DALAM ISLAM
Disusun oleh :
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LatarBelakang 1
B. RumusanMasalah 1
C. TujuanPembahasan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Kesimpulan 17
DAFTAR PUSTAKA 18
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebuah rumah akan bertahan lama dan tetap berdiri dengan kokoh apabila
dibangun dengan pondasi yang kuat. Seperti halnya akar pohon yang menopang
batang serta seluruh bagian dari tumbuhan. Itulah pengibaratan untuk kita sebagai
kaum muslimin dan muslimat, yang akan tumbang jika kita tidak berpedoman teguh
dengan ajaran Islam, Al-Quran, dan hadist. Jalan kehidupan yang berlika-liku alurnya
tak semudah membalikkan telapak tangan dalam menghadapinya. Oleh karena itu,
kita harus benar-benar memahami apa tujuan kita hidup, untuk siapa kita hidup,
bagaimana kita menjalani kehidupan ini menurut pandangan Islam.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, karena manusia
dibekali akal yang berguna untuk membedakan mana yang hak dan mana yang bathil.
Oleh karena itu pula, manusia berkewajiban untuk menuntut ilmu agar dapat
mempelajari berbagai hal yang telah diciptakan-Nya, dan asal usul terciptanya
ciptaan tersebut. Dalam mempelajari ilmu, kita patut mengetahui apa tujuan kita
mempelajari ilmu tersebut, ilmu apa yang sangat penting untuk kita pelajari, dan apa
batas-batas kita mempelajari suatu ilmu.
Kehidupan selalu berkaitan dengan ilmu dan nilai. Karena mereka saling
melengkapi satu sama lain dalam proses yang dialami oleh manusia. Dalam Islam
kehidupan, ilmu, dan nilai memiliki konsep dasar tersendiri yang membantu ummat
Islam dalam mencapai tujuan-tujuannya. Dalam makalah ini akan dijelaskan perihal
konsep dasar apa saja kehidupan, nilai, serta ilmu dalam pandangan Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa konsep dasar kehidupan dalam Islam?
2. Apa konsep dasar ilmu dalam Islam?
3. Apa konsep dasar nilai dalam Islam?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Dapat memahami konsep dasar kehidupan dalam Islam.
2. Dapat mengetahui konsep dasar ilmu dalam Islam.
3. Dapat memahami konsep dasar nilai dalam Islam.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR KEHIDUPAN DALAM ISLAM
Allah telah menciptakan manusia dari saripati tanah, lalu berubah menjadi
nuthfah dan tersimpan dalam rahim perempuan Lalu nuthfah tersebut berubah
menjadi darah beku, dan berevolusi menjadi mudghoh 1. Dalam islam,
kehidupan berawal karena kehendak Allah SWT, Tuhan semesta alam yang
karena itu kaum muslimin menyadari bahwa dirinya adalah ciptaan-Nya. Dan
1
Al-Quran [23]: 12-16). Al Quran (32: 7-9)
2
Harun Nasution, 1995: 80
2
bahwa tiada tujuan lain dalam kehidupan manusia di muka bumi ini kecuali
"mardhaatillah" (ridha Allah, dicintai Allah).
Islam menjelaskan cara untuk mencapai tujuan kehidupan tersebut dalam
firman Allah SWT dalam kitab sucinya yaitu dengan bertaqwa, beriman, dan
beramal shalih (beribadah kepada Allah), " Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan engerjakan amal shaleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'adn yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah
ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. Yang demikian itu
adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.3
1. Tujuan Penciptaan Manusia
Tujuan utama penciptaan manusia adalah agar manusia beribadah
kepada Allah SWT4 . Makna ibadah dalam Islam adalah tunduk dan patuh
sepenuh hati kepada Allah. Pengertiannya sendiri sangatlah luas, meliputi
segala amal perbuatan yang titik tolaknya ikhlas kepada Allah, untuk
mencapai ridha-Nya, dengan garis amal shalih. Ibadah tidak akan
mengurangi kinerja seseorang atau prestasi seseorang. Namun ibadah bisa
meningkatkan kuantitas dan kualitas pekerjaan seseorang. Manfaatnya pun
tidak hanya terjadi untuk individual saja, tetapi sosial juga. Itu karena
segala perbuatan yang mengandung unsur ibadah dilandasi dengan
motivasi luhur yang terkait dengan Zat Yang Maha Tinggi, Maha Rahman
dan Rahim, Maha Melihat, dan Maha Mendengar.
