Disusun Oleh :
Disusun oleh :
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
1. Bapak Andi Syaiful Amal, Ir., MT, IPM, ASEAN Eng. selaku dosen pembimbing
tugas besar Perencanaan Perkerasan Jalan
2. Bapak Ir. Alik Ansyori Alamsyah, MT. selaku dosen pengampu mata kuliah
Perencanaan Perkerasan Jalan
3. Rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak membantu hingga
terselesaikannya laporan tugas besar ini.
Akhirnya penyusun berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi
penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Penyusun berharap
akan adanya kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan tugas besar ini.
iii
Daftar Isi
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
BAB I
PENDAHULUAN
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
BAB I
PENDAHULUAN
3.1. Latar Belakang
Prasarana perhubungan terdiri dari prasarana perhubungan darat, laut,
maupun udara. Ketiga prasarana tersebut tentunya memiliki fungsi masing-
masingdalam menunjang keberhasilan pembangunan. Salah satu prasarana
perhubungan darat yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam
pembangunan suatudaerah adalah jalan raya. Jalan merupakan jalur dimana
masyarakat mempunyai hak untuk melewati tanpa diperlukannya izin khusus
untuk itu. Jalan diklasifikasikan berdasarkan lembaga pengelolanya, seperti
dewan daerah yang bertugas memeliharanya. (Sukirman Silvia,1995)
Jalan merupakan infrastruktur yang menghubungkan satu daerah dengan
daerah yang lain yang sangat penting dalam sistem pelayanan masyarakat.
(Wirahadikusumah, 2007). Lapis perkerasan jalan berfungsi untuk menerima
beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapis di bawahnya kemudian
diteruskan ke timah dasar. Berdasarkan bahan pengikatnya, lapis perkerasan
jalan dibagi menjadi dua kategori yaitu lapis perkerasan lentur dan lapis
perkerasan kaku.
Dua jenis perkerasan yang biasa digunakan yaitu perkerasan lentur yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya dan perkerasan kaku yang
menggunakan semen sebagai bahan pengikat agregat. Adapun agregat
sebagai komponen utama dari perkerasan jalan raya ini terdiri dari agregat
kasar dan agregat halus yang mempunyai proporsi masing-masing sesuai
dengan spesifikasi yang digunakan. Agregat kasar merupakan agregat yang
terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah yang bersih, kering, kuat, awet, dan
bebas dari bahan lain yang akan mengganggu, serta agregat halus merupakan
pasir alam atau pasir buatan yang bebas dari gumpalan-gumpalan lempung
dan merupakan butiran yang bersudut tajam dan mempunyai permukaan
yang kasar. Agregat kasar berupa batu pecah umumnya didapat dari hasil
pemecahan batu-batu berukuran besar oleh alat pemecah batu (stone
crusher).
yang berpengaruh terhadap daya dukung lapisan permukaan jalan dan aspal
sebagai bahan pengikat agregat agar lapisan perkerasan kedap air.
Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu
berkisar antara 90-95% berdasarkan persentase beratnya. Daya dukung dan
stabilitas lapisan permukaan jalan ditentukan darisifat-sifat,bentukbutir,dan
gradasi agregatnya. Namun untuk mendapatkan agregat yang memenuhi
syarat sulit dilakukan jika agregat diambil langsung dari alam (quarry).
Sehingga untuk mendapatkan bentuk butiran agregat yang diharapkan yaitu
minimal mendekati gradasi yang memenuhi untuk campuran aspal
diperlukan pengolahan material dari alam (quarry) lebih lanjut dengan
menggunakan alat/mesin pemecah batu (stone crusher).
Dalam pekerjaan perbaikan perkerasan jalan, dikenal dua istilah yaitu
pemeliharaan dan reabilitasi. Untuk tebal lapis tambah (overlay) dilakukan
dengan pemeliharaan berkala. Saat ini, pemeliharaan dan reabilitasi di
Indonesia belum dapat berjalan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh
semakin luasnya jaringan jalan, terbatasnya dana pemerintah untuk
pemeliharaan jalan di Indonesia, dan keterbatasan kemampuan pengujian
laboratorium untuk mendapatkan parameter ukur evaluasi jalan secara
praktis dilapangan. Pada permasalahan ini dibutuhkan suatu sistem yang
mampu mengevaluasi jaringan jalan secara baik, mulai dari tahap penilaian
hingga reabilitasi agar jalan memiliki umur layanan yang lebih lama. Sistem
ini disebut sebagai sistem manajemen perkerasan jalan (Road Management
System, RMS).
Shanin (1994) merumuskan bahwa salah satu prinsip yang utama dalam
sistem perkerasan jalan raya adalah kemampuan untuk menilai keadaan
kekuatan perkerasan jalan pada masa kini dan memprediksi kekuatannya
pada masa depan. Kekuatan struktur perkerasan jalan dapat diketahui dengan
cara mengukur nilai modulus (E) dan ketebalan perkerasan setiap lapisnya
(H). Kedua parameter tersebut selain dapat digunakan 2 untuk menentukan
kapasitas beban yang dapat dilayani, keduanya juga dapat digunakan untuk
pemilihan serta perancangan sistem reabilitasi yang tepat. Ada dua metode
untuk memonitor kualitas bahan danmenilai kondisi struktur jalan.
3.2. Maksud
Maksud dari penyusunan Tugas Besar Geometrik Jalan adalah
sebaga isyarat kelulusan mata kuliah Geometrik Jalan atau Perencanaan
Perkerasan Jalan serta sebagai syarat untuk melakukan Praktek Kerja Nyata
( PKN ).
