Anda di halaman 1dari 21

KONSEP DASAR KEHIDUPAN, ILMU DAN NILAI

DALAM ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam

Dosen pengampu: Dr. Asdlori, M.Ag., M.Pd.

Disusun oleh :

1. RUSYDAH HASNAA TAQIYYAH (214110407092)


HASTUTI
2. NISA FITARANI FATHONAH (214110407016)

3. AKMAL BAGUS SETIAWAN (214110407090)


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat


rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah dengan berjudul konsep dasar
kehidupan, ilmu, dan nilai dalam Islam dapat selesai. Semoga keselamatan
senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad saw yang diutus Allah swt untuk
membawa dinul islam bagi seluruh ummat manusia di setiap penjuru dunia. Untuk
mengeluarkan mereka dari kesesatan, kepada petunjuk dan menuntun mereka dari
kegelapan menuju cahaya.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas semester 1 kelas 1


TMA B dari bapak Asdlori pada mata kuliah Ilmu Pengetahuan Islam. Selain itu,
penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang
konsep dasar kehidupan, ilmu, dan nilai dalam Islam.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Asdlori selaku


dosen pengampu mata kuliah Ilmu Pengetahuan Islam. Berkat tugas yang
diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang
diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih


melakukan banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas
kesalahan dan ketaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini.
Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila
menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Purwokerto, 09 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. LatarBelakang 1

B. RumusanMasalah 1

C. TujuanPembahasan 1

BAB II PEMBAHASAN 2

A. Konsep Dasar Kehidupan dalam Islam 2

B. Konsep Dasar Ilmu dalam Islam 5

C. Konsep Dasar Nilai dalam Islam 8

BAB III PENUTUP 17

A. Kesimpulan 17

DAFTAR PUSTAKA 18

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sebuah rumah akan bertahan lama dan tetap berdiri dengan kokoh apabila
dibangun dengan pondasi yang kuat. Seperti halnya akar pohon yang menopang
batang serta seluruh bagian dari tumbuhan. Itulah pengibaratan untuk kita sebagai
kaum muslimin dan muslimat, yang akan tumbang jika kita tidak berpedoman teguh
dengan ajaran Islam, Al-Quran, dan hadist. Jalan kehidupan yang berlika-liku alurnya
tak semudah membalikkan telapak tangan dalam menghadapinya. Oleh karena itu,
kita harus benar-benar memahami apa tujuan kita hidup, untuk siapa kita hidup,
bagaimana kita menjalani kehidupan ini menurut pandangan Islam.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, karena manusia
dibekali akal yang berguna untuk membedakan mana yang hak dan mana yang bathil.
Oleh karena itu pula, manusia berkewajiban untuk menuntut ilmu agar dapat
mempelajari berbagai hal yang telah diciptakan-Nya, dan asal usul terciptanya
ciptaan tersebut. Dalam mempelajari ilmu, kita patut mengetahui apa tujuan kita
mempelajari ilmu tersebut, ilmu apa yang sangat penting untuk kita pelajari, dan apa
batas-batas kita mempelajari suatu ilmu.
Kehidupan selalu berkaitan dengan ilmu dan nilai. Karena mereka saling
melengkapi satu sama lain dalam proses yang dialami oleh manusia. Dalam Islam
kehidupan, ilmu, dan nilai memiliki konsep dasar tersendiri yang membantu ummat
Islam dalam mencapai tujuan-tujuannya. Dalam makalah ini akan dijelaskan perihal
konsep dasar apa saja kehidupan, nilai, serta ilmu dalam pandangan Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa konsep dasar kehidupan dalam Islam?
2. Apa konsep dasar ilmu dalam Islam?
3. Apa konsep dasar nilai dalam Islam?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Dapat memahami konsep dasar kehidupan dalam Islam.
2. Dapat mengetahui konsep dasar ilmu dalam Islam.
3. Dapat memahami konsep dasar nilai dalam Islam.

1
BAB 2
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR KEHIDUPAN DALAM ISLAM
Allah telah menciptakan manusia dari saripati tanah, lalu berubah menjadi
nuthfah dan tersimpan dalam rahim perempuan Lalu nuthfah tersebut berubah
menjadi darah beku, dan berevolusi menjadi mudghoh 1. Dalam islam,
kehidupan berawal karena kehendak Allah SWT, Tuhan semesta alam yang
karena itu kaum muslimin menyadari bahwa dirinya adalah ciptaan-Nya. Dan

memang sudah seharusnya memiliki sifat ketergantungan kepada Sang Khaliq.


Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini akan binasa karena Allah lah sang
Maha Kekal.
Sebagaimana telah diterangkan bahwa manusia lahir ke dunia bukan atas
kemauannya, tetapi memang atas kehendak Allah swt. Memang pada
hakikatnya manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan fitrah atau suci atau
tidak mengetahui apapun. Dalam usaha manusia mengarungi kehidupannya,
manusia senantiasa mengalami berbagai rintangan yang mungkin saja
berbahaya untuk dirinya seperti bencana alam. Ketika mendapat musibah,
manusia merasa dirinya lemah tak berdaya dan membutuhkan tempat
bersandar untuk keselamatan dan kesejahteraan dirinya. Oleh karena itu
manusia memerlukan adanya peran agama dalm kehidupannya. Karena
agamalah yang bisa mengatur bagaiana polankehidupan yang harus ia jalani 2.
Bagi orang yang tidak mau mengenal atau membenci agama (seperti
orang-orang ateis), tujuan hidup di dunia bagi mereka hanyalah sebuah
misteri, yang tak jelas kebenarannya dan kehidupan mereka pun ikut tersesat
karena tak ada pedoman apapun yang mereka jadikan sandaran dalam
kehidupan mereka. Sigmund Freud, seorang psikoanalisis yang ateis berkata
bahwa kehidupan manusia adalah menuju kematian. Agar tidak sesat, maka
agama hadir untuk memberi petunjuk pada manusia, tentang apa sebenarnya
arti kehidupan dan tujuannya di dunia ini. Pada materi ini Islam menjelaskan,

1
Al-Quran [23]: 12-16). Al Quran (32: 7-9)
2
Harun Nasution, 1995: 80

2
bahwa tiada tujuan lain dalam kehidupan manusia di muka bumi ini kecuali
"mardhaatillah" (ridha Allah, dicintai Allah).
Islam menjelaskan cara untuk mencapai tujuan kehidupan tersebut dalam
firman Allah SWT dalam kitab sucinya yaitu dengan bertaqwa, beriman, dan
beramal shalih (beribadah kepada Allah), " Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan engerjakan amal shaleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'adn yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah
ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. Yang demikian itu
adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.3
1. Tujuan Penciptaan Manusia
Tujuan utama penciptaan manusia adalah agar manusia beribadah
kepada Allah SWT4 . Makna ibadah dalam Islam adalah tunduk dan patuh
sepenuh hati kepada Allah. Pengertiannya sendiri sangatlah luas, meliputi
segala amal perbuatan yang titik tolaknya ikhlas kepada Allah, untuk
mencapai ridha-Nya, dengan garis amal shalih. Ibadah tidak akan
mengurangi kinerja seseorang atau prestasi seseorang. Namun ibadah bisa
meningkatkan kuantitas dan kualitas pekerjaan seseorang. Manfaatnya pun
tidak hanya terjadi untuk individual saja, tetapi sosial juga. Itu karena
segala perbuatan yang mengandung unsur ibadah dilandasi dengan
motivasi luhur yang terkait dengan Zat Yang Maha Tinggi, Maha Rahman
dan Rahim, Maha Melihat, dan Maha Mendengar.
Tujuan kedua adalah diciptakan nya manusia sebagai wakil tuhan
di muka bumi5. Karena Allah Zat yang menguasai dan memelihara alam
semesta (Rabbul 'alamiin). Manusia juga dibekali akal untuk berfikir. Oleh
karena itu, tugas selanjutnya manusia yaitu menata serta memelihara alam
sebaik-baiknya untuk kesejahteraan hidupnya. Karena alam dan seisinya
sangat memerlukan 'khalifah fiil ardh' yang bisa menjaga serta
melestarikannya.
3
Al-Quran (98: 7-8)
4
(QS Az-Zariyat: 56). Achmadi (2005: 61-63)
5
QS Al-Baqarah: 30, Yunus: 14 dan Al-An‟am: 165).

3
Tujuan ketiga, manusia diciptakan untuk membentuk masyarakat
yang saling memahami satu sama lain, hormat menghormati dan tolong
menolong antara satu dengan yang lain 6. Karena nabi Adam AS pada
waktu itu merasa kesepian sebelum diciptakannya hawa semasih di syurga,
maka diciptakanlah hawa dari tulang rusuk nabi Adam AS dimana setelah
diciptakannya hawa, berkembanglah populasi manusia di muka bumi ini.
Oleh karena itu manusia tidak bisa hidup secara individual. Semua
manusia tetap butuh bersosialisasi dengan orang lain, karena dengan
bersosialisasi sama saja kita menyambung tali silaturrahmi yang dimana
hal tersebut dianjurkan karena akan memperluas rezeki. Pada tujuan
pertama dan kedua, tujuan kehidupan pada manusia masih menyangkut
pada tanggung jawab individu masing-masing. Maka pada tujuan
penciptaan ketiga lebih membahas tentang tanggung jawab bersama dalam
menciptakan tatanan kehidupan yang damai.

