Anda di halaman 1dari 18

PROSPEK PENGEMBANGAN LNG

LEPAS PANTAI

Oleh:

MIRA MAULIDIANA
640506007Y

MAKALAH

PENGOLAHAN GAS ALAM

MANAJEMEN GAS ALAM


PROGRAM PASCA SARJANA
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
MEI 2006
Abstraksi
Pengembangan teknologi LNG lepas pantai pada dasarnya merupakan penggabungan dari
teknologi pencairan, transportasi, penyimpanan, dan regasifikasi LNG yang telah
berkembang hingga saat ini dengan teknologi substruktur lepas pantai yang digunakan di
industri minyak dan gas. Pengembangan terminal produksi dan ekspor LNG lepas pantai
dapat meningkatkan peluang untuk pemanfaatan gas terasosiasi serta stranded gas di lepas
pantai yang selama ini tidak termanfaatkan. Sedangkan pengembangan terminal
penerimaan LNG lepas pantai dapat menjadi solusi alternatif di tengah semakin semakin
sulitnya mendapatkan lahan yang memenuhi berbagai kriteria untuk terminal penerimaan
LNG.

Hingga saat ini sudah terdapat banyak konsep terminal LNG lepas pantai baik untuk
terminal produksi dan ekspor maupun terminal penerimaan. Beberapa wilayah lepas pantai
di dunia bahkan telah diidentifikasikan berpotensi untuk penempatan terminal LNG lepas
pantai. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi fasilitas LNG lepas pantai telah mencapai titik
di mana realisasinya sudah memungkinkan.

Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai konsep-konsep terminal LNG lepas pantai
yang sudah dikembangkan di dunia hingga saat ini, beserta prospeknya di waktu-waktu
mendatang

1. Pendahuluan
Sekitar sepertiga atau 60 tcm cadangan gas alam di dunia berada di lepas pantai (Sheffield,
LNG Review). Sebagian cadangan gas merupakan cadangan gas yang tak terasosiasi
dengan produksi minyak (non associated gas), sedangkan sisanya merupakan gas
terasosiasi (associated gas).

Penyaluran gas dari fasilitas produksi lepas pantai melalui pipa ke darat biasanya
merupakan opsi pertama dalam pemanfaatan produksi gas lepas pantai. Meskipun
demikian, seperti yang dapat terlihat pada peta konsep transportasi gas alam di bawah ini,
penyaluran gas melalui pipa baru dapat secara ekonomis dilakukan apabila produksi gas
tersebut memadai dengan jarak yang relatif dekat. Hal tersebut juga menjadi alasan
mengapa jenis-jenis gas berikut sulit untuk dibawa ke darat untuk dimanfaatkan.
- Gas terasosiasi, yaitu gas yang terproduksi bersamaan dengan produksi minyak, yang
umumnya tidak bisa, secara ekonomis, untuk diproses serta disalurkan melalui pipa ke
darat. Gas tersebut sebelumnya sering dibakar. Namun dari segi lingkungan,
pengurangan CO2, serta pemanfaatan energi secara efektif membuat pilihan untuk
membakar gas lepas pantai bukan merupakan suatu pilihan yang tepat. Pilihan lain
adalah dengan menginjeksikan kembali gas tersebut ke reservoir. Hal tersebut dapat
menguntungkan dalam jangka pendek dalam hal meningkatkan produksi minyak. Namun
injeksi gas dalam jangka panjang justru akan menaikkan rasio gas/minyak.
- Stranded gas, yaitu gas yang umumnya berasal dari daerah terisolasi atau lapangan gas
yang jauh dari darat atau infrastruktur yang ada, sehingga menjadi tidak ekonomis untuk
memasang pipa untuk menyalurkan gas ke darat. Gas jenis tersebut umumnya
ditemukan seperti di laut dalam (lebih dalam daripada 1000 m) atau pada lapangan yang
sangat terisolasi dari pembangunan lapangan lainnya yaitu lebih dari 250 km. Gas
tersebut umumnya sulit dieksploitasi karena kondisi yang ada menyebabkannya menjadi
tidak ekonomis untuk dikembangkan.

2
Sumber: Hetland

Gambar 1. Peta Konsep Transportasi Gas Alam

Salah satu alternatif lain untuk pemanfaatan gas lepas pantai adalah dengan LNG terapung
(floating LNG). Opsi LNG terapung ini dapat digunakan untuk pemanfaatan gas dengan
ukuran cadangan menengah yaitu sekitar 8 - 10 MMsm3/d jarak ke pasar antara 3000 –
4800 km. Alternatif pemanfaatan gas lepas pantai dengan LNG terapung ini diharapkan
dapat semakin membuka peluang untuk pemanfaatan gas di lepas pantai khususnya untuk
gas terasosiasi serta stranded gas seperti yang tersebut di atas. Pemanfaatan produksi gas
lepas pantai menjadi LNG dapat memperpendek rantai LNG karena adanya penggabungan
eksplorasi dan produksi gas alam dengan fasilitas pencairan LNG.

Permasalahan keterbatasan area, lingkungan, keselamatan, dan keamanan juga


mendorong adanya terminal penerimaan LNG di lepas pantai. Berbagai konsep terminal
LNG lepas pantai dapat dilihat pada gambar di bawah.