1.1. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Geometrik Jalan
Perencanaan geometrik jalan adalah suatu perencanaan rute dari
suatu jalan secaralengkap, menyangkut beberapa komponen jalan yang
dirancang berdasarkan kelengkapan data dasar, yang didapat dari hasil
survey lapangan, kemudian dianalisis berdasarkan acuan persaratan yang
berlaku (modul jalan raya 1, 2012).
Selain itu, Perencanaan geometrik jalan dapat juga diartikan
sebagai suatu bagian dari perencanaan konstrusi jalan dimana geometrik
atau dimensi yang nyatadari suatu jalan beserta bagian-bagian disesuaikan
dengan tuntutan serta sifat-sifat lalu lintasnya. Perencanaan tersebut
disesuaikan dengan persyaratan parameter pengendara,kendaraan danlalu
lintas. Parameter tersebutmerupakan penentu tingkat kenyamanan dan
keamanan yangdihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan (Silvia
Sukirman, 1999).
Faktor – faktor yang mempenegaruhi perencanaan geometrik jalan
raya adalah kelas jalan, kecepatan rencana, keadaan topografi, standar
perencanaan, penampang melintang, volume lalu lintas, keadaan topografi.
• Keadaan Geologi
Keadaan Geologi dari daerah yang akan dilalui, harus diperhatikan
juga karena banyak fakta yang menunjukan adanya bagian jalan yang rusak
akibat pengaruh keadaan geologi. Dengan adanya data yang menyatakan
keadaan geologi permukaan medan dari daerah yang akan dibuat, dapat
dihindari daerah yang rawan. Contohnya adalah adanya bagian jalan yang
patah atau longsorsebagai akibat dari tidak adanya data geologi saat jalan
direncanakan.(RSNI. T-14-2004).
Lc = 0,01745 𝛽 Rc
Dengan :
R = Jari - jari lengkung minimum (m)
𝛽 = Sudut tangen
𝐸𝑐 = Jarak PI ke lengkung peralihan (m)
𝐿𝑐 = Panjang bagian tikungan (m)
𝑇𝑐 = Jarak anatara TC dan PI (m)
L = Lc + 2Ls
𝐿𝑥 2
p = 40𝑅𝑐 2 − 𝑅𝑐 (1 − cos 𝜃𝑠)
𝐿𝑥 2
k = 𝐿𝑠 − 40𝑅𝑐 2 − 𝑅𝑐 𝑠𝑖𝑛 𝜃𝑠
Ts = (Rc + p) tan ½ 𝛽 + k
Es = (Rc + p) sec ½ 𝛽 – Rc
Dengan:
Rc = jari – jari lengkung yang direncanakan (m)
𝛽 = sudut tangen
𝜃𝑠 = sudut putar
𝐸𝑠 = jarak PI ke lengkung spiral (m)
𝐿𝑐 = panjang lengkung circle (m)
Kontrol:
Lc > 20 mL > 2Ts
Jika L < 20 m, gunakan jenis tikungan spiral-spiral.
p = p * × Ls (2.17)
k = k * × Ls (2.18)
∆
Ts = (R + p) tan 2 + k (2.19)
∆
Es = (R + p) tsec 2 + R (2.20)
3. Superelevasi
Penggambaran superelevasi dilakukan untuk mengetahui
kemiringan- kemiringan jalan pada bagian tertentu yaitu berfungsi
untuk mempermudah dalam pelaksanaan pengerjaan.
a. Superelevasi dapat dicapai secara bertahap dari kemiringan
melintang normal pada bagian jalan yang lurus sampai kemiringan
penuh (superelevasi) pada bagian lengkung,
b. Pada tikungan spiral-circle-spiral, pencapaian superelevasi
dilakukan secara linier, diawali dari bentuk normal sampai
lengkung peralihan (S) yang berbentuk pada bagian lurus jalan,
lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh pada akhir bagian
lengkung peralihan.
c. Pada tikungan full circle, pencapaian superelevasi dilakukan
secaralinier, diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai
dengan bagian lingkaran penuh sepanjang 1/3 Ls.
Pada tikungan spiral-spiral. Pencapaian superelevasi seluruhnya
dilakukan pada bagian spiral
e. Superelevasi tidak diperlukan jika ruas cukup besar, untuk itu
cukup lereng luar diputar sebesar lereng normal (LP), atau bahkan
tetap lereng normal (LN)
1. Pencapaian superelevasi
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang
berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima pada saat
berjalan melalui tikungan pada kecepatan VR. Superelevasi dicapai
secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada bagian jalan
yang lurus sampai kemiringan penuh (Superelevasi) pada bagian
lengkung.
Pada tikungan S-C-S, pencapaian superelevasi dilakukan secara
linier, diawali dari bentuk normal ( ) sampai awal lengkungan
peralihan (TS) yang berbentuk ( ) pada bagian lurus jalan, lalu
dilanjutkan sampai superelevasi penuh ( ) pada akhir pada bagian
lengkungan peralihan (SC).
Metode atau tata cara untuk melakukan superelevasi, yaitu dengan
mengubah lereng potongan melintang, dilakukan dengan bentuk
profildari tepi perkerasan yang dibundarkan, tetapi disarankan cukup
untuk mengambil garis lurus saja.
Ada tiga cara untuk mendapatkan superelevasi yaitu:
a. Memutar perkerasan jalan terhadap profil sumbu.
b. Memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah dalam.
c. Memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah luar.
