Anda di halaman 1dari 6

Nuarisa Efrata Siagian

07021281924083
Sosiologi/2019
Sosiologi Keluarga
Gita Isyanawulan S.Sos, MA

1. Kerjakan menurut pendapat kalian sendiri, tentang :


A. Keluarga harmonis seperti apa
Jika ditanya bagaimana keluarga harmonis menurut saya, saya memiliki banyak
definisi tentang hal itu. Namun pada intinya menurut saya keluarga yang
harmonis adalah keluarga dimana setiap anggotanya merasa diterima, mendapat
kasih sayang, dan dapat menjadi diri mereka sendiri di tengah keluarga itu.
Keluarga yang harmonis juga dapat berarti keluarga yang semampu - mampunya
memenuhi fungsi - fungsi pokok keluarga seperti fungsi afeksi, sosialisasi,
proteksi, dan sebagainya. Keharmonisan ini akan terbentuk apabila setiap anggota
keluarga melaksanakan peranan sesuai statusnya masing - masing. Dengan pola
hubungan partnership yang baik dalam keluarga, itu juga mendukung suasana
keluarga yang kondusif.
Namun keluarga seharmonis apapun itu, pasti tetap akan ada konflik. Jadi tidak
dapat dijadikan indikator bahwa keluarga yang harmonis adalah keluarga yang
tidak berkonflik. Konflik akan tetap ada, namun selalu dapat terselesaikan dengan
baik. Konflik yang terjadi juga selalu memiliki dampak positif bagi keluarga
tersebut.

B. Menikah muda
Menurut saya, menikah muda sangatlah tidak baik. Mengutip dari detik.com,
BKKBN menyatakan bahwa, “umur ideal untuk menikah bagi perempuan, yakni 21
tahun atau lebih. Pasalnya, bila di bawah usia tersebut dikhawatirkan berisiko pada
kesehatannya. Sementara, umur ideal laki-laki untuk menikah yakni di angka 25
tahun. Usia tersebut dinilai tepat karena sudah matang dan dapat berpikir secara
dewasa.” Menurut saya apabia pernikahan dilaksanakan dengan salah satu pihak
masih terlalu muda, atau mungkin kedua - duanya masih terlalu muda, itu
berpengaruh pada banyak hal.
1. Bagi perempuan yang nantinya akan melahirkan, pada usia muda tubuhnya belum
terlalu matang untuk itu. Tak jarang ketika perempuan yang masih terlalu muda
melahirkan, ada salah satu yang tidak selamat. Entah Ibu atau bayi, atau misal
kerusakan rahim pada Ibu setelah melahirkan.
Mengutip dari halodoc.com, “Survei SDKI 2012 juga menyebut bahwa persalinan
pada ibu di bawah usia 20 tahun memiliki kontribusi dalam tingginya angka kematian
dalam persalinan. Bahkan survei yang sama menyebut bahwa risiko kematian pada
ibu di bawah usia 20 tahun jauh lebih tinggi dibanding pada ibu usia 20-39 tahun.”