2. Tugas dan Fungsi Hidup


Orang Islam memahami bahwa tujuan kehidupan di dunia ini
mempunyai tugas yang jelas, yaitu beribadah kepada Allah SWT. Tugas
ibadah tercantum dalam Al-Quran (51: 56) sebagai berikut:

)56( ‫َو َم ا َخ َلْق ُت اِجْلَّن َو ْاِإل ْنَس ِإَّال ِلَيْع ُبُد ْو َن‬
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku".
Pelaksanaan tugas ibadah ini amat terkait dengan fungsi hidup
manusia di dunia ini, yaitu sebagai "hamba Allah" (abdullah) dan
"khalifah Allah" (khalifatullah). Sebagai hamba Allah, orang Islam
menyadari bahwa dirinya mempunyai kewajiban untuk mengabdi,
bertaqarrub, atau beribadah langsung kepada-Nya (hablum minallah),
melalui ibadah mahdhah (ibadah ritual-personal, seperti: shalat, shaum,
dan berdoa), dan ibadah ghoiru mahdhah (ibadah sosial, yaitu ibadah

6
(QS al-Hujurat: 13).

4
kepada Allah melalui hablum minannas, yang dalam pelaksanaannya
melalui fungsi sebagai khalifah Allah). Sebagai khalifah Allah, orang
islam menyadari bahwa dirinya mengemban amanah atau tanggung jawab
(responsibility) untuk mewujudkan misi suci kemanusiannya sebagai
"rahmatan lil 'alamiin' (rahmat bagi seluruh alam). Upaya yang ditempuh
untuk mewujudkan misi tersebut dengan senantiasa berinisiatif dan
berpartisipasi aktif dalam menciptakan tatanan kehidupan masyarakat
yang nyaman, sejahtera, dan jalinan persaudaraan serta kasih sayang antar
sesama, dan berupaya mencegah terjadinya pelecehan nilai-nilai
kemanusiaan, penindasan terhadap kaum mustadl'afin (kaum lemah,
miskin, atau orang-orang yang dimarjinalkan) dan pengrusakan
lingkungan hidup (baik lokal, regional, maupun global)7. Kewajiban untuk
menciptakan kemakmuran di muka bumi ini termaktub daklam al-Quran
(11: 61), sebagai berikut:

....)61(....‫ُه َو َأْنَش َأُك م ِم َن اَأْلْر ِض َو آْس َتْع َم َر ُك ْم ِفْيَه ا‬

"…Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan enjadikan kamu
pemakmurnya…"

B. KONSEP DASAR ILMU DALAM ISLAM


Secara etimologis, kata ‘ilmu berasal dari bahasa Arab al-‘ilm yang
berarti mengetahui hakekat sesuatu dengan sebenar-benarnya 8. Badr al-
Din al-‘Aini mendefinisikan, bahwa ilmu secara bahasa merupakan bentuk
masdar dari pecahan kata kerja ‘alima yang berarti tahu; meskipun
demikian, tambahnya, kata ilmu berbeda dengan kata ma’rifah. Kata
ma’rifah memiliki makna yang lebih sempit dan spesifik, sementara ilmu
mempunyai makna yang lebih
umum.9

7
Syamsu Yusuf, 2005: 18
8
Majma‘ al-Lughah al-Arabiyah, Mu‘jam al-Wasith, Istanbul: Dar al-Da‘wah, 1990,
hal. 624.
9
Lihat. Badr al-Dîn al-‘Aini. ‘Umdah al-Qârî. Juz 2, (Bairut: Dar al-Fikr). Tth. hlm. 2

5
Tidak sedikit upaya yang telah dilakukan para pemikir Muslim
terdahulu untuk mendefinisikan kata ilmu. berbagai definisi
telahdikemukakan oleh para ahli teolog dan ahli hukum, filsuf dan
linguists.10 Yang pertama menurut al-Raghip al-Ishfahani (443/1060).
Dalam Mufradat Alfaz al-Qur’annya, ilmu didefinisikan sebagai “Persepsi
akan realitas sesuatu” (al-ilmuidrak al-shay’ bi-haqiqatihi) 11 Ini berarti
bahwa hanya memahami kualitas (misalnya
bentuk, ukuran, berat, volume, warna, dan properti lainnya) dari suatu hal
bukan merupakan ilmu. Definisi ini didasari pandangan filosofis bahwa
setiap substansi terdiri dari esensi dan eksistensi. Esensi adalah sesuatu
yang menjadikan sesuatu itu, sesuatu itu akan tetap dan sama sebelum,
selama, maupun setelah perubahan. Arti-nya, ilmu adalah semua yang
berkenaan dengan realitas abadi itu.
Definisi kedua diajukan oleh Hujjatul Islam Imam al-Ghazali (w.
505/1111)12 yang menggambarkan ilmu sebagai “pengetahuan akan
sesuatu sebagaimana adanya” (ma‘rifat al-shay’ ‘ala mahuwabihi)13: Pada
definisi ini, untuk mengetahui sesuatu adalah dengan mengenali sesuatu
sebagaimana ia. Artinya, ilmu adalah pengakuan, merupakan keadaan
pikiran-yaitu, suatu kondisi dimana sebuah objek tidak lagi asing bagi
seseorang sejak objek itu diakui oleh pikiran seseorang. Pemaknaan ini
tentu tidak seperti istilah idrak (digunakan dalam definisi al-Ishfahani)
yang tidak hanya menyirat-kan aktivitas olah fikir atau perubahan dari
tidak tahu menjadi tahu, tetapi juga menunjukkan bahwa pengetahuan
datang ke dalam pikiran seseorang dari luar, dalam definisi Imam al-
Ghazali istilah ma’rifah menyiratkan fakta bahwa ilmu selalu merupakan

