Jawa Timur. This research was conducted in memiliki peluang yang cukup besar untuk
Lumajang and Ponorogo Districts from meningkatkan produksi jagung ketan di
January to April 2020. This research used Indonesia dikarenakan sumber daya alam
seven genotypes of waxy maize, pesticides, dan lingkungan yang mendukung.
and chemical fertilizers. This research used Penampilan (fenotip) tanaman merupakan
a RBD with seven treatments and three resultante dari adanya perbedaan faktor
replications at each location. The genetik, lingkungan, maupun interaksi
observation variables included plant height, antara genotip dan lingkungan (Adie et al.,
stem diameter, ear height, leaf length, leaf 2014). Sebagai pemulia tanaman,
width, number of leaves, panicle length, mengetahui interaksi antara genotip dan
silking age, anthesis silking interval, and lingkungan sangat penting untuk
harvest age. Analysis of the data used mengetahui suatu tanaman dapat
includes analysis of variance with HSD 0.05, beradaptasi secara spesifik atau
analysis of two-location error KT beradaptasi secara luas. Sehingga pemulia
(homogeneity analysis), and analysis of dapat mendapatkan tetua yang memiliki nilai
combined variance. The results showed that keunggulan dari berbagai karakter tanaman.
there were four variables that had Percobaan tentang genotip dan
interactions between genotype and the lingkungan sebelumnya telah dilakukan
environment, including leaf width, panicle dibawah naungan Maize Research Center
length, silking age, and harvesting age, and (MRC) yang dilakukan oleh (Fiddin, et al.,
based on the results of the BNJ 0.05 further 2018), dengan tujuan untuk mengetahui
test, JPM 03 had advantages in the majority keragaan pada masing-masing galur jagung
of variables so that it had the potential to be S4, menduga nilai heritabilitas arti luas, dan
used as parents. mendapatkan galur yang berpotensi sebagai
Keyword: Amylopectin, Development, tetua dalam pembentukan varietas hibrida.
Genotype and environmental interaction, Penelitian lain yang dikembangkan oleh
Waxy maize, Potential of Yield (Sugiharto, et al., 2018), tentang
pengembangan benih unggul jagung manis
PENDAHULUAN dengan sifat adaptable, adoptable, dan
marketable yang dapat dikembangkan pada
Jagung ketan merupakan tanaman jagung ketan ini. Selain hal tersebut
yang tidak banyak dibudidayakan di seluruh penelitian yang sama mengenai
kawasan di Indonesia karena memiliki pengembangan varietas jagung di Indonesia
potensi hasil yang rendah yaitu 2ton ha -1 akibat meningkatnya permintaan jagung
(Rouf et al., 2010). Jagung ketan umum manis di Indonesia. Permintaan meningkat
ditemukan di kawasan timur daerah lantaran penggunaan jagung sebagai bahan
Indonesia seperti Nusa Tenggara, Sulawesi, biofuel juga meningkat.
dan beberapa wilayah di daerah Papua Penelitian serupa juga dapat
(Suarni et al., 2019). Namun jagung tersebut dikembangkan pada calon varietas jagung
memiliki keunggulan yang dapat ketan. Sehingga mendapatkan varietas
dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan yang unggul guna menjawab tantangan
konsumsi, pakan, hingga bahan baku permintaan jagung ketan yang semakin
industri. meningkat tiap tahunnya. Penelitian
Jagung ketan memiliki kandungan dilakukan pada dua lokasi ini bertujuan
amilopektin mendekati 100% (Suarni dan untuk mengetahui interaksi antara genotip
Subagio, 2013) yang menyebabkan jagung dan lingkungan terhadap penampilan
tersebut memiliki tekstur pulen dan enak vegetatif dan generatif (pertumbuhan) pada
untuk bahan baku konsumsi. Jagung ketan calon varietas jagung ketan pada dua lokasi
umum ditemukan di Indonesia bagian timur di Jawa Timur. Serata bertujuan untuk
seperti Nusa Tenggara, Sulawesi, dan mengetahui genotip unggul pada dua lokasi
beberapa wilayah di bagian Papua (Safuan, di Jawa Timur yang dapat dijadikan sebagai
et al, 2014). Jawa timur bukan daerah calon varietas hibrida.