Sumber: Moss Maritime

Gambar 2. Terminal-terminal LNG Lepas Pantai

3
Meskipun sebagian besar terminal LNG lepas pantai pada gambar di atas masih berupa
konsep, pada tahun 2005 Bureau Veritas telah menerbitkan buku pedoman klasifikasi dan
sertifikasi LNG lepas pantai. Klasifikasi terminal LNG lepas pantai yang dilakukan oleh
Bureau Veritas adalah sebagai berikut.
ƒ Jenis terminal LNG:
- GB : Gravity Based terminal
-F : Floating terminal
ƒ Konfigurasi penggunaan terminal LNG lepas pantai:
- LNG – GPE : LNG Global Production and Exporting terminal
- LNG – PE : LNG Production and Exporting terminal
- LNG – R : LNG Receiving terminal
- LNG – S : LNG Storage terminal
ƒ Material yang digunakan:
- baja, beton, dan komposit

Konfigurasi fasilitas-fasilitas LNG yang berada pada terminal terapung mempengaruhi


penggolongan terminal LNG lepas pantai sebagai berikut.
1. Fasilitas produksi gas (hulu)
2. Inlet dan fasilitas pengolahan gas
3. Fasilitas pencairan dan fraksinasi LNG LNG
4. Instalasi penyimpanan LNG PE GPE
5. Terminal ekspor LNG
6. Kemampuan transportasi
7. Sistem bongkar muat LNG
LNG
8. Tangki penyimpanan LNG
R
9. Unit regasifikasi LNG
10. Pompa LNG
11. Sistem penanganan uap
12. Utilitas pendukung, perpipaan, katup, sistem kontrol, dan sistem keselamatan yang
dibutuhkan untuk pengoperasian ekspor dan impor secara aman.

Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai pengembangan konsep terminal-terminal


LNG lepas pantai yang sudah dilakukan di dunia hingga saat ini. Prospek penggunaan
terminal-terminal LNG lepas pantai pada waktu-waktu mendatang juga akan dikemukakan
pada makalah ini.

2. Terminal Produksi dan Ekspor LNG Lepas Pantai


Berbagai studi mengenai terminal produksi dan ekspor LNG lepas pantai telah dilakukan
dalam berbagai tingkatan sejak awal 1970-an. Barulah pada pertengahan tahun 1990-an,
seiring dengan perkembangan teknologi Floating Production, Storage, and Offloading
(FPSO) untuk produksi minyak yang semakin mapan dan banyak digunakan, studi terminal
produksi LNG lepas pantai didukung dengan konsep yang lebih matang.

FPSO untuk produksi minyak secara umum adalah integrasi dari teknologi fasilitas produksi
minyak dengan kapal. Fasilitas pengolahan minyak tersebut umumnya terdiri dari fasilitas
penerimaan, pemisahan gas / minyak serta reinjeksi gas. Minyak kemudian disimpan pada
tangki yang terletak pada lambung kapal untuk kemudian ditransferkan ke kapal tanker
melalui fasilitas offloading yang biasanya berupa selang fleksibel (flexible hose).

Berbeda dengan FPSO untuk produksi minyak, terminal untuk produksi LNG lepas pantai
adalah lebih kompleks di mana di dalamnya diperlukan fasilitas pengolahan gas dan
pencairan gas pada suhu kriogenik. Selain itu, sifat proses LNG yang sedemikian sehingga
dibutuhkan daya listrik yang cukup besar (sekitar 50 MW untuk 1 MMTPA) dan kondisi
pengolahan kriogenik menimbulkan adanya kebutuhan perpipaan yang lebih kompleks di
tengah tata letak fasilitas produksi pada area yang sangat terbatas. Penyimpanan LNG yang
membutuhkan sistem penanganan khusus serta sifat produksi lepas pantai di mana tangki

4
selalu diisi sebagian juga menjadi isu tersendiri. Transfer LNG dari terminal produksi LNG
lepas pantai ke tanker LNG juga membutuhkan penanganan khusus.

Proses pencairan umumnya memiliki porsi biaya 30 - 40% dari keseluruhan biaya kapital
kilang LNG, serta memiliki pengaruh yang besar padaa biaya operasi serta utilitas yang
digunakan. Pemilihan proses yang tepat untuk digunakan di lepas pantai adalah hal yang
sangat penting untuk mengefektifkan biaya dalam suatu proyek LNG.