10
Pendefenisian tersebut secara baik di tulis oleh Franz Rosenthal in Knowledge
Triumphant, 52-69.
11
Al-Isfahani, Mufradat Alfaz al-Qur’an, ed. Safwan ‘A. Dawudi (Damascus: Dar al-
Qalam, 1412/1992), 580.
12
Mengenai al-Ghazali, lihat: Ibn Khallikan, Wafayat al-A‘yan, 4:216-19; al-Dhahabi,
Siyar A‘lam al-Nubala’ 19:322-46; al-Safadi, al-Wafi bi al-Wafayat, 12:74-77; Ibn Kathir,
Tabaqat Fuqaha’ al-Shafi‘iyyah, 2:533-9. Mengenai karyanya, lihat ‘Abd al-Rahman Badawi,
Mu’allafat al-Ghazali (Kuwait: Wakalat al-Matbu‘at, 1977).
13
Imam al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Fikr, 1420/1999), 1:33.

6
jenis penemuan makna pada diri subjek akan suatu objek. Pada pemaknaan
ini; firasat, dugaan, ilusi, halusinasi, mitos, dan sejenisnya tidak bisa
dikatakan sebagai ilmu.14
Definisi lain ditawarkan oleh pemikir yang dikenal sebagai ahli
logika Atsir al-Din al-Abhari (d. 663/1264). Ilmu, ia tegaskan adalah
sampainya gambar maupun abstraksi dari suatu hal dalam akal subjek(‫العقل‬
‫ول‬TT‫ ) في الشیئ صورة حص‬.15 Konon definisi ini berasal dari Ibnu Sina (w.
428/1037)16 pemaknaan ini menjelaskan bahwa upaya mengetahui suatu
objek adalah membentuk ide tentang objek tersebut, untuk memiliki
gambar hal ini diwakili dalam pikiran.
Dengan kata lain, upaya mengetahui adalah konseptualisasi. Pengetahuan
adalah representasi atau konsepsi dari hal yang dikenal.17
Al-Sharif Al-Jurjani (w. 816/1413) dalam at-Ta’rifatnya
mendefinisikan ilmu sebagai sampainya pikiran pada makna dari suatu
objek.18 Definisi al-Jurjani dan definisi yang dikemukakan Ibnu Sina dan
al-Abhari selanjutnya dipadukan oleh Profesor Syed Muhammad
Naquib al-Attas dalam monografnya yang berjudul The Concept of
Education in Islam. Menurut al-Attas, definisi terbaik atas ilmu adalah
‘sampainya makna dalam jiwa serta sampainya jiwa pada makna’(‫الشیئ‬
‫و العلم‬T‫ول ھ‬T‫ني حص‬T‫یئ مع‬T‫ول و النفس في الش‬T‫ني إلي النفس حص‬T‫)مع‬19 Satu hal yang jelas
dalam definisi ini; ilmu adalah tentang makna. Objek apapun, fakta
maupun suatu peristiwa dikatakan diketahui seseorang jika bermakna
baginya.20 Dengan demikian, dalam proses kognisi, pikiran tidak sekedar
14
Dr Syamsuddin Arif, Defining and Mapping Knowledge In Islam , dalam makalah
yang disampaikan pada seminar Pascasarjana di ISID, hal.4
15
Rosenthal, Knowledge Triumphant, 61 (note 82).
16
Ibn Sina, al-Ta‘liqat, ed. ‘Abd al-Rahman Badawi (Kuwait),117: “al-‘ilm husul surat
al- ma‘lumat fi al-nafs.”
17
Dr Syamsuddin Arif, Op.cit, hal.4
18
Definisi ini bagi Ali Celebi Qinalizadeh (w. 979/1572) sebagaimana disampaikan
oleh Rosenthal, Knowledge Triumphant, 61 (note 82), adalah definisi terbaik .Lihat: Al-Jurjani,
Kitab at-Ta’rifat, Maktabah Lebanon, Beirut, 1985. Hal 160-161
19
S.M.N. al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam (Kuala Lumpur: ISTAC,
1995), 14.
20
Dengan demikian, kucing tidak tertarik pada uang justru karena mereka tidak tahu
apa artinya uang, untuk hewan seperti kucing uang tidak ada artinya. Arti uang belum

7
penerima pasif, tetapi ia aktif dalam arti mempersiapkan diri untuk
menerima apa yang ia ingin terima (mengolah dan menyeleksi makna yang
diterima secara sadar).