Gambar 2.9 Panjang Lengkung Peralihan (Ls) minimum & Superelevasi (e)
untuk Jalan Antar Kota (Bina Marga)
Gambar 2.10 Panjang Lengkung Peralihan (Ls) minimum & Superelevasi (e)
untuk Jalan Antar Kota (AASHTO)
2.5.2 Kelandaian
Untuk menghitung dan merencanakan lengkung vertikal, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Karakteristik Kendaraan Pada Kelandaian
Hampir seluruh kendaraan penumpang dapat berjalan dengan
baik dengan kelandaian 7-8 % tanpa adanya perbedaan
dibandingkan dengan bagian datar. Pengamatan menunjukkan
bahwa mobil penumpang pada kelandaian 3% hanya sedikit sekali
pengaruhnya dibandingkan dengan jalan datar. Sedangkan untuk
truk, kelandaian akan lebih besar pengaruhnya.
2. Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimum berdasarkan pada kecepatan truk yang
bermuatanpenuh mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang
dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi
rendah.
3. Kelandaian Minimum
Pada jalan yang menggunakan kreb pada tepi perkerasannya
perlu dibuatkelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan saluran
kemiringan melintang jalan dengan kreb hanya cukup untuk
mengalirkan air ke samping.
4. Panjang Kritis Suatu Kelandaian
Panjang kritis ini diperlukan sebagai batasan panjang
kelandaian maksimum agar pengurangan kecepatan kendaraan
tidak lebih banyak dari separuh VR, lama perjalanan pada
panjang kritis tidak lebih dari satu menit.
Tabel 2.8 Panjang Kritis (m)
Panjang L, berdasarkan Jh
𝐴.𝐽ℎ
Jh < L, maka : L = (2.26)
399
399
Jh > L, maka : L 2Jh = (2.27)
𝐴
Panjang L, berdasarkan Jd
𝐴.𝐽𝑑
Jd < L, maka : L = (2.28)
840
840
Jd > L, maka : L 2Jd = (2.29)
𝐴
Jh > L, maka :
A.Ih2
L = 2 Jh 120+5 Jh (2.31)
b. Profil Memanjang
Profil memanjang ini memperlihatkan kondisi elevasi dari muka
tanah asli dan permukaan tanah dasar jalan yang direncanakan.
Profil memanjang digambarkan dengan menggunakan skala horizontal
1:1000dan skala vertikal 1:100, di atas kertas standar Bina Marga dari
profil memanjang ini merupakan penampakan dari trase jalan
(alinyemen horizontal) yang telah digambarkan sebelumnya. Contoh
gambar profil memanjang dapatdilihat pada gambar 2.16.
dst.
9. Kinerja Perkerasan
Dalam menentukan indeks pelayanan perkerasan lentur pada akhir
umur rencana (IPt), perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi
(Sumber : AASHTO’93)
fungsional jalansebagaimana diperlihatkan pada tabel 2.25 di bawah ini:
Tabel 2.17 Indeks Pelayanan Perkerasan Lentur pada akhir umur rencana
Koefisien
Kekuatan bahan
kekuatan relatif
Modulus Kuat
Stabilitas
elastis tekan
Jenis bahan marshal ITS CBR
(×1000 bebas a1 a2 a3
(MPa) (kg) (KPa) (%)
psi) (kg/cm2)
1. Lapis
permukaan
Laston
modifikasi
- Lapis aus
3200(5) 460 1000 0,414
modifikasi
- Lapis aus
3200(5) 508 1000 0,360
modifikasi
- Laston
- Lataston
2. Lapis
pondasi
- Lapis pondasi
3700(5) 536 2250(2) 0,305
modifikasi
- Lapis pondasi
3300(5) 480 1800(2) 2,90
laston
- Lapis pondasi
2400(5) 350 800
lataston
- Lapis pondasi
0,190
lapen
- CMRFB
(Cold Mix
0,270
Recycling 300
Foam Biutmen)
- Beton padat
5900 850 70(3) 0,230
giling
Keterangan:
pondasi atas dengan modulus resilien lebih dari 40.000 psi atau
sekitar 270 MPa.Untuk kasus tersebut, tebal lapis perkerasan di atas
lapisan yang mempunyai modulus elastis tinggi harus ditentukan
berdasarkan pertimbangan efektivitas biaya serta tebal minimum
yang praktis.
2.10 Pengelolaan Proyek
Manajemen proyek adalah suatu perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian dan koordinasi suatu proyek dari awal hingga berakhirnya
proyek untuk menjaminpelaksanaan proyek secara tepat waktu, tepat biaya
dan tepat mutu.
a. Daftar Harga Satuan Alat dan Upah
Daftar satuan bahan dan upah adalah harga yang dikeluarkan oleh
Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga tempat proyek berada karena tidak
setiap daerahmemiliki standar yang sama. Penggunaan daftar upah ini juga
merupakan pedoman untuk menghitung perancangan anggaran biaya
pekerjaan dan upah yang dipakai kontraktor. Adapun harga satuan dan
upah adalah harga yang termasuk pajak-pajak.
b. Analisa Satuan Harga Pekerjaan
Harga satuan pekerjaan ialah jumlah harga bahan dan upah tenaga
kerja berdasarkan perhitungan analisa. Harga bahan didapat di pasaran,
dikumpulkandalam satu daftar yang dinamakan daftar harga satuan bahan.
Upah tenaga kerja didapat di lokasi, dikumpulkan dan dicatat dalam satu
daftar yang dinamakan daftar harga satuan upah.
