Dosen Pengampu :
Amelia Kusuma Indriastuti, S.T., M.T.
Disusun Oleh :
Antonius Henry Eka Susanto 21010117140093
Panji Akbar Nugroho 21010117140095
Lancana Ikbar Arta Mudianto 21010117140096
Dania Salsabila 21010117140097
Disusun Oleh:
Antonius Henry Eka Susanto 21010117140093
Panji Akbar Nugroho 21010117140095
Lancana Ikbar Arta Mudianto 21010117140096
Dania Salsabila 21010117140097
Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Tugas
Perancangan Bangunan Transport Jalan Raya ini dengan baik. Pada kesempatan ini, kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Amelia Kusuma Indriastuti, S.T., M.T. selaku dosen pengampu Laporan
Tugas Mata Kuliah Perancangan Bangunan Transport Jalan Raya.
2. Bapak Djoko Purwanto, Ir., M.S. selaku koordinator pengampu Laporan Tugas
Mata Kuliah Perancangan Bangunan Transport Jalan Raya.
3. Ibu Amelia Kusuma I, S.T., M.T., Bapak Supriyono, Ir., M.T., Bapak Bagus Hario
Setiadji, S.T., M.T., PhD, dan Bapak Djoko Purwanto, Ir., M.S. selaku dosen
pengajar yang telah banyak memberikan pengetahuan dan membimbing kami
selama mata kuliah Perancangan Bangunan Transport Jalan Raya.
4. Orang tua yang juga telah memberikan dukungan dan doa sehingga laporan ini
dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.
5. Teman-teman dan berbagai pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah membantu kami menyelesaikan laporan ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan dan
ketidaksempurnaan dalam penyusunan laporan ini, untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari rekan sekalian agar penyusunan laporan
berikutnya akan lebih baik. Akhir kata, terima kasih atas perhatiannya dan semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Maksud
Penyusunan laporan perencanaan Jalan Kunduran - Ngawen – Blora ini
dilakukan untuk terwujudnya jalan yang sesuai persyaratan perencanaan baik
perencanaan geometrik jalan maupun perencanaan perkerasan jalan dengan
prinsip efisien dan efektif, sehingga jalan tersebut dapat berfungsi dengan
optimal bagi para pengguna jalan serta memberi rasa kenyamanan dan
keamanan secara psikologis bagi para pengguna jalan yang melintasinya.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai berdasarkan latar belakang diatas antara lain:
1. Merancang dan memilih trase jalan yang optimal dan efektif .
2. Merancang penampang melintang jalan berdasarkan analisa lalu lintas.
3. Merancang alinyemen horizontal berdasarkan persyaratan perencanaan
geometrik jalan antar kota.
4. Merancang alinyemen vertikal berdasarkan persyaratan perencanaan
geometrik jalan antar kota.
5. Merancang geometri simpang berdasarkan persyaratan perencanaan
geometrik persimpangan sebidang.
6. Merancang sistem drainase jalan secara tepat dan optimal.
7. Merancang perkerasan jalan berdasarkan persyaratan desain perkerasan
jalan dan memilih jenis perkerasan yang paling optimal.
8. Merancang bangunan / fasilitas pelengkap jalan berdasarkan panduan
penempatan fasilitas perlengkapan jalan.
1. Klasifikasi jalan
a. Berdasarkan fungsi jalan : Kolektor.
b. Berdasarkan sistem jaringan jalan : Primer.
c. Berdasarkan wewenang pembinaan : Provinsi.
d. Berdasarkan prasarana jalan : Umum (Non tol).
2. Klasifikasi medan
Kemiringan medan (3-25%) : Medan perbukitan dengan Notasi B.
3. Kecepatan rencana minimum dan maksimum
a. Kecepatan rencana minimum : 50 km/jam.
b. Kecepatan rencana maksimum : 60 km/jam (Digunakan)
4. Kendaraan rencana : Kendaraan kecil.
5. Derajat kejenuhan : 0,824 (82,4 %).
6. Konfigurasi tipe jalan minimum : 2/2 UD.
7. Lebar badan jalan (jalur) minimum :7m
8. Lebar ruang jalan minimum
a. Ruang manfaat jalan (Rumaja) : 15 m
b. Ruang milik jalan (Rumija) : 16 m
c. Ruang pengawasan jalan (Ruwasja) : 17 m
9. Lebar lajur minimum : 3,5 m
10. Lebar bahu jalan minimum :1m
11. Lebar trotoar : 1,5 m
12. Lebar jalur sepeda :1m
13. Luas penampang selokan (trapesium) : 0,625 m2
14. Alinyemen Horizontal
a. Jenis tikungan : Full Circle (FC) dan Spiral Circle Spiral (SCS).
b. Koefisien gesekan maksimum : 0,153
c. Radius minimum : 110 m
d. Superelevasi normal :3%
e. Superelevasi maksimum :8%
f. Ls Maksimum : 50 m
15. Alinyemen vertikal
a. Landai maksimum : 4%
b. Panjang kritis : 600 m
16. Geometri simpang sebidang
a. Bentuk persimpangan : Simpang empat.
b. Jarak pandang masuk : 160 m.
c. Jarak pandang aman : 105 m.
d. Kelandaian belokan maksimum : 2 %
e. Lebar lajur persimpangan : 3,5 m (Jalan Kelas I)
Dalam pemilihan trase jalan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi lokasi
jalan, yaitu :
1. Kondisi Medan
Pada kondisi jalan tertentu, jalan dengan jarak terpendek dari titik akhir
pekerjaan belum tentu merupakan jalan alternatif terbaik. Oleh karena itu,
perlu dipertimbangkan juga dengan aspek kelandaian, panjang kritis serta
kemampuan dari kendaraan untuk melaluinya sehingga kendaraan dapat
berjalan dengan aman dan nyaman. Jika terdapat bukit – bukit, maka jarak
terpendek mungkin akan memiliki kelandaian yang lebih curam, namun
kelandaian yang digunakan tidak boleh melebihi kelandaian maksimum
yang diijinkan yang nilainya tergantung pada kecepatan rencana yang
ditetapkan. Jadi untuk membuat jalan alternatif diusahakan jarak terpendek
dengan kelandaian minimum.
2. Perpotongan dengan Sungai
Perpotongan rencana jalan yang tegak lurus dengan sungai akan
menghasilkan penyebrangan jembatan yang bentangnya lebih pendek
sehingga dapat mempengaruhi biaya pelaksanaannya. Semakin pendek
bentangnya maka biaya konstruksinya akan semakin murah.
3. Daerah Lahan Kritis
Lahan kritis adalah daerah yang rawan longsor, daerah patahan, maupun
genangan. Walaupun dapat diatasi dengan penanganan tertentu, namun
dampaknya pada biaya konstruksi dan pemeliharaan jalan. Apabila
penanganannya kurang memadai, maka dapat mengancam keselamatan
penggunanya. Oleh karena itu, rencanajalan diusahakan untuk tidak
melewati daerah lahan kritis.
4. Aliran Sungai
Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah tangkapan air yang akan dialiri
air hujan untuk mencapai sungai. Pembangunan jalan disekitar kawasan
DAS bisa saja dilakukan untuk memenuhi kehidupan manusia dengan
pertimbangan kehati-hatian, jangan sampai merusak lingkungan disekitar
kawasan DAS itu sendiri seperti tanah longsor dan banjir.
5. Material
Biaya pengangkutan material konstruksi dapat lebih ditekan apabila
penentuan lokasi jalan yang akan dikerjakan mudah untuk dijangkau. Jika
material yang ada memiliki kualitas bagus dan sesuai yang dibutuhkan
konstruksi jalan, maka kualitas jalan yang baik dapat tercapai dengan biaya
yang dapat ditekan karena mudah dijangkau.
6. Galian dan Timbunan
Galian dan timbunan membutuhkan biaya yang cukup banyak. Galian yang
terlalu dalam membutuhkan perencanaan khusus terhadap dinding galian.
Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya longsor. Begitupun dengan
timbunan, yang perlu diperhatikan adalah tidak semua material tanah galian
dapat dimanfaatkan sebagai bahan timbunan, tergantung pada karakteristik
tanahnya serta spesifikasi yang ditetapkan untuk material timbunan. Oleh
karena itu, dalam perencanaan jalan raya diusahakan agar meminimalkan
jumlah galian dan timbunan dengan mengkombinasikan alinyemen
horizontal dan alinyemen vertikal yang memungkinkan kita untuk
menghitung banyaknya volume galian dan timbunan .
7. Pembebasan Lahan
Prinsip pembebasan tanah adalah membeli tanah yang terkena dampak
pembuatan trase jalan kepada pemilik tanah yang sah sebagai ganti rugi
dari penggunaan lahan sebelumnya untuk kepentingan umum.
8. Lingkungan
Dengan dibangunnya jalan, penggunanya cenderung menghasilkan polusi
untuk lingkungan, baik polusi udara, suara, getaran, dan sebagainya. Semua
itu akan berdampak pada aspek lingkungan sehingga perlu dilakukan usaha
– usaha yang dapat meminimalkan gangguan gangguan tersebut.
9. Tikungan
Jari-jari tikungan dan pelebaran perkerasan sedemikian rupa sehingga
dapat menjamin keamanan dari jalannya kendaraan dan pandangan bebas
yang cukup luas bagi pengendara.
2.2. Perancangan trase jalan
2.2.1. Deskripsi lokasi
Lokasi perencanaan trase jalan diasumsikan berada pada daerah
Kabupaten Tegal. Direncanakan 3 buah rencana trase dengan lokasi
titik awal dan titik akhir tiap trase rencana adalah sebagai berikut :
1. Trase alternatif 1
Titik awal berada pada pada koordinat X=300499,108;Y=9219817
elevasi + 195 m, dan titik akhir berada pada koordinat
X=306021,069;Y=9222346,377, elevasi + 140 m
2. Trase alternatif 2
Titik awal berada pada pada koordinat X=300499,108;Y=9219817
elevasi + 197 m, dan titik akhir berada pada koordinat
X=306021,069;Y=9222346,377, elevasi + 130 m
3. Trase alternatif 1
Titik awal berada pada pada koordinat X=300499,108;Y=9219817
elevasi +197 m dan titik akhir berada pada koordinat
X=306021,069;Y=9222346,377, elevasi + 140 m.
Identifikasi medan dari rencana trase jalan dilakukan dengan
melakukan perhitungan kemiringan melintang di sekitar trase yang
tegak lurus kontur. Perhitungan identifikasi medan dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Klasifikasi Medan Jalan Sekitar
di mana :
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal,
ditetapkan 0,35-0,55.
