berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa

SMKN Kota Pekanbaru.

Adapun hasil perhitungan uji t variabel praktik kerja industri terhadap

kesiapan kerja dapat dilihat pada Tabel 4.20 bantuan perhitungan dari program

SPSS 22, maka diketahui bahwa variabel praktik kerja industri (X 2) memiliki nilai

t-hitung sebesar 2,977. Kemudian untuk t- tabel menggunakan dk = n – 2 dengan n

adalah jumlah responden, sehingga hasilnya yaitu t-tabel = t (α ; n-k) = t (0,05 ; 145)

= 1,65543. Berdasarkan pengambilan keputusan bahwa jika nilai Sig. < nilai

probabilitas atau 0,000 < 0,05 dan nilai t-hitung > t-tabel atau 2,977 > 1,65543,

maka dapat disimpulkan bahwa H2 diterima yang berarti praktik kerja industri

berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota Pekanbaru. Artinya

bahwa secara parsial variabel praktik kerja industri memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap tinggi rendahnya kesiapan kerja siswa. Hal ini mengandung

implikasi bahwa semakin tinggi praktik kerja industri siswa akan membuat siswa

semakin memiliki kesiapan kerja yang baik begitupun sebaliknya.

3) Pengaruh Soft skill (X3) terhadap Kesiapan Kerja (Y)

Pada penelitian ini, hipotesis yang diajukan adalah:

H3 : Soft Skill berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota

Pekanbaru.

70
Adapun hasil perhitungan uji t variabel Soft Skill terhadap kesiapan kerja

dapat dilihat pada berdasarkan Tabel 4.20 bantuan perhitungan dari program

SPSS 22, maka diketahui bahwa variabel Soft Skill (X3) memiliki nilai t-hitung

sebesar 3,391. Kemudian untuk t-tabel menggunakan dk = n – 2 dengan n adalah

jumlah responden, sehingga hasilnya yaitu t-tabel = t (α ; n-k) = t (0,05 ; 145) =

1,65543. Berdasarkan pengambilan keputusan bahwa jika nilai Sig. < nilai

probabilitas atau 0,000 < 0,05 dan nilai t- hitung > t-tabel atau 3,391 > 1.65543, maka

dapat disimpulkan bahwa H3 diterima yang berarti Soft Skill berpengaruh

terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota Pekanbaru. Hal ini mengandung

implikasi bahwa semakin tinggi soft skill siswa membuat siswa semakin memiliki

kesiapan kerja yang baik begitupun sebaliknya.

4) Pengaruh Self-Efficacy (X4) terhadap Kesiapan Kerja (Y)

Pada penelitian ini, hipotesis yang diajukan adalah:

H4 : Self-Efficacy berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN

Kota Pekanbaru.

Adapun hasil perhitungan uji t variabel self-efficacy terhadap kesiapan

kerja dapat dilihat pada berdasarkan Tabel 4.20 bantuan perhitungan dari program

SPSS, maka diketahui bahwa variabel self-efficacy (X4) memiliki nilai t-hitung

sebesar 10,987. Kemudian untuk t-tabel menggunakan dk = n – 2 dengan n adalah

jumlah responden, sehingga hasilnya yaitu t-tabel = t (α ; n-k) = t (0,05 ; 145) =

1.65543. Berdasarkan pengambilan keputusan bahwa jika nilai Sig. < nilai

probabilitas atau 0,000 < 0,05 dan nilai t- hitung > t-tabel atau 10,987 > 1.65543,

maka dapat disimpulkan bahwa H4 diterima yang berarti self-efficacy berpengaruh

71
terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota Pekanbaru. Hal ini mengundang

implikasi bahwa semakin tinggi self-efficacy siswa akan membuat siswa semakin

memiliki kesiapan kerja yang baik.