sentra produksi jagung ketan, namun
408
nyata pada variabel lebar daun, panjang memiliki interaksi antar lokasi pengamatan
malai, umur silking, dan umur panen, serta dikarenakan pada variabel tersebut terjadi
tidak berbeda nyata pada variabel jumlah ketika terdapat peningkatan hasil melebihi
daun. Interaksi antara genotip dan genotip uji yang lain (mengalami
lingkungan yang nyata mengindikasikan peningkatan pada semua genotip uji) pada
bahwa lokasi uji berpengaruh nyata seluruh lokasi uji, yang dibuktikan dengan
terhadap genotip uji (Priyanto, 2017), nilai gradien yang berbeda pada hasil di
sehingga akan berpengaruh terhadap setiap lokasi uji. Hal tersebut sesuai dengan
penampilan dikarenakan perbedaan respon pernyataan (Baye, 2011), bahwasannya
genotip terhadap masing-masing lokasi. terdapat dua kemungkinan tidak terdapat
Keempat variabel yang memiliki interaksi antara genotip dan lingkungan.
interaksi tersebut dapat memberikan Pertama apabila terdapat interaksi yang
dampak terhadap penampilan fisik tanaman terjadi ketika suatu genotip konsisten
maupun karakter hasil yang disesuaikan menunjukkan keragaan yang baik
dengan lingkungan budidaya. Hal tersebut dibandingkan dengan genotip uji yang lain
terjadi dikarenakan lingkungan ikut andil pada lingkungan uji, dan yang kedua terjadi
dalam peran pertumbuhan pada suatu ketika terdapat peningkatan hasil melebihi
tanaman. Pernyataan tersebut sesuai genotip uji yang lain (mengalami
dengan (Kuswanto, 2006), bahwa apabila peningkatan pada semua genotip uji di
terdapat interaksi antara genotip dan seluruh lokasi)
lingkungan (bernilai nyata) maka pada tiap- Penelitian yang dilakukan oleh
tiap genotip memberikan tampilan yang (Cucolotto et al., 2007), bahwa adanya
berbeda sesuai dengan lokasi budidayanya. perbedaan respon yang ditampilkan oleh
Nilai koefisien keragaman (CV) setiap genotip menunjukkan adanya
dengan tujuan untuk mengetahui gambaran interaksi antara genotip dan lingkungan
keragaman yang terdapat dalam suatu terhadap pertumbuhan dan perkembangan
populasi percobaan (Hanief, 2017), Nilai CV tanaman, serta memberikan dampak
(Tabel 1) pada berbagai variabel penelitian penampilan yang tidak stabil pada berbagai
berkisar pada rentang 1.40% (umur silking) lingkungan. Lingkungan tumbuh tanaman
hingga 5.73% (umur panen). (Kwanchai dan akan berpengaruh terhadap penampilan dari
Gomez, 1995) menyatakan bahwa dalam tanaman. Hal tersebut terbukti dalam
suatu percobaan lapang memiliki nilai bebegara genotip uji yang telah dilakukan
koefisien keragaman dibawah 20 persen. pengujian pada lokasi yang berbeda,
Variabel pengamatan lain yang tidak bahwasanya terdapat perbedaan rerata tiap
memiliki interaksi antara genotip dan variabel pengujian, penampilan tanaman
lingkungan meliputi tinggi tanaman, yang dihasilkan dari kedua lokasi juga
diameter batang, tinggi letak tongkol, menunjukkan perbedaan, dan berbagai
panjang daun, jumlah daun, dan anthesis fenotip lainnya yang berbeda akibat adanya
silking interval. Variabel tersebut tidak faktor lingkungan.
Tabel 2. Rekapitulasi Uji Lanjut (BNJ 0.05) Nilai Rerata Karakter Pertumbuhan yang
memiliki Interaksi antara Genotip dan Lingkungan
Genotip LD PM US UP
Uji C-L S-P C-L S-P C-L S-P C-L S-P
10.46 c 8.82 czz 33.37 ab 48.88 b 50.00 bc 48.03 b 75 a 74 b
JPM 01
B A A B B A B A
07.64 b 8.04 abc 35.60 bz 38.54 a 51.27 cz 53.23 d 75 a 74 b
JPM 02
A A A B A B B A
10.63 c 8.48 bcz 42.27 cz 37.33 a 56.93 dz 58.63 e 80 c 84 c
JPM 03
B A B A A B A B
07.38 b 8.15 abc 32.67 ab 47.68 b 56.20 dz 54.43 d 77 b 74 b
JPM 04
A B A B A B B A
07.66 b 8.31 abc 30.83 az 39.50 a 50.17 bc 51.00 c 77 b 74 b
JPM 05
A A A B A A B A
07.64 b 7.71 abz 30.67 az 35.64 a 49.03 bz 48.43 b 77 b 74 b
JPM 06
A A A B A A B A
06.18 a 7.35 azz 32.87 ab 44.45 b 41.03 az 46.10 a 75 a 73 a
KUMALA
A B A B A B B A
BNJ 0.05 2.50
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf besar merupakan hasil uji lanjut tiap lokasi, sedangkan
angka yang diikuti dengan huruf kecil merupakan hasil uji lanjut antar lokasi.