Dari sekian defenisi yang dikemukan, tampak bahwa sebenarnya untuk


mendefinisikan ilmu bukanlah hal yang mudah. Definisi ilmu telah jadi bahan
perdebatan yang melibatkan tidak sedikit dari pemikir Muslim. Namun fakta
tersebut mengukuhkan betapa dalam peradaban Islam, ilmu mendapat
perhatian yang tiada bandingannya dalam peradaban lain.

C. KONSEP DASAR NILAI DALAM ISLAM

1. Nilai dalam Islam

A. Pengertian Nilai Dalam Islam


Konsep umum yang terjadi di masyarakat kita adalah istilah nilai
adalah bagian dari konsep ekonomi. Pada pembahasan disini kita akan
membahas nilai yang berobjek pada manusia dan perilakunya, bagaimana
manusia dapat lebih bernilai dari sudut pandang Islam. Definisi nilai
menurut Zakiyah Darajat adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan
yang diyakini sebagai identitas yang memberikan corak khusus kepada
pola pemikiran dan perasaan, keterikatan maupun perilaku 21. Dengan kata
lain nilai bisa disebut juga dengan norma. Sedangkan definisi nilai yang
benar dan diterima oleh masyarakat adalah sesuatu yang menghasilkan
perilaku berdampak positif bagi yang menjalankan maupun orang lain atau
lingkungan sekitar.

B. Nilai Yang Terkandung Dalam Islam

Luasnya ajaran agama Islam haruslah dipahami oleh seorang mukmin


yang ingin mengamalkan ajaran Islam secara khaffah, akan tetapi hal yang

mencapai pikiran mereka, juga tidak pikiran mereka menangkap makna uang. Lebih lanjut
mengenai penjelasan ini, lihat: Dr Syamsuddin Arif, Op.cit, hal.4
21
Zakiah Darajat, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984), h. 260

8
terpenting adalah memahami nilai dan unsur yang terdapat di dalamnya.
Pendidikan Islam dikalangan umatnya merupakan salah satu bentuk
manifestasi cita-cita hidup Islam untuk melestarikan, mengalihkan,
menanamkan, dan mentransformasikan nilai-nilai Islam kepada pribadi
penerusnya. Dengan demikian pribadi seorang muslim pada hakikatnya
harus mengandung nilai-nilai yang didasari atau dijiwai oleh iman dan
taqwa kepada Allah SWT sebagai sumbermutlak yang harus ditaati.
Ketaatan kepada kekuasaan Allah SWT yang mutlak itu mengandung
makna sebagai penyerahan diri secara total kepadanya. Dan bila manusia
telah bersikap menghambakan diri sepenuhnya kepadaAllah, berarti ia
telah berada dalam dimensi kehidupan yang dapat mensejahterakan
kehidupan didunia dan membahagiakan kehidupan di akhirat.

Adapun dimensi kehidupan yang mengandung nilai – nilai ideal Islam


dapat dikategorikan kedalam tiga kategori, yaitu :

a. Dimensi yang mengandung nilai yang meningkatkan kesejahteraan


hidup manusia di dunia.

b. Dimensi yang mengandung nilai yang mendorong manusia untuk


meraih kehidupan di akhirat yang membahagiakan.

c. Dimensi yang mengandung nilai yang dapat memadukan antara


kepentingan hidup duniawi dan ukhrawi.22

Adapun nilai-nilai pendidikan Islam pada dasarnya berlandaskan


pada nilai-nilai Islam yang meliputi semua aspek kehidupan. Baik itu
mengatur tentang hubungan manusia, dan hubungan manusia dengan
lingkungannya. Dan pendidikan disini bertugas untuk mempertahankan,
menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilainilai
Islam tersebut.