3. Persamaan Regresi Linier Berganda

Berdasarkan Tabel 4.20 persamaan regresi linier berganda kecerdasan

emosional (X1), praktik kerja industri (X2), soft skill (X3), self-efifcacy (X4), dan

kesiapan kerja (Y) dengan memperhatikan angka yang berada pada coefficients

Beta yaitu:

Y = 17.774 + 0.109X1 + 0.147X2 + 0.155X3 + 0.727X4

1. Persamaan regresi diperoleh konstanta sebesar 17,774 artinya jika variabel

kesiapan kerja (Y) dipengaruhi keempat variabel bebasnya (nilai X 1, X2, X3

dan X4 = 0) menunjukkan besarnya kesiapan kerja adalah 17,774. Apabila nilai

X1, X2, X3 dan X4 meningkat maka Y juga akan meningkat.

2. Nilai koefisien regresi variabel kecerdasaan emosional (X 1) sebesar 0,109

bertanda positif, ini menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi variabel

kecerdasaan emosional memiliki hubungan searah dengan kesiapan kerja (Y).

Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan nilai kecerdasaan emosional

maka akan terjadi kenaikan satuan nilai kesiapan kerja (Y) sebesar 0,109

dengan asumsi bahwa variabel yang lain digunakan adalah tetap, semakin

tinggi kecerdasan emosional siswa maka kesiapan kerja juga baik. Sehingga

menyatakan kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa

SMKN Kota Pekanbaru.

72
3. Nilai koefisien regresi variabel praktik kerja industri (X 2) sebesar 0.147

bertanda positif, ini menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi variabel

praktik kerja industri memiliki hubungan searah dengan kesiapan kerja (Y).

Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan nilai praktik kerja industri

maka akan terjadi kenaikan satuan nilai Kesiapan Kerja (Y) sebesar 0,147

dengan asumsi bahwa variabel yang lain digunakan adalah tetap. Sehingga

praktik kerja industri berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN Kota

Pekanbaru. Hal ini mengandung implikasi bahwa semakin tinggi praktik kerja

industri yang dimiliki siswa maka siswa memiliki kesiapan kerja yang

semakin tinggi pula begitupun sebaliknya.

4. Nilai koefisien regresi variabel soft skill (X3) sebesar 0,155 bertanda positif,

ini menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi variabel soft skill memiliki

hubungan searah dengan kesiapan kerja (Y). Hal ini menunjukkan bahwa

dengan penambahan nilai soft skill maka akan terjadi kenaikan satuan nilai

kesiapan kerja (Y) sebesar 0,155 dengan asumsi bahwa variabel yang lain

digunakan adalah tetap. Sehingga soft skill berpengaruh terhadap kesiapan

kerja siswa SMKN Kota Pekanbaru. Artinya hal ini mengandung implikasi

bahwa semakin tinggi soft skill yang dimiliki siswa maka siswa memiliki

kesiapan kerja yang semakin tinggi pula begitupun sebaliknya.

5. Nilai koefisien regresi variabel self-efficacy (X4) sebesar 0,727 bertanda

positif, ini menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi variabel self-efficacy

memiliki hubungan searah dengan kesiapan kerja (Y). Hal ini menunjukkan

bahwa dengan penambahan nilai self-efficacy maka akan terjadi kenaikan

satuan nilai kesiapan kerja (Y) sebesar 0,727 dengan asumsi bahwa variabel

73
yang lain digunakan adalah tetap. Sehingga self-efficacy berpengaruh terhadap

kesiapan kerja siswa SMKN Kota Pekanbaru. Self-efficacy memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tinggi rendahnya kesiapan kerja siswa, hal

ini mengundang implikasi bahwa semakin tinggi self-efficacy yang dimiliki

siswa maka membuat siswa memiliki kesiapan kerja yang baik, begitupun

sebaliknya. Self-efficacy termasuk memiliki pengaruh yang lebih tinggi dari

pada variabel lainnya.