Analisa bahan suatu pekerjaan adalah menghitung banyaknya volume
masing- masing bahan serta besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
pekerjaan tersebut.
c. Perhitungan Volume Pekerjaan
Volume pekerjaan adalah jumlah keseluruhan dari banyaknya
(kapasitas) suatupekerjaan yang ada. Volume pekerjaan berguna untuk
menunjukkan banyaknya suatu kuantitas dari suatu pekerjaan agar didapat
harga satuan dari pekerjaan-pekerjaan yang ada di dalam suatu proyek
tersebut.
Keterangan :
a. (Arrow), bentuk ini merupakan anak panah yang artinya
aktivitas atau kegiatan. Simbol ini merupakan pekerjaan
atau tugas dimana penyelesaiannya membutuhkan jangka
waktu tertentu dan resources tertentu. Anak panah selalu
menghubungkan dua buah nodes, arah dari anak-anak
panahmenunjukkan urutan-urutan waktu.
b. (Node/event), bentuknya merupakan lingkaran bulat yang
artinya saat peristiwa atau kejadian. Simbol ini adalah
permulaan atau akhir dari suatu kegiatan.
c. (Double arrow), anak panah sejajar merupakan kegiatan
di lintasan kritis (critical path).
d. (Dummy), bentuknya merupakan anak panah putus-putus
yang artinya kegiatan semu atau aktivitas semu. Yang
dimaksud dengan aktivitas semu adalah aktivitas yang
tidak menekan waktu.
e. 1 = Nomor Kejadian
EET
1 LET
EET (Earliest Event Time) = waktu yang paling cepat yaitu
menjumlahkan durasi dari kejadian yang dimulai dari
kejadian awal dilanjutkan kegiatan berikutnya dengan
mengambil angka yang terbesar. LET (Laetest Event Time)
= waktu yang paling lambat, yaitu mengurangi durasi dari
kejadian yang dimulai dari kegiatan paling akhir
dilanjutkan kegiatan sebelumnya dengan mengambil
angka terkecil.
f. A, B, C, D, E, F, G, H merupakan kegiatan, sedangkan La,
Lb, Lc, Ld, Le, Lf, Lg dan Lh merupakan durasi dari
kegiatan tersebut.
BAB III
PERENCANAAN GEOMETRI JALAN
Tabel 3.1 Titik dan Jaraknya pada Peta
Titik X (m) Y (m)
A 380 1030
1 940 980
2 1330 1180
B 1490 1530
1’ 1310 1860
2’ 910 2050
C 720 2160
702
= 127 × (0,1 + 0,1465)
= 156,52 m
Coba-coba 1:
e = 0,098 = 9,8% ; Rc = 239 m
Lsmin = m (e + en) B
= 125 (0,088 + 0,02) 3,50
= 47,25 m
𝜃𝑠 × 𝜋 × 𝑅𝑐
Ls =
90
1
∆ × π × 239
2
=
90
1
× 147,75 × 𝜋 × 179
2
=
90
= 461,77 m
Ls = VR × 3 dtk
= 70 km/jam × 3 dtk
= 70 m
Dipilih Ls = 461,77 m
LT = 2 × Ls
= 2 × 461,77 m
= 923,55 m
𝐿𝑠2
P = 6𝑅𝑐 − 𝑅𝑐 × (1 − cos 𝜃𝑠)
461,77 2 147,75
= − 179 × (1 − cos )
6 𝑥 179 2
= 69,25 m
𝐿𝑠3
K = 𝐿𝑠 − − 𝑅𝑐 sin 𝜃𝑠
40 × 𝑅𝑐 2
461,773 147,75
= 461,77 − 40 × 1792 − 179 sin ( )
2
= 212,985 m
1
Ts = (𝑅𝑐 + 𝑃) tan 2 ∆ + 𝑘
1
= (179 + 69,25) tan 2 147,75 + 212,985