Jarak pandang henti minimum harus ditetapkan pada setiap
bagian jalan. Jarak pandang henti minimum dinyatakan pada
Tabel 2.3
Tabel 2.4 Jarak Pandang Henti Minimum
( )
I + + α
II + - 180⁰ - α
( )
III - + 360⁰ - α
IV - - 180⁰ + α
Koordinat
STA
X Y
0+000 300499.108 9219817.408
1+754.21 301474.138 9221275.680
3+351.10 302631.058 9222376.404
5+021.16 304287.957 9222585.651
6+765.63 306021.069 9222346.377
α 12 = tan-1( )
α 12 = tan-1( )
α 12 33 46 2 942” (Kuadran I)
α 23 = tan-1( )
α 23 = tan-1( )
α 23 = 46 25 33 167” (Kuadran
α 34 = tan-1( )
α 34 = tan-1( )
α 34 82 48 8 335” (Kuadran
α 45 = tan-1( )
α 45 = tan-1( )
Δ1 = I α 23 - α 12 I
Δ1 = I 46 25 33 167” - 33 46 2 942”I
Δ1 = 12 39 30 225”
Δ2 = I α 34 - α 23 I
Δ2 = I 82 48 8 335” - 46 25 33 167” I
Δ2 = 36 22 35 168”
Δ3 = I α 45 - α 34 I
Δ3 = I 97 51 38 097” - 82 48 8 335” I
Δ3 = 15 3 29 762”
Koordinat
STA
X Y
0+000 300499.108 9219817.408
1+721.89 301121.162 9221422.996
3+474.89 302810.137 9221892.423
5+227.14 304351.117 9222726.543
6+921.32 306021.069 9222346.377
α 12 = tan-1( )
α 12 = tan-1( )
α 12 21 10 40 421” (Kuadran
α 23 = tan-1( )
α 23 = tan-1( )
α 23 74 28 2 899” (Kuadran
α 34 = tan-1( )
α 34 = tan-1( )
α 34 61 34 25 231” (Kuadran
α 45 = tan-1( )
α 45 = tan-1( )
Δ1 = I α 23 - α 12 I
Δ1 = I 74 28 2 899” - 21 10 40 421” I
Δ1 = 53 17 22 478”
Δ2 = I α 34 - α 23 I
Δ2 = I 61 34 25 231” - 74 28 2 899” I
Δ2 = 12 53 37 667”
Δ3 = I α 45 - α 34 I
Δ3 = I 102 49 29 515”- 61 34 25 231” I
Δ3 = 41 15 4 284”
Tabel 2.8. Perhitungan Sudut Trase Alternatif 3
Koordinat
STA
X Y
0+000 300499.108 9219817.408
1+742.52 302064.975 9220581.894
3+475.50 303417.792 9221664.991
4+760.29 304619.209 9222120.273
6+177.97 306021.069 9222346.377
α 12 = tan-1( )
α 12 = tan-1( )
α 12 = 63 58 38 968” (Kuadran
α 23 = tan-1( )
α 23 = tan-1( )
α 23 51 19 6.303” (Kuadran I)
α 34 = tan-1( )
α 34 = tan-1( )
α 34 69 14 44 114” (Kuadran I)
α 45 = tan-1( )
α 45 = tan-1( )
α 45 80 50 15 902” (Kuadran I)
Δ1 = I α 23 - α 12 I
Δ1 = I 51 19 6.303” - 63 58 38 968” I
Δ1 = 12 39 32 665”
Δ2 = I α 34 - α 23 I
Δ2 = I 69 14 44 114” - 51 19 6.303” I
Δ2 = 17 55 37 81”
Δ3 = I α 45 - α 34 I
Δ3 = I 80 50 15 902” - 69 14 44 114” I
Δ3 = 11 35 31 788”
Koordinat
STA
X Y
0+000 300499.108 9219817.408
1+754.21 301474.138 9221275.680
3+351.10 302631.058 9222376.404
5+021.16 304287.957 9222585.651
6+765.63 306021.069 9222346.377
Koordinat
STA
X Y
0+000 300499.108 9219817.408
1+721.89 301121.162 9221422.996
3+474.89 302810.137 9221892.423
5+227.14 304351.117 9222726.543
6+921.32 306021.069 9222346.377
Koordinat
STA
X Y
0+000 300499.108 9219817.408
1+742.52 302064.975 9220581.894
3+475.50 303417.792 9221664.991
4+760.29 304619.209 9222120.273
6+177.97 306021.069 9222346.377
2. Alinyemen Vertikal
Contoh Perhitungan :
STA 0+200 :
d = 100 m
VG STA 0+200 =
= 136.279,5 m3
Luas dan Volume galian dan timbunan trase alternatif 1, trase alternatif
2, dan trase alternatif 3 terdapat pada Tabel 2.12, Tabel 2.13, dan Tabel
2.14.
Trase 1
Luas (m2) Volume (m3)
STA
Timbunan Galian Timbunan Galian
0+000 0 2092.64 0 0
0+100 0 1768.65 0 193064.5
0+200 0 956.94 0 136279.5
0+300 0 729.53 0 84323.5
0+400 0 286.77 0 50815
0+500 218.85 0 10942.5 14338.5
0+600 352.36 0 28560.5 0
0+700 427.77 0 39006.5 0
0+800 416.86 0 42231.5 0
0+900 500.84 0 45885 0
1+000 273.48 0 38716 0
1+100 52.07 0 16277.5 0
1+200 0 71.5 2603.5 3575
1+300 0 229.69 0 15059.5
1+400 0 761.96 0 49582.5
1+500 0 994.7 0 87833
1+600 0 849.02 0 92186
1+700 154.34 0 7717 42451
1+800 1211.69 0 68301.5 0
1+900 1538.53 0 137511 0
2+000 1398.43 0 146848 0
2+100 1306.96 0 135269.5 0
2+200 1196.9 0 125193 0
2+300 739.15 0 96802.5 0
2+400 474.83 0 60699 0
2+500 311.98 0 39340.5 0
2+600 310.84 0 31141 0
2+700 24.31 0.09 16757.5 4.5
2+800 0 104.28 1215.5 5218.5
2+900 0 161.19 0 13273.5
3+000 0 562.22 0 36170.5
3+100 0 952.16 0 75719
3+200 0 981.87 0 96701.5
3+300 0 1643.82 0 131284.5
3+400 0 1659.09 0 165145.5
3+500 0 1399.93 0 152951
3+600 0 898.77 0 114935
3+700 0 503.45 0 70111
3+800 127.19 0 6359.5 25172.5
3+900 483.62 0 30540.5 0
4+000 434.43 0 45902.5 0
4+100 543.79 0 48911 0
4+200 0 138.74 27189.5 6937
4+300 155.77 0 7788.5 6937
4+400 0 205.32 7788.5 10266
4+500 51.46 0 2573 10266
4+600 425.54 0 23850 0
4+700 734.54 0 58004 0
4+800 793.15 0 76384.5 0
4+900 280.79 0 53697 0
5+000 745.06 0 51292.5 0
5+100 722.18 0 73362 0
5+200 275.56 0 49887 0
5+300 0 138.28 13778 6914
5+400 0 115.2 0 12674
5+500 326.55 0 16327.5 5760
5+600 0 214.61 16327.5 10730.5
5+700 0 575.07 0 39484
5+800 0 626.8 0 60093.5
5+900 0 768.7 0 69775
6+000 0 398.04 0 58337
6+100 0 79.48 0 23876
6+200 0 520.74 0 30011
6+300 0 551.5 0 53612
6+400 0 70.41 0 31095.5
6+500 0 28.19 0 4930
6+600 0 5.52 0 1685.5
6+700 0 18.32 0 1192
6+765.63 0 18.69 0 1214.48315
Total Volume 1700982 2101985.48
Perbandingan Galian Timbunan 1 1.236
Tabel 2.13. Luas &Volume Galian dan Timbunan Trase Alternatif 2
Trase 2
Luas (m2) Volume (m3)
STA
Timbunan Galian Timbunan Galian
0+000 0 2017.67 0 0
0+100 0 1651.23 0 183445
0+200 0 486.29 0 106876
0+300 0 256.62 0 37145.5
0+400 0 74.69 0 16565.5
0+500 63.77 0 3188.5 3734.5
0+600 349.7 0 20673.5 0
0+700 498.04 0 42387 0
0+800 739.74 0 61889 0
0+900 787.36 0 76355 0
1+000 289.37 0 53836.5 0
1+100 213.48 0 25142.5 0
1+200 908.22 0 56085 0
1+300 1120.84 0 101453 0
1+400 0 147.33 56042 7366.5
1+500 146.44 0 7322 7366.5
1+600 134.68 0 14056 0
1+700 265.23 0 19995.5 0
1+800 719.62 0 49242.5 0
1+900 1246.22 0 98292 0
2+000 1547.05 0 139663.5 0
2+100 1789.48 0 166826.5 0
2+200 1581.93 0 168570.5 0
2+300 1211.51 0 139672 0
2+400 1147 0 117925.5 0
2+500 915.51 0 103125.5 0
2+600 1064.3 0 98990.5 0
2+700 1126.72 0 109551 0
2+800 866.85 0 99678.5 0
2+900 364.09 0 61547 0
3+000 0 239.65 18204.5 11982.5
3+100 0 700.28 0 46996.5
3+200 0 622.57 0 66142.5
3+300 0 1005.49 0 81403
3+400 0 1686 0 134574.5
3+500 0 1898.39 0 179219.5
3+600 0 1393.74 0 164606.5
3+700 0 1341.68 0 136771
3+800 0 1513.37 0 142752.5
3+900 0 855.26 0 118431.5
4+000 0 547.58 0 70142
4+100 0 283.32 0 41545
4+200 0 294.16 0 28874
4+300 0 824.41 0 55928.5
4+400 0 665.61 0 74501
4+500 0 79.8 0 37270.5
4+600 298.7 0 14935 3990
4+700 427.88 0 36329 0
4+800 780.48 0 60418 0
4+900 884.98 0 83273 0
5+000 484.7 0 68484 0
5+100 860.77 0 67273.5 0
5+200 864.7 0 86273.5 0
5+300 838.63 0 85166.5 0
5+400 651.15 0 74489 0
5+500 100.54 0 37584.5 0
5+600 308.73 0 20463.5 0
5+700 122.33 0 21553 0
5+800 0 479.42 6116.5 23971
5+900 0 703.95 0 59168.5
6+000 0 737.92 0 72093.5
6+100 0 533.44 0 63568
6+200 0 283.2 0 40832
6+300 0 500.02 0 39161
6+400 0 777.29 0 63865.5
6+500 0 240.08 0 50868.5
6+600 0 281.02 0 26055
6+700 0 259.64 0 27033
6+800 0 244.57 0 25210.5
6+900 0 295.89 0 27023
6+921.32 0 295.37 0 6302.832
Total Volume 2572074 2282783
Perbandingan Galian Timbunan 1.127 1
Tabel 2.13. Luas &Volume Galian dan Timbunan Trase Alternatif 3
Trase 3
Luas Volume
STA
Timbunan Galian Timbunan Galian
0+000 0 2033.52 0 0
0+100 0 2152.62 0 209307
0+200 0 1886.88 0 201975
0+300 0 1108.34 0 149761
0+400 0 466.04 0 78719
0+500 0 146.62 0 30633
0+600 210.78 0 10539 7331
0+700 0 115.56 10539 5778
0+800 181.02 0 9051 5778
0+900 795.59 0 48830.5 0
1+000 706.73 0 75116 0
1+100 454.98 0 58085.5 0
1+200 394.49 0 42473.5 0
1+300 103.7 0 24909.5 0
1+400 363.38 0 23354 0
1+500 763.92 0 56365 0
1+600 1018 0 89096 0
1+700 764.37 0 89118.5 0
1+800 413.8 0 58908.5 0
1+900 335.06 0 37443 0
2+000 395.51 0 36528.5 0
2+100 0.18 39.06 19784.5 1953
2+200 300.02 0 15010 1953
2+300 665.31 0 48266.5 0
2+400 899.13 0 78222 0
2+500 1094.93 0 99703 0
2+600 1061.19 0 107806 0
2+700 647.16 0 85417.5 0
2+800 199.3 0 42323 0
2+900 10.53 19 10491.5 950
3+000 365.09 0 18781 950
3+100 365.12 0 36510.5 0
3+200 182.9 0 27401 0
3+300 0 232.38 9145 11619
3+400 0 1062.78 0 64758
3+500 0 1615.68 0 133923
3+600 0 2191.69 0 190368.5
3+700 0 1851.72 0 202170.5
3+800 0 1590.91 0 172131.5
3+900 0 1114.21 0 135256
4+000 0 713.15 0 91368
4+100 0 755.67 0 73441
4+200 0 846.53 0 80110
4+300 0 317.98 0 58225.5
4+400 149.03 0 7451.5 15899
4+500 212.3 0 18066.5 0
4+600 444.24 0 32827 0
4+700 212.4 0 32832 0
4+800 242.61 0 22750.5 0
4+900 561.45 0 40203 0
5+000 406.12 0 48378.5 0
5+100 0 70.45 20306 3522.5
5+200 0 482.64 0 27654.5
5+300 0 742.23 0 61243.5
5+400 16.17 0.58 808.5 37140.5
5+500 69.15 0 4266 29
5+600 0 206.31 3457.5 10315.5
5+700 0 568.57 0 38744
5+800 0 178.28 0 37342.5
5+900 0 20.25 0 9926.5
6+000 213.38 0 10669 1012.5
6+100 113.29 0 16333.5 0
6+177.97 70.44 0 7162.714 0
Total Volume 1534731 2151289
Perbandingan Galian Timbunan 1 1.402
1. Panjang Jalan
Pada penetapan alternatif trase yang akan dipilih selalu
dipertimbangkan panjang jalan yang terpendek. Namun, hal
tersebut tidak mutlak karena melihat kondisi geometrik biasa.