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar

kontribusi variabel-variabel bebas memiliki kontribusi terhadap variabel

terikatnya. Nilai koefisien determinasi ditentukan dengan adjusted R square, hasil

koefisien determinasi dapat dilihat pada Tabel 5.21 sebagai berikut:

Tabel 4.21 Koefisien Determinasi (R2)


Model Summary
Adjusted R
Model R R Square Square Std. Error of the Estimate
1 0,952a 0,905 0,903 2,395
a. Predictors: (Constant), Self Efficacy, Praktik Kerja Industri, Soft Skill,
Kecerdasan Emosional
Sumber: Data Olahan SPSS, 2022

Berdasarkan Tabel 4.21 nilai koefisien determinasi yang menunjukkan derajat

ketepatan dari analisis persamaan regresi linear berganda yang menggambarkan

besarnya kontribusi variabel kecerdasan emosional, praktik kerja industi, soft

skill, dan self-efficacy terhadap kesiapan kerja besarnya nilai kontribusi R Square

sebesar 0,905. Artinya bahwa kontribusi kecerdasan emosional, praktik kerja

industri, soft skill, self-efficacy terhadap variabel kesiapan kerja yaitu sebesar

90,5%. Sedangkan sisanya 9,5% kesiapan kerja dikontribusi oleh variabel lain

yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.

74
5.2 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional,

praktik kerja industri, soft skill, dan self-efficacy terhadap kesiapan kerja siswa

SMKN Kota Pekanbaru. Penelitian ini terdapat 5 rumusan masalah yang perlu

dijawab melalui penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan hasil penelitian ini

akan diuraikan secara rinci sebagai berikut:

1. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kesiapan Kerja Siswa SMKN

Kota Pekanbaru

Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan ini

hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap

kesiapan kerja siswa SMKN Kota Pekanbaru. Artinya bahwa semakin tinggi

kecerdasan emosional siswa akan membuat siswa semakin memiliki kesiapan

kerja yang baik. Hal ini dikarenakan siswa diharapkan memiliki kemampuan

untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri,

mengenali emosi orang lain (empati), kemampuan untuk membina hubungan

kerjasama dengan orang lain, mengatasi kesulitan dan meredakan konflik.

Memotivasi diri sendiri termasuk kategori paling tinggi di SMKN Kota

Pekanbaru.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Fitriani et al., 2021) ada

pengaruh postif kecerdasan emosional terhadap kesiapan kerja, pengaruh

kecerdasan terhadap kesiapan kerja. Kecerdasan emosional keterampilan untuk

mengenali, mengelola perasaan diri sendiri maupun orang lain agar bisa terjalin

komunikasi dan kerja sama yang baik antar siswa tersebut.

75
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Fitriani,

2021) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada pengaruh positif kecerdasan

emosional terhadap kesiapan kerja. Seorang yang mau terus meningkatkan

kecerdasan emosionalnya akan mempermudah kariernya di dunia kerja. (Sabilah

et al., 2021) berpendapat kecerdasan emosional terhadap kesiapan kerja memiliki

pengaruh yang signifikan dan positif, kesiapan kerja akan meningkat dan

kecerdasan emosional generasi milenial memiliki tingkat juga tetapi dalam

dimensi mengelolah emosi mendapatkan hasil paling rendah oleh karna itu dapat

ditingkatkan lagi dengan mengatur emosi danperasaan diri serta dapat

menunjukkan emosi dan perasaan dengan tepat sesuai dengan kondisi

yangdialami. Hubungan antara kecerdasan emosional diperlukan untuk

menghadapi tantangan, ketidakpastian, dan konflik di dunia kerja. Sehingga, dapat

dipahami bahwa siswa dengan kecerdasan emosional yang baik akan

mengakibatkan kesiapan kerja yang baik pula.

2. Pengaruh Praktik Kerja Industri terhadap Kesiapan Kerja Siswa SMKN

Kota Pekanbaru

Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan ini

hasil penelitian membuktikan bahwa praktik kerja industri berpengaruh terhadap

kesiapan kerja siswa SMKN Kota Pekanbaru. Artinya bahwa semakin tinggi

praktik kerja industri siswa akan membuat siswa semakin memiliki kesiapan kerja

yang baik begitupun sebaliknya. Pengalaman praktik kerja dan kerja produktif

termasuk kategori tinggi daripada indikator lainnya.

