Anda di halaman 1dari 11

PAPER

DAMPAK PARIWISATA TERHADAP EKSISTENSI PURA PUSEH DESA BATUAN


KABUPATEN GIANYAR

Dibuat untuk memenuhi Ujian Tengah Semester


mata kuliah Otonomi Desa Pekraman

Disusun Oleh

Ni Luh Devi Damayanti


NIM 1812531003

PRODI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2020

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Daftar Isi ...........................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan...........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................................2
BAB II Landasan Teori ...................................................................................................3
2.1 Pura Puseh Desa Batuan.......................................................................................3
BAB III Pembahasan .......................................................................................................4
3.1 Dampak Pariwisata Terhadap Eksistensi Pura Puseh Desa Batuan Kabupaten
Gianyar.........................................................................................................................4
BAB IV Penutup..............................................................................................................8
4.1 Kesimpulan ...........................................................................................................8
4.2 Saran .....................................................................................................................8
Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Bali merupakan destinasi wisata paling populer di Indonesia bahkan Mancanegara.


Pulau kecil yang memiliki berbagai macam julukan seperti Pulau Dewata, Pulau Seribu
Pura, Pulau Perdamaian, Pulau Surga dan banyak lagi sebutan lainnya ini punya beragam
jenis wisata mulai dari alam, budaya, hingga kuliner. Pengembangan pariwisata di daerah
Bali yaitu dilandasi oleh konsepsi pariwisata budaya sebagai identitas kepariwisataan sesuai
dengan Perda Nomor 3 Tahun 1991 dimana perkembangan pariwisata di daerah Bali
bertujuan untuk menyerasikan perkembangan pariwisata kebudayaan dan lingkungan (HPI,
1996).

Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Kepariwisataan Budaya Bali menyebutkan bahwa pariwisata Bali diarahkan pada pariwisata
budaya. Pariwisata budaya yang dimaksud adalah jenis kepariwisataan yang dalam
perkembangan dan pengembangannya menggunakan kebudayaan daerah Bali yang
berlandaskan pada konsep ajaran Tri Hita Karana. Dalam konsep pengembangan pariwisata
budaya di daerah Bali saling terkait hubungan timbal balik antara pariwisata, kebudayaan
dan alam sehingga ketiganya harus bisa berjalan dengan selaras, serasi, dan seimbang.
Pariwisata dan kebudayaan merupakan dua komponen yang saling terkait secara fungsional
dengan konsekuensi saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Struktur kebudayaan Bali
yang dibangun melalui integrasi antara agama dan tradisi dilestarikan oleh nilai-nilai dasar,
yaitu agama, estetika, solidaritas dan keseimbangan.

Namun demikian, pada kenyataannya kebijakan pengembangan pariwisata semata-


mata dilakukan dengan pendekatan ekonomi dan mengabaikan kelestarian lingkungan serta
kepentingan masyarakat lokal. Sutjipta (2005) mengatakan bahwa pendekatan pembangunan
pariwisata Bali terlalu mengagung-agungkan pertumbuhan ekonomi (economic growth).
Berbagai kegiatan pembangunan pariwisata seringkali berdampak pada degradasi
lingkungan dan budaya.

1
Salah satu wisata budaya di Bali adalah pura. Fungsi pura yang merupakan tempat
religius sebagai tempat persembahyangan umat hindu di Bali juga merupakan daya tarik
wisata. Hal itu tentu akan menyebabkan perbedaan fungsi pura yang sejatinya bagi umat
hindu. Jika pengaruh pura sebagai objek wisata lebih besar dibandingkan pura sebagai
tempat persembahyangan maka akan terjadi degradasi terhadap nilai keskralan dari Pura
tersebut. Salah satu pura yang menjadi obyek wisata budaya yaitu di Desa Batuan
Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin
mengkaji lebih mendalam terkait dampak pariwisata terhadap Eksistensi Pura Desa Batuan,
Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Dampak Pariwisata Terhadap Eksistensi Pura Puseh Desa Batuan Kabupaten
Gianyar?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dampak pariwisata terhadap eksistensi Pura Puseh Desa Batuan
Kabupaten Gianyar
2. Untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Otonomi Desa Pekraman

2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pura Puseh Desa Batuan

Pura Puseh Desa Batuan terletak di Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar. Pura ini
merupakan Pura Khayangan Tiga yang merupakan tempat suci umat Hindu untuk memuja
yang Widhi dalam segala manifestasi-Nya. Pura Puseh ini merupakan Pura Puseh tertua di
Bali. Pura Puseh di Batuan dibangun pada tahun Isaka 944 atau 1022 Masehi.