Foster Wheeler Energy Limited telah melakukan studi untuk memilih proses pencairan LNG
yang tepat untuk digunakan di lepas pantai. Fasilitas pencairan LNG yang digunakan di
lepas pantai memiliki kriteria pemilihan teknologi yang berbeda dibandingkan jika untuk
digunakan di kilang darat, untuk mencapai proses yang optimal. Beberapa kriteria proses
pencairan LNG Lepas Pantai adalah sebagai berikut.
- Fasilitasnya harus kompak dan ringan
Hal ini berkaitan dengan area yang sangat terbatas pada terminal lepas pantai. Selain
itu, berbeda dengan fasilitas produksi di darat yang berada di atas tanah, fasilitas
produksi di lepas pantai diletakkan pada suatu substruktur yang terpasang di laut, di
mana bebannya menjadi faktor yang perlu diperhitungkan.
- Memiliki keamanan proses yang tinggi
Kebutuhan akan adanya keamanan proses yang tinggi untuk fasilitas produksi lepas
pantai disebabkan karena area yang terbatas di mana pada satu lokasi tersebut juga
terdapat fasilitas akomodasi bagi orang-orang yang mengoperasikan fasilitas tersebut.
- Dapat bertahan pada lingkungan laut
Lingkungan laut merupakan lingkungan yang dinamis di mana terdapat pergerakan laut
yang bisa mempengaruhi terminal. Faktor cuaca juga berpengaruh terhadap operasi di
lepas pantai. Untuk itu, adalah penting untuk memilih proses yang dapat bertahan serta
sesuai dengan kondisi lingkungan laut.
- Mudah dioperasikan
Pengoperasian yang mudah juga hal yang penting dalam pemilihan proses di lepas
pantai, mengingat lebih banyaknya keterbatasan di laut dibanding dengan
pengoperasian di darat.
- Jumlah peralatan relatif sedikit
Jumlah peralatan yang digunakan berkaitan dengan keterbatasan area pada terminal
lepas pantai. Semakin sedikit peralatan yang digunakan, semakin sedikit pula area yang
dibutuhkan, yang juga berpengaruh pada struktur penyangga yang dibutuhkan.
- Availabilitas tinggi
Hal ini terkait dengan ketersediaan peralatan di mana diharapkan downtime proses
seminimal mungkin, untuk menjamin kehandalan pasokan produksinya terlebih lagi
pengoperasian produksi di lepas pantai yang cukup mahal dibandingkan dengan di
darat.
- Modularitas tinggi
Pembangunan terminal LNG terapung membutuhkan lapangan fabrikasi. Keterbatasan
lapangan fabrikasi yang dapat melakukan membangun terminal LNG keseluruhan
secara terintegrasi, menuntut adanya kebutuhan modularitas tinggi pada proses yang
digunakan. Selain itu, adanya modularitas yang tinggi bisa mengurangi ketergantungan
antara satu sistem dengan sistem lainnya, khususnya apabila terjadi permasalahan pada
suatu sistem.
- Memiliki efisiensi yang memadai
Dibutuhkan efisiensi yang memadai untuk pengoperasian produksi LNG di lepas pantai
karena efisiensi juga berkaitan dengan semakin besarnya kapasitas peralatan yang
harus digunakan beserta utilitas pendukungnya, yang berarti juga berkaitan dengan
besarnya area yang akan digunakan serta biaya kapital yang harus dikeluarkan.
- Lebih toleran dengan variasi kondisi proses
Penggunaan FPSO untuk mengolah gas dari lapangan marginal menimbulkan
kebutuhan adanya toleransi yang lebih terhadap variasi kondisi proses termasuk dari
gas umpan yang masuk.

5
- Proses handal serta kokoh
Dengan adanya kondisi lingkungan laut yang menimbulkan banyak keterbatasan, adalah
penting untuk memilih proses yang handal dan kokoh, terlebih lagi produksi LNG
membutuhkan spesifikasi gas hasil pengolahan yang lebih ketat dibandingkan dengan
gas pipa.

Salah satu proses yang direkomendasikan untuk digunakan untuk proses pencairan LNG
lepas pantai adalah dengan menggunakan proses yang menggunakan turboekspander gas.
Siklus pendinginan ekspander dengan siklus Brayton secara sederhana dapat dilihat pada
gambar di bawah.

Sumber: Foster Wheeler

Gambar 3. Proses Ekspander untuk LNG

Sekalipun siklus ekspander memiliki efisiensi yang lebih rendah dibandingkan dengan
proses pendingin campuran dan proses bertingkat dengan pendingin murni yang biasa
digunakan di darat, proses ini memenuhi banyak kriteria yang disebutkan di atas untuk
pencairan LNG lepas pantai. Perbandingan antara proses ekspander dengan proses
pencairan LNG dengan menggunakan pendingin campuran serta proses bertingkat dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Perbandingan Proses LNG


Criteria Expander Liquid Refrig.

Compactness

Weight

Inherent safety

Suitable for marine environment

Ease of operations

Ease of start-up

Equipment count

Availability

Cycle robustness

Efficiency
Sumber: Foster Wheeler

6
Dibandingkan dengan proses pendingin campuran, proses ekspander membutuhkan lebih
sedikit area dibanding proses pendingin campuran. Siklus ekspander ini banyak memiliki
keuntungan untuk penggunaan di lepas pantai karena menggunakan N2 sebagai
pendinginnya. Penggunaan N2 tidak membutuhkan penyimpanan pendingin yang besar.
Sifat N2 yang inert yang berarti tidak mudah terbakar juga dapat mengurangi keterbatasan
tata letak peralatan. Selain itu penggunaan N2 yang inert, dari segi keselamatan, memiliki
risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan pendingin hidrokarbon. Proses
turboekspander juga lebih mudah dioperasikan serta dikendalikan. Proses ekspander yang
lebih sederhana juga mengakibatkan lebih sedikitnya jumlah peralatan yang dibutuhkan
serta start-up yang lebih cepat.