22
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1993), h. 120

9
Adapun nilai – nilai Islam apabila ditinjau dari sumbernya, maka
digolongkan menjadi dua macam, yaitu :

a) Nilai Ilahi adalah nilai yang bersumber dari Al-Qur‟an dan hadits.
Nilai ilahi dalam aspek teologi (kaidah keimanan) tidak akan pernah
mengalami perubahan, dan tidak berkecenderungan untuk berubah atau
mengikuti selera hawa nafsu manusia. Sedangkan aspek alamiahnya
dapat mengalami perubahan sesuai dengan zaman dan
lingkungannnya.

b) Nilai Insani Nilai insani adalah nilai yang tumbuh danberkembang atas
kesepakatan manusia. Nilai insani ini akan terus berkembang ke arah
yang lebih maju dan lebih tinggi. Nilai ini bersumber darira‟yu, adat
istiadat dan kenyataan alam.23

Sumber nilai-nilai yang tidak berasal dari Al-Quran dan Hadits, dapat
digunakan sepanjang tidak menyimpang atau dapat menunjang sistem nilai
yang bersumber pada Al-Quran dan Hadits. Sedangkan nilai bila ditinjau
dari orientasinya dikategorikan kedalam empat bentuk nilai yaitu:

a) Nilai etis Nilai etis adalah nilai yang mendasari orientasinya pada
ukuran baik dan buruk.
b) Nilai Pragmatis Nilai Pragmatis adalah nilai yang mendasari
orientasinya pada berhasil atau gagalnya.
c) Nilai Efek Sensorik Nilai efek sensorik adalah nilai yang mendasari
orientasinya pada hal yang menyenangkan atau menyedihkan.
d) Nilai Religius Nilai religius adalah nilai yang mendasari orientasinya
pada dosa dan pahala, halal dan haramnya.

Kemudian sebagian para ahli memandang bentuk nilai berdasarkan


bidang apa yang dinilainya, misalnya nilai hukum, nilai etika, nilai

23
Muhaimin, Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : Bumi Aksara, 1991), h 111

10
estetika, dan lain sebagainya. Namun pada dasarnya, dari sekian nilai
diatas dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Nilai formal. Nilai formal, yaitu nilai yang tidak ada wujudnya, tetapi
memiliki bentuk, lambang, serta simbol – simbol. Nilai ini terdiri dari
dua macam yaitu nilai sendiri dan nilai turunan.
b. Nilai material. Nilai material, yaitu nilai yang berwujud dalma
kenyataan pengalaman rohani dan jasmani. Nilai ini juga terbagi
menjadi dua macam yaitu : nilai rohani yang terdiri dari : nilai logika,
nilai estetika, nilai etika, dan nilai religi, yang kedua yakni nilai
jasmani yang terdiri dari :niali guna, nilai hidup, dan nilai ni'mat.

Dan untuk memperjelas nilai – nilai diatas maka akan dirinci mengenai
nilai – nilai yang mendominasi jika ditinjau dari segala sudut pandang,
yaitu antara lain :
1. Nilai Etika. Nilai etika adalah nilai yang mempunyai tolak ukur
baik atu buruk. Sedangkan pandangan baik dan buruk dalam nilai
etika sangatlah beragam,. Hal ini karena sudut pandang tinjauannya
berbeda.
2. Nilai Estetika. Nilai estetika ini mutlak dibutuhkan oleh manusia,
karena merupakan bagian hidup manusia yang tak terpisahkan, yang
dapat membangkitkan semangat baru dan gairah berjuang. Nilai ini
merupakan fenomena sosial yang lahir dari rangsangan cipta dalam
rohani seseorang . rangsangan tersebut untuk memberikan ekspresi
dalam bentuk cipta dari suatu emosi, sehingga akan melahirkan rasa
yang disebut dengan indah..
3. Nilai Logika. Nilai logika merupakan nilai yang banyak mencakup
poengetahuan, penelitian, keputusan, penuturan, pembahasan, teori
atau cerita. Nilai ini bermuara pada pencarian kebenaran.

11
4. Nilai religi. Nilai religi merupakan tingkatan integritas kepribadian
yang mencapai tingkat budi, juga sifatnya mutlak kebenarannya,
universal, dan suci.24
Jadi, dari sekian banyak nilai yang disebutkan , untuk mengetahui
bentuk – bentuk kongkrit dari nilai – nilai itu, maka kita harus dapat
melihat nilai dari sudut pandang mana kita meninjaunya. Karena hal ini
mempermudah bagi kita semua untuk mengetahui apakah sesuatu yang
kita lakukan sudah mengandung nilai – nilai Islam atau belum.

C. Nilai – Nilai Ajaran Islam


a. Sabar
Sabar diambil dari kata mengumpulkan, memeluk, atau merangkul.
Sebab orang yang sabar itu yang merangkul atua memeluk dirinya dari
keluh kesah. Ada pula kata shabrah yang tertuju pada makanan. Pada
dasarnya dalam sabar itu memiliki tiga arti, menahan, keras,
mengumpulkan, atau merangkul, sedang lawan sabar adalah keluh kesah.25
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, sabar artinya menahan diri dari
rasa gelisah , cemas dan amarah; menahan lidah dari keluh kesah ;
menahan anggota tubuh dari kekacauan. Menurut Ahmad Mubarok,
pengertian sabar adalah tabah hati tanpa mengeluh dalam menghadapi
godaan dan rintangan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka mencapai
tujuan. Dalam agama, sabar merupakan satu diantara stasiun – stasiun
(maqamat) agama, dan satu anak tangga dari tangga seorang salik dalam
mendekatkan diri kepada Allah. Struktur maqamat agama terdiri dari (1)
pengetahuan yang dapat dimisalkan sebagai pohon, (2) sikap yang dapat
dimisalkan sebagai cabangnya, dan (3) perbuatan yang dapat dimisalkan
sebagai buahnya. Seseorang bisa bersabar bila
dalam dirinya sudah terstruktur maqamat itu. Sabar bisa bersifat fikis,