2. Kelandaian memanjang
Besarnya kelandaian erat hubungannya dengan jenis medan jalan
yang direncanakan. Pada konsepnya semakin kecil nilai
kelandaian, maka akan semakin baik kondisi geometrik jalan.
3. Sudut Tikungan
Sebisa mungkin jalan kolektor menggunakan sudut kecil pada
tikungan. Tujuannya dari jari-jari yang digunakan pada tikungan
tidak terlalu kecil sehingga tikungan tidak membelok dengan
tajam.
4. Galian dan Timbunan
Volume galian dan timbunan sedapat mungkin memiliki nilai
kecil agar biaya pembangunan dapat ditekan. Diusahakan pula
perbandingannya mendekati 1:1.
5. Tinggi galian dan timbunan
Tinggi galian timbunan diusahakan seminimal mungkin untuk
mempermudah dalam proses konstruksi karena semakin tinggi
galian atau timbunan, maka pekerjaan konstruksi akan lebih berat
dan membutuhkan biaya yang lebih besar.
Tabel 2.14. Perbandingan trase alternatif 1, trase alternatif 2, dan trase alternatif 3
Trase
NO Parameter Trase 1 Trase 2 Trase 3
Terpilih
Kelandaian
-3,09 % -2,86 % -2,57 %
2 memanjang 3
maksimum
53 17 12 39
Sudut tikungan 12 39 30 225”
22 478” 32 665”
5 1
Δ1
Sudut tikungan 12 53
36 22 35 168” 17 55 37 81”
6 37 667” 2
Δ2
7 Sudut tikungan 11 35 3
41 15 4 284” 31 788”
Δ3 15 3 29 762”
1. Panjang Jalan
Berdasarkan Tabel 1.17, trase 3 memiliki panjang jalan lebih kecil dari
trase 1 dan trase 2, sehingga dari segi ekonomis dipilih trase 3.
2. Kelandaian memanjang maksimum
Kelandaian memanjang trase 1 sebesar -3,09 %, trase 2 sebesar -2,86 %,
dan trase 3 sebesar -2,57 %. Semakin besar nilai kelandaian maksimum
semakin besar sudut tanjakan atau turunan sehingga dapat mengurangi
tingkat keamanan dan kenyamanan pengemudi dipilih trase 3.
3. Klasifikasi medan
Klasifikasi medan trase 1, trase 2, dan trase 3 ditentukan berdasarkan
kondisi kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur pada
daerah trase 1, trase 2, dan trase 3. Dan hasil perhitungan menunjukan
kemiringan medang berada pada rentang 3%-25%, maka jalan termasuk
dalam klasifikasi medan bukit.
4. Jumlah tikungan
Jumlah tikungan trase 1, trase 2, dan trase 3 sama yaitu 3(tiga) tikungan
sehingga ketiga trase alternatif dapat digunakan.
5. Sudut tikungan Δ1
Sudut tikungan Δ1 pada trase 1 sebesar 12 39 30 225”, trase 2 sebesar 53
17 22 478”, dan trase 3 sebesar 12 39 32,665” Dipilih sudut tikungan
yang paling kecil, yaitu sudut tikungan trase 1.
6. Sudut tikungan Δ2
Sudut tikungan Δ2 pada trase 1 sebesar 36 22 35 168” , trase 2 sebesar
12 53 37 667” dan trase 3 sebesar 17 55 37 81” Dipilih sudut tikungan
yang paling kecil, yaitu susut tikungan trase 2.
7. Sudut tikungan Δ3
Sudut tikungan Δ3 pada trase 1 sebesar 15 3 29 762” , trase 2 sebesar 41
15 4 284” dan trase 3 sebesar 11 35 31 788” Dipilih sudut tikungan
yang paling kecil, yaitu susut tikungan trase 3.
8. Volume Galian
Volume galian trase 1 sebesar 2101985.48 m3, trase 2 sebesar 2282783 m3,
dan trase 3 sebesar 2151289 m3. Dipilih trase 1 karena semakin kecil
volume galian, maka kebutuhan biaya konstruksi juga semakin murah dan
ekonomis.
9. Volume Timbunan
Volume timbunan trase 1 sebesar 1700982 m3, trase 2 sebesar 2572074
m3, dan trase 3 sebesar 1534731 m3. Dipilih trase 3 karena semakin kecil
volume timbunan seperti halnya volume galian, maka kebutuhan biaya
konstruksi juga semakin murah dan ekonomis.
Jalan mayor dan minor dengan fungsi jalan sama dengan Jalan
Kunduran-Ngawen-Blora dan Jalan Panca Arga (Magelang) merupakan
jalan luar kota dan diasumsikan merupakan jalan umum dengan kawasan
kegiatan pemukiman. Berdasarkan analisis medan, jalan dengan tipikal jalan
Kunduran-Ngawen-Blora merupakan daerah perbukitan. Untuk memberi
data lebih atas jalan mayor dan minor, klasifikasi jalan menurut Lampiran
Peraturan Menteri PU no 19/PRT/M/2011 yaitu:
b. Jalan Provinsi
1. Menghubungkan ibukota provinsi ke ibukota kabupaten/kota
(kolektor primer K2)
c. Jalan Kabupaten/Kota
1. Menghubungkan ibukota kab/kota ke ibukota kecamatan
(kolektor primer)
d. Jalan Desa
4. Berdasarkan Psarana
a. Jalan Bebas Hambatan
b. Jalan Raya
c. Jalan Sedang
d. Jalan Lingkungan
2010-2018
Kabupaten/Regency
1. Cilacap 0.57
2. Banyumas 0.96
3. Purbalingga 1.07
4. Banjarnegara 0.68
5. Kebumen 0.37
6. Purworejo 0.36
7. Wonosobo 0.52
8. Magelang 0.99
9. Boyolali 0.64
2010-2018
Kota/Municipality
1. Magelang 0.36
2. Surakarta 0.45
3. Salatiga 1.46
4. Semarang 1.72
5. Pekalongan 0.98
6 Tegal 0.47
2. Jalan Minor
Diasumsikan Jalan Minor memiliki fungsi yang sama dengan Jalan
Panca Arga yang terletak di Kab. Magelang, maka diambil i = 0,99
itotal Jalan Minor = 0,99%
Tabel 3.3. Emp Untuk Jalan Luar Kota Dua Lajur – Dua Arah Tak Terbagi (2/2 UD)
Tabel 3.4. Emp Untuk Jalan Luar Kota Empat Lajur – Dua Arah (4/2)
Tabel 3.5. Emp Untuk Jalan Luar Kota Enam Lajur – Dua Arah (6/2 D)
Golongan Jenis Kendaraan VJR (Kend/jam) Jenis Kendaraan emp VJR (smp/jam)
1 Sepeda Motor, Sekuter, & Kend. Roda Tiga 2153.9 MC 0.4 861.56
2 Sedan, Jeep, Station Wagon 232.4 LV 1 232.4
3 Oplet, Pick Up, Suburban, Combi, & Mini Bus 40 LV 1 40
4 Pick Up, Mikro Truk, & Mobil Hantaran 83.1 LV 1 83.1
5a Bus Kecil 36.1 MHV 1.7 61.37
5b Bus Besar 29.3 LB 1.7 49.81
6a Truk Ringan 2 Sumbu 67.1 MHV 1.7 114.07
6b Truk Sedang 2 Sumbu 72 MHV 1.7 122.4
7a Truk 3 Sumbu 13.9 LT 3.2 44.48
7b Truk Gandeng 0.4 LT 3.2 1.28
7c Truk Trailer 8.8 LT 3.2 28.16
8 Kendaraan Tidak Bermotor 66.5 0 0 0
Total 2803.5 1638.63
• Masa Konstruksi
• Masa Operasional
LHR2024= LHR2022 . (1+i)2
Dengan i = 0,58% (Tingkat Pertumbuhan Jalan Kunduran-Ngawen-Blora)
Dengan faktor penyesuaian akibat hambatan samping untuk jalan enam lajur
menggunakan rumus berikut:
FFV 6, SF = 1 – 0,8 x (1 – FFV 4, SF)
Perencanaan dengan letak jalan luar kota dengan lebar bahu efektif (Ws) = 1.0
m dan kelas hambatan samping SFC yaitu sedang karena jalan memiliki kondisi
khas sebagai jalan luar kota dan diasumsikan merupakan jalan kampung dengan
kegiatan pemukiman sehingga dapat diambil nilai FCSF sebesar 0,91 untuk jalan
2/2 UD, FCSF sebesar 0,95 untuk 4/2 D, dan FCSF sebesar 0,96 untuk 6/2 D.