Struktur Pura Puseh, Pura Desa Batuan sedikit berbeda dengan Pura - Pura pada
umumnya di Bali. Susunan areal pelemahan Pura dibagi beberapa halaman atau mandala
sebagai simbol dari loka dan fala. Halaman ini dilengkapi dengan banyaknya bangunan,
pelinggih, dan, bangunan penunjang lainnya yang pelengkapinya. Untuk batas-batas dan
pembagian halaman di Pura Puseh Pura Desa Batuan tidak secara tegas menunjukkan konsep
Tri Loka tetapi merupakan kompleks areal pura dengan halaman diantaranya seperti :
Mandala Jaba, Mandala Jaba Tengah, Mandala Pengulun Desa, Mandala Pura Maksan Buda
Manis, Mandala Jeroan.

Adapun benda-benda peninggalan purbakala yang terdapat di Pura Puseh, Pura Desa
Batuan, beberapa diantara tersimpan di dalam bangunan suci atau pelinggih, dan ada juga
peninggalan-peninggalan lain seperti :

a. Gapura Kuno
b. Balai Purbakala
c. Apit Lawang
d. Pelinggih Sedahan Penyarikan
e. Pelinggih Ida Ratu Pande
f. Pelinggih Ida Ratu Selimpet
g. Pelinggih Ida Ratu Saung
h. Pelinggih Taman
i. Pelinggih Gedong Kehen

3
BAB III
PEMBAHASAN
Seiring dengan berkembangnya arus globalisasi Pura Puseh Desa Batuan memiliki tinga
fungsi utama diantaranya sebagai berikut :
a. Sebagai Tempat Persembahyangan
Fungsi pura pada umumnya memang sebagi tempat pemujaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Pelaksanaan ritual keagamaan di Pura Puseh Desa Batuan
berpedoaman pada filosofi kearifan lokal yang disebut Tri Hita Karana. Filosofi ini
mengajarkan bahwa kebahagian manusia akan dapat dicapai bila manusia mampu
menjaga keharmonisan hubungan antara tiga faktor yang saling terhubung,
yaitu parhyangan (unsur ketuhanan), pawongan (manusia), dan palemahan (unsur
alam). Parhyangan adalah merupakan jiwa dari pada palemahan (karang desa) yang
tidak bisa dipecah-pecah dengan seluruh aktivitas kehidupan
desa. Palemahan  adalah karang desa yang ditentukan secara definitif batas-
batasnya,dan pawongan adalah kerama desa yang merupakan warga desa itu sendiri.
Selain itu pada bangunan utara pura terdapat pura taman. Pura taman merupakan
salah satu pura yang menjadi bagian dari pura puseh Desa Batuan yang berada di area
sebelah utara pura dan terdapat arca Paso Leb yang sudah ada sejak dulu. Keberadaan
pura Taman berkaitan dengan tradisi yang dilaksanakan di desa Batuan, yakni tradisi
megocekan. Sebelum dilaksanakannya magocekan diawali dengan upacara (matur
piuning) di pura tersebut. Tradisi megocekan dilaksanakan pada sore hari setiap akhir
sasih kelima sampai ke sanga.
Oleh karena itu Pura Puseh Desa Batuan sebagai tempat suci disakralkan, maka
dilaksanakan tata tertib masuk kedalam pura. Beberapa larangan masuk ke dalam
pura yang tertulis dalam aturan desa antara lain: dalam keadaan sebel karena punya
kematian, sebel karena kotor kain, sebel karena sakit lepra (gede), menyusui anak,
dan membuang air kecil/besar.
b. Sebagai Cagar Budaya
Pada Pura Puseh Desa Batuan terdapat banyak peninggalan – peninggalan bersejarah
seperti prasasti, seni arca (ikonografi) dan bangunan kuno. Peninggalan-peninggalan