76
Setiap siswa sekolah menengah kejuruan harus mengikuti praktik kerja

industri, yang dikenal sebagai Prakerin, untuk mendapatkan pengalaman kerja

yang dapat digunakan dalam mengukur kesiapan kerja mereka. Selain itu program

prakerin ini juga dilakukan untuk mendapatkan sertifikat keahlian dari bidang

keahlian tertentu sesuai dengan apa yang telah di tempuh di sekolah. Praktik kerja

industri ini juga sangat bermanfaat untuk siswa dalam melatih hard skill dan juga

soft skill mereka, untuk menjadi modal dalam membentuk kesiapan kerja para

siswa. Banyak hal yang dapat dipelajari dari adanya praktik lapangan ini. Siswa

dapat mengetahui bagaimana situasi yang terjadi di lapangan sebenarnya. Menurut

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan indikator praktik kerja

industri antara lain: (a) Pengalaman praktis dan kerja produktif, (b) Keterkaitan

pekerjaan dengan yang dilakukan di sekolah, (c) Familiar dengan dasar serta

proses kerja dan alat kerja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang relevan yaitu yang

dilakukan oleh (Chotimah & Suryani, 2020) dalam penelitiannya mengungkapkan

terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara praktik kerja industri dan

kesiapan kerja. Dapat disimpulkan bahwa peserta didik yang sudah

berpengalaman dalam praktik kerja industri maka akan memiliki kesiapan kerja.

Dengan begitu semakin meningkat nilai praktik kerja industri maka kesiapan kerja

akan semakin tinggi. Penelitian ini mendukung bahwa variabel praktik kerja

indutsri memiliki hubungan positif signifikan terhadap kesiapan kerja.

Menurut Liyasari & Suryani (2022) mengungkapkan bahwa menunjukan

praktik kerja industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesiapan kerja.

Keberhasilan praktik kerja industri berperan penting dalam membentuk tingkat

77
kesiapan kerja siswa, keberhasilan tersebut dapat berupa pengalaman yang akan

mempengaruhi pola pikir, sikap, dan ringkah laku dalam bekerja, dengan

pengalaman praktik kerja industri siswa menjadi lebih terlatih untuk berani

menerima tanggung jawab, lebih bijak dalam menghadapi masalah, disiplin,

mampu beradaptasi, bekerja sama dengan orang lain dan menjunjung sikap yang

benar.

Menurut Dau et al., (2019) menjelaskan terdapat pengaruh yang signifikan

antara praktik kerja industri terhadap kesiapan kerja siswa. Siswa diharapkan

mengikuti praktik kerja industri dengan sungguh-sungguh agar setelah

melaksanakan praktik kerja industri maksimal dan siswa lebih siap memasuki

dunia kerja. Siswa diharapkan mampu bekerja sama dan berani menerima

tanggung jawab serta mampu memanfaatkan waktu secara efektif selama

pelaksanan praktik kerja industri dengan dunia industri.Sehingga, dapat dipahami

bahwa siswa dengan praktik kerja industri yang baik akan membuat kesiapan

kerja baik pula.

3. Pengaruh Soft Skill terhadap Kesiapan Kerja Siswa SMKN Kota

Pekanbaru

Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan ini

hasil penelitian membuktikan bahwa soft skill berpengaruh terhadap kesiapan

kerja siswa SMKN Kota Pekanbaru. Artinya bahwa semakin tinggi soft skill yang

dimiliki siswa membuat siswa memiliki kesiapan kerja yang baik begitupun

sebaliknya. Soft skill yang harus dimiliki siswa dalam komunikasi lisan, sopan

santun, partisipasi, kejujuran, kreativitas, dan tanggungjawab, karena dengan

78
adanya penguasaan soft skill sendiri siswa dapat meningkatkan kualitas diri dalam