Meskipun proses ekspander memiliki banyak keuntungan khususnya untuk produksi LNG
skala kecil dari lapangan marginal di lepas pantai dengan belanja kapital yang lebih rendah,
biaya pengoperasian yang lebih mahal serta biaya lainnya harus diperhatikan juga untuk
umur lapangan yang lebih panjang serta cadangan gas yang lebih besar. Pada dasarnya,
penentuan proses akhirnya akan bergantung pada hal yang berbeda pada masing-masing
proyek serta juga potensi pengembangan proses yang lebih inovatif.

Selain itu, hal yang perlu dipertimbangkan dalam terminal LNG lepas pantai adalah
penyimpanan LNG. Jenis penyimpanan LNG yang digunakan adalah jenis yang digunakan
ada tanker LNG, seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Sumber: Moss Maritime

Gambar 4. Tipe Penyimpanan LNG Terapung

Masing-masing jenis penyimpanan LNG memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri


seperti dipaparkan di bawah ini.
Self-Supporting Prismatic Type-B (SPB) - IHI:
- Tidak ada keterbatasan pengisian
- Adanya penguat struktur internal
- Memungkinkan tempat yang lapang untuk fasilitas produksi di atasnya
- Kemungkinan adanya sloshing
Moss:
- Tidak ada keterbatasan pengisian
- Tidak ada penguat struktur internal
- Tidak memungkinkan tempat yang lapang untuk fasilitas produksi di atasnya
- Tidak terpengaruh oleh sloshing
Membran:
- Ada keterbatasan pengisian
- Ada penguat struktur internal
- Memungkinkan tempat yang lapang untuk fasilitas produksi di atasnya
- Terpengaruh oleh sloshing
Pada akhirnya keputusan pemilihan jenis tangki penyimpanan yang digunakan juga
tergantung dari kondisi yang ada serta dipengaruhi juga oleh struktur lepas pantai yang akan
digunakan.

7
Telah banyak studi yang dilakukan untuk pengembangan terminal produksi dan ekspor LNG
lepas pantai ini. Salah satunya yang dilakukan oleh Ishikawajima-Harima Heavy Industries di
Jepang. Perusahaan rekayasa dan konstruksi yang telah memiliki banyak pengalaman
dalam pembangunan tanker serta terminal penerimaan LNG ini mengembangkan konsep
terminal produksi LNG dengan menggunakan tangki LNG jenis Self-Supporting Prismatic
Type-B (SPB) yang ditempatkan pada lambung kapal. Di atas lambung kapal, diletakkanlah
peralatan-peralatan untuk pemrosesan gas menjadi LNG yang menggunakan proses
pendinginan Pendingin Campuran Ganda (Dual Mixed Refrigerant) Shell.

Sumber: Ishikawajima-Harima Heavy Industries (IHI)

Gambar 5. FPSO LNG SPB IHI

Diagram blok proses produksi pada FPSO LNG ini bisa dilihat pada gambar di bawah, di
mana secara garis besar proses dapat dibagi menjadi sistem produksi LNG dan sistem
penyimpanan dan bongkar muat LNG. Sistem tersebut didukung oleh sistem utilitas yang
mendukung proses.

Sumber: Ishikawajima-Harima Heavy Industries

Gambar 6. Diagram Blok Proses LNG Lepas Pantai

8
Sementara itu Shell mengembangkan konsep Floating Oil and Natural Gas (FONG) serta
Floating LNG (FLNG) dari penggabungan konsep FPSO, kilang LNG, serta pengiriman LNG.
FONG merupakan konsep pengembangan gas terasosiasi dari suatu lapangan minyak dan
gas, di mana dipasang fasilitas pencairan, penyimpanan, serta ekspor LNG. Sedangkan
konsep FLNG digunakan untuk mengembangkan lapangan gas tak terasosiasi.

Sumber: Shell

Gambar 7. Floating LNG (FLNG) dan Floating Oil and Natural Gas (FONG)

Faktor kunci dalam pengembangan FONG ini adalah membuat fasilitas pengolahan,
penyimpanan, serta ekspor LNG sesederhana dan seinovatif mungkin. Teknologi pencairan
yang digunakan untuk FONG adalah dengan menggunakan pendingin nitrogen. Sedangan
untuk FLNG digunakan teknologi Pendingin Campuran Ganda Shell (Dual Mixed
Refrigerant). Baik FONG maupun FLNG menggunakan struktur kapal dari baja dengan jenis
tangki membran digunakan untuk FONG dan prismatik digunakan untuk FLNG.