24
Muhaimin, Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : Bumi Aksara, 1991), h 114
25
Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari, Keistimewaan Akhlak Islami, terj. Dadang Sobar Ali,
(Pustaka Setia, Bandung, 2006), hlm. 342

12
bisa juga bersifat psikis.

Karena sabar bermakna kemampuan mengenadalikan emosi, maka


nama sabar berbeda – beda tergantung obyeknya
1. Ketabahan menghadapi musibah, sisebut sabar, kebalikannya adalah
gelisah (gaza’)
dan keluh kesah (hala’)
2. Kesabaran menghadapi godaan hisup nikmat disebut, mampu menahan
diri (dlobith an nafs), kebalikannya adalah ketidaktahanan (bather)
3. Kesabaran dan peperangan disebut pemberani, kebalikannya disebut
pengecut
4. Kesabaran dalam menahan marah disebut santun (hilm), kebalikannya
disebut pemarah (tazammur)
5. Kesabaran dalam menghadapi bencana yang mencekam disebut lapang
dada, kebalikannya disebut sempit dadanya
6. Kesabaran dalam mendengar gossip disebut mampu menyembunyikan
rahasia (katum)
7. Kesabaran terhadap kemewahan disebut zuhud, kebalikannya disebut
serakah, loba(al hirsh)
8. Kesabaran dalam menerima yang sedikit disebut kaya hati (qana’ah),
kebalikannya disebut tamak, rakus syarahun)26

b. Tawakal

Tawakal (bahasa Arab: ‫ )َتَو ُّك ْل‬atau tawakkul dari kata wakala dikatakan,
artinya "meyerah kepadaNya"27.
Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan
hasil dari keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia
diajari agar meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya,
pengetahuanNya Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta
26
Achmad Mubarok, Psikologi Qur’ani, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001, hlm 73-74
27
Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji, At-Tawakkal Alallah Ta’al (Jakarta : PT Darul Falah, 2006),
hal 1

13
ini. Keyakinan inilah yang
mendorongnya untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah. Hatinya
tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga, karena Allah Maha Tahu dan
Maha Bijaksana.28
Tawakal tidak didapati kecuali sesudah mengimani empat hal yang
merupakan rukun-rukun tawakal yaitu:
1. Beriman bahwa Al Wakil Maha Mengetahui segala apa yang dibutuhkan
oleh si muwakkil (yang bertawakal).
2. Beriman bahwa Al Wakil Maha Kuasa dalam memenuhi kebutuhan
muwakkil.
3. Beriman bahwa Dia tidak kikir.
4. Beriman bahwa Dia memiliki cinta dan rahmat kepada muwakkil29.

c. Taubat

Kata Taubat secara etimologis adalah berasal dari kata ‫ة‬T‫توب‬-‫وب‬T‫ يت‬-‫ تاب‬yang
berarti 'kembali dan menyerah'. Ini sebagaimana dalam ungkapan, “seseorang
telah bertaubat” yang artinya seseorang itu telah kembali dari berbuat dosa. Dalam
keadaan yang demikian ia menjadi orang yang bertaubat. Dalam kamus bahasa
Indonesia taubat berarti sadar dan menyesal akan dosa (perbuatan salah atau jahat)
dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan tersebut. Yaitu berjanji
tidak akan mengulangi kejahatan yang pernah dilakukan. Taubat mendapat porsi
perhatian yang sangat besar dalam Al-Qurân, sebagaimana tertuang di berbagai
ayat dari surat Makiyyah maupun Madaniyyah.

Taubat jika dinisbahkan kepada hamba mengandung arti, kembalinya seorang


hamba kepada Allah SWT setelah sebelumya melakukan maksiat terhadap
ketaatan. Sedangkan bila dinisbahkan kepada Allah SWT, maka itu artinya Allah
SWT menerima taubat, memaafkan, serta mengampuni kesalahan hambanya.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 117: "Sesungguhnya
28
Labib Mz, Rahasia Kehidupan Orang Sufi, Memahami Ajaran Thoriqot & Tashowwuf
(Surabaya: Bintang Usaha Jaya), hal 55
29
Imam Khomeini, Insan Ilahiah; Menjadi Manusia Sempurna dengan Sifat-sifat Ketuhanan :
Puncak Penyingkapan Hijab-hijab Duniawi (Jakarta : Pustaka Zahra, 2004), hal 210

14
Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar
yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka
hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka."