bersosial dan kemampuan kerja seseorang diperlukan memupuk penguasaan soft

skill yang menjadikan seseorang diterima dilingkungan kerja yang dapat

menunjang kesiapan kerja siswa di antaranya calon pekerja mampu

berkomunikasi dengan baik, keperayaan diri dalam bekerja, bertanggung jawab,

memiliki kemampuan berinteraksi dan dapat menyesuaikan diri dengan orang lain

yang dapat menjadi kunci kesuksesan saat akan memasuki dunia kerja dan

menjadi pertimbangan oleh para pengusaha dalam mencari tenaga kerja. Soft skill

dalam indikator sopan santun termasuk kategori tinggi yang dimiliki siswa SMKN

Kota Pekanbaru.

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Angin, dkk (2022) diketahui

bahwa soft skill berpengaruh positif dengan kesiapan kerja siswa. Semakin tinggi

soft skill siswa maka semakin siap mereka untuk memasuki dunia kerja, begitu

pula sebaliknya. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang juga dilakukan

Novia, dkk (2017) dimana hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif

yang signifikan antara soft skill dengan kesiapan kerja yang mengindikasikan

bahwa semakin tinggi soft skill dalam diri individu maka semakin siap individu

untuk bekerja. Sejalan dengan tuntutan dunia kerja akan penguasaan sejumlah

kompetensi dalam dunia kerja maka kesiapan kerja siswa yang akan menjadi

calon pekerja menjadi penting. Karena dengan kesiapan kerja yang memadai

siswa mampu menyelesaikan pekerjaan yang diberikan tanpa mengalami kesulitan

atau hambatan dan memperoleh hasil yang maksimal.

Menurut Fatimah (2022) menjelaskan terdapat pengaruh positif soft skill

terhadap kesiapan kerja. Soft skill berperan penting dalam menentukan

79
keberhasilan seseorang. Menurut Lie & Darmasetiawan (2017) soft skill

berpengaruh secara signifikan terhadap kesiapan kerja pengaruh yang

ditimbulkan bersifat positif yang berarti bahwa semakin tinggi soft skill yang

dimiliki maka akan semakin tinggi pula tingkat kesiapan kerja. Selanjutnya soft

skill merupakan kecakapan yang melekat pada seseorang berupa kemampuan non

teknis, soft skill keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain,

tentu soft skill mempengaruhi kesiapan kerja, dimana pada saat siswa akan

berinteraksi dengan banyak orang dan menemui berbagai tantangan dan

permasalahan yang belum pernah ditemui sebelumnya, persiapan siswa dalam

menghadapi dunia kerja tentunya dengan membekali siswa dengan kompetensi

keterampilan atau soft skill.

4. Pengaruh Self-Efficacy terhadap Kesiapan Kerja Siswa SMKN Kota

Pekanbaru

Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan ini

hasil penelitian membuktikan bahwa self-efficacy berpengaruh terhadap kesiapan

kerja siswa SMKN Kota Pekanbaru. Artinya bahwa semakin tinggi self-efficacy

yang dimiliki siswa membuat siswa memiliki kesiapan kerja yang baik, begitupun

sebaliknya. Self-efficacy termasuk berpengaruh paling tinggi dari variabel lainnya,

indikator yang paling tinggi generalty siswa percaya diri untuk terus mampu

menyikapi masalah apapun dengan cara yang baik dan positif dan dalam

memanajemen waktu dengan baik.

Self-efficacy merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

kesiapan kerja siswa, karena dengan adanya self-efficacy dalam diri siswa dapat

80
meningkat keyakinan pada diri sendiri untuk menetapkan tujuan apa yang akan

dipilih dan manfaatnya bagi siswa tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa self-

efficacy mengarahkan individu untuk memahami kondisi dirinya secara realistis

serta mengenal kelebihan dan kelemahan yang dimiliki sehingga individu tersebut

mampu menyesuaikan antara harapan terkait yang diinginkan dengan kemampuan

yang dimiliki.