Tujuan kedua adalah diciptakan nya manusia sebagai wakil tuhan
di muka bumi5. Karena Allah Zat yang menguasai dan memelihara alam
semesta (Rabbul 'alamiin). Manusia juga dibekali akal untuk berfikir. Oleh
karena itu, tugas selanjutnya manusia yaitu menata serta memelihara alam
sebaik-baiknya untuk kesejahteraan hidupnya. Karena alam dan seisinya
sangat memerlukan 'khalifah fiil ardh' yang bisa menjaga serta
melestarikannya.
3
Al-Quran (98: 7-8)
4
(QS Az-Zariyat: 56). Achmadi (2005: 61-63)
5
QS Al-Baqarah: 30, Yunus: 14 dan Al-An‟am: 165).
3
Tujuan ketiga, manusia diciptakan untuk membentuk masyarakat
yang saling memahami satu sama lain, hormat menghormati dan tolong
menolong antara satu dengan yang lain 6. Karena nabi Adam AS pada
waktu itu merasa kesepian sebelum diciptakannya hawa semasih di syurga,
maka diciptakanlah hawa dari tulang rusuk nabi Adam AS dimana setelah
diciptakannya hawa, berkembanglah populasi manusia di muka bumi ini.
Oleh karena itu manusia tidak bisa hidup secara individual. Semua
manusia tetap butuh bersosialisasi dengan orang lain, karena dengan
bersosialisasi sama saja kita menyambung tali silaturrahmi yang dimana
hal tersebut dianjurkan karena akan memperluas rezeki. Pada tujuan
pertama dan kedua, tujuan kehidupan pada manusia masih menyangkut
pada tanggung jawab individu masing-masing. Maka pada tujuan
penciptaan ketiga lebih membahas tentang tanggung jawab bersama dalam
menciptakan tatanan kehidupan yang damai.
)56( َو َم ا َخ َلْق ُت اِجْلَّن َو ْاِإل ْنَس ِإَّال ِلَيْع ُبُد ْو َن
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku".
Pelaksanaan tugas ibadah ini amat terkait dengan fungsi hidup
manusia di dunia ini, yaitu sebagai "hamba Allah" (abdullah) dan
"khalifah Allah" (khalifatullah). Sebagai hamba Allah, orang Islam
menyadari bahwa dirinya mempunyai kewajiban untuk mengabdi,
bertaqarrub, atau beribadah langsung kepada-Nya (hablum minallah),
melalui ibadah mahdhah (ibadah ritual-personal, seperti: shalat, shaum,
dan berdoa), dan ibadah ghoiru mahdhah (ibadah sosial, yaitu ibadah
6
(QS al-Hujurat: 13).
4
kepada Allah melalui hablum minannas, yang dalam pelaksanaannya
melalui fungsi sebagai khalifah Allah). Sebagai khalifah Allah, orang
islam menyadari bahwa dirinya mengemban amanah atau tanggung jawab
(responsibility) untuk mewujudkan misi suci kemanusiannya sebagai
"rahmatan lil 'alamiin' (rahmat bagi seluruh alam). Upaya yang ditempuh
untuk mewujudkan misi tersebut dengan senantiasa berinisiatif dan
berpartisipasi aktif dalam menciptakan tatanan kehidupan masyarakat
yang nyaman, sejahtera, dan jalinan persaudaraan serta kasih sayang antar
sesama, dan berupaya mencegah terjadinya pelecehan nilai-nilai
kemanusiaan, penindasan terhadap kaum mustadl'afin (kaum lemah,
miskin, atau orang-orang yang dimarjinalkan) dan pengrusakan
lingkungan hidup (baik lokal, regional, maupun global)7. Kewajiban untuk
menciptakan kemakmuran di muka bumi ini termaktub daklam al-Quran
(11: 61), sebagai berikut:
"…Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan enjadikan kamu
pemakmurnya…"
7
Syamsu Yusuf, 2005: 18
8
Majma‘ al-Lughah al-Arabiyah, Mu‘jam al-Wasith, Istanbul: Dar al-Da‘wah, 1990,
hal. 624.