Dari semua faktor yang sudah ditentukan, maka dapat dihitung nilai kapasitas ruas
jalan dalam MKJI (1997) untuk jalan luar kota adalah sebagai berikut :
C = 5061,6smp/jam (2 arah)
𝑄
𝐷𝑆 = 𝐶
2113,453
𝐷𝑆 = 2566,2
2. Jalan 4/2 D
𝑄
𝐷𝑆 = 𝐶
2152,5463
𝐷𝑆 = 3339,25
3. Jalan 6/2 D
𝑄
𝐷𝑆 = 𝐶
2152,5463
𝐷𝑆 = 5061,6
JUDUL GAMBAR
SUMBU JALAN
KETERANGAN
SATUAN DALAM MM
SELOKAN SAMPING TROTOAR BAHU JALAN JALUR SEPEDA JALUR LALU LINTAS JALUR SEPEDA BAHU JALAN TROTOAR SELOKAN SAMPING
0.00 m 0.00 m
2500 1750 150 1500 1000 1000 1000 1000 1500 150 1750 2500
3500 3500
15000 15000
-1.50 m -1.50 m
BATAS KEDALAMAN DAERAH MANFAAT JALAN (DAMAJA)
NAMA MAHASISWA
ANTONIUS HENRY EKA SUSANTO
21010117140093
PANJI AKBAR NUGROHO
21010117140095
LANCANA IKBAR ARTA MUDIANTO
21010117140096
DANIA SALSABILA
21010117140097
SKALA 1 : 150
DOSEN
NO GAMBAR SKALA
1 DARI 3 1 : 150
JUDUL GAMBAR
PENAMPANG MELINTANG
SUMBU JALAN
TIPE JALAN 4 / 2 D
DAERAH PENGAWASAN JALAN (DAWASJA)
KETERANGAN
SATUAN DALAM MM
JALUR LALU LINTAS
SELOKAN SAMPING TROTOAR BAHU JALAN JALUR SEPEDA JALUR SEPEDA BAHU JALAN TROTOAR SELOKAN SAMPING
0.00 m 0.00 m
2500 1750 150 1500 1000 1000 3500 3500 3500 3500 1000 1000 1500 150 1750 2500
-1.50 m -1.50 m
BATAS KEDALAMAN DAERAH MANFAAT JALAN (DAMAJA)
NAMA MAHASISWA
ANTONIUS HENRY EKA SUSANTO
21010117140093
PANJI AKBAR NUGROHO
21010117140095
PENAMPANG MELINTANG TIPE JALAN 4 / 2 D LANCANA IKBAR ARTA MUDIANTO
21010117140096
SKALA 1 : 200
DANIA SALSABILA
21010117140097
TANGGAL DISETUJUI
DOSEN
NO GAMBAR SKALA
3 DARI 3 1 : 200
JUDUL GAMBAR
PENAMPANG MELINTANG
SUMBU JALAN
TIPE JALAN 6 / 2 D
DAERAH PENGAWASAN JALAN (DAWASJA)
+5.00 m +5.00 m
KETERANGAN
SATUAN DALAM MM
SELOKAN SAMPING TROTOAR BAHU JALAN JALUR SEPEDA JALUR LALU LINTAS JALUR SEPEDA BAHU JALAN TROTOAR SELOKAN SAMPING
0.00 m 0.00 m
2500 1750 150 1500 1000 1000 3500 3500 3500 3500 3500 3500 1000 1000 1500 150 1750 2500
19000 19000
-1.50 m -1.50 m
BATAS KEDALAMAN DAERAH MANFAAT JALAN (DAMAJA)
NAMA MAHASISWA
ANTONIUS HENRY EKA SUSANTO
21010117140093
PANJI AKBAR NUGROHO
21010117140095
LANCANA IKBAR ARTA MUDIANTO
21010117140096
DOSEN
NO GAMBAR SKALA
2 DARI 3 1 : 200
Gambar 3.1. Kawasan yang Dilayani oleh Jalan Kunduran - Ngawen – Blora
3.2 Komposisi Penampang Melintang
Komposisi penampang melintang jalan kolektor primer terdiri dari : jalur dan
lajur lalu lintas, bahu jalan, trotoar, selokan samping, jalur sepeda.
3.2.1. Jalur dan Lajur Lalu Lintas
Jalur lalu lintas adalah bagian dari Ruang Manfaat Jalan (Rumaja)
yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik berupa
perkerasan jalan.
Lajur lalu lintas merupakan bagian dari jalur lalu lintas yang
memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan, dimana memiliki lebar yang
cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana.
Jalur lalu lintas dapat terdiri beberapa Lajur lalu lintas.
Jalan yang memiliki fungsi seperti Jalan Kunduran - Ngawen –
Blora merupakan jalan kolektor, sehingga digunakan tipe jalur dan lajur
lalu lintas 2/2 UD (2 Jalur – 2 Lajur – 2 Arah, Tidak Terbagi) dengan lebar
jalan total 7 meter. Nilai Degree of Saturation (DS) perhitungan adalah
0,824 dimana kurang dari 0,85, sehingga tipe jalan yang direncanakan
sudah tepat. Tipe perkerasan yang dipilih adalah perkerasan lentur dengan
umur rencana 10 tahun.
Tabel 1.1. Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan
Lapis struktur bahu jalan yang digunakan pada Pada jalan yang
memiliki fungsi seperti Jalan Kunduran - Ngawen – Blora adalah bahu
jalan tidak diperkeras (Unpaved Shoulder) untuk jalan di daerah datar (i <
4% atau 2,291º) dengan material lapis agregat S (batu pecah) setebal 20
cm. Sedangkan pada jalan tanjakan / turunan (i > 4% atau 2,291º)
digunakan bahu jalan diperkeras (Paved Shoulder) dengan material
agregat A setebal 20 cm dan Hotmix AC BC setebal 6 cm atau dengan
beton fc’ = 20 MPa setebal 20 cm.
3.2.3. Trotoar
Trotoar adalah bagian jalan khusus untuk pejalan kaki yang
ditempatkan sejajar dengan jalur lalu lintas dan terpisah dari jalur lalu
lintas.
Jalan yang memiliki fungsi seperti Jalan Kunduran - Ngawen –
Blora merupakan jalan antar kota dengan volume kendaraan > 1000
kendaraan/12 jam dan volume pejalan kaki > 300 orang/12 jam sehingga
diperlukan trotoar dengan lebar optimal 1,5 meter. Alasan pemilihan
trotoar oleh karena dikanan dan kiri jalan rencana adalah area
permukiman, dimana banyak kegiatan masyarakat yang dilakukan dengan
berjalan kaki, terutama untuk memberi kenyamanan dan keamanan secara
psikologis bagi pejalan kaki.
JUDUL GAMBAR
SUMBU JALAN
KETERANGAN
SATUAN DALAM MM
SELOKAN SAMPING TROTOAR BAHU JALAN JALUR SEPEDA JALUR LALU LINTAS JALUR SEPEDA BAHU JALAN TROTOAR SELOKAN SAMPING
0.00 m 0.00 m
2500 1750 150 1500 1000 1000 1000 1000 1500 150 1750 2500
3500 3500
15000 15000
-1.50 m -1.50 m
BATAS KEDALAMAN DAERAH MANFAAT JALAN (DAMAJA)
NAMA MAHASISWA
ANTONIUS HENRY EKA SUSANTO
21010117140093
PANJI AKBAR NUGROHO
21010117140095
LANCANA IKBAR ARTA MUDIANTO
21010117140096
DANIA SALSABILA
21010117140097
SKALA 1 : 150
DOSEN
NO GAMBAR SKALA
1 DARI 3 1 : 150
JUDUL GAMBAR
PENAMPANG MELINTANG
SUMBU JALAN
TIPE JALAN 4 / 2 D
DAERAH PENGAWASAN JALAN (DAWASJA)
KETERANGAN
SATUAN DALAM MM
JALUR LALU LINTAS
SELOKAN SAMPING TROTOAR BAHU JALAN JALUR SEPEDA JALUR SEPEDA BAHU JALAN TROTOAR SELOKAN SAMPING
0.00 m 0.00 m
2500 1750 150 1500 1000 1000 3500 3500 3500 3500 1000 1000 1500 150 1750 2500
-1.50 m -1.50 m
BATAS KEDALAMAN DAERAH MANFAAT JALAN (DAMAJA)
NAMA MAHASISWA
ANTONIUS HENRY EKA SUSANTO
21010117140093
PANJI AKBAR NUGROHO
21010117140095
PENAMPANG MELINTANG TIPE JALAN 4 / 2 D LANCANA IKBAR ARTA MUDIANTO
21010117140096
SKALA 1 : 200
DANIA SALSABILA
21010117140097
TANGGAL DISETUJUI
DOSEN
NO GAMBAR SKALA
3 DARI 3 1 : 200
JUDUL GAMBAR
PENAMPANG MELINTANG
SUMBU JALAN
TIPE JALAN 6 / 2 D
DAERAH PENGAWASAN JALAN (DAWASJA)
+5.00 m +5.00 m
KETERANGAN
SATUAN DALAM MM
SELOKAN SAMPING TROTOAR BAHU JALAN JALUR SEPEDA JALUR LALU LINTAS JALUR SEPEDA BAHU JALAN TROTOAR SELOKAN SAMPING
0.00 m 0.00 m
2500 1750 150 1500 1000 1000 3500 3500 3500 3500 3500 3500 1000 1000 1500 150 1750 2500
19000 19000
-1.50 m -1.50 m
BATAS KEDALAMAN DAERAH MANFAAT JALAN (DAMAJA)
NAMA MAHASISWA
ANTONIUS HENRY EKA SUSANTO
21010117140093
PANJI AKBAR NUGROHO
21010117140095
LANCANA IKBAR ARTA MUDIANTO
21010117140096
DOSEN
NO GAMBAR SKALA
2 DARI 3 1 : 200
4. Lengkung peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara bagian
lurus jalan dan bagian lengkung jalan berjari-jari tetap R. Berfungsi
mengantisipasi perubahan alinyemen jalan dari lurus ke lengkung,
sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat berjalan di
tikungan berubah secara berangsur-angsur, baik ketika kendaraan
mendekati atau meninggalkan tikungan. Panjang lengkung peralihan
ditetapkan atas pertimbangan :
a. Lama waktu perjalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi untuk
menghindari kesan perubahan alinyemen yang mendadak, ditetapkan
3 detik.
b. Gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan dapat diantisipasi
berangsur-angsur pada lengkung peralihan dengan aman.
c. Tingkat perubahan kelandaian melintang jalan dari kelandaian normal
ke kelandaian superelevasi penuh tidak boleh melampaui re max yang
ditetapkan :
untuk VR ≤ 70 km/jam → Re max = 0,035 m/m/detik
untuk VR ≥ 80 km/jam → Re max = 0,025 m/m/detik
Besarnya lengkung peralihan (Ls) diambil nilai yang terbesar dari 3 rumus
berikut :
a. Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan
𝑉𝑅
𝐿𝑠 = 𝑇
3,6
T = waktu tempuh sepanjang Ls = 3 detik
VR = kecepatan rencana (km/jam)
b. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal
𝑉𝑅 3 𝑉𝑅∙ 𝑒
𝐿𝑠 = 0,022 − 2,727
𝑅∙𝐶 𝐶
R = jari-jari tikungan (m)
e = superelevasi (%)
c = perubahan percepatan rata-rata = 1 – 3 m/s2
c. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian
(𝑒𝑚 − 𝑒𝑛)𝑉𝑅
𝐿𝑠 =
3,6𝑅𝑒
em = superelevasi maksimum (%)
en = superelevasi normal (%)
Re = tingkat pencapaian perubahan kemiringan melintang jalan
(m/m/detik)
5. Pelebaran jalur lalu lintas di tikungan
Pelebaran pada tikungan dimaksudkan untuk mempertahankan kondisi
pelayanan lalu lintas di bagian tikungan sehingga sama dengan atau
mendekati pelayanan di bagian tangent. Pelebaran di tikungan
mempertimbangkan :
a. Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada
lajurnya.
b. Penambahan lebar lajur yang dipakai saat melakukan gerakan
melingkar.
c. Pelebaran di tikungan oleh radius belok kendaraan rencana.
d. Pelebaran kurang dari 0,6 m diabaikan.
e. Untuk jalan 1 jalur, 3 lajur, Wc dikalikan 1,5.
f. Untuk jalan 1 jalur, 4 lajur, Wc dikalikan 2.