9
Sumber: Shell
Gambar 8. Diagram Alir Proses di FONG

Pada FONG, aliran fluida dari sumur diproses menjadi minyak mentah serta LNG sesuai
dengan spesifikasi penjualan, tanpa perlu membakar LPG atau penyimpanan dan offloading
LPG (propana dan butana) terpisah. Hal ini memungkinkan melalui ekstraksi fraksi ringan
(C1 - C4) dari aliran minyak mentah serta ekstraksi dan stabilisasi LPG dan kondensat (C3 –
C5) dari aliran gas dengan menggunakan deetaniser. Bagian atas deetaniser (C1 – C2)
dialirkan ke sistem pencairan, kondensat yang distabilkan dialirkan menuju minyak,
sedangkan LPG didistribusikan ke aliran minyak dan LNG yang digunakan sebagai bahan
bakar turbin pembangkit tenaga, untuk menjaga aliran minyak dan LNG sesuai dengan
spesifikasi penjualan.

Sumber: Shell

Gambar 9. Skenario Penerapan Sistem Produksi FONG / FLNG

Untuk FLNG, awalnya Shell melakukan studi untuk kapasitas produksi LNG sebesar 2
MMTPA, setara dengan skala menengah kapasitas kilang LNG darat. Untuk meningkatkan

10
keekonomian, kapasitas produksinya ditingkatkan hingga 4 MMTPA. Studi juga dilakukan
untuk kapasitas kilang hingga 5 MMTPA. Sementara itu untuk FONG, studi yang dilakukan
oleh Shell menunjukkan bahwa unit FONG dengan produksi 85.000 BOPD minyak dan 85
MMSCFD gas (skenario dasar 85/85) bisa dijadikan titik awal, dengan kemungkinan untuk
melipatgandakan volume minyak atau gas (skenario ekspansi 170/170) serta meningkatkan
derajat fleksibilitas produksi. Konsep FLNG yang dirancang, direncanakan untuk dipasang di
Namibia dan Australia, sedangkan FONG direncanakan untuk dapat dipasang di Teluk
Meksiko, Afrika Barat, serta Brazil.

Konsep terminal produksi LNG lainnya dikembangkan pada proyek AZURE yang didukung
program Thermie Uni Eropa serta beberapa perusahaan minyak dan gas. Pada konsep
AZURE ini digunakan sistem penyimpanan membran. Untuk tongkang pencairan,
dipersiapkan dua skenario. Untuk Asia Tenggara, dirancang pengembangan lapangan gas
dengan menggunakan kapasitas proses LNG sebesar 3 MMTPA dengan mengunakan
Pendingin Campuran Ganda (Dual Mixed Refrigerant). Sedangkan untuk di Afrika Barat,
dirancang 1 train tunggal dengan kapasitas 1 MMTPA dengan menggunakan siklus
ekspander nitrogen untuk mencairkan gas terasosiasi untuk lapangan laut dalam. Pada
proyek AZURE ini juga dikembangkan konsep yang menggunakan substruktur baja maupun
beton.

Sumber: John Kernaghan, Noble Denton Europe Ltd.

Gambar 10. Konsep AZURE yang Menggunakan Substruktur Beton

Pengembangan konsep fasilitas LNG lepas pantai lainnya adalah dengan menggunakan
substruktur beton untuk produksi, penyimpanan, dan bongkat muat LNG, yang studinya
dilakukan oleh Arup dan Foster Wheeler. Terdapat dua konsep yang diajukan yaitu Gravity
Based Substructure (GBS) yang dirancang untuk laut dangkal dengan kisaran 15-30 m
dengan beton yang terpancang hingga dasar laut, serta Concrete FPSO (CFPSO) yang
dirancang untuk laut yang lebih dalam hingga lebih dari 200 m. Keduanya dirancang untuk
digunakan di perairan Nigeria. Karena struktur beton lebih stabil dibanding baja, baik GBS
maupun CFPSO menggunakan tangki penyimpanan jenis membran.

11
Sumber: Brian Raine, LNG Journal

Gambar 11. Terminal Produksi, Penyimpanan, dan Offloading LNG


dengan Konsep Gravity Based Substructure (GBS)

Jenis substruktur beton ini memiliki berbagai kelebihan seperti:


• beton cocok untuk konstruksi lokal,
• substruktur beton dikonstruksikan pada dok yang tidak terkendala masalah ukuran,
• substruktur beton lebih tahan terhadap pergerakan laut dibandingkan lambung kapal
yang terbuat dari baja,
• substruktur beton cocok untuk penyimpanan LNG,
• substruktur beton tahan terhadap kondisi tumpahnya LNG,
• beton adalah material yang awet, dan
• biaya operasi beton adalah relatif kecil.

Sumber: Brian Raine, LNG Journal

Gambar 12. Terminal Concrete FPSO (CFPSO) LNG

12
Meskipun demikian, masih terdapat beberapa tantangan dalam konstruksi, transportasi, dan
instalasi terminal dengan substruktur beton, yang salah satunya adalah relatif kurangnya
pengalaman pada penggunaan substruktur beton yang sekaligus digunakan sebagai tempat
penyimpanan LNG di tengah laut. Di samping itu, hingga saat ini masih sedikit tersedia kode
perancangan dan aturan yang khusus mengatur terminal LNG lepas pantai yang
menggunakan beton. Jika akhirnya beton akhirnya menjadi pilihan dalam membangun suatu
terminal LNG lepas pantai, rancangan beton yang digunakan haruslah beton yang
berkualitas tinggi. Pada akhirnya keputusan untuk menggunakan substruktur beton atau
baja dipengaruhi oleh kondisi yang ada.