4
yang terdapat di pura tersebut ditak hanya diletakkan pada Balai Penyimpenan (balai
pelindung) yang terletak disebelah utara pura tetapi juga ditempatkan pada -
bangunan palinggih suci yang terdapat di area Pura Puseh Desa Batuan. Keberadaan
bangunan-bangunan suci yang terdapat di area pura tersebut harus tetap dijaga dan
dilestarikan dari kondisi aslinya baik untuk bangunan, struktur bangunan serta ukuran
yang terdapat pada bangunan dan gapura pura.
c. Sebagai Objek Wisata
Pura Puseh Desa Batuan sebagai salah satu daya tarik wisata di kabupaten
Gianyar. Pura Puseh Desa Batuan mulai didatangi wisatawan pada tahun 1998. Pada
saat itu belum adanya pengelolaan pura sebagai daya tarik wisata budaya. Adanya
kunjungan wisatawan yang bertambah setiap tahunnya mendorong masyarakat desa
Batuan untuk mengelola secara serius Pura Puseh Desa Batuan sebagai daya tarik
wisata budaya. Dalam kegiatan kepariwisataan, Pura Puseh Pura Desa Batuan
memiliki daya tarik tersendiri yaitu memiliki tempat yang strategis, penataan pura
yang sangat suci dan asri, ornamen bangunan yang indah, struktur pura yang unik dan
juga menyimpan benda-benda peninggalan purbakala yang sangat menarik untuk
diketahui. Semakin pesatnya perkembangan pariwisata menyebabkan segala sesuatu
termasuk pura dijadikan sebagai sebuah komersialisasi kepada publik. Hal itu tentu
sangat disayangkan, mengingat fungsi utama pura sebagai tempat persembahyangan
yang dimana kesucian dan kesakralannya harus tetap dijaga namun seketika akan
mengalami degradasi nilai budaya dan unsur magisnya.
3.1 Dampak Pariwisata terhadap Eksistensi Pura Puseh Desa Batuan Kabupaten Gianyar
Kegiatan kepariwisataan yang ada di Pura Puseh Desa Batuan secara segi ekonomi
memang memberikan dampak yang positif bagi krama desa sebagai penyungsung Pura
dimana dana punia yang terkumpul di pakai untuk upacara yadnya, renovasi, pembangunan
pelinggih, biaya keamanan dan kebersihan di pura tersebut, sehingga krama Desa tidak perlu
lagi mengeluarkan urunan.
Sedangkan jika dilihat dari sisi lain dampak yang ditimbulkan akibat pura yang
dijadikan objek wisata lebih cenderung kearah yang negatif seperti halnya :
1. Lunturnya Kesakralan akibat dari pergeseran fungsi pura dimana awalnya digunakan
untuk tempat pemujaan oleh masyarakat desa batuan namun seiring dengan adanya

5
modernisasi fungsi pura tersebut lebih cenderung pada objek wisata bagi para
wisatawan. Dimana seperti yang kita ketahui pura merupakan sebuah tempat yang
suci seharusnya keberadaannya harus bersifat privat agar memang benar pura
tersebut dijadikan tempat persembahyangan kepada Tuhan yang Maha Esa bukannya
malah dijadikan sebagai tempat komersialisasi kepada pihak luar, sehingga bisa
dikatakan dengan adanya kebebasan orang – orang masuk/keluar di area pura puseh
batuan tersebut menjadikan keajegan dan kesucian pura tersebut menurun begitu
pula kecenderungan akan kehilangan nilai – nilai magis/sakral dari pura tersebut.
2. Hilangnya Kesucian pura yang disebabkan oleh kebebasan para wisatawan memasuki
pura. Seperti yang kita ketahui untuk memasuki area pura ada beberapa aturan yang
mesti dipatuhi oleh setiap orang. Naskah Lontar Kramapura secara tekstual
merupakan naskah tradisional yang mengandung tata cara berprilaku dan larangan –
larangan memasuki Pura. Adapaun beberapa aturan yang mesti diperhatikan oleh
setiap pemedek/orang yang berkunjung ke pura diatur dalam Naskah Lontar
Kramapura diantaranya :
a. Dilarang memasuki pura bagi wanita yang cuntaka (haid), baru
melahirkan/sebel (ada kematian)
b. Dilarang memasuki pura dengan berpakaian tidak sopan/
menonjolkan bentuk tubuh/aurat
c. Dilarang memasuki pura dengan kondisi rambut yang terurai
d. Dilarang melakukan prilaku yang tidak sopan seperti berkelahi,
berkata kasar, bercumbu,dll
e. Dilarang memasuki pura bagi yang tidak memiliki kepentingan
bersembahyang atau yang berkaitan dengan acara upara di Pura.
Dilihat dari segi etika berpakaian para wisatawan tentu berbeda dengan pakaian pada
umumnya memasuki pura yaitu dengan pakaian adat kebaya bali, wisatawan hanya
menggunakan kamen beserta selendang dengan atasan yang bebas, selain itu dari
segi rambut wisatawan cenderung menggunakan style rambut yang terurai sehingga
itu akan bertentangan dengan aturan masuk pura yang mensyaratkan rambut agar
bisa diikat dengan rapi hal itu salah satunya untuk menjaga kesucian pura. Untuk
wisatawan yang berkunjung ke pura tentu pihak penjaga pura tidak mengetahui

