Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : INDAH PUSPITA NINGRUM

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 043739503

Kode/Nama Mata Kuliah : IPEM4317/BIROKRASI INDONESIA

Kode/Nama UPBJJ : 20/BANDAR LAMPUNG


JAWABAN

1. Sistem pemerintahan kolonial Belanda di Jawa adalah sistem yang direk (langsung)
maupun dualistik. Bersamaan dengan hirarki Belanda, ada hirarki pribumi yang berfungsi
sebagai perantara antara petani Jawa dan layanan sipil Eropa. Bagian atas struktur hirarki
pribumi ini terdiri dari para aristokrasi Jawa, sebelumnya para pejabat yang mengelola
kerajaan Mataram. Namun, karena dikuasai penjajah, para priyayi ini terpaksa
melaksanakan kehendak Belanda. Meningkatnya dominasi Belanda atas pulau Jawa tidak
datang tanpa perlawanan. Ketika pemerintah kolonial Belanda memutuskan untuk
membangun jalan di tanah yang dimiliki Pangeran Diponegoro (yang ditunjuk sebagai
wali tahta Yogyakarta setelah kematian mendadak saudara tirinya), ia memberontak
dengan didukung oleh mayoritas penduduk di Jawa Tengah dan ia menjadikannya perang
jihad. Perang ini berlangsung tahun 1825-1830 dan mengakibatkan kematian sekitar
215,000 orang,
sebagian besar orang Jawa. Tapi setelah Perang Jawa selesai, dan pangeran Diponegoro
ditangkap Belanda jauh lebih kuat di Jawa dibanding sebelumnya.
Semakin banyak suara terdengar di Belanda yang menolak sistem Tanam Paksa dan
mendorong sebuah pendekatan yang lebih liberal bagi perusahaan-perusahaan asing.
Penolakan sistem Tanam Paksa ini terjadi karena alasan kemanusiaan dan alasan ekonomi.
Pada 1870 kelompok liberal di Belanda memenangkan kekuasaan di parlemen Belanda
dan dengan sukses menghilangkan beberapa ciri khas sistem Tanam Paksa seperti
persentase penanaman beserta keharusan menggunakan lahan dan tenaga kerja untuk hasil
panen dengan tujuan ekspor.
Kelompok liberal ini membuka jalan untuk dimulainya sebuah periode baru dalam sejarah
Indonesia yang dikenal sebagai Zaman Liberal (sekitar 1870-1900). Periode ini ditandai
dengan pengaruh besar dari kapitalisme swasta dalam kebijakan kolonial di Hindia
Belanda. Pemerintah kolonial pada saat itu kurang lebih memainkan peran sebagai
pengawas dalam hubungan antara pengusaha-pengusaha Eropa dengan masyarakat
pedesaan Jawa. Namun, walau kaum liberal mengatakan bahwa keuntungan pertumbuhan
ekonomi juga akan mengucur kepada masyarakat lokal, keadaan para petani Jawa yang
menderita karena kelaparan, kurang pangan, dan penyakit tidak lebih baik di Zaman
Liberal dibandingkan dengan masa sistem Tanam Paksa.
Abad ke-19 juga dikenal sebagai abad ekspansi karena Belanda melaksanakan ekspansi
geografis yang substantial di Nusantara. Didorong oleh mentalisme imperialisme baru,
negara-negara Eropa bersaing untuk mencari koloni-koloni di luar benua Eropa untuk
motif ekonomi dan status. Salah satu motif penting bagi Belanda untuk memperluas
wilayahnya di Nusantara - selain keuntungan keuangan - adalah untuk mencegah negara-
negara Eropa lain mengambil bagian-bagian dari wilayah ini. Pertempuran paling terkenal
(dan pertempuran yang paling lama antara Belanda dan rakyat pribumi) selama periode
ekspansi Belanda abad ini adalah Perang Aceh yang dimulai pada tahun 1873 dan
berlangsung sampai 1913, berakibat pada kematian lebih dari 100,000 orang. Namun,
Belanda tidak pernah memegang kontrol penuh atas Aceh. Toh, integrasi politik antara
Jawa dan pulau-pulau lain di Nusantara sebagai kesatuan politis kolonial telah tercapai
(sebagian besar) pada awal abad ke-20.
Seperti halnya Partai Kristen Indonesia (Parkindo) yang meraih 8 kursi di DPR dan 16
kursi di Dewan Konstituante pada pemilu 1955 (Ricklefs, 2008), sementara Partai Katolik
(PK) 6 kursi di DPR RI. Kedua partai ini berperan penting dalam pembahasan tentang
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara di Dewan Konstituante. Selanjutnya pada
Pemilu 1971 Parkindo meraih 7 kursi, sementara PK meraih 3 kursi. Sementara pada
Pemilu 1999 umat Kristen diwakili oleh Partai Demokrasi Kasih Bangsa yang
memperoleh 5 kursi, dan Partai Katolik Demokrat 1 kursi. Bahkan pada Pemilu 2004,
partai Kristen terakhir yakni Partai Damai Sejahtera (PDS) mampu meraih 13 kursi di
DPR RI. PDS mampu memperjuangkan aspirasi umat Kristen dalam pembahasan UU
Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, RUU Perbankan Syariah,
RUU Jaminan Produk Halal, hingga pengusutan penutupan dan pengrusakan tempat
ibadah di Jawa Barat, serta upaya mempengaruhi kebijakan dalam merevisi SKB 2
Menteri tahun 1969 yang cenderung diskriminatif. Kehadiran lima partai politik Kristen
ini berperan dalam melahirkan politisi Kristen yang unggul, dan mampu menyuarakan
aspirasi umat Kristen, bahkan terlibat dalam perkembangan politik di Indonesia sejak
masa Orde Lama, Orde Baru hingga awal reformasi.
Namun keinginan mendirikan partai Kristen tentunya bukan tanpa kontradiksi. Ada
kekhwatiran sebagian umat Kristen bahwa konklusi tersebut dapat meningkatkan
intensitas lahirnya konflik identitas yang mengemuka pada beberapa pemilu nasional dan
pemilukada 10 tahun terakhir. Tetapi perlu diingat bahwa negara demokrasi seperti
Indonesia harus mendasarkan hukum sebagai dasar penyelenggaraan negara. Keinginan
mendirikan partai agama tidak bertentangan dengan konstitusi, dan jika konflik identitas
tidak mampu ditekan dengan penegakkan hukum, maka sia-sia lah Pancasila dijadikan
sebagai Ideologi yang tujuan akhirnya adalah keadilan sosial hanya akan menjadi mimpi
bagi sebagian entitas bangsa di negeri ini. Bagi Anne Philips, tidak mungkin kalangan
mayoritas berbicara tentang kepentingan minoritas, ketika yang dibicarakan itu adalah in
se tentang diri kalangan minoritas itu sendiri. Perlu ada perwakilan konkrit dan langsung
dari kalangan minoritas di parlemen untuk mengontrol pengambilan kebijakan politik
(Anne Philips, 1995). Maka pilihannya adalah harus adanya kesempatan yang sama dalam
bidang politik bagi umat Kristen, tanpa adanya partai Kristen, yaitu melalui partai
nasionalis atau ruang politik lain yang mudah diakses dalam upaya mempengaruhi
pembuatan kebijakan politik. Jika tidak, maka konklusi terakhir tentang pembentukan
partai politik Kristen adalah jalan satu-satunya bagi umat Kristen sebagai entitas bangsa
untuk memperjuangkan aspirasi politiknya.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TERBUKA

Anda mungkin juga menyukai