= 1071,66 m
𝑅𝑐 + 𝑝
Es = 1 − 𝑅𝑐
cos ∆
2
179 + 69,25
= 1 − 179
𝑐𝑜𝑠 147,75
2
= 714,84 m
702
= 0,694 × 70 + 0,004 × 0,31
= 111,80 m
Syarat untuk persamaan rumus E , Jh (𝟏𝟏𝟏, 𝟖𝟎 m) < Lt (𝟔𝟗𝟕, 𝟑𝟒𝟒 m)
90° × 𝐽ℎ
E = 𝑅𝑐 × { 1 − 𝐶𝑜𝑠 ( 𝜋 × 𝑅𝑐 )}
90 × 111,80
=179 × { 1 − 𝐶𝑜𝑠 ( )}
𝜋 × 179
=𝟖, 𝟔𝟓𝟕 m
702
= 127 × (0,1 + 0,146)
= 156,52 m
Coba-coba 1 :
e = 0,079 = 7,9% ; Rc = 286 m ; Ls’ = 60 m
90 × 𝐿𝑠
θs =
𝜋 × 𝑅𝑐
90 × 70
=
𝜋 × 286
= 6,007°
Δc = 𝛥 − 2 × θ𝑠
= 38,29 − 2 × 6,007°
= 26,274 °
26,274 × 𝜋 × 286
=
180
= 131,087 m
Lt = 𝐿𝑐 + 2 × 𝐿𝑠
= 131,087 + 2 × 60
= 251,087 m
𝐿 2
P = 6 ×𝑠 𝑅 − 𝑅𝑐 × {1 − 𝐶𝑜𝑠 (𝜃𝑠 )}
𝑐
602
= 6 × 286 − 286 × {1 − 𝐶𝑜𝑠 (6,007)}
= 0,527 m
𝐿𝑠 3
k = 𝐿𝑠 − − 𝑅𝑐 × 𝑆𝑖𝑛 (𝜃𝑠 )
40 ×𝑅𝑐 2
603
= 60 − − 286 × 𝑆𝑖𝑛 (6,007)
40 × 2862
= 30,004 m
1
Ts = (𝑅𝑐 + 𝑃) × 𝑇𝑎𝑛 (2 𝑥 𝛥) + 𝑘
1
= (286 + 0,527) × 𝑇𝑎𝑛 (2 × 38,29) + 30,004
= 129,475 m
286 + 0,527
= 1 − 286
𝐶𝑜𝑠 ( × 38,29)
2
= 17,30 m
fp = 0,31
𝑉𝑅 2
Jh = 0,694 × 𝑉𝑅 + 0,004 × 𝑓𝑝
702
= 0,694 × 70 + 0,004 × 0,31
= 111,80 m
Syarat untuk persamaan rumus E , Jh (𝟏𝟏𝟏, 𝟖𝟎 m) < Lt (𝟐𝟓𝟏, 𝟎𝟖𝟕m)
90° × 𝐽ℎ
E = 𝑅𝑐 × { 1 − 𝐶𝑜𝑠 ( 𝜋 × 𝑅𝑐 )}
90° × 111,80
= 286 × { 1 − 𝐶𝑜𝑠 ( )}
𝜋 ×286
= 𝟓, 𝟒𝟓𝟏
702
= 127 × (0,1+0,146)
= 156,84 m
Coba-coba 1 :
e = 0,094 = 9,4% ; Rc = 205 m ; Ls’ = 60 m
90 × 𝐿𝑠
θs =
𝜋 × 𝑅𝑐
90 × 60
=
𝜋 ×205
= 8,381°
Δc = 𝛥 − 2 × θ𝑠
= 53,17 − 2 × 8,381°
= 36,407°
𝛥𝑐 × 𝜋 × 𝑅𝑐
Lc =
180
36,407 × 𝜋 × 205
=
180
= 130,196 m
Lt = 𝐿𝑐 + 2 × 𝐿𝑠
= 130,196 + 2 × 60
= 𝟐𝟓𝟎, 𝟏𝟗𝟔 m
𝐿 2
P = 6 ×𝑠 𝑅 − 𝑅𝑐 × {1 − 𝐶𝑜𝑠 (𝜃𝑠 )}
𝑐
602
= 6 × 205 − 205 × {1 − 𝐶𝑜𝑠 (8,381)}
= 0,737 m
𝐿𝑠 3
k = 𝐿𝑠 − − 𝑅𝑐 × 𝑆𝑖𝑛 (𝜃𝑠 )
40 × 𝑅𝑐 2
603
= 60 − − 205 × 𝑆𝑖𝑛 (8,381)
40 × 2052
= 29,991 m
1
Ts = (𝑅𝑐 + 𝑃) × 𝑇𝑎𝑛 (2 × 𝛥) + 𝑘
1
= (205 + 0,737) × 𝑇𝑎𝑛 (2 × 53,17) + 29,991
= 132,949 m
𝑅𝑐 + 𝑃
Es = 1 − 𝑅𝑐
𝐶𝑜𝑠 ( × 𝛥)
2
205 + 0,737
= 1 − 205
𝐶𝑜𝑠 ( × 53,17)
2
= 25,061 m
fp = 0,31
𝑉𝑅 2
Jh = 0,694 × 𝑉𝑅 + 0,004 × 𝑓𝑝
702
= 0,694 × 70 + 0,004 × 0,31
= 111,80 m
Syarat untuk persamaan rumus E , Jh (𝟏𝟏𝟏, 𝟖𝟎 m) < Lt (𝟐𝟖𝟏, 𝟕𝟑 m)
90° × 𝐽ℎ
E = 𝑅𝑐 × { 1 − 𝐶𝑜𝑠 ( 𝜋 × 𝑅𝑐 )}
90° × 111,80
= 205 × { 1 − 𝐶𝑜𝑠 ( )}
𝜋 × 205
= 𝟕, 𝟓𝟕𝟒 m
702
= 127 × (0,1+0,146)
= 156,84 m
Coba-coba 1 :
e = 0,098 = 9,8% ; Rc = 179 m ; Ls’ = 60 m
90 × 𝐿𝑠
θs =
𝜋 × 𝑅𝑐
90 × 60
=
𝜋 × 179
= 9,598°
Δc = 𝛥 − 2 × θ𝑠
= 35,99 − 2 × 9,598°
= 16,792°
𝛥𝑐 × 𝜋 × 𝑅𝑐
Lc =
180
16,792× 𝜋 × 179
=
180
= 52,435 m
Lt = 𝐿𝑐 + 2 × 𝐿𝑠
= 52,435 + 2 × 60
= 𝟏𝟕𝟐, 𝟒𝟑𝟓 m
𝐿 2
P = 6 ×𝑠 𝑅 − 𝑅𝑐 × {1 − 𝐶𝑜𝑠 (𝜃𝑠 )}
𝑐
602
= 6 × 179 − 179 × {1 − 𝐶𝑜𝑠 (9,598)}
= 0,846 m
𝐿𝑠 3
k = 𝐿𝑠 − 40 × 𝑅𝑐 2
− 𝑅𝑐 × 𝑆𝑖𝑛 (𝜃𝑠 )
603
= 60 − − 179 × 𝑆𝑖𝑛 (9,598)
40 × 1792
= 29,986 m
1
Ts = (𝑅𝑐 + 𝑃) × 𝑇𝑎𝑛 ( × 𝛥) + 𝑘