4.1.3. Jenis-Jenis Tikungan
Ada 3 jenis tikungan pada perencanaan lengkung horizontal, yaitu :
1. Full Circle (FC)
Tikungan FC memiliki Jari-jari tikungannya (Rc) besar, sementara sudut
tangent (∆) kecil. Tikungan Full Circle dan diagram superelevasi tikungan
Full Circle dapat dilihat pada Gambar 4.1. dan Gambar 4.2.
Keterangan :
P’, k’ = didapat dari tabel J Barnett.
Rumus-rumus lengkung SS :
∆
𝜃𝑠 =
2
2𝜃𝑠
𝐿𝑠 = ( ) 2𝜋𝑅𝑐
360
𝐿𝑡 = 2𝐿𝑠
∆
𝑇𝑠 = (𝑅𝑐 + 𝑝) tan +𝑘
2
∆
𝐸𝑠 = (𝑅𝑐 + 𝑝) sec − 𝑅𝑐
2
Cek → Ls ≥ Ls minimum
4.2. Tahapan Perancangan Lengkung Horisontal
Perancangan lengkung horisontal dapat dilihat melalui flowchart berikut :
1. Pemilihan Jenis Tikungan
= 121,659 m
Berdasarkan PGJAK 1997, Rmin untuk VR = 60 km/jam adalah 110 m
Jari – jari rencana diambil 550 m
b. Perhitungan Ls’
- Bedasarkan waktu tempuh)
𝑉𝑅 60
Ls = 3,6 𝑇 = 3,6 × 3 = 50 m
603 60×0,03
= 0,022 - 2,727
550×0.576 0,576
= 6,478 m
- Bedasarkan Perubahan Kelandaian
= 23,809 m
Dari ketiga perhitungan Ls diambil nilai terbesar yaitu 50 m
Dengan nilai Ls = 50 m, berdasarkan Silvia Sukirman 113-115, dengan nilai emax = 8
%, maka didapat nilai e = 7.7 %
c. Pemilihan Tipe Tikungan
∆
Lc = 180° × 𝜋 × 𝑅𝑐
12°39′30,225"
= × 3,14 × 550
180°
= 121,512 m
1
Tc = 𝑅𝑐 × tan(2 ∆)
1
= 550 × tan(2 × 12°39′30,225")
= 61,004 m
2Tc = 2 x 61,004 = 122,008 m
1
Ec = 𝑇𝑐 × tan (2 ∆)
1
= 61,004 × tan (2 𝑥 12°39′ 30,225”)
= 3,373 m
Check :
Lc < 2Tc, 121,512 m < 122,008 m (OK)
2. Tikungan 2
a. Data Tikungan 2 :
- ∆1 = 36°22′ 35,167"
- Vr = 60 km/jam
- e max = 8%
- en = 3%
- f max = 0,00065 x VR +0,192
= 0,00065 x 60 +0,192
= 0,153
𝑉𝑅2 602
Rmin = = 127(0,08+ 0,153)
127 (𝑒 𝑀𝑎𝑘𝑠+𝑓 𝑀𝑎𝑘𝑠)
= 121,659 m
Berdasarkan PGJAK 1997, Rmin untuk VR = 60 km/jam adalah 110 m
Jari – jari rencana diambil 150 m
b. Perhitungan Ls’
- Bedasarkan waktu tempuh)
𝑅𝑉 60
Ls = 3,6 𝑇 = 3,6 × 3 = 50 m
603 60×0,03
= 0,022 - 2,727
150×0.576 0,576
= 46,478 m
- Bedasarkan Perubahan Kelandaian
(𝑒𝑚 −𝑒𝑛 )𝑉𝑅 (0.08−0.03)60
Ls = =
3,6 × 𝑅𝑒 3,6 × 0,035
= 23,809 m
Dari ketiga perhitungan Ls diambil nilai terbesar yaitu 50 m
Dengan nilai Ls = 50 m, berdasarkan Silvia Sukirman 113-115, dengan nilai emax =
80 km/jam, maka didapat nilai e = 7.7 %
c. Pemilihan Tipe Tikungan
∆
Lc = 180° × 𝜋 × 𝑅𝑐
36°22′ 35,167"
= × 3,14 × 150
180°
= 9,549
p* = 0,014 (Dari Tabel J.Barnett)
k* = 0,499 (Dari Tabel J.Barnett)
Ts = 74,49 m
Es = 8,625 m
Ltot = 195,233 m
Xs = 29,167 m
Ys = 2,77 m
3. Tikungan 3
e. Data Tikungan 3 :
- ∆1 = 15°3′ 29,762"
- Vr = 60 km/jam
- e max = 8%
- en = 3%
- f max = 0,00065 x VR +0,192
= 0,00065 x 60 +0,192
= 0,153
𝑉𝑅2 602
Rmin = = 127(0,08+ 0,153)
127 (𝑒 𝑀𝑎𝑘𝑠+𝑓 𝑀𝑎𝑘𝑠)
= 121,659 m
Berdasarkan PGJAK 1997, Rmin untuk VR = 60 km/jam adalah 110 m
Jari – jari rencana diambil 550 m
f. Perhitungan Ls’
- Bedasarkan waktu tempuh)
𝑉𝑅 60
Ls = 3,6 𝑇 = 3,6 × 3 = 50 m
603 60×0,03
= 0,022 - 2,727
550×0.576 0,576
= 6,478 m
- Bedasarkan Perubahan Kelandaian
= 23,809 m
Dari ketiga perhitungan Ls diambil nilai terbesar yaitu 50 m
Dengan nilai Ls = 50 m, berdasarkan Silvia Sukirman 113-115, dengan nilai emax =
80 km/jam, maka didapat nilai e = 7.7 %
g. Pemilihan Tipe Tikungan
∆
Lc = 180° × 𝜋 × 𝑅𝑐
15°3′ 29,762"
= × 3,14 × 550
180°
= 144,549 m
1
Tc = 𝑅𝑐 × tan(2 ∆)
1
= 550 × tan(2 × 12°39′30,225")
= 72,693 m
2Tc = 2 x 72,693 = 145,387 m
1
Ec = 𝑇𝑐 × tan (2 ∆)
1
= 61,004 × tan (2 𝑥 15°3′ 29,762")
= 4,783 m
Check :
Lc < 2Tc, 144,549 m < 145,387 m (OK)
4. Perhitungan Stasioning
a. Tikungan 1
Stasion PI = 1+753,96
Stasion TC = Station PI – Tc
= 1+753,96 – 61,004
= 1+692,956
Stasion CT = Station PI + Tc
= 1+753,96 + 61,004
= 1+814,964
b. Tikungan 2
Stasion PI = 3+348,73
Stasion TS = Stasion PI – Ts
= 3+348,73 – 74,49
= 3+274,24
Stasion SC = Stasion TS + Xs
= 3+274,24 + 29,167
= 3+303,407
Stasion ST = Stasion PI + Ts
= 3+348,73 + 74,49
= 3+423,22
Stasion CS = Stasion ST - Xs
= 3+423,22 - 29,167
= 3+394,053
c. Tikungan 3
Stasion PI = 5+016,50
Stasion TC = Station PI – Tc
= 5+016,50 – 72,693
= 4+943,807
Stasion CT = Station PI + Tc
= 5+016,50 + 72,693
= 5+089,193
5. Perhitungan pelebaran di tikungan
Keterangan :
Rc = Radius jalur sebelah dalam - 1⁄2 Lebar Perkerasan + 1⁄2 b
p = Jarak gandar kendaraan = 7,6 m
h = Tonjolan kendaraan = 2,4 m
B = Lebar Perkerasan tikungan
b = Lebar kendaraan rencana = 2,6 m
U =B–b
U = Off Tracking
0,105 𝑉𝑅
Z =
√𝑅𝑐
2
= √(√5502 − (7.6 + 2.4)2 + 1⁄2 2.6) + (7.6 + 2.4)2 − √5502 − (7.6 + 2.4)2 + 2,6/2
= 2,691 m
Off Tracking
U =B–b
= 2,691-2,6
= 0.091
Lebar Tambahan
0,105 𝑉𝑅
Z =
√𝑅𝑐
0,105 𝑥 60
=
√550
= 0.268
Lebar Total Perkerasan
BT = n (B+C) + Z
= 2 (2,691+1) + 0,268
= 7,65 m
BN = 2 x 3,5
= 7,0 m
∆𝑏 = BT – BN
= 7,65 – 7,0
= 0,65 m
2
= √(√1502 − (7.6 + 2.4)2 + 1⁄2 2.6) + (7.6 + 2.4)2 − √1502 − (7.6 + 2.4)2 + 2.6/2
= 2,931 𝑚
Off Tracking
U =B–b
= 2,931 - 2,6
= 0,331
Lebar Tambahan
0,105 𝑉𝑅
Z =
√𝑅𝑐
0,105 𝑥 60
=
√150
= 0,514
Lebar Total Perkerasan
BT = n (B+C) + Z
= 2 (2,931+1) + 0,514
= 8.376 m
BN = 2 x 3,5
= 7,0 m
∆𝑏 = BT – BN
= 8,376 – 7,0
= 1,376 m
c. Perhitungan Perkerasan Tikungan 3
Lebar perkerasan ditempati saat kendaraan di tikungan
2
= √(√5502 − (7.6 + 2.4)2 + 1⁄2 2.6) + (7.6 + 2.4)2 − √5502 − (7.6 + 2.4)2 + 2,6/2
= 2,691 m
Off Tracking
U =B–b
= 2,691-2,6
= 0.091
Lebar Tambahan
0,105 𝑉𝑅
Z =
√𝑅𝑐
0,105 𝑥 60
=
√550
= 0.268
Lebar Total Perkerasan
BT = n (B+C) + Z
= 2 (2,691+1) + 0,268
= 7,65 m
BN = 2 x 3,5
= 7,0 m
∆𝑏 = BT – BN
= 7,65 – 7,0
= 0,65 m
PI
TC Ec Δ CT
DATA TIKUNGAN 1
STA PI 1+753,96 Lc
STA TC 1+692,956
STA CT 1+814,964
Ec 3,373
Lc 121,512 DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
Tc 61,004 FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
Δ 12°39'30,225'' Δ/2 Δ/2 SEMARANG
RC RC
Rc 550 m
VR 60 km/jam TUGAS
Ls' 50 m
PERANCANGAN BANGUNAN TRANSPORTASI
e 7.70% JALAN RAYA
GAMBAR
DISUSUN OLEH
Lengkung Circle (Lc)
TIKUNGAN 1 (FULL CIRCLE)
(TS) (ST)
SKALA 1 : 500 ANTONIUS HENRY EKA S 21010117140093
Sisi Luar Perkerasan
e = 0%
+emax = 8 %
e = 0% PANJI AKBAR NUGROHO 21010117140095
TC CL CL CT
-en = 3%
-emax = 8 %
-en = 3% LANCANA IKBAR ARTA M 21010117140096
Sisi Dalam Perkerasan
DANIA SALSABILA 21010117140097
+emax +emax
+ex +ex DIPERIKSA OLEH
-en -en -ex -ex -en -en
-emax -emax
A B C C B A
XS
Lengkung Spiral (Ls)
XS
O ANTONIUS HENRY EKA S
PANJI AKBAR NUGROHO
21010117140093
21010117140095
Lengkung Circle (Lc)
LANCANA IKBAR ARTA M 21010117140096
TIKUNGAN 2 (SPIRAL CIRCLE SPIRAL) DANIA SALSABILA 21010117140097
Sisi Luar Perkerasan
SKALA 1 : 1000
e = 0% TS +ex SC
+emax = 8 %
CS +ex ST e = 0%
DIPERIKSA OLEH
-ex CL -ex
-emax = 8 %
-en = 3% -en = 3%
Sisi Dalam Perkerasan
A B C D E E D C B A
GAMBAR
Kecepatan awal