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Yudi dan

Hudaniah (2013) dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan

positif yang signifikan antara self-efficacy dalam diri individu maka semakin siap

individu untuk bekerja. Kondisi tersebut dikarenakan self-efficacy mendorong

individu untuk semakin yakin terhadap kemampuan dirinya serta mengetahui

seberapa besar kemampuannya dalam melakukan tugas atau mencapai tujuan

tertentu sehingga mereka mampu mempersiapkan, merencanakan dan mengambil

keputusan untuk masa depan karirnya.

Menurut Syofyan (2021) menjelaskan terdapat hubungan positif self-

efficacy terhadap kesiapan kerja, sehingga semakin tinggi self-efficacy maka

semakin tinggi pula kesiapan kerja siswa. Menurut Prisrilia & Widawati (2021)

self-efficacy berpengaruh signifikan terhadap kesiapan kerja. Self-efficacy

bertumpu pada keyakinan siswa, siswa dengan self-efficacy percaya bahwa

mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian disekitar mereka.

Sebaliknya, siswa dengan self-efficacy yang rendah menganggap dirinya tidak

mampu melakukan apapun disekitarnya.Self-efficacy dapat mempengaruhi

kesiapan kerja seseorang sehingga tingkat kesiapannya akan mempengaruhi

81
dirinya. Self-efficacy dapat meningkatkan percaya diri siswa dalam menghadapi

persaingan industri.

5. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Praktik Kerja Industri, Soft Skill, dan

Self-Efficacy terhadap Kesiapan Kerja Siswa SMKN Kota Pekanbaru

Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan ini

hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional, praktik kerja industri,

soft skill, dan self-efficacy berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa SMKN

Kota Pekanbaru. Pengaruh paling besar dari ke empat variabel terhadap kesiapan

kerja yaitu self-efficacy selanjutnya soft skill, praktik kerja industri dan terakhir

kecerdasan emosional. Self-efficacy paling berpengaruh karena siswa yang

memiliki kepercayaan diri yang tinggi merupakan satu bekal kesiapan mental

dalam memasuki dunia kerja, karena kepercayaan diri memberikan kemampuan

siswa untuk mengatasi tantangan baru, meyakini diri sendiri dalam situasi sulit,

mampu nantinya melewati batasan yang menghambat serta tidak

mengkhawatirkan kegagalan.

Oleh karena itu, untuk dapat mendorong kesiapan kerja siswa dapat

dilakukan dengan menanamkan kecerdasan emosional, tingkat praktik kerja

industri yang tinggi, adanya soft skill yang memadai dan self-efficacy siswa yang

baik. Adanya penerapan praktik kerja industri ini mampu melatih siswa untuk

melakukan kerja sama dengan tim untuk mencapai target yang telah di

tentukannya dan skill inilah yang mampu mengasah dan menentukan apakah

siswa sudah siap untuk bekerja. Kemudian adanya penerapan soft skill akan

dicerminkan melalui perilaku siswa yang memiliki kepribadian yang baik dan

benar sesuai dengan yang dunia kerja butuhkan. Selanjutnya adanya penerapan

82
self-efficacy dapat dilihat dari seberapa tinggi keyakinan diri siswa dalam

menentukan apa yang tebaik bagi dirinya serta mengetahui manfaat atas pilihan

yang telah dibuat.

Sejalan dengan faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja yaitu kecerdasan

emosional dan berpengaruh positif (Sabilah et sl., 2021), selanjutnya praktik kerja

industri berpengaruh positif terhadap kesiapan kerja siswa (Purnama el al., 2018),

soft skill juga berpengaruh positif terhadap kesiapan kerja siswa (Fatimah, 2022),

dan self-efficacy berpengaruh positif terhadap kesiapan kerja siswa (Syofyan,

2021). Maka dari itu siswa diharapkan memiliki kecerdasan emosional, praktik

kerja, soft skill dan self-efficacy yang tinggi agar memiliki kesiapan kerja yang

baik pula.

83

Anda mungkin juga menyukai