Anda di halaman 1dari 2

Rizki Febrian

XII IPA 1

Kejantanan Arjuna

Alkisah, suatu malam Pandawa berkumpul makan, Tiba-tiba lampu mati tertiup angin. Keadaan
menjadi gelap gulita. Sementara lampu belum dinyalakan, yang makan lanjut terus. Arjuna berkata
dalam hati, dalam keadaan gelap begini yang makan tetap tidak salah menyantap makanan. Mungkin
membidik busur panah juga begitu. Mau dalam terang, mau dalam gelap, dalam keadaan hati tenang
panah yang dibidik tidak akan salah sasaran

Dari pengalaman itu, Arjuna tambah bersungguh-sungguh belajar memanah. Di gelap dan
terang, busurnya tidak pernah meleset. Sekali melepaskan busur, tidak ada satupun yang meleset.
Malah lama kelamaan sudah tidak ragu lagi dalam gelap. Itu semua kelihatan oleh Resi Dorna, guru
besar yang tidak pernah absen mengajar Pandawa. Bagawan itu sangat gembira melihat semangat
arjuna belajar. Berkata sambal menggandeng Arjuna, “Kasep, semoga percaya kepada bapak. Kepintaran
kamu dalam melepaskan busur panah lebih dari orang lain. Tidak ada seorangpun yang bisa
menandingi.”

Diceritakan Maha Resi Dorna terus menghadap ke Raja Astina, Prabu Destarata. Maksudnya
mau memperlihatkan kepandaian murid-muridnya, Kenyataan Pandawa dan Kurawa di hadapan orang
banyak, serta mau kelihatan oleh isi keraton. Raja Destarata berkata, “Aku sangat berterimakasih atas
jasa Maha Resi, yang sudah mendidik anak-anakku, para satria Astinapura. Menyesal aku tidak bisa
menyaksikan dengan mata sendiri, bagaimana ketangkasan anak-anak.”

Tepat pada waktunya, Pandawa dan Kurawa, para satria Astina, masuk ke alun-alun kerajaan.
Masuknya menunggangi kuda. Pakaiannya mentereng, sambil membawa senjata andalan masing-
masing, Para petinggi kerajaan juga sudah hadir, serta merasa suka dengan kegagahan para satria. Yang
menonton bersorak gemuruh bertepuk tangan sambil berteriak. Tidak jauh dari panggung para petinggi,
duduk Begawan Dorna. Pakaiannnya serba putih. Pas dengan penampilannya, membuat terpesona yang
melihat. Rambutnya sudah memutih, melambai-lambai seperti tertiup angin. Penuh seperti kapuk.

Satu-satu satria dicoba kepandaiannya. Waktu kebagian giliran melepaskan busur panah, para
satria diperintahkan menuliskan namanya di papan. Tapi bukannya ditulis dengan pensil, namanya harus
ditulis dengan panah. Sekumpulan panah yang dilepas harus membangun tulisan di papan. Tidak
satupun satria yang tidak bisa menuliskan namanya. Semua bisa serta bagus kelihatannya. Yang berorak
gemuruh, Prabu Destarata merasa senang hati, walaupun tidak bisa melihat seperti yang lain. Giliran
Pangeran Duryudana, yang diperlihatkan keahliannya memainkan gada. Lawannya Pangeran Bima. Dua-
duanya sama tinggi besarnya, serta kepandaiannya memainkan gada membuat semua yang melihat
terpesona. Pada saat mulai pertandingan, berhdapan, itu kuat ini cekatan, itu kuat ini lincah. Suara gada
yang diadu dengan perisai baja, bunyinya tingbelentrang.

Duryudana dan Bima selamanya tidak akur. Selama memperlihatkan keahlian sambil disertai
nafsu. Membuat celaka kalau tidak waspada. Serta tidak secepat dipisah dengan Aswatama yang
diperintahkan oleh Resi Dorna, dua-duanya bertarung tiada hentinya. Bagawan Dorna terus berdiri,
berkata “Semoga diketahui, ada murid saya yang paling pandai dalam melepaskan busur. Siapa lagi
kalau bukan Arjuna, sebagai benteng Astinapura. Bersama saya sekarang akan dicoba kepandaiannya.”
Gemuruh sorah bersaut-sautan. Yang di belakang maju ke depan, berebut maju ke depan untuk melihat
ke putra penengah Pandawa. Arjuna masuk ke lapangan sambil senyum-senyum. Perangainya selalu
manis. Terus melepapaskan busur dan panahnya. Setelah itu, melepaskan panah-panah. Sambil berdiri,
sambil duduk, atau sambil bertumpu di lutut. Panah tidak pernah salah sasaran begitu juga sambil lari,
sambil diam, sambil mengintip atau sambil tidak fokus, semua membuat takjub yang melihat. Begawan
Dorna menyiapkan sasaran berupa patung bagong dari perunggu, untuk jadi sasaran panah arjuna.
Begitu melesat, mulut patung bagong tadi penuh dengan busur yang dilepas sekaligus. Sekencang-
kencangnya tenaga Arjuna, sampai tembus patung bagong. Lalu Maha Resi Dorna memerintahkan
menggantungkan tanduk kerbau, yang berayun-ayun. Maksudnya supaya lubang tanduk yang tidak
diam harus dipenuhi oleh panah arjuna. Aneh, tidak lama setelah itu lubang tanduk sudah penuh
dengan panah Arjuna. Tidak kurang tidak lebih ada dua puluh satu panah jumlahnya.

Ibu kunti yang menyaksikan di panggung, tidak terasa meneteskan air mata. Merasa terharu
dengan melihat kepandaian putra yang segitu hebatnya. Merasa bangga, siapa seorang ibu yang tidak
merasa bangga melihat ketangkasan putranya. Membuat merasa terharu.

Anda mungkin juga menyukai