2. Belum matang secara finansial. Menurut saya, dalam membangun keluarga, sisi
finansial adalah hal yang perlu dipertimbangkan baik - baik. Apabila pasangan
menikah terlalu terburu - buru, dalam usia terlampau muda, mungkin saja sisi
finansialnya belum tercukupi. Atau ayah sebagai pecari nafkah ternyata masih
serabutan dalam bekerja dan belum ada pekerjaan tetap. Ini nantinya akan
memunculan masalah - masalah dalam keluarga itu sendiri, karena kebutuhan
keluarga itu sangat banyak; biaya makan sehari - hari, air, listrik, sekolah, dan
sebagainya.
3. Belum matang secara kepribadian. Saya sangat percaya, tujuan dari dibatasinya
umur minimum menikah adalah juga karena pertimbangan sisi kestabilan kepribadian,
karena jika pernikahan tidak disandingkan dengan kestabilan kepribadian, emosi dan
sebagainya, maka ketika dihadapkan pada masalah - masalah yang nantinya akan
muncul, pasangan tersebut akan terus - menerus dihadapkan pada konflik yang tak
berujung. Terlebih ketika mereka akhirnya akan memiliki anak, jika dari orang tua
saja tidak dapat menjalankan pola hubungan yang baik, tentu berimbas kepada sang
anak. Anak tidak akan mendapat sosialisasi yang sempurna sebagaimana seharusnya
sosialisasi pertama itu harus dilaksanakan oleh keluarga. Ketidakmampuan orang tua
untuk mendidik anaknya akan membuat anak nantinya tumbuh menjadi pribadi yang
tidak stabil juga, memberontak, atau bahkan melakukan kenakalan - kenakalan remaja
yang berlangsung terus - menerus dan membahayakan.
4. Rentan terhadap perceraian. Mengutip dari beritasatu.com,"Pasangan muda
biasanya belum bisa mempersiapkan kehidupan keluarga, sehingga rentan terjadi
perceraian," kata Dwi Listyawardhini, selaku Plt Deputi, Bidang Pengendalian
Penduduk, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Ketidakmampuan pasangan menjalankan hubungan keluarga dengan baik, jelas
kian lama akan menimbulkan konflik demi konflik yang berujung pada perceraian
jika tidak diatasi dengan baik.
Namun kembali lagi kepada pasangan tersebut, terkadang umur tidak menjadi
indikator baik buruknya sebuah hubungan. Jika pasangan tersebut masih
tergolong muda namun secara mental, finansial dan kesehatan baik, bukannya
tidak mungkin hubungan tersebutpun dapat berjalan dengan baik. Pada realitanya
di Indonesia, setidaknya ada kemungkinan untuk pasangan - pasangan muda
sukses dalam berkeluarga. Sekalipun secara umur tergolong muda, namun jika
sudah ada sisi dewasa dari kedua belah pihak, tidak egois, dan mementingkan
hubungan daripada kesenangan pribadi, hubungan tersebut akan tumbuh dengan
baik pula.

C. Resiko bagi laki-laki yang melakukan poligami, dan bagi perempuan yang
melakukan poliandri.

Menurut saya, ada banyak resiko bagi pasangan yang memilih untuk tidak
menjalankan hubungan monogami seperti pada umumnya. Misalnya seperti
pertama, resiko kesehatan baik bagi laki - laki yang berpoligami maupun
perempuan yang berpoliandri. Masalah kesehatan yang mungkin timbul tidak
hanya perihal kesehatan reproduksi saja, namun dapat merembet ke masalah
kesehatan lainnya.

"Pria yang poligami memiliki risiko dua sampai empat kali lebih tinggi terkena
penyakit jantung (dibandingkan pria monogami)," kata studi terbaru melansir
laman Standar Digital, Minggu (9/7/2017).

Bagi pasangan yang tidak menjalankan monogami, menurut saya akan merasakan
kesulitan dalam hal ekonomi jika benar - benar tidak siap, dan juga sulit untuk
melaksanakan pola sosialisasi yang baik terhadap anak. Namun jika ditarik ke ranah
agama, saya beragama Kristen dan secara tegas pernikahan poligami ataupun
poliandri itu dilarang, sehingga saya pribadi tidak menyutujuinya. Saya memang
kurang mengetahui mengenai ajaran di agama lain, namun saya sangat percaya
kalaupun poligami dan poliandri itu diperbolehkan dalam suatu agama, pasilah harus
ada hal - hal yang terpenuhi sebelum melaksanakannya. Semisal orang tersebut
haruslah sudah matang secara emosi dan kepribadiannya, secara finansial, dan
sebagainya. Jadi tidak sembarangan poligami dan poliandri itu dapat dilaksanakan.
d. Menikah siri