9
Lihat. Badr al-Dîn al-‘Aini. ‘Umdah al-Qârî. Juz 2, (Bairut: Dar al-Fikr). Tth. hlm. 2
5
Tidak sedikit upaya yang telah dilakukan para pemikir Muslim
terdahulu untuk mendefinisikan kata ilmu. berbagai definisi
telahdikemukakan oleh para ahli teolog dan ahli hukum, filsuf dan
linguists.10 Yang pertama menurut al-Raghip al-Ishfahani (443/1060).
Dalam Mufradat Alfaz al-Qur’annya, ilmu didefinisikan sebagai “Persepsi
akan realitas sesuatu” (al-ilmuidrak al-shay’ bi-haqiqatihi) 11 Ini berarti
bahwa hanya memahami kualitas (misalnya
bentuk, ukuran, berat, volume, warna, dan properti lainnya) dari suatu hal
bukan merupakan ilmu. Definisi ini didasari pandangan filosofis bahwa
setiap substansi terdiri dari esensi dan eksistensi. Esensi adalah sesuatu
yang menjadikan sesuatu itu, sesuatu itu akan tetap dan sama sebelum,
selama, maupun setelah perubahan. Arti-nya, ilmu adalah semua yang
berkenaan dengan realitas abadi itu.
Definisi kedua diajukan oleh Hujjatul Islam Imam al-Ghazali (w.
505/1111)12 yang menggambarkan ilmu sebagai “pengetahuan akan
sesuatu sebagaimana adanya” (ma‘rifat al-shay’ ‘ala mahuwabihi)13: Pada
definisi ini, untuk mengetahui sesuatu adalah dengan mengenali sesuatu
sebagaimana ia. Artinya, ilmu adalah pengakuan, merupakan keadaan
pikiran-yaitu, suatu kondisi dimana sebuah objek tidak lagi asing bagi
seseorang sejak objek itu diakui oleh pikiran seseorang. Pemaknaan ini
tentu tidak seperti istilah idrak (digunakan dalam definisi al-Ishfahani)
yang tidak hanya menyirat-kan aktivitas olah fikir atau perubahan dari
tidak tahu menjadi tahu, tetapi juga menunjukkan bahwa pengetahuan
datang ke dalam pikiran seseorang dari luar, dalam definisi Imam al-
Ghazali istilah ma’rifah menyiratkan fakta bahwa ilmu selalu merupakan
10
Pendefenisian tersebut secara baik di tulis oleh Franz Rosenthal in Knowledge
Triumphant, 52-69.
11
Al-Isfahani, Mufradat Alfaz al-Qur’an, ed. Safwan ‘A. Dawudi (Damascus: Dar al-
Qalam, 1412/1992), 580.
12
Mengenai al-Ghazali, lihat: Ibn Khallikan, Wafayat al-A‘yan, 4:216-19; al-Dhahabi,
Siyar A‘lam al-Nubala’ 19:322-46; al-Safadi, al-Wafi bi al-Wafayat, 12:74-77; Ibn Kathir,
Tabaqat Fuqaha’ al-Shafi‘iyyah, 2:533-9. Mengenai karyanya, lihat ‘Abd al-Rahman Badawi,
Mu’allafat al-Ghazali (Kuwait: Wakalat al-Matbu‘at, 1977).
13
Imam al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Fikr, 1420/1999), 1:33.
6
jenis penemuan makna pada diri subjek akan suatu objek. Pada pemaknaan
ini; firasat, dugaan, ilusi, halusinasi, mitos, dan sejenisnya tidak bisa
dikatakan sebagai ilmu.14
Definisi lain ditawarkan oleh pemikir yang dikenal sebagai ahli
logika Atsir al-Din al-Abhari (d. 663/1264). Ilmu, ia tegaskan adalah
sampainya gambar maupun abstraksi dari suatu hal dalam akal subjek(العقل
ولTT ) في الشیئ صورة حص.15 Konon definisi ini berasal dari Ibnu Sina (w.