LD: Lebar Daun. PM: panjang Malai. US: Umur Silking. UP: Umur Panen. C-L: Lokasi
Penelitian Candipuro – Lumajang. S-P: Lokasi Penelitian Suru – Ponorogo. BNJ: Beda
Nyata Jujur dengan taraf 0.05.
12,00
(cm)
Lumajang
4,00
2,00 Ponorogo
0,00
1 2 3 4 5 6 7
Genotip Uji
Gambar 1 Diagram Batang Rerata Lebar Daun (cm) pada Dua Lokasi
Keterangan: Genotip Uji 1): JPM 01. 2): JPM 02. 3): JPM 03. 4): JPM 04. 5): JPM 05 6): JPM 06. 7):
Kumala
Penampilan rerata panjang malai 04, JPM 05, JPM 06, dan Kumala dan
(Gambar 2) pada dua lokasi penelitian berdasarkan hasil uji lanjut BNJ 0.05,
menunjukkan bahwa di lokasi uji Lumajang, genotip tersebut lebih baik ditanam di lokasi
JPM 3 memiliki nilai rerata tertinggi, Kumala dengan agroklimat seperti Suru. Penampilan
memiliki nilai rerata terendah. Sedangkan di rerata panjang malai pada tiap lokasi,
Ponorogo, JPM 1 memiliki nilai rerata lebar genotip JPM 03 memberikan nilai rerata
daun tertinggi dan Kumala memiliki nilai panjang malai terbaik di lokasi Candipuro
rerata lebar daun terendah. Penampilan dikarenakan nilai rerata diikuti dengan huruf
rerata panjang malai berdasarkan hasil uji yang berbeda, sedangkan genotip JPM 01,
lanjut BNJ 0.05 (Tabel 2). Perbandingan JPM 04, dan Kumala menunjukkan nilai
penampilan panjang malai pada dua lokasi, rerata terunggul di lokasi Suru karena nilai
Candipuro - Lumajang memiliki nilai rerata rerata diikuti dengan huruf yang berbeda.
panjang malai terbaik pada genotip JPM 03 (Hamidah, 2011), menyatakan bahwa malai
dan berdasarkan hasil uji lanjut BNJ 0.05, merupakan organ jantan pada tanaman
genotip tersebut lebih baik ditanam pada jagung yang berisi polen, semakin dekat
lokasi dengan agroklimat seperti Candipuro. posisinya dengan silk maka tingkat
Sedangkan penampilan panjang malai di keberhasilan persilangan akan semakin
lokasi Suru - Ponorogo memiliki nilai rerata tinggi.