2
1
= (179 + 0,846) × 𝑇𝑎𝑛 (2 × 35,99) + 29,986
= 88,404 m
𝑅𝑐 + 𝑃
Es = 1 − 𝑅𝑐
𝐶𝑜𝑠 ( × 𝛥)
2
179+ 0,846
= 1 − 179
𝐶𝑜𝑠 ( × 35,99)
2
= 10,096 m
fp = 0,31
𝑉𝑅 2
Jh = 0,694 × 𝑉𝑅 + 0,004 × 𝑓𝑝
702
= 0,694 × 70 + 0,004 × 0,31
= 111,80 m
Syarat untuk persamaan rumus E , Jh (𝟏𝟏𝟏, 𝟖𝟎 m) < Lt (𝟏𝟕𝟐, 𝟒𝟑𝟓 m)
90° × 𝐽ℎ
E = 𝑅𝑐 × { 1 − 𝐶𝑜𝑠 ( 𝜋 × 𝑅𝑐 )}
90° × 111,80
= 179 × { 1 − 𝐶𝑜𝑠 ( )}
𝜋 × 179
= 𝟖, 𝟔𝟓𝟕 m
702
= 127 ×(0,1+0,1465)
= 156,5 m
Coba-coba 1:
e = 0,021 = 2,1 % ; Rc = 1432 m ; Ls’ = 60 m
Tc = Rc tg 1/2 β
= 58,266 m
Ec = Tc tg 1/4 β
= 1,185 m
Lc= Lt = 0,01745 β Rc
= 116,446 m
702
= 0,694 × 70 + 0,004 × 0,31
= 49,212 m
Syarat untuk persamaan rumus E , Jh (𝟒𝟗, 𝟐𝟏𝟐 m) < Lt (𝟏𝟏𝟔, 𝟒𝟒𝟔 m)
90 × 𝐽ℎ
E = 𝑅𝑐 × { 1 − 𝐶𝑜𝑠 ( 𝜋 × 𝑅𝑐 )}
90 × 113,94
= 1432 × { 1 − 𝐶𝑜𝑠 ( )}
𝜋 × 1432
=1,132 m
➢ R : 239 m
➢ Lebar Perkerasan
Perjalur : 3,50 m
➢ Jumlah Jalur (N) : 2 Lajur
➢ Lebar Perkerasan Jalur
Lurus (Bn) : 7,0 m
➢ Lebar Kendaraan
Rencana (µ) : 2,6 m
➢ Jarak Gandar
Kendaraan (L) : 7,6 m
➢ Tonjolan Depan
Kendaraan (A) : 2,1 m
Penyelesaian
𝑉𝑟
Z = 0,105 .
√𝑅
70
= 0,105 .
√239
= 0,475 m
U = µ + 𝑅 − √𝑅 2 − 𝐿2
= 2,6 + 239 −
√2392 − 7,62
= 2,72 m
Fa = √𝑅 2 + 𝐴 (2𝐿 + 𝐴) − 𝑅
=
√2392 + 2,1 (2 . 7,6 + 2,1) −
239
= 0,076 m
Wc = N (µ + C) + (N – 1) . Fa +
Z
= 2 (2,6 + 1) + (2 – 1) .
0,076 + 0,475
= 7,75 m
W = wc – Bn
= 7,75 – 7,0
= 0,75 m < 0,8 m
Diambil nilai w sebesar 0,80 m
3.6.2. Perencanaan Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan Rc =
286 m
➢ Vr : 70 𝐾𝑚⁄𝐽𝑎𝑚
➢ R : 286 m
➢ Lebar Perkerasan
Perjalur : 3,50 m
➢ Jumlah Jalur (N) : 2 Lajur
➢ Lebar Perkerasan Jalur
Lurus (Bn) : 7,0 m
➢ Lebar Kendaraan
Rencana (µ) : 2,6 m
➢ Jarak Gandar
Kendaraan (L) : 7,6 m
➢ Tonjolan Depan
Kendaraan (A) : 2,1 m
Penyelesaian
𝑉𝑟
Z = 0,105 .
√𝑅
70
= 0,105 .
√286
= 0,434 m
U = µ + 𝑅 − √𝑅 2 − 𝐿2
= 2,6 + 286 −
√2862 − 7,62
= 2,70 m
Fa = √𝑅 2 + 𝐴 (2𝐿 + 𝐴) − 𝑅
=
√2862 + 2,1 (2 . 7,6 + 2,1) −
286
= 0,063 m
Wc = N (µ + C) + (N – 1) . Fa +
Z
= 2 (2,74 + 1) + (2 – 1) .
0,101 + 0,434
= 7,698 m
W = wc – Bn
= 7,698 – 7,0
= 0,698 m < 0,8 m
Diambil nilai w sebesar 0,8 m
➢ R : 205 m
➢ Lebar Perkerasan
Perjalur : 3,50 m
➢ Jumlah Jalur (N) : 2 Lajur
➢ Lebar Perkerasan Jalur
Lurus (Bn) : 7,0 m
➢ Lebar Kendaraan
Rencana (µ) : 2,6 m
➢ Jarak Gandar
Kendaraan (L) : 7,6 m
➢ Tonjolan Depan
Kendaraan (A) : 2,1 m
Penyelesaian
𝑉𝑟
Z = 0,105 .
√𝑅
70
= 0,105 .
√205
= 0,513 m
U = µ + 𝑅 − √𝑅 2 − 𝐿2
= 2,6 + 205 −
√2052 − 7,62
= 2,74 m
Fa = √𝑅 2 + 𝐴 (2𝐿 + 𝐴) − 𝑅
=
√2052 + 2,1 (2 . 7,6 + 2,1) −
205
= 0,088 m
Wc = N (µ + C) + (N – 1) . Fa +
Z
= 2 (2,74 + 1) + (2 – 1) .