Kelandaian (%)
tanjakan
(km/jam) 4 5 6 7 8 9 10
< 40 1,5
40 – 60 3
> 60 8
Mulai
Selesai
5.5. Analisis Perencanaan Lengkung Vertikal
a. Lengkung Vertikal 1
• Data Teknis
STA PPV1 = 1+727,11
Elevasi = 147,65 m
VR = 60 km/jam
S = 73,64 m
A = |𝑔1 – 𝑔2|
= |(−3,09%) − (−2,26%)|
= 0,83% (cekung)
= 13,2898 m
- Kondisi S < Lv (Jarak pandang henti < panjang lengkung vertikal
cembung)
𝐴𝑆 2
Lv = 405
0,83(73,64)2
= 405
= 11,1135 m
- Kondisi S > Lv (Jarak pandang henti > panjang lengkung vertikal
cekung)
405
Lv = 2𝑆 − 𝐴
405
= 2(73,64) − 0,83
= -340,67 m
= 0,0155625 m
1 2
𝐴.( 𝐿𝑣)
4
y = 200.𝐿𝑣
1 2
0,83.( .15)
4
= 200.15
= 0,00389 m
Perhitungan koordinat titik X1, X2, X3 dan X4
X1 = 0,25 . Lv
= 0,25 . 15
= 3,75 m
X2 = 0,50 . Lv
= 0,50 . 15
= 7,5 m
X3 = 0,75 . Lv
= 0,75 . 15
= 11,25 m
X4 = Lv
= 15 m
i) STA PLV1 = STA PPV1 – X2
= 1+727,11- 7,5
= 1+719,61
Elevasi PLV1 = Elv PPV1 + ( ½ . Lv . g1)
= 147,65 + ( ½ . 15 . 3,09%)
= 147,88 m
• Data Teknis
STA PPV2 = 2+353,75
Elevasi = 127,417 m
VR = 60 km/jam
S = 73,64 m
A = |𝑔1 – 𝑔2|
= |(−2,26%) − (−1,21%)|
= 1,05% (cekung)
= 13,389 m
- Kondisi S < Lv (Jarak pandang henti < panjang lengkung vertikal
cembung)
𝐴𝑆 2
Lv = 405
1,05(73,64)2
= 405
= 14,059 m
- Kondisi S > Lv (Jarak pandang henti > panjang lengkung vertikal
cekung)
405
Lv = 2𝑆 − 𝐴
405
= 2(73,64) − 1,05
= -238,434 m
= 0,0196875 m
1 2
𝐴.( 𝐿𝑣)
4
y = 200.𝐿𝑣
1 2
1,05.( .15)
4
= 200.15
= 0,00492 m
Perhitungan koordinat titik X1, X2, X3 dan X4
X1 = 0,25 . Lv
= 0,25 . 15
= 3,75 m
X2 = 0,50 . Lv
= 0,50 . 15
= 7,5 m
X3 = 0,75 . Lv
= 0,75 . 15
= 11,5 m
X4 = Lv
= 15 m
• Data Teknis
STA PPV3 = 3+156,35
Elevasi = 118,493 m
VR = 60 km/jam
S = 73,640 m
A = |𝑔1 – 𝑔2|
= |(−1,21%) − (1,11%)|
= 2,32% (cembung)
= 13,389 m
- Kondisi S < Lv (Jarak pandang henti < panjang lengkung vertikal
cembung)
𝐴𝑆 2
Lv = 405
2,32(73,64)2
= 405
= 31,06422 m
- Kondisi S > Lv (Jarak pandang henti > panjang lengkung vertikal
cekung)
405
Lv = 2𝑆 − 𝐴
405
= 2(73,64) − 2,32
= -27,289 m
= 0,0435 m
1 2
𝐴.( 𝐿𝑣)
4
y = 200.𝐿𝑣
1 2
2,32.( .15)
4
= 200.15
= 0,010875 m
Perhitungan koordinat titik X1, X2, X3 dan X4
X1 = 0,25 . Lv
= 0,25 . 15
= 3,75 m
X2 = 0,50 . Lv
= 0,50 . 15
= 7,5 m
X3 = 0,75 . Lv
= 0,75 . 15
= 11,5 m
X4 = Lv
= 15 m
i) STA PLV3 = STA PPV3 – X2
= 3+156,35- 7,5
= 3+148,85
Elevasi PLV3 = Elv PPV3 – ( ½ . Lv . g1)
= 118,493 + ( ½ . 15 . 1,21%)
= 118,58375 m
• Data Teknis
STA PPV4 = 4+500,00
Elevasi = 132,606 m
VR = 60 km/jam
S = 73,64 m
A = |𝑔1 – 𝑔2|
= |(1,11%) − (0,22%)|
= 0,89% (cembung)
= 13,38975 m
- Kondisi S < Lv (Jarak pandang henti < panjang lengkung vertikal
cembung)
𝐴𝑆 2
Lv = 405
0,89(73,64)2
= 405
= 11,91688 m
- Kondisi S > Lv (Jarak pandang henti > panjang lengkung vertikal
cekung)
405
Lv = 2𝑆 − 𝐴
405
= 2(73,64) − 0,89
= -307,776 m
= 0,0166875 m
1 2
𝐴.( 𝐿𝑣)
4
y = 200.𝐿𝑣
1 2
0,89.( .15)
4
= 200.15
= 0,004172 m
Perhitungan koordinat titik X1, X2, X3 dan X4
X1 = 0,25 . Lv
= 0,25 . 15
= 3,75 m
X2 = 0,50 . Lv
= 0,50 . 15
= 7,5 m
X3 = 0,75 . Lv
= 0,75 . 15
= 11,5 m
X4 = Lv
= 15 m
i) STA PLV4 = STA PPV4 – X2
= 4+500,00- 7,5
= 4+492,50
Elevasi PLV4 = Elv PPV4 - ( ½ . Lv . g1)
= 132,606 - ( ½ . 15 . 1,11%)
= 132,52275 m
147,80 X1 147,80
147,70 147,70
147,60
X2 147,60 DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
PPV1
147,50
PTV1 147,50
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
147,40 147,40
SEMARANG
147,30 147,30
TUGAS
147,20 147,20
1+723,36
1+727,11
1+757,11
1+734,61
LENGKUNG VERTIKAL 1
STA
DISUSUN OLEH
Jarak (m) 3,75 3,75 3,75 3,75
ANTONIUS HENRY EKA S 21010117140093
+147.496
PANJI AKBAR NUGROHO 21010117140095
+147.88
+147.76
+147.66
127,90 127,90
127,80 127,80
127,70 127,70
TUGAS
127,20 127,20
2+350,00
2+353,75
2+357,75
2+361,25
LENGKUNG VERTIKAL 2
STA
DISUSUN OLEH
Jarak (m) 3,75 3,75 3,75 3,75
ANTONIUS HENRY EKA S 21010117140093
+127.586
+127.507
+127.48
+127.53
Elevasi (m) LANCANA IKBAR ARTA M 21010117140096
DANIA SALSABILA 21010117140097
118,90 118,90
118,80 118,80
118,70 118,70
PLV3 PTV3
118,60
X1 PPV3 X2 118,60 DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
118,50 118,50
UNIVERSITAS DIPONEGORO
118,40 118,40
SEMARANG
118,30 118,30
TUGAS
118,20 118,20
3+152,60
3+156,35
3+160,35
3+163,85
LENGKUNG VERTIKAL 3
STA
DISUSUN OLEH
Jarak (m) 3,75 3,75 3,75 3,75
ANTONIUS HENRY EKA S 21010117140093
PANJI AKBAR NUGROHO 21010117140095
+118.58
+118.55
+118.53
+118.55
+118.62
Elevasi (m) LANCANA IKBAR ARTA M 21010117140096
DANIA SALSABILA 21010117140097
132,90 132,90
132,80 132,80
132,70 132,70
PPV4 X2 PTV4
132,60
PLV4 X1 132,60 DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
132,50 132,50
UNIVERSITAS DIPONEGORO
132,40 132,40
SEMARANG
132,30 132,30
TUGAS
132,20 132,20
4+492,50
4+500,00
4+504,00
4+507,50
LENGKUNG VERTIKAL 4
STA
DISUSUN OLEH
Jarak (m) 3,75 3,75 3,75 3,75
ANTONIUS HENRY EKA S 21010117140093
PANJI AKBAR NUGROHO 21010117140095
+132.52
+132.57
+132.59
+132.62
+132.62
Elevasi (m) LANCANA IKBAR ARTA M 21010117140096
DANIA SALSABILA 21010117140097
Jarak (m)
ALINYEMEN HORISONTAL
0
ALINYEMEN VERTIKAL
+190.50 +250.00 0+000
0+000
TC : 1+692,96 1+700
PLV1 : 1+719,61 +144.00 +137.37
1+700
TC : 1+692,96
CT : 1+814,96
+139.30 +98.00 1+900
1+900
PLV1 : 1+719,61 PTV1 : 1+734,61
CT : 1+814,96
2+300
2+300 +128.50 +108.95
PLV2 : 2+346,25
PPV2 : 2+353,75
PTV2 : 2+361,25 +127.23 +113.65 2+400
2+400
PPV2 : 2+353,75
2+800
TS : 3+274,24
TS : 3+274,24
ST : 3+423,22
+121.00 +158.81 3+500
3+500
SC : 3+303,41 CS : 3+394,05
ST : 3+423,22
3+700
SKALA : 1:30.000
+129.00 +112.50 4+100
4+100
TC : 4+943,81
TC : 4+943,81
+133.12 +114.88
5+100
5+200
0,22%
6+800
6+800
0
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210
220
230
240
250
DANIA SALSABILA
TANAH
RENCANA
TANAH ASLI
VERTIKAL
GAMBAR
SEMARANG
DISUSUN OLEH
KETERANGAN
DIPERIKSA OLEH
FAKULTAS TEKNIK
NIP : 197603212000122001
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERANCANGAN BANGUNAN
TRANSPORTASI JALAN RAYA
GALIAN
21010117140097
21010117140096
21010117140095
21010117140093
TIMBUNAN
BAB VII
PERANCANGAN GEOMETRI SIMPANG
Untuk lebih jelasnya, maka jenis konflik dapat dilihat pada Gambar 6.1
A. Persimpangan Sebidang
Persimpangan sebidang adalah persimpangan dimana berbagai jalan atau
ujung jalan yang masuk ke persimpangan, mengarahkan lalu lintas masuk
ke jalur yang berlawanan dengan lalu lintas lainnya, seperti misalnya
persimpangan pada jalan-jalan kota. Persimpangan ini memiliki
ketinggian atau elevasi yang sama. Perencanaan persimpangan yang baik
akan menghasilkan kualitas operasional yang baik seperti tingkat
pelayanan, waktu tundaan, panjang antrian, dan kapasitas.