428/1037)16 pemaknaan ini menjelaskan bahwa upaya mengetahui suatu
objek adalah membentuk ide tentang objek tersebut, untuk memiliki
gambar hal ini diwakili dalam pikiran.
Dengan kata lain, upaya mengetahui adalah konseptualisasi. Pengetahuan
adalah representasi atau konsepsi dari hal yang dikenal.17
Al-Sharif Al-Jurjani (w. 816/1413) dalam at-Ta’rifatnya
mendefinisikan ilmu sebagai sampainya pikiran pada makna dari suatu
objek.18 Definisi al-Jurjani dan definisi yang dikemukakan Ibnu Sina dan
al-Abhari selanjutnya dipadukan oleh Profesor Syed Muhammad
Naquib al-Attas dalam monografnya yang berjudul The Concept of
Education in Islam. Menurut al-Attas, definisi terbaik atas ilmu adalah
‘sampainya makna dalam jiwa serta sampainya jiwa pada makna’(الشیئ
و العلمTول ھTني حصTیئ معTول و النفس في الشTني إلي النفس حصT)مع19 Satu hal yang jelas
dalam definisi ini; ilmu adalah tentang makna. Objek apapun, fakta
maupun suatu peristiwa dikatakan diketahui seseorang jika bermakna
baginya.20 Dengan demikian, dalam proses kognisi, pikiran tidak sekedar
14
Dr Syamsuddin Arif, Defining and Mapping Knowledge In Islam , dalam makalah
yang disampaikan pada seminar Pascasarjana di ISID, hal.4
15
Rosenthal, Knowledge Triumphant, 61 (note 82).
16
Ibn Sina, al-Ta‘liqat, ed. ‘Abd al-Rahman Badawi (Kuwait),117: “al-‘ilm husul surat
al- ma‘lumat fi al-nafs.”
17
Dr Syamsuddin Arif, Op.cit, hal.4
18
Definisi ini bagi Ali Celebi Qinalizadeh (w. 979/1572) sebagaimana disampaikan
oleh Rosenthal, Knowledge Triumphant, 61 (note 82), adalah definisi terbaik .Lihat: Al-Jurjani,
Kitab at-Ta’rifat, Maktabah Lebanon, Beirut, 1985. Hal 160-161
19
S.M.N. al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam (Kuala Lumpur: ISTAC,
1995), 14.
20
Dengan demikian, kucing tidak tertarik pada uang justru karena mereka tidak tahu
apa artinya uang, untuk hewan seperti kucing uang tidak ada artinya. Arti uang belum
7
penerima pasif, tetapi ia aktif dalam arti mempersiapkan diri untuk
menerima apa yang ia ingin terima (mengolah dan menyeleksi makna yang
diterima secara sadar).
mencapai pikiran mereka, juga tidak pikiran mereka menangkap makna uang. Lebih lanjut
mengenai penjelasan ini, lihat: Dr Syamsuddin Arif, Op.cit, hal.4
21
Zakiah Darajat, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984), h. 260
8
terpenting adalah memahami nilai dan unsur yang terdapat di dalamnya.
Pendidikan Islam dikalangan umatnya merupakan salah satu bentuk
manifestasi cita-cita hidup Islam untuk melestarikan, mengalihkan,
menanamkan, dan mentransformasikan nilai-nilai Islam kepada pribadi
penerusnya. Dengan demikian pribadi seorang muslim pada hakikatnya
harus mengandung nilai-nilai yang didasari atau dijiwai oleh iman dan
taqwa kepada Allah SWT sebagai sumbermutlak yang harus ditaati.
Ketaatan kepada kekuasaan Allah SWT yang mutlak itu mengandung
makna sebagai penyerahan diri secara total kepadanya. Dan bila manusia
telah bersikap menghambakan diri sepenuhnya kepadaAllah, berarti ia
telah berada dalam dimensi kehidupan yang dapat mensejahterakan
kehidupan didunia dan membahagiakan kehidupan di akhirat.
22
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1993), h. 120
9
Adapun nilai – nilai Islam apabila ditinjau dari sumbernya, maka
digolongkan menjadi dua macam, yaitu :
a) Nilai Ilahi adalah nilai yang bersumber dari Al-Qur‟an dan hadits.