3. Terminal Penerimaan LNG Lepas Pantai


Terminal penerimaan LNG merupakan suatu keberhasilan dalam mengintegrasikan
substruktur lepas pantai yang biasa digunakan pada industri minyak dan gas, transportasi
LNG dan sistem pengisian/bongkar muat LNG serta rancangan regasifikasi di darat.

Terminal penerimaan adalah bagian yang penting dalam suatu rantai nilai LNG. Lokasi
terminal penerimaan harus memenuhi berbagai kriteria termasuk di dalamnya dari segi
keselamatan, keamanan, adanya akses terhadap laut, kedekatan dengan jaringan distribusi
gas, serta luas area yang memadai untuk menjamin jarak yang aman dari aktivitas manusia
di sekitarnya. Terminal penerimaan juga harus memenuhi persyaratan lingkungan. Dengan
berbagai kriteria di atas, dibutuhkan area lahan yang cukup luas untuk membangun terminal
penerimaan LNG. Di tengah semakin sulitnya lahan yang dapat memenuhi kriteria tersebut,
konsep terminal penerimaan LNG di lepas pantai bisa menjadi suatu alternatif solusi.

Secara garis besar, selain hal-hal di atas, hal lain yang melatarbelakangi diperlukannya
suatu terminal penerimaan LNG yang terletak di lepas pantai di antaranya adalah adanya
laut dangkal dekat pantai. Seperti yang dijelaskan di atas, tidaklah mudah menemukan
lokasi di daratan sekitar pantai yang memenuhi kriteria-kriteria yang disebutkan di atas. Laut
dangkal di dekat pantai bisa berpotensi untuk dijadikan terminal penerimaan LNG karena
letaknya yang bisa menjangkau baik untuk bongkar muat LNG dari tanker dan untuk
penyaluran gasnya melalui sistem pipa distribusi. Pemasangan terminal LNG di lepas
pantai berarti juga menjauhkan aktivitas terminal penerimaan tersebut dari aktivitas manusia
di sekitarnya, yang berarti akan bisa lebih diterima oleh masyarakat selain juga memperkecil
konsekuensi apabila terjadi kecelakaan -- terlebih lagi didukung oleh catatan keselamatan
yang bagus pada pengiriman LNG melalui laut. Hal ini bisa menjadikan perizinan untuk
terminal lepas pantai relatif lebih mudah dibanding terminal penerimaan di darat. Selain itu,
pemasangan terminal LNG di lepas pantai juga memiliki kelebihan dari segi keamanan, di
mana peluang untuk disabotase oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab menjadi lebih
kecil.

Sumber: Moss Maritime

Gambar 13. Mengapa Dibutuhkan Terminal Penerimaan LNG Terapung

13
Dengan kelebihan-kelebihan terminal LNG lepas pantai seperti yang disebutkan di atas
artinya terminal penerimaan LNG lepas pantai bisa mengatasi masalah yang biasanya
kurang mendapat perhatian dari pihak pengembang pada pembangunan terminal
penerimaan LNG di wilayah tertentu atau yang biasa disebut dengan not in my back yard
(NIMBY). Selain itu karena pembangunan terminal penerimaan LNG lepas pantai tidak
membutuhkan lahan yang besar yang terletak di pantai, hal ini berarti tidak menimbulkan
masalah build absolutely nothing anywhere near anything (BANANA).

Dalam pembangunan terminal penerimaan LNG di lepas pantai, hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan lokasi adalah sebagai berikut.
• Kedekatan dengan lalu lintas laut
• Kedalaman laut
• Arus dan gelombang
• Kondisi laut dan angin
• Kedekatan dengan infratruktur pipa gas
• Kendala fisik serta identifikasi bahaya
• Hal lainnya seperti adanya es, dsb.
Hal-hal yang disebutkan di atas juga akan mempengaruhi jenis substruktur terminal yang
akan digunakan.

Konsep terminal penerimaan di lepas pantai secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
yaitu dengan menggunakan Konsep Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) dan
menggunakan Gravity Based Substructure (GBS). Konsep terminal FSRU menggunakan
lambung kapal dari baja sedangkan GBS menggunakan beton sebgai substruktur. GBS
dirancang untuk laut dangkal yang berada di dekat pantai, sedangkan FSRU digunakan
untuk kedalaman laut yang lebih dalam.

Sumber: Moss Maritime

Gambar 14. Konsep Floating Storage and Regasification Unit (FSRU)

Gambar di atas memperlihatkan contoh konsep FSRU yang menggunakan tangki


penyimpanan berbentuk Moss di mana fasilitas regasifikasi terdapat pada bagian depan
kapal, sedangkan akomodasi berada pada bagian belakang kapal. Sistem bongkar muat
LNG berada pada bagian tengah di mana transfer LNG dari tanker dilakukan dari sisi ke sisi
(side by side). Kapal ini dilengkapi dengan mooring di bagian depan untuk menjaga posisi
kapal. Gas hasil regasifikasi dikirimkan melalui riser untuk kemudian dialirkan melalui pipa
dasar laut ke darat. Kapal yang digunakan untuk FSRU dapat berupa kapal yang dibangun
baru ataupun konversi dari tanker LNG.