0,088 + 0,513
= 7,802 m
W = wc – Bn
= 7,802 – 7,0
= 0,802 m > 0,8 m
Diambil nilai w sebesar 0,802 m
➢ R : 179 m
➢ Lebar Perkerasan
Perjalur : 3,50 m
➢ Jumlah Jalur (N) : 2 Lajur
➢ Lebar Perkerasan Jalur
Lurus (Bn) : 7,0 m
➢ Lebar Kendaraan
Rencana (µ) : 2,6 m
➢ Jarak Gandar
Kendaraan (L) : 7,6 m
➢ Tonjolan Depan
Kendaraan (A) : 2,1 m
Penyelesaian
𝑉𝑟
Z = 0,105 .
√𝑅
70
= 0,105 .
√179
= 0,549 m
U = µ + 𝑅 − √𝑅 2 − 𝐿2
= 2,6 + 179 −
√1792 − 7,62
= 2,76 m
Fa = √𝑅 2 + 𝐴 (2𝐿 + 𝐴) − 𝑅
=
√1792 + 2,1 (2 . 7,6 + 2,1) −
179
= 0,101 m
Wc = N (µ + C) + (N – 1) . Fa +
Z
= 2 (2,74 + 1) + (2 – 1) .
0,101 + 0,549
= 7,85 m
W = wc – Bn
= 7,85 – 7,0
= 0,85 m > 0,8 m
Diambil nilai w sebesar 0,85 m
➢ R : 1432 m
➢ Lebar Perkerasan
Perjalur : 3,50 m
➢ Jumlah Jalur (N) : 2 Lajur
➢ Lebar Perkerasan
Jalur Lurus (Bn) : 7,0 m
➢ Lebar Kendaraan
Rencana (µ) : 2,6 m
➢ Jarak Gandar
Kendaraan (L) : 7,6 m
➢ Tonjolan Depan
Kendaraan (A) : 2,1 m
Penyelesaian
𝑉𝑟
Z = 0,105 .
√𝑅
70
= 0,105 .
√1432
= 0,194 m
U = µ + 𝑅 − √𝑅 2 − 𝐿2
= 2,6 + 1432 −
√14322 − 7,62
= 2,62 m
Fa = √𝑅 2 + 𝐴 (2𝐿 + 𝐴) − 𝑅
=
√14322 + 2,1 (2 . 7,6 + 2,1) −
1432
= 0,012 m
Wc = N (µ + C) + (N – 1) . Fa +
Z
= 2 (2,74 + 1) + (2 – 1) .
0,012 + 0,194
= 7,406 m
W = wc – Bn
= 7,406 – 7,0
= 0,406 m > 0,8 m
Diambil nilai W sebesar 0,8 m
BAB IV
PERENCANAAN
GALIAN DAN
TIMBUNAN
BAB IV
PERENCANAAN GALIAN DAN TIMBUNAN
Contoh perhitungan :
84
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖
1
= ( × 84,35 × 2) × 7,0 × 0,9
2
= 531,41 m3
85
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
86
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
BAB V
PERENCANAAN
ALINYEMEN
VERTIKAL
87
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
g0 = 0%
5,66−8,00
g1 = x 100% = - 3,12 %
74,92
Syarat kenyamanan
- Jarak pandang henti
VR = 70 km/jam
Jh = 97,5 m
𝐴∙𝐽ℎ 2 3,12 ∙ 97,52
Jh < Lv, Lv = = = 74,38 m
100(√2∙ℎ1+√2∙ℎ2)2 100(√2∙1,05+√2∙0,15)2
(Ditolak)
2
100(√2∙ℎ1+√2∙ℎ2) 100(√2∙1,05+√2∙0,15)2
Jh > Lv, Lv = 2 ∙ 𝐽ℎ − = 2 ∙ 97.5 −
𝐴 3,12
= 67,20 m (Diterima)
88
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
VR = 70 km/jam
Jd = 450 m
𝐴∙𝐽𝑑2 3,12∙4502
Jd < Lv, Lv = = = 1584,47 m
100(√2∙ℎ1+√2∙ℎ2)2 100(√2∙1,05+√2∙0,15)2
(Diterima)
100(√2∙ℎ1+√2∙ℎ2)2 100(√2∙1,05+√2∙1,05)2
Jd > Lv, Lv = 2 ∙ 𝐽𝑑 − = 2 ∙ 450 − =
𝐴 3,12
772,18 m (Ditolak)
Keluwesan bentuk
Lv = 0,6 x VR
= 0,6 x 70
= 42 m
Syarat Drainase
Lv = 40 x A
= 40 x 3,12
= 124,8 m
Diambil Lv = 124,8 m
𝐴 𝑥 𝐿𝑣
EV = 800
3,12 𝑥 124,8
= 800
= 0,486 m
89
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
90
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
4,00−5,66
g1 = x 100% = −3,12 %
53,24
g2 = 0%
A = [g2– g1] = [0– (-3,12)] = 3,12 %
Syarat kenyamanan
- Jarak pandang henti
VR = 70 km/jam
Jh = 97,5 m
𝐴∙𝐽ℎ 2 3,12 ∙97,52
Jh < Lv, Lv = = = 74,38 m
100(√2∙ℎ1+√2∙ℎ2)2 100(√2∙1,05+√2∙0,15)2
(Ditolak)
2
100(√2∙ℎ1+√2∙ℎ2) 100(√2∙1,05+√2∙0,15)2
Jh > Lv, Lv = 2 ∙ 𝐽ℎ − = 2 ∙ 97,5 −
𝐴 3,12
= 67,20 m (Diterima)
Keluwesan bentuk
Lv = 0,6 x VR
= 0,6 x 70
91
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
= 42 m
Syarat Drainase
Lv = 40 x A
= 40 x 3,12
= 124,8 m
Diambil Lv = 124,8 m
𝐴 𝑥 𝐿𝑣
EV = 800
3,12 𝑥 124,8
= = 0,486 m
800
92
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
93
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
g4 = 0%
5,04−4,00
g5 = x 100% = 1,6 %
64,77
Syarat kenyamanan
- Jarak pandang henti
VR = 70 km/jam
Jh = 97,5 m
𝐴∙𝐽ℎ2 1,6 ∙97,52
Jh < Lv, Lv = = = 38,14 m
100(√2∙ℎ1+√2∙ℎ2)2 100(√2∙1,05+√2∙0,15)2
(Ditolak)
2
100(√2∙ℎ1+√2∙ℎ2) 100(√2∙1,05+√2∙0,15)2