Allah SWT bersifat al-Tawwâb, artinya maha pengampun; Dia memberi


ampunan terhadap hamba-hamba-Nya. Kata tâba dalam tâballah ‘alaih artinya :
Allah mengampuni seseorang dan menyelamatkannya dari kemaksiatan.
Sedangkan kata tawwâb jika digunakan sebagai kata keterangan yang disandarkan
kepada manusia, maka artinya ialah: ia banyak kembali kepada Allah30

d. Tolong Menolong

Tolong-menolong adalah termasuk persoalan-persoalan yang penting


dilaksanakan oleh seluruh umat manusia secara bergantian. Sebab tidak mungkin
seorang manusia itu akan dapat hidup sendiri-sendiri tanpa menggunakan cara
pertukaran kepentingan dan kemanfaatan. Menolong artinya membantu teman
atau orang yang mengalami kesulitan, tolong menolong artinya saling membantu
atau bekerja sesama dengan orang yang ditolong. Bekerja sama dengan
orang yang membutuhkan pertolongan, tolong menolong dapat dilakukan di
rumah, di sekolah dan lingkungan masyarakat sekitar kita. Setiap orang
membutuhkan pertolongan orang lain. Memberi bantuan menurut kemampuan bila
ada anggota masyarakat yang memerlukan bantuan. Rasulullah saw. Melarang
orang Islam menolak permintaan bantuan orang lain yang meminta kepadanya
seandainya ia mampu membantunya. Hubungan sosial akan terjalin dengan baik
apabila masing-masing anggota saling membantu, saling peduli akan nasib pihak
lain. Dalam konteks masyarakat modern, formulasi dari pemberian bantuan lebih
kompleks dan luas31.

Dalam Al-Qur‟an menganjurkan untuk saling menolong dalam kebaikan. Hal


ini ditegaskan dalam QS. Al-Maidah ayat 2; "Dan tolong-menolonglah kamu
30
Ibrahim al- Karazkani, Taman Orang-Orang Yang Bertaubat (Jakarta: Pustaka Zahra
2005) Cet,1,hlm 21
31
A. Ma‟ruf, dkk., Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Ubhara Surabaya Press, 2008), h. 83

15
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya." (Q.S. Al- Maidah: 2)32.

Adapun beberapa manfaat dari tolong menolong tersebut adalah:


1) Mempercepat selesainya pekerjaan.
2) Mempererat persaudaraan.
3) Pekerjaan yang berat menjadi ringan.
4) Menumbuhkan kerukunan antara sesama manusia.
5) Menghemat tenaga karena dikerjakan bersama-sama.
6) Saling membantu biaya yang dikeluarkan relatif sedikit.
7) Saling bertukar pikiran dan saling memahami33.

BAB III
PENUTUP

32
Al-Quran Terjemah, Al-Jumanatul ‘Ali, (Bandung: J-Art, 2005), h. 156
33
http://mauhid44.wordpress.com/ Diakses 4 Januari 2017

16
A. KESIMPULAN
Tujuan manusia untuk hidup yang paling utama adalah untuk
beribadah kepada Allah SWT dan menjadi khalifah di bumi, yakni
senantiasa menjaga dan memelihara apa yang ada di muka bumi. Dan
untuk mencapai tujuan tersebut harus ada ilmu yang bisa menjadi akses
manusia untuk tetap bertahan dalam mencapai tujuan akhir tersebut.
Dalam agama Islam konsep kehidupan, ilmu, serta nilai selalu
berkesinambungan. Karena kehidupan bisa terjalankan dengan
menggunakan ilmu pengetahuan dan ilmu selalu diikuti dengan nilai
kebenarannya dan manfaatnya untuk individual maupun sosial. Nilai yang
diajarkan Islam seperti sabar, taubat, tawakkal, dan tolong menolong, itu
semua sangat mengandung nilai positif untuk setiap individual maupun
sosial.
Ketentraman akan selalu kita dapatkan apabila kita selalu
berhusnudzon kepada Allah SWT. Karena kita semua adalah milik Allah
dan kepada-Nya lah kita akan kembali. Islam tidak akan memberi aturan
tanpa alasan yang memudahkan manusia dalam mencapai tujuan
hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

17
Nasruddin Imam. KONSEP KEHIDUPAN DUNIA dalam Perspektif
Teologi .... Diakses pada 11 Desember 2021.

Franz Rosental, Knowledge Triumphat: The Concept of Knowledge in


Medieval Islam, Leiden: E.J.Brill, 1970
Malik Irwan.
https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tadib/article/download/559/496
Diakses pada 12 Desember 2021
Ahmadi Abu. http://digilib.uinsby.ac.id/15231/4/Bab%202.pdf . Diakses
12 Desember 2021

18

Anda mungkin juga menyukai