14
Sumber: Moss Maritime

Gambar 15. Konsep Terminal Penerimaan LNG GBS

Gambar di atas menunjukkan penggunaan konsep GBS untuk terminal penerimaan. GBS
yang digunakan pada dasarnya hampir sama dengan GBS yang digunakan untuk terminal
produksi, hanya saja di atasnya terdapat fasilitas regasifikasi. Untuk bongkar muat LNG,
fasilitas bongkar muatnya hampir sama dengan yang digunakan pada dermaga terminal
penerimaan LNG konvensional di darat.

Sumber: El Paso

Gambar 16. Terminal Penerimaan LNG Terapung Pertama di Dunia

Ketika terminal produksi LNG lepas pantai masih dalam tataran konsep, telah terdapat
terminal penerimaan LNG lepas pantai yang mulai beroperasi. Terminal penerimaan LNG
lepas pantai yang pertama di dunia ini mulai beroperasi pada bulan Maret 2005,
dikembangkan oleh El Paso Global LNG Company. Terminal penerimaaan ini dipasang di
lepas pantai Teluk Meksiko. Konsep yang digunakan adalah FSRU yang menggunakan
buoy dan riser untuk menyalurkan LNG yang sudah diuapkan menuju daratan melalui pipa
bawah laut, dengan kedalaman laut sekitar 35 m. Kapal yang dipakai juga dapat digunakan
sebagai tanker LNG konvensional. Diagram blok proses yang digunakan untuk sistem
regasifikasinya dapat dilihat pada gambar berikut, yang menggunakan air laut sebagai
media penguapnya.

15
Sumber: El Paso

Gambar 17. Diagram Alir Proses Regasifikasi yang Digunakan di Gulf Coast

4. Status Fasilitas LNG Lepas Pantai


Teknologi LNG lepas pantai pada dasarnya merupakan penggabungan teknologi pencairan,
transportasi, penyimpanan, dan regasifikasi LNG yang bisa dikatakan sudah cukup mapan
dengan teknologi substruktur lepas pantai yang digunakan di industri minyak dan gas. Dari
penjelasan pada bagian sebelumnya, dari berbagai konsep yang telah ada, dapat diketahui
bahwa teknologi fasilitas LNG lepas pantai telah mencapai titik di mana implementasinya
sudah memungkinkan.

Terminal produksi LNG lepas pantai berpotensi untuk mengeksploitasi gas tak terasosiasi
sehingga dapat memproduksi LNG dapat jumlah produksi yang besar, baik yang terletak
pada laut dangkal maupun laut dalam. Terminal produksi LNG lepas pantai juga sangat
potensial untuk dikembangkan untuk memproduksikan gas dari lapangan gas terasosiasi
bersamaan dengan produksi minyak.

Hingga saat ini, selain sudah terdapat satu terminal penerimaan LNG lepas pantai yang
sudah terpasang di Teluk Meksiko, terdapat beberapa terminal LNG lepas pantai lainnya
yang segera akan direalisasikan baik yang meggunakan konsep FSRU maupun GBS.
Seperti yang dapat dilihat pada peta di bawah, terdapat beberapa wilayah yang berpotensi
untuk dipasang terminal pernerimaan LNG lepas pantai antara lain di lepas pantai
California, Laut Mediterania,serta Laut Adriatik.

16
Sumber: Moss Maritime

Gambar 18. Peta Potensi Terminal LNG Lepas Pantai di Dunia

Proyek terminal penerimaan LNG laut dalam Cabrillo sudah berada pada tahap studi untuk
segera dikonstruksikan. Terminal Cabrillo ini direncanakan untuk dipasang di lepas pantai
California. Terminal penerimaan LNG yang akan dibangun berupa FSRU yang dibangun
baru dengan menggunakan tiga buah tangki penyimpanan jenis Moss. Kapasitas
penyimpanan dirancang dapat menampung hingga 275.700 m3 LNG. Kapasitas pengiriman
mencapai hingga 11,5 MMTPA.

Sementara itu di Laut Mediterania, direncanakan untuk dipasang terminal penerimaan LNG
berbentuk FSRU Livorno. Proyek Livorno yang saat ini berada pada tahap perancangan,
direncanakan untuk mulai beroperasi pada tahun 2008 mendatang. Kapal yang digunakan
merupakan konversi dari tanker LNG. Kapasitas penyimpanan LNG mencapai hingga
137.000 m3, dengan menggunakan 4 buah tangki jenis Moss. Kapasitas pengiriman
mencapai hingga 4 MMTPA.

Proyek terminal penerimaan LNG Rovigo yang direncanakan untuk dipasang di Laut
Adriatik, konstruksinya dimulai pada tahun 2005. Konsep yang digunakan adalah GBS yang
dirancang untuk menyimpan 200.000 m3 LNG dengan kapasitas mencapai hingga 5
MMTPA. Jenis tangki penyimpanan yang digunakan adalah prismatik.