Jh > Lv, Lv = 2 ∙ 𝐽ℎ − = 2 ∙ 97,5 −
𝐴 1,6
94
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
= -54,22 m (Diterima)
Keluwesan bentuk
Lv = 0,6 x VR
= 0,6 x 70
= 42 m
Syarat Drainase
Lv = 40 x A
= 40 x 1,6
= 64 m
Diambil Lv = 64 m
𝐴 𝑥 𝐿𝑣
EV = 800
1,6 𝑥 64
= 800
= 0,128 m
❖ Elevasi dan Stasioning
95
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
96
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
9,00−7,03
g5 = x 100% = 1,6 %
123,16
g6 = 0%
A = [g6– g5] = [0– (1,6)] = 1,6 %
Syarat kenyamanan
- Jarak pandang henti
VR = 70 km/jam
Jh = 97,5 m
𝐴∙𝐽ℎ 2 1,6 ∙97,52
Jh < Lv, Lv = = = 38,14 m
100(√2∙ℎ1+√2∙ℎ2)2 100(√2∙1,05+√2∙0,15)2
(Ditolak)
2
100(√2∙ℎ1+√2∙ℎ2) 100(√2∙1,05+√2∙0,15)2
Jh > Lv, Lv = 2 ∙ 𝐽ℎ − = 2 ∙ 97.5 −
𝐴 1,6
= -54,22 m (Diterima)
97
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
VR = 70 km/jam
Jd = 450 m
𝐴∙𝐽𝑑2 1,6∙4502
Jd < Lv, Lv = = = 812,54 m
100(√2∙ℎ1+√2∙ℎ2)2 100(√2∙1,05+√2∙1,05)2
(Diterima)
100(√2∙ℎ1+√2∙ℎ2)2 100(√2∙1,05+√2∙1,05)2
Jd > Lv, Lv = 2 ∙ 𝐽𝑑 − = 2 ∙ 450 −
𝐴 1,6
= 650,78 m (Ditolak)
Keluwesan bentuk
Lv = 0,6 x VR
= 0,6 x 70
= 42 m
Syarat Drainase
Lv = 40 x A
= 40 x 1,6
= 64 m
Diambil Lv = 64 m
𝐴 𝑥 𝐿𝑣 1,6 𝑥 64
EV = = = 0,128 m
800 800
98
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
99
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
BAB VI
PERENCANAAN TEBAL
PERKERASAN
100
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
BAB VI
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN
101
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
102
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
103
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
+
: LEP = 1394,22
104
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
+
: LEA = 9984,33
𝑈𝑅 9
LER = LET × Fp, dimana Fp = = 10
10
𝑈𝑅
LER = LET × 10
5
= 5689,274 × 10
= 2844,637
➢ Harga CBR :
105
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
= 9,36 %
➢ Perhitungan Secara Grafis
Nilai Jumlah nilai CBR yang sama Persen (%) nilai CBR yang
CBR atau lebih besar sama atau lebih besar
9 8 8/8 x 100% = 100%
10 6 6/8 x 100% = 75%
11 4 4/8 x 100% = 50%
12 1 1/8 x 100% = 12.5%
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
9 10 11 12
CBR Tanah Dasar
106
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
= 21,56 % ≤ 30 %
∑ 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡
Kendaraan Berat 2021 = ∑ 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛
x 100%
536+ 234 + 198 + 129+101+12
= x 100%
5790
= 20,90 % ≤ 30 %
Curah hujan = 941 mm/tahun
Kelandaian I (< 6%)
107
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
108
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
109
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
110
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
11,71
111
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
22%
6%
%
%
72%
FRAKSI I
FRAKSI II
FRAKSI III
NO. 1”
NO. 1”
NO. 3/8”
NO. 3/8”
NO. 4”
NO. 4”
NO. 10”
NO. 40”
NO. 200”
NO. 10”
NO. 40”
NO. 200”
F1+F2 = 72 % F3 = 28 %
F1 = 78,51 %
112
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
15%
2%
83%
FRAKSI I
FRAKSI II
FRAKSI III
NO. 3/8”
NO. 1”
NO. 4”
NO. 10”
NO. 40”
NO. 200”
F1 = 88,23 % F1+F2 = 83 % F3 = 17 %
113
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
30%
5%
65%
FRAKSI I
FRAKSI II
FRAKSI III
114
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
NO. 4”
NO. 3/8”
NO. 4”
NO. 8”
NO. 30”
NO. 50”
NO. 200”
F1 = 85,71 % F1-F2 = 65 % F3 = 35 %
115
MOHAMMAD NOVIYANTO ISNAIN (202010340311032)
ANNISA ASFISYIFA SALSABILA (202010340311016)
116