terbaik pada genotip JPM 01, JPM 02, JPM
50,00
Rerata Panjang Malai
40,00
30,00
(cm)
20,00 Lumajang
10,00 Ponorogo
0,00
1 2 3 4 5 6 7
Genotip Uji
Gambar 2 Diagram Batang Rerata Panjang Malai (cm) pada Dua Lokasi
Keterangan: Genotip Uji 1): JPM 01. 2): JPM 02. 3): JPM 03. 4): JPM 04. 5): JPM 05 6): JPM 06. 7):
Kumala
412
60,00
(HST)
30,00
Lumajang
20,00
10,00 Ponorogo
0,00
1 2 3 4 5 6 7
Genotip Uji
Gambar 3 Diagram Batang Rerata Umur Silking (HST) pada Dua Lokasi
Keterangan: Genotip Uji 1): JPM 01. 2): JPM 02. 3): JPM 03. 4): JPM 04. 5): JPM 05 6): JPM
06. 7): Kumala
100
Rerata Umur Panen
80
60
(HST)
40 Lumajang
20 Ponorogo
0
1 2 3 4 5 6 7
Genotip Uji
Gambar 4 Diagram Batang Rerata Umur Panen (HST) pada Dua Lokasi
Keterangan: Genotip Uji 1): JPM 01. 2): JPM 02. 3): JPM 03. 4): JPM 04. 5): JPM 05 6): JPM
06. 7): Kumala
Kegiatan pengamatan umur silking baik ditanam pada lokasi dengan agroklimat
dilakukan ketika tanaman sudah memasuki seperti Candipuro. Sedangkan penampilan
fase pengeluaran silk dengan jumlah 50% umur silking di lokasi Suru - Ponorogo
dari seluruh tanaman populasi. Penampilan memiliki nilai rerata terbaik pada genotip
rerata umur silking (Gambar 3) di Lokasi uji JPM 02, JPM 03, JPM 04, serta Kumala dan
Lumajang, JPM 03 memiliki niai rerata berdasarkan hasil uji lanjut BNJ 0.05,
panjang malai tertinggi dan JPM 05 memiliki genotip tersebut lebih baik ditanam di lokasi
rerata genotip uji terendah. Lokasi uji dengan agroklimat seperti Suru. Penampilan
Ponorogo, JPM 01 memiliki rerata panjang rerata umur silkingi pada tiap lokasi, genotip
malai tertinggi, dan JPM 06 memiliki nilai JPM 03 dan JPM 04 memberikan nilai rerata
rerata terendah. Pada dua lokasi penelitian umur silking terbaik di lokasi Candipuro
menunjukkan adanya perbedaan dikarenakan nilai rerata diikuti dengan huruf
berdasarkan hasil uji lanjut BNJ 0.05 (Tabel yang berbeda, sedangkan genotip JPM 03
2), Perbandingan penampilan umur silking menunjukkan nilai rerata terunggul di lokasi
pada dua lokasi, Candipuro - Lumajang Suru karena nilai rerata diikuti dengan huruf
memiliki nilai rerata umur silking terbaik yang berbeda. (Surtinah, 2008),
pada genotip JPM 01 dan berdasarkan hasil menyatakan bahwa umur silking yang
uji lanjut BNJ 0.05, genotip tersebut lebih
413
Rejeki. 2006. Uji Adaptasi Kacang Suarni, and Herman Subagio. 2013.
Panjang (Vigna Sesquipedalis L. Potensi Pengembangan Jagung Dan
Fruwirth) Galur Unibraw. Jurnal Sorgum Sebagai Sumber Pangan
Habitat XVII (2): 103–17. Fungsional.Potensi Pengembangan
Parolin, Pia. 2010. Morphology andac Jagung Dan Sorgum Sebagai Sumber
Anatomy of Leaves. Amazonian Pangan Fungsional. Jurnal Litbang
Floodplain Forests 210(1): 179–202. Pertanian 38(1): 47–55.
Priyanto, B. S., Slamet. B., Efendi. R., Suarni, M. Aqil, dan Herman, S. 2019.
Bunyamin. Z., Azrai M dan Syakir. Potency of Waxy Corn Development
M. 2017. Evaluasi Stabilitas Hasil to Support Food Diversification.
Jagung Hibrida Menggunakan Jurnal Penelitian Dan
Metode Genotype and Genotype by Pengembangan Pertanian 38(1):1.
Environment Interaction Biplot (GGE Sugiharto, A. N., Nugraha, A. A., Waluyo,
BIPLOT). Jurnal Penelitian Pertanian B., and Ardiarini, N. R. 2018.
Tanaman Pangan. 1(2): 97-104. Assessment of Combining Ability and
Rouf, A. B., Annas, Z., Dahlan, W., dan Performance in Corn For Yield and
Yusuf, M. 2010. Pengkajian Yield Components. Bioscience
Pemurnian Benih Jagung Pulut Di Research 15(2): 367–74.
Provinsi Gorontalo. Prosiding Pekan Surtinah. 2008. Waktu Panen Yang Tepat
Serealia Nasional. pp 978–79. Menentukan Kandungan Gula Biji
Safuan L.O., D. Boer, T. Wijayanto dan N. Jagung Manis (Zea Mays
Susanti. 2014. Analisis variabilitas Saccharata). Jurnal Ilmiah Pertanian
kultivar jagung pulut (Zea mays 4(1): 5–7.
Ceretina Kulish) lokal Sulawesi Syukur, M., S. Sujiprihati, and R. Yunianti.
Tenggara. Jurnal Agrotekno 4(2): 2015. Teknik Pemuliaan Tanaman
108112. (Edisi Revisi). Jakarta: Penebar
Swadaya. Pp 121 – 130.