❖ Simpang Prioritas (Priority Intersection)
Apabila aliran arus lalu lintas kecil, pengendalian pergerakan lalu
lintas pada simpang bisa dicapai dengan kontrol prioritas. Bentuk
kontrol prioritas adalah kendaraan pada jalur minor memberikan jalan
kepada kendaraan pada jalan mayor. Aliran lalu lintas prioritas dapat
dirancang dengan memasang tanda berhenti (Stop), memberikan jalan
(Give away), mengalah (Yield) atau rambu jalan pelan-pelan pada
jalan minor.
❖ Simpang Bersinyal (Signalized Intersection)
Simpang bersinyal merupakan level tertinggi dari pengaturan lalu
lintas pada persimpangan sebidang, dimana pergerakan kendaraan
diatur/dikoordinasikan secara sistematik menggunakan sinyal.
Penggunaan sinyal dengan lampu bisa warna merah-kuning-hijau,
diterpkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas
yang saling berbenturan dalam dimensi waktu.
❖ Simpang Tak Bersinyal (Unsignalized Intersection)
Simpang tak bersinyal adalah simpang yang pergerakan kendaraannya
tidak diatur oleh sinyal, melainkan menggunakan rambu jalan. Hal ini
berguna untuk koordinasi antara jalan mayor dan minor.
❖ Bundaran (Roundabout)
Bundaran atau pulau di tengah persimpangan dapat bertindak sebagai
pengontrol, pembagi, pengarah bagi sistem lalu lintas berputar satu
arah. Pada cara ini gerakan penyilangan hilang dan diganti dengan
gerakan salinan. Pengemudi yang masuk bundaran harus memberikan
prioritas kepada kendaraan yang berada pada sisi kanannya. Tujuan
utama bundaran adalah melayani gerakan yang menerus, namun hal
ini tergantung dari kapasitas dan luas daerah yang tersedia. Aturan
awal pengaturan lalu lintas dengan bundaran adalah kendaraan yang
berada di dalam bundaran harus mendapatkan prioritas untuk keluar
dari bundaran.
❖ Kanalisasi
Kanalisasi untuk mengarahkan kendaraan atau memisahkannya dari
arah pendekat yang mau belok ke kiri, lurus, ataupun belok ke kanan.
Dapat berupa pulau dengan kerb yang lebih tinggi dari jalan ataupun
hanya berupa garis marka jalan.
❖ Pembatasan belok
Pembatasan belok untuk mengurangi jumlah konflik sehingga akan
memperkecil tundaan dan meningkatkan kapasitas simpang.
Pulau lalu lintas dipisahkan dari lajur lalu lintas diperlukan daerah bebas
selebar 50 cm disisi kiri dan kanan, dan masih diperlukan daerah bebas
digunakan untuk menggeser mundur sudut/hidung pulau (set back), lihat
Gambar 7.7 merupakan desain belok kiri dengan kanal dan pulau lalu
lintas.
Ukuran minimum pulau lalu lintas tersebut tercantum pada Tabel 7.7
Tabel 7.7 Dimensi Minimum Pulau Lalu Lintas
Pesimpangan sebidang antara Jalan Mayor (Jalan yang memiliki fungsi seperti
Jalan Kunduran - Ngawen – Blora dimana termasuk Jalan Kolektor, Primer,
Provinsi, Non Tol) dan Jalan Minor (Jalan Panca Arga, Magelang dimana
termasuk Jalan Kolektor, Sekunder, Provinsi, Non Tol), maka kriteria desain
persimpangan sebidang yang digunakan adalah sebagai berikut:
A. Jenis pengaturan simpang : Persimpangan sebidang bersinyal
B. Bentuk dan jenis persimpangan : Persimpangan 4 lengan yang tidak
saling tegak lurus
C. Sudut persimpangan : 80o
D. Kecepatan Rencana : 60 Km/Jam
E. Jarak pandang pada persimpangan
▪ Jarak pandang masuk : 160 meter
▪ Jarak pandang aman : 105 meter
F. Kelandaian belokan maksimum :2%
G. Komponen jalan mayor (Jalan Kolektor, Primer, Provinsi, Non Tol) :
JUDUL GAMBAR
SIMPANG BERSINYAL
R = 15 m
EMPAT LENGAN
TIDAK SALING TEGAK LURUS
10 m
20 m
KETERANGAN
3500 10001750
STA 1+700
Tabel 8.7 Harga Koefisien Pengaliran (c) dan Harga Faktor Limpasan (Fk)
b) Gorong – Gorong
Ditempatkan melintang jalan, kemiringan 0,5 – 2 % dan berfungsi
menampung air dari selokan samping yang terdapat pada bak penampung,
diantaranya bisa lebih dari dua aliran jarak antara gorong-gorong 100 m
untuk daerah datar dan 50 m untuk daerah pegunungan. Bentuk gorong-
gorong diantaranya kotak dan bulat (Dmin 80 cm). Tipe dan bahan gorong-
gorong yang permanen dengan desain umur rencana untuk periode ulang
atau kala ulang hujan untuk perencanaan gorong-gorong disesuaikan
dengan fungsi jalan tempat gorong-goring yang berlokasi di:
• Jalan tol = 25 tahun
• Jalan arteri = 10 tahun
• Jalan kolektor = 7 tahun
• Jalan local = 5 tahun
8.3 Perancangan Kebutuhan Bangunan Drainase Jalan
8.3.1 Perhitungan Drainase
8.3.1.1 Intensitas Hujan
No. Tahun x (x-x̅) (x-x̅)^2
1 2008 137 6.700 44.890
2 2009 122 -8.300 68.890
3 2010 199 68.700 4719.690
4 2011 136 5.700 32.490
5 2012 89 -41.300 1705.690
6 2013 180 49.700 2470.090
7 2014 131 0.700 0.490
8 2015 126 -4.300 18.490
9 2016 76 -54.300 2948.490
10 2017 107 -23.300 542.890
Jumlah 1303 0.000 12552.100
Rata-rata 130.3 0.000 1255.210
Sumber:
http://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen_usulan/dr
ainase/DRAINASE_97a7cbe80dd68a8e5576ff6a62e68c34eda294ab.pdf
Dimana:
𝑥̅
𝑥̅ = , 𝑛 = 10
𝑛
1303
𝑥̅ = = 130,3
10
• Standar Deviasi
∑(𝑥̅ − 𝑥̅)2
𝑆𝑑 = √
𝑛
12552,1
𝑆𝑑 = √
10
Sd = 35,429
Kemudian, dengan n = 10 dan periode ulang 7 tahun (fungsi jalan
sebagai jalan kolektor). Diperoleh data:
Yt = 1,80002 (Tabel 8.5, Periode Ulang 7 Tahun)
Yn = 0,4952 (Tabel 8.3, n = 10)
Sn = 0,9496 (Tabel 8.4, n = 10)
𝑆𝑑
𝑋𝑡 = 𝑥̅ + (𝑌𝑡 − 𝑌𝑛)
𝑆𝑛
35,429
𝑋𝑡 = 130,3 + (1,80002 − 0,4952)
0,9496
𝑋𝑡 = 178,982 𝑚𝑚/𝑗𝑎𝑚
𝑋𝑡
𝐼 = 90% .
4
178,982
𝐼 = 0,9 .
4
𝐼 = 40,271 𝑚𝑚/𝑗𝑎𝑚
A. Perhitungan t1
2 𝑛𝑑
𝑡1 = ( . 3,28. Lc. )0,167
3 √𝑠
Dengan:
Lc = lebar yang ditinjau
nd = lapisan permukaan
(Tabel 1 Pedoman Perencanaan Sistem Drainase Jalan)
• Perhitungan t1 untuk L1
- Lebar L1 = 4,5 m
- Lapisan permukaan aspal = 0,013 (untuk lapis semen
dan aspal beton, Tabel 8.6)
- Kemiringan (s) = 0,03
Maka:
2 0,013 0,167
ti untuk L1 = ( . 3,28.4,5. )
3 √0,03
ti untuk L1 = 0,951 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
• Perhitungan t1 untuk L2
- Lebar L2 = 2,5 m (bahu jalan)
- Lapisan permukaan aspal = 0,013 (Tabel 8.6)
- Kemiringan (s) = 0,05
Maka:
2 0,013 0,167
ti untuk L2 = ( . 3,28.2,5. )
3 √0,05
ti untuk L1 = 0,862 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
• Perhitungan t1 untuk L3
- Lebar L3 = 100 m (tanah)
- Lapisan permukaan tanah = 0,2 (Tabel 8.6)
- Kemiringan (s) = 0,01
Maka:
2 0,2 0,167
ti untuk L3 = ( . 3,28.100. )
3 √0,01
ti untuk L1 = 2,761 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Total waktu indeks untuk L = L1+L2+L3
t1 total = t1L1+t1L2+t1L3
t1 total = 0,951+0,862+2,761
t1 total = 4,574 menit
B. Penentuan panjang saluran
L diambil dari potongan memanjang trase dengan
kemiringan terpanjang, yaitu L = 1750 m
C. Perhitungan t2
• Panjang saluran (L) = 1750 m
• Kecepatan (valiran) = 1,50 m/s (Tabel 8.1 untuk
Material Beton)
Maka:
𝐿 1750
𝑡2 = = = 19,444 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
60𝑣 60.1,5
D. Perhitungan tc
tc = t1 + t2
Pada perhitungan sebelumnya, di dapat:
t1 = 4,574 menit
t2 = 19,444 menit
Maka, tc = 4,574 + 19,4 = 24,018 menit
E. Perhitungan koefisien pengaliran
ΣCi. Ai
𝐶=
ΣA
Dengan:
Ci = koefisien pengaliran
Ai = luas daerah pengaliran
• Pada daerah L1 aspal
- Perkerasan aspal → C = 0,8 (Tabel 8.7)
- Luas (A1) → L1.Panjang Saluran = 4,5.1750
= 7875 m2
• Pada daerah L1 bahu
- Perkerasan aspal → C = 0,8 (Tabel 8.7)
- Luas (A2) → L2.Panjang Saluran = 2,5.1750
= 4375 m2
• Pada daerah L1 tanah
- Perkerasan tanah → C = 0,4 (Tabel 8.7)
- Luas (A3) →L3.Panjang Saluran = 100.1750
= 175000 m2
A total = A1+A2+A3 = 7875+4375+175000 = 187250 m2
Maka,
C1. A1 + C2. A2 + C3. A3
𝐶=
A1 + A2 + A3
0,8.7875 + 0,8.4375 + 0,4.175000
𝐶=
187250
𝐶 = 0,426
F. Perhitungan debit
1
𝑄= . 𝐶𝐼𝐴
3,6
Dengan:
Q = Debit aliran (m3/s)
C = Koefisien pengaliran (dari perhitungan c total)
I = Intensitas curah hujan (mm/jam) (dari perhitungan I)
A = Luas daerah tangkapan (km2)
Maka:
1
𝑄= . 0,426 . 40,271 . [(7875 + 4375 + 175000)10−6 ]
3,6
𝑄 = 0,892 m3/s
G. Pendimensian saluran samping
• Bahan material = Beton
• Bentuk saluran = Trapesium
• V izin (m/s) = 1,5 m/s
• Luas penampang basah:
𝑄
𝐹= (𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎)
Vizin
0,892
𝑄= = 0,595 m2
1,5
• Ketentuan Dimensi
Berdasarkan pedoman perencanaan drainase jalan pada T-
02-2006-B bahwa luas penampang minimum saluran
adalam 0,5 m2.