Mengenai menikah siri, menurut pendapat saya sendiri saya benar - benar tidak
menyetujuinya. Menurut saya, menikah siri tidak akan memberikan keuntungan
nantinya, karena pernikahan jenis ini tidak memiliki kekuatan hukum sama sekali.
Pasangan yang menikah siri tidak memiliki buku nikah, sehingga akan sulit untuk
membuat kartu keluarga. Pun ketika memiliki anak nantinya, akan sulit pula
untuk mendapatkan akta lahirnya, sementara untuk memasuki jenjang pendidikan,
surat - surat keluarga dan akta harus lengkap. Selain kesulitan di bidang
administrasi, jika terjadi suatu masalah dalam keluarga tersebut, keluarga tersebut
tak memiliki payung hukum. Semisal terjadi kekerasan dalam rumah tangga,
maka akan sulit untuk dibawa ke ranah hukum, karena pernikahan tersebut hanya
disahkan secara agama dan tidak sah secara hukum. Karena itulah, pernikahan ini
tergolong lemah perlindungan dan banyak sekali resikonya.

Pernikahan adalah sesuatu yang sakral, bukan hanya menyatukan dua insan, tetapi
juga menyatukan dua belah pihak keluarga, untuk itu pernikahan tidak boleh main
- main. Jika seseorang benar - benar serius ingin membangun sebuah keluarga,
maka menurut saya pernikahan tersebut harus benar - benar sah, baik secara
agama maupun hukum.

2. Cari video di youtube mengenai fenomena perceraian, lalu analisa video


tersebut & dikaitkan dengan teori dalam sosiologi yang telah kalian pelajari
Ketik & beri referensi.

https://www.youtube.com/watch?v=hJxKmgp07D8&feature=youtu.be

Fenomena perceraian yang saya angkat adalah perceraian Ahmad Dhani dan Maia
Estianty. Berdasarkan kabar yang beredar di media massa, perceraian tersebut konon
disebabkan karena adanya pihak ketiga, yaitu Mulan Jameela. Namun beberapa
sumber juga mengatakan bahwa sebenarnya Maia pun memiliki orang ketiga di balik
hubungannya dengan Ahmad Dhani, yaitu sebuah pimpinan TV swasta terkenal di
Indonesia, hal itu yang akhirnya menjadi bukti bagi hakim untuk memutuskan hak
asuh jatuh kepada Ahmad Dhani, pun Maia tidak mendapat harta gono - gini. Proses
perceraian keduanya berlangsung lama, karena kedua pihak saling menuntut dan tidak
mau mengalah. Saat itu, keduanya sudah dikaruniai 3 orang laki - laki. Berita yang
tersebar memang simpang siur, sebagian masyarakat memihak pada satu pihak,
begitupun sebaliknya. Namun yang jelas, hubungan tersebut usai karena adanya orang
ketiga.

Hal ini saya kaitkan dengan teori struktural Fungsional. Dalam keluarga, seharusnya
dalam keluarga pun, teori ini deterapkan. Teori ini mengatakan bahwa dalam suatu
sistem ada sebuah struktur dimana setiap sub-subnya memiliki fungsi masing-masing.
Jika ada satu sub yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, maka akan terjadi
kesulitan, Menurut saya inilah yang terjadi pada sistem hubungan di keluarga
keduanya. Jika keduanya paham akan fungsi dan peranan masing - masing dalam
keluarga, harusnya hal semacam ini tidak terjadi.
Daftar Pustaka

https://news.detik.com/berita/d-4750650/umur-ideal-untuk-menikah-
menurut-bkkbn-uu-perkawinan-dan-islam

https://www.halodoc.com/hamil-di-usia-remaja-tingkatkan-angka-
kematian-ibu

https://www.beritasatu.com/nasional/521344/nasional/521344-bkkbn-
pernikahan-dini-picu-tingginya-angka-perceraian

https://www.liputan6.com/health/read/3016587/risiko-kesehatan-pria-
yang-lakukan-poligami

Anda mungkin juga menyukai