Nilai ilahi dalam aspek teologi (kaidah keimanan) tidak akan pernah
mengalami perubahan, dan tidak berkecenderungan untuk berubah atau
mengikuti selera hawa nafsu manusia. Sedangkan aspek alamiahnya
dapat mengalami perubahan sesuai dengan zaman dan
lingkungannnya.
b) Nilai Insani Nilai insani adalah nilai yang tumbuh danberkembang atas
kesepakatan manusia. Nilai insani ini akan terus berkembang ke arah
yang lebih maju dan lebih tinggi. Nilai ini bersumber darira‟yu, adat
istiadat dan kenyataan alam.23
Sumber nilai-nilai yang tidak berasal dari Al-Quran dan Hadits, dapat
digunakan sepanjang tidak menyimpang atau dapat menunjang sistem nilai
yang bersumber pada Al-Quran dan Hadits. Sedangkan nilai bila ditinjau
dari orientasinya dikategorikan kedalam empat bentuk nilai yaitu:
a) Nilai etis Nilai etis adalah nilai yang mendasari orientasinya pada
ukuran baik dan buruk.
b) Nilai Pragmatis Nilai Pragmatis adalah nilai yang mendasari
orientasinya pada berhasil atau gagalnya.
c) Nilai Efek Sensorik Nilai efek sensorik adalah nilai yang mendasari
orientasinya pada hal yang menyenangkan atau menyedihkan.
d) Nilai Religius Nilai religius adalah nilai yang mendasari orientasinya
pada dosa dan pahala, halal dan haramnya.
23
Muhaimin, Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : Bumi Aksara, 1991), h 111
10
estetika, dan lain sebagainya. Namun pada dasarnya, dari sekian nilai
diatas dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Nilai formal. Nilai formal, yaitu nilai yang tidak ada wujudnya, tetapi
memiliki bentuk, lambang, serta simbol – simbol. Nilai ini terdiri dari
dua macam yaitu nilai sendiri dan nilai turunan.
b. Nilai material. Nilai material, yaitu nilai yang berwujud dalma
kenyataan pengalaman rohani dan jasmani. Nilai ini juga terbagi
menjadi dua macam yaitu : nilai rohani yang terdiri dari : nilai logika,
nilai estetika, nilai etika, dan nilai religi, yang kedua yakni nilai
jasmani yang terdiri dari :niali guna, nilai hidup, dan nilai ni'mat.
Dan untuk memperjelas nilai – nilai diatas maka akan dirinci mengenai
nilai – nilai yang mendominasi jika ditinjau dari segala sudut pandang,
yaitu antara lain :
1. Nilai Etika. Nilai etika adalah nilai yang mempunyai tolak ukur
baik atu buruk. Sedangkan pandangan baik dan buruk dalam nilai
etika sangatlah beragam,. Hal ini karena sudut pandang tinjauannya
berbeda.
2. Nilai Estetika. Nilai estetika ini mutlak dibutuhkan oleh manusia,
karena merupakan bagian hidup manusia yang tak terpisahkan, yang
dapat membangkitkan semangat baru dan gairah berjuang. Nilai ini
merupakan fenomena sosial yang lahir dari rangsangan cipta dalam
rohani seseorang . rangsangan tersebut untuk memberikan ekspresi
dalam bentuk cipta dari suatu emosi, sehingga akan melahirkan rasa
yang disebut dengan indah..
3. Nilai Logika. Nilai logika merupakan nilai yang banyak mencakup
poengetahuan, penelitian, keputusan, penuturan, pembahasan, teori
atau cerita. Nilai ini bermuara pada pencarian kebenaran.
11
4. Nilai religi. Nilai religi merupakan tingkatan integritas kepribadian
yang mencapai tingkat budi, juga sifatnya mutlak kebenarannya,
universal, dan suci.24
Jadi, dari sekian banyak nilai yang disebutkan , untuk mengetahui
bentuk – bentuk kongkrit dari nilai – nilai itu, maka kita harus dapat
melihat nilai dari sudut pandang mana kita meninjaunya. Karena hal ini
mempermudah bagi kita semua untuk mengetahui apakah sesuatu yang
kita lakukan sudah mengandung nilai – nilai Islam atau belum.