6
secara pasti apakah turis tersebut memang dalam keadaan suci atau tidak artinya ia
tidak dalam keadaan cuntaka (haid) pada saat memasuki pura, sehingga mungkin
saja sering terjadi para turis memasuki area pura walaupun sedang dalam keadaan
haid dikarenakan keinginannya yang besar untuk memasuki pura, selain itu prilaku
kurang sopan sangatlah dilarang ketika memasuki pura seperti halnya bercumbu,
namun hal itu tentu akan sulit diterapkan bagi para turis mengingat kultur/budaya
mereka yang berbeda dengan budaya kita. Dengan demikian kesucian pura akan sulit
untuk dijaga.
3. Kecenderungan adanya tindakan pencurian terhadap peninggalan – peninggalan
sejarah dalam pura tersebut, mengingat pura puseh desa batuan ini telah resmi
ditetapkan sebagai warisan cagar budaya yang didalamnya banyak terdapat arca-
arca , prasasti, bangunan kuno,dll. Sehingga dengan adanya komersialisasi pura yang
dimana setiap wisatawan secara bebas untuk keluar masuk pura hanya dengan
membayar tiket masuk saja sehingga tindakan pencurian sangatlah mungkin terjadi
mengingat banyaknya barang – barang berharga yang terdapat dalam pura tersebut.

7
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dampak Pariwisata terhadap Eksistensi Pura Puseh Desa Batuan Kabupaten Gianyar
Kegiatan kepariwisataan yang ada di Pura Puseh Desa Batuan secara segi ekonomi memang
memberikan dampak yang positif bagi krama desa sebagai penyungsung Pura dimana dana
punia yang terkumpul di pakai untuk upacara yadnya, renovasi, pembangunan pelinggih,
biaya keamanan dan kebersihan di pura tersebut, sehingga krama Desa tidak perlu lagi
mengeluarkan urunan.Namun seiring dengan peralihan fungsi fungsi karena perkembangan
pariwisata Dimana seperti yang kita ketahui pura merupakan sebuah tempat yang suci
seharusnya keberadaannya harus bersifat privat agar memang benar pura tersebut dijadikan
tempat persembahyangan kepada Tuhan yang Maha Esa bukannya malah dijadikan sebagai
tempat komersialisasi kepada pihak luar, sehingga bisa dikatakan dengan adanya kebebasan
orang – orang masuk/keluar di area pura puseh batuan tersebut menjadikan keajegan dan
kesucian pura tersebut menurun begitu pula kecenderungan akan kehilangan nilai – nilai
magis/sakral dari pura tersebut.

4.2 Saran
Pulau bali sangatlah kental dengan budayanya, maka penting bagi kita untuk menjaga
kelestariannya. Salah satu yang perlu dilakukan ialah dengan adanya kerjasama antara pihak
desa adat beserta pemerintah daerah untuk memperkuat/mempertegas awig-awig/ aturan
terkait wisata budaya tersebut tanpa harus menghilangkan nilai kesakralan/kesucian dari pra
itu sendiri. Selain itu karma penyungsung pura harus lebih menegaskan persyaratan
wisatawan memasuki pura dalam bentuk tertulis yang dapat dibaca dan mengingatkan
wisatawan tentang kesucian suatu pura

8
DAFTAR PUSTAKA

Asmariati, Inten. Pura Puseh Desa Batuan Sebagai Daya Tarik Wisata Di Desa Batuan Sukawati
Gianyar. Prosiding ‐ Seminar Nasional. ISBN : 978‐602‐52255‐1‐2

Surina,Wayan., Watha,Nyoman. 2014.Pura Puseh, Pura Desa Batuan Dalam Perkembangan


Kepariwisataan Bali Di Desa Batuan Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar (Kajian
Pariwisata Budaya). Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor 1

Anggarani,Ratih.2019.Etika di Tempat Suci menurut Lontar Kramapura. Jurnal Sanjiwani.Vol X


No 2

https://www.balitoursclub.net/pura-puseh-batuan/

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbali/produksi-dalam-turistifikasi-pura-puseh-desa-
batuan-dalam-konteks-pariwisata-global/

Anda mungkin juga menyukai