- F = (B + m.H) . H
Dimana:
B = 1,5 H
m = 1,0 (Tabel 8.8, Q 0,00 – 0,75)
maka:
F = (B+m.H).H
0,595 = (1,5H+H).H
H2 = 0,238 m
H = 0,488 m → H diambil = 0,5 m
- Tinggi jagaan (w)
𝑤 = √0,5𝐻
𝑤 = √0,5.0,5
𝑤 = 0,5
- Tinggi saluran =H+W
H+W = 0,5 + 0,5 =1m
- Lebar atas saluran (ɑ)
ɑ = B + 2mH
ɑ = 0,75 + 2.1.0,5
ɑ = 1,75 m
- Checking F > 0,5 m2
(B + mH) H > 0,5 m2
(0,75 + 1.0,5) 0,5 > 0,5 m2
0,625 m2 > 0,5 m2 (OK)
Dengan demikian, didapat dimensi saluran samping
B = 0,75 m
H = 0,5 m
ɑ = 1,75 m
Berdasarkan perhitungan untuk pendimensian saluran,
didapat:
B = 0,75 m
H = 0,5 m
ɑ = 1,75 m
Tinggi jagaan = 0,5 m
Tinggi saluran =1m
Dengan:
Qgorong-gorong = 2Q saluran
= 2 . 0,892
= 1,784 m3/s
Vijin = 1,5 m/s
Maka:
𝑄
𝐹=
V
1,784
𝐹=
1,5
𝐹 = 1,189 m2
• Dimensi gorong-gorong
1 2
𝐹= π𝐷
4
1
1 = π𝐷2
4
4 . 1,189
𝐷2 =
π
𝐷 = 1,514
Karena syarat minimal gorong-gorong memiliki diameter = 1 m,
maka diambil D = 1,514 m
• Tinggi jagaan
Tinggi jagaan = 20% . D
= 0,2 . 1,514
= 0,303 m
PRODUCED BY AN AUTODESK STUDENT VERSION
BETON
1750
500
TANAH ASLI
500
750
D D
INLET OUTLET
1000 1500 1000 1000 3500 3500 1000 1000 1500 1000
5% 5% 3% 3% 3% 3% 5% 5%
INLET OUTLET
POTONGAN D-D
SKALA 1:100
303
152
TANAH URUG
1514
BETON
152
303
PAS BATU BRONJONG
PASIR
TANAH ASLI
1514
303 1818 303
2. Rambu Larangan
Rambu larangan adalah rambu lalu lintas yang menyatakan Batasan-
batasan yang tidak boleh dilakukan oleh pengguna jalan. Warna dasar dari
rambu larangan adalah putih dengan lambang hitam atau merah. Rambu
larangan ditempatkan sedekat mungkin dengan bagian awal dimulainya
larangan hingga bagian jalan berikutnya.
3. Rambu Perintah
Rambu perintah adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan perintah
yang wajib dilakukan oleh pengguna jalan. Warna dasar rambu perintah
adalah biru dengan tulisan putih. Rambu perintah wajib ditempatkan
sedekat mungkin dengan lokasi (kurang lebih 50 m dari lokasi).
4. Rambu Petunjuk
Rambu petunjuk adalah rambu yang memberikan petunjuk kepada
pengguna jalan mengenai informasi jalan yang meliputi jurusan, arah, dan
rambu petunjuk wilayah. Rambu petunjuk memiliki warna dasar biru
untuk informasi batas kota dan fasilitas umum, dan hijau untuk informasi
petunjuk jalan dengan tulisan berwarna putih. Rambu petunjuk
ditempatkan di kiri jalan atau diatas daerah manfaat jalan sebelum tempat,
daerah, atau lokasi yang ditinjau dengan jarak maksimum 50 m atau untuk
jenis rambu 100 m minimum 350 m.
b) Lampu
Tuntutan penerangan jalan umum meningkat dengan pertambahan tingkat
kepadatan aktivitas pengguna jalan. Lampu meningkatkan keselamatan dan
kenyamanan bagi pengguna jalan.
1. Tipe Pilar
Lampu tipe pilar mahal pada pengoperasiannya. Lampu tipe pilar dibuat
hanya untuk penerangan intensitas rendah dan merupakan model kuno.
2. Tipe Berkedip
Lampu tipe berkedip membutuhkan alat pengontrol dan penggunaannya
tidak dapat disambungkan langsung ke saluran utama.
- Lampu air raksa
Memberikan cahaya kebiruan tetapi warna dapat diganti dan dilapisi
untuk memberi emulsi putih
- Lampu sodium tekanan rendah
Memberikan cahaya utama kuning dan merupakan lampu yang paling
efektif digunalan dengan kekuatan 135 unit dan cenderung terbakar bila
rusak
- Lampu sodium tekanan tinggi
Memberikan cahaya putih agak dingin dalam penampilan. Bola lampu
sama dengan lampu air raksa
Rambu Peringatan
-
Tikungan ke Kiri
STA 3+100
Rambu Peringatan
STA 4+500
Tanjakan
STA 6+800
STA 0+100
Rambu Peringatan
STA 1+700
Turunan
STA 2+300
Rambu Pengarah
-
Tikungan ke Kiri
STA 1+750
sepanjang tikungan
Rambu Pengarah STA 3+340
Tikungan ke Kanan sepanjang tikungan
STA 5+000
sepanjang tikungan
Rambu Tanda
STA 6+800
Penyebrangan Jalan
225 225
225 225
0 75
75 0 900
530
375
450
BAUT Ø 10 BAUT Ø 10 BAUT Ø 10
Minimal 600 mm dari Minimal 600 mm dari Minimal 600 mm dari
750
900
530
450
2050
2250
2050
ANGKUR ANGKUR ANGKUR
PIPA GALVANIS Ø50 PIPA GALVANIS Ø50 PIPA GALVANIS Ø50
BETON BERTULANG BETON BERTULANG BETON BERTULANG
TANAH ASLI
500
500
100 300 100 100 300 100 100 300 100
600
600
2000
1400
1400
1100
1100
5000
3000
3000
2500
2500
300 300 300 300
DETAIL MARKA PANAH DETAIL MARKA PANAH DETAIL MARKA PANAH DETAIL MARKA PANAH
SKALA 1:100 SKALA 1:100 SKALA 1:100 SKALA 1:100
120
MARKA PUTUS-PUTUS
120
5000 8000 5000
MARKA JALAN
SKALA 1:100
• Contoh Perhitungan
Golongan 2
LHR =2.324 kend/hari
E = 0,000451
GR = 28,601%
LHR x E x GR = 2.324 x 0,000451 x 28,601
= 29,984 ESAL/hari
Perhitungan untuk golongan 1 hingga golongan 8 dapat
dilihat pada Tabel 10.1 berikut.
Tabel 10.1 Perhitungan ESAL
VLHR x E x
Golongan VLHR E GR GR
kend/hari ESAL/hari
1 21539 0,00000 28,60149 0
2 2324 0,00045 28,60149 29,984
3 400 0,03499 28,60149 400,285
4 831 0,03499 28,60149 831,593
5A 361 0,15924 28,60149 1644,144
5B 293 0,31058 28,60149 2602,732
6A 671 0,15924 28,60149 3056,013
6B 720 1,21616 28,60149 25044,384
7A 139 2,32855 28,60149 9257,380
7B 4 4,39548 28,60149 502,869
7C 88 1,74117 28,60149 4382,406
8 665 0,00000 28,60149 0
TOTAL 28035 47751,791
̅18
𝑊18 = 𝐷𝐷 𝑥 𝐷𝐿 𝑥 𝑊
= 0,5 𝑥 0,9 𝑥 17429403,86
= 7843231,74 ESAL
𝐶𝐵𝑅𝑚𝑎𝑥 − 𝐶𝐵𝑅𝑚𝑖𝑛
𝐶𝐵𝑅𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛 = 𝐶𝐵𝑅𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 −
𝑅
5+6+7
• 𝐶𝐵𝑅𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = 3
= 6%
• R = 1,91 (untuk 3 titik pengamatan)
7−5
𝐶𝐵𝑅𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛 = 6 −
1,91
= 4,953 %
Nilai modulus resilien (MR) tanah dasar dihitung dengan persamaan
berikut :
MR = 1500 x CBR
= 1500 x 4,953
= 7429,5 psi
∆𝑃𝑆𝐼
𝑙𝑜𝑔 ( )
4,2−1,5
𝑙𝑜𝑔𝑊18 = 𝑍𝑟 (𝑆0 ) + 9,36 log(𝑆𝑁 + 1) − 0,20 + 1094
0,40 + (𝑆𝑁+1)5,19
+2,32𝑙𝑜𝑔𝑀𝑅 − 8,07
Maka didapat nilai SN3 sebesar 5,069.
• Nilai SN2 pada lapis pondasi atas (dengan modulus resilien
pondasi bawah)
∆𝑃𝑆𝐼
𝑙𝑜𝑔 ( )
4,2−1,5
𝑙𝑜𝑔𝑊18 = 𝑍𝑟 (𝑆0 ) + 9,36 log(𝑆𝑁 + 1) − 0,20 + 1094
0,40 + (𝑆𝑁+1)5,19
+2,32𝑙𝑜𝑔𝑀𝑅 − 8,07
Maka didapat nilai SN3 sebesar 3,653.
• Nilai SN1-2 pada lapis aspal beton AC-BC (dengan modulus
pondasi atas)
∆𝑃𝑆𝐼
𝑙𝑜𝑔 ( )
4,2−1,5
𝑙𝑜𝑔𝑊18 = 𝑍𝑟 (𝑆0 ) + 9,36 log(𝑆𝑁 + 1) − 0,20 + 1094
0,40 + (𝑆𝑁+1)5,19
+2,32𝑙𝑜𝑔𝑀𝑅 − 8,07
Maka didapat nilai SN1-2 sebesar 3,074.
• Nilai SN1-1 pada lapis aspal beton AC-WC (dengan modulus
lapisan AC-BC)
∆𝑃𝑆𝐼
𝑙𝑜𝑔 ( )
4,2−1,5
𝑙𝑜𝑔𝑊18 = 𝑍𝑟 (𝑆0 ) + 9,36 log(𝑆𝑁 + 1) − 0,20 + 1094
0,40 + (𝑆𝑁+1)5,19
+2,32𝑙𝑜𝑔𝑀𝑅 − 8,07
Maka didapat nilai SN1-1 sebesar 1,100.
Lapis Permukaan
6,7
AC - WC
12,5
Lapis Permukaan
AC - DC
Granular
Granular
Tanah Dasar