Sedangkan wilayah yang berpotensi untuk dipasang teminal produksi LNG antara lain
adalah lapangan stranded gas di lepas pantai barat laut Australia serta lapangan gas
terasosiasi yang terletak di pantai barat Afrika. Namun sekalipun sudah banyak terdapat
banyak konsep terminal produksi LNG lepas pantai, sayangya belum satupun konsep
tersebut yang direalisasikan. Hal ini mengindikasikan bahwa alasan keekonomian masih
menjadi permasalahan tersendiri, yang menjadikan masih tertanamnya konservatisme
preferensi terhadap fasilitas LNG di darat. Terlebih lagi di dalam bisnis LNG, yang sebagian
besar perdagangannya masih berupa kontrak jangka panjang, pembeli menjadi kunci utama
pembangunan suatu terminal LNG. Peran pembeli sangat berpengaruh, di mana mereka
cenderung memiliki preferensi untuk membeli LNG dari fasilitas di darat karena terkait
masalah harga.

Industri pencairan LNG juga lebih berfokus pada kilang dengan kapasitas besar (5 – 8
MMTPA), yang secara konvensional bisa menurunkan biaya produksi LNG. Hal tersebut

17
juga menjadikan LNG lepas pantai menjadi lebih sulit lagi untuk diwujudkan mengingat
konsep LNG lebih pantai sebagian besar memiliki konsep produksi untuk skala kecil hingga
menengah (1 – 3 MMTPA). Dan untuk meningkatkan produksi hingga skala besar, tentunya
dibutuhkan pengalaman yang memadai di lepas pantai.

Pembangunan terminal LNG lepas pantai akhirnya harus bersaing dengan fasilitas
konvensional di darat, kecuali dalam kondisi tertentu. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah
pengendali dari bisnis LNG ini ada pada sisi pasokan ataukah permintaan gas. Pasar gas
yang semakin terliberalisasi saat ini diharapkan bisa membuka peluang adanya pembeli
yang semakin inovatif dalam mendapatkan pasokan gasnya.

5. Kesimpulan
Pengembangan teknologi LNG lepas pantai pada dasarnya merupakan penggabungan
teknologi pencairan, transportasi, penyimpanan, dan regasifikasi LNG yang bisa dikatakan
sudah cukup mapan, dengan teknologi substruktur lepas pantai yang digunakan di industri
minyak dan gas. Selain dapat memperpendek rantai nilai LNG, pengembangan LNG lepas
pantai juga memiliki banyak keuntungan baik dari segi pengembangan terminal produksi dan
ekspor maupun terminal penerimaannya. Hal inilah yang mendorong dikembangkannya
berbagai konsep terminal LNG lepas pantai.

Banyaknya konsep yang dikembangkan untuk berbagai terminal LNG lepas pantai
menunjukkan bahwa teknologi fasilitas LNG lepas pantai telah mencapai titik di mana
implementasinya sudah memungkinkan. Dengan kata lain, tidak terdapat kendala teknis
yang signifikan pada pengembangan LNG di lepas pantai. Meskipun demikian, hingga saat
ini belum satupun konsep produksi LNG lepas pantai yang terealisasi, walaupun di lain pihak
sudah terdapat beberapa terminal penerimaan LNG lepas pantai yang mulai terealisasi.
Faktor keekonomian menjadi salah satu alasan mengapa pembangunan terminal produksi
LNG di lepas pantai sulit direalisasikan. Terlebih lagi hingga saat ini pembeli masih
mempunyai pengaruh yang kuat dalam bisnis LNG. Diharapkan di masa-masa mendatang,
dengan adanya perkembangan pasar gas yang semakin terliberalisasi, semakin membuka
peluang adanya pembeli yang semakin inovatif dalam mendapatkan pasokan gasnya.
Dengan demikian, konservatisme akan adanya preferensi pengolahan LNG di darat pelan-
pelan dapat dihilangkan.

6. Referensi
[1] Barklay, Michael & Noel Denton, 2003, Selecting Offshore LNG Processes, LNG Journal,
October 2003.
[2] Bureau Veritas, 2006, Offshore LNG Terminals, Singapore: LNG Terminal Summit 2006.
[3] Department of Trade and Industry UK, 2005, UK Capability in the LNG Global Market,
London.
[4] Faber, F., et al., 2002, Floating LNG Solutions from Drawing Board to Reality, Houston:
Offshore Technology Conference 2002.
[5] Kernaghan, John, 2004, Offshore Floating LNG Plants.
[6] Moss Maritime, 2005, LNG Mottaksterminaler av MossMaritime.
[7] Perry, Wayne, 2003, On Board Regasification for LNG Ships, Tokyo: 22nd World Gas
Conference 2003.
[8] Poten & Partners, 2002, Floating LNG Gaining Ground as Companies Pursue
Technology Options, LNG in World Markets.
[9] Raine, Brian dan Al Kaplan, 2003, Concrete-based Offshore LNG Production in Nigeria,
LNG Journal September/October 2003, hal 30.
[10] Sheffield, John A., 2005, Offshore LNG Production – How to Make it Happen, Business
Briefing: LNG Review 2005.
[11] http://www.ihi.co.jp

18

Anda mungkin juga menyukai