24
Muhaimin, Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : Bumi Aksara, 1991), h 114
25
Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari, Keistimewaan Akhlak Islami, terj. Dadang Sobar Ali,
(Pustaka Setia, Bandung, 2006), hlm. 342
12
bisa juga bersifat psikis.
b. Tawakal
Tawakal (bahasa Arab: )َتَو ُّك ْلatau tawakkul dari kata wakala dikatakan,
artinya "meyerah kepadaNya"27.
Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan
hasil dari keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia
diajari agar meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya,
pengetahuanNya Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta
26
Achmad Mubarok, Psikologi Qur’ani, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001, hlm 73-74
27
Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji, At-Tawakkal Alallah Ta’al (Jakarta : PT Darul Falah, 2006),
hal 1
13
ini. Keyakinan inilah yang
mendorongnya untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah. Hatinya
tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga, karena Allah Maha Tahu dan
Maha Bijaksana.28
Tawakal tidak didapati kecuali sesudah mengimani empat hal yang
merupakan rukun-rukun tawakal yaitu:
1. Beriman bahwa Al Wakil Maha Mengetahui segala apa yang dibutuhkan
oleh si muwakkil (yang bertawakal).
2. Beriman bahwa Al Wakil Maha Kuasa dalam memenuhi kebutuhan
muwakkil.
3. Beriman bahwa Dia tidak kikir.
4. Beriman bahwa Dia memiliki cinta dan rahmat kepada muwakkil29.
c. Taubat
Kata Taubat secara etimologis adalah berasal dari kata ةTتوب-وبT يت- تابyang
berarti 'kembali dan menyerah'. Ini sebagaimana dalam ungkapan, “seseorang
telah bertaubat” yang artinya seseorang itu telah kembali dari berbuat dosa. Dalam
keadaan yang demikian ia menjadi orang yang bertaubat. Dalam kamus bahasa
Indonesia taubat berarti sadar dan menyesal akan dosa (perbuatan salah atau jahat)
dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan tersebut. Yaitu berjanji
tidak akan mengulangi kejahatan yang pernah dilakukan. Taubat mendapat porsi
perhatian yang sangat besar dalam Al-Qurân, sebagaimana tertuang di berbagai
ayat dari surat Makiyyah maupun Madaniyyah.
14
Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar
yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka
hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka."
d. Tolong Menolong
15
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya." (Q.S. Al- Maidah: 2)32.
BAB III
PENUTUP
32
Al-Quran Terjemah, Al-Jumanatul ‘Ali, (Bandung: J-Art, 2005), h. 156
33
http://mauhid44.wordpress.com/ Diakses 4 Januari 2017
16
A. KESIMPULAN
Tujuan manusia untuk hidup yang paling utama adalah untuk
beribadah kepada Allah SWT dan menjadi khalifah di bumi, yakni
senantiasa menjaga dan memelihara apa yang ada di muka bumi. Dan
untuk mencapai tujuan tersebut harus ada ilmu yang bisa menjadi akses
manusia untuk tetap bertahan dalam mencapai tujuan akhir tersebut.
Dalam agama Islam konsep kehidupan, ilmu, serta nilai selalu
berkesinambungan. Karena kehidupan bisa terjalankan dengan
menggunakan ilmu pengetahuan dan ilmu selalu diikuti dengan nilai
kebenarannya dan manfaatnya untuk individual maupun sosial. Nilai yang
diajarkan Islam seperti sabar, taubat, tawakkal, dan tolong menolong, itu
semua sangat mengandung nilai positif untuk setiap individual maupun
sosial.
Ketentraman akan selalu kita dapatkan apabila kita selalu
berhusnudzon kepada Allah SWT. Karena kita semua adalah milik Allah
dan kepada-Nya lah kita akan kembali. Islam tidak akan memberi aturan
tanpa alasan yang memudahkan manusia dalam mencapai tujuan
hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
17
Nasruddin Imam. KONSEP KEHIDUPAN DUNIA dalam Perspektif
Teologi .... Diakses pada 11 Desember 2021.
18