Tjokroaminoto dan
Kemungkinan Bentuk Kenegaraannya
Leonardus Tri Purnanto
Pendahuluan
Sekularisasi total antara agama dengan gejolak politik, bahkan ekonomi global
menjadi tren setelah revolusi Prancis. Agama kehilangan pengaruhnya dalam kehidupan
manusia. Kapitalisme dan imperialisme seolah menjadi bukti bahwa agama tidak
memiliki cukup kekuatan untuk membawa perubahan hidup manusia. Inkonsistensi
agama yang sering kali tampil dengan dua wajah yang berbeda sama sekali: antara wajah
ajaran kebaikan, keharmonisan, egaliter dengan wajah potensi penafsiran yang mengarah
pada dominasi kekuasaan, diskriminasi, kekerasan.1 menjadikan agama kurang laku
dalam memperjuangkan keadilan.
Akan tetapi, sebagaimana diungkapkan oleh Ahmad Zainul Hamdi, agama tetap
memainkan peran penting dalam urusan-urusan politik2. Ini disebabkan bahwa legitimasi
politik memerlukan narasi lain di luar dirinya. Agama menawarkan narasi khas yang
mampu membentuk opini publik akan benar tidaknya seorang tokoh politik di mata
masyarakat. Di balik wajah yang sering kali gagal, wajah keadilan agama ternyata
mampu menjadi instrumen pembangun negara yang adil. Hanya saja, bukan perkara
mudah menggunakan narasi agama untuk membangun sebuah gagasan kenegaraan.
Menanggapi hal itu, paling tidak Indonesia memiliki satu contoh tokoh bangsa
yang mampu menggunakan agama sebagai instrumen pembangunan negara yang adil. Ia
adalah Tjokroaminoto. Hidup pada zaman imperialisme-kapitalisme Belanda ia berhasil
memadukan gagasan sosialisme dengan agama Islam sebagai dasar perjuangannya. Pada
masa pergerakan nasional, agama memang menjadi motor perjuangan mendirikan
negara. Namun, penggunaan agama untuk mendukung gagasan sosialisme yang pada
masa itu diidentikkan dengan komunisme dianggap tidak wajar. Hal ini disebabkan
mekanisme pergerakan ide di antara keduanya sangat berbeda. Sosialisme yang
berkembang pada saat Tjokro hidup mengusung ideologi komunisme yang berangkat
1
dari ide materialisme historis. Sedangkan agama Islam lahir dari pewahyuan. Dua
perbedaan mendasar itu nyatanya bisa dimaknai secara bersama-sama di bawah
pemikiran Tjokroaminoto.
Biografi singkat
2
Tahun 1905-1907 merupakan periode kesadaran kritis dan terbakarnya semangat
untuk membebaskan rakyat (Mulawarman, 2015:71). Ia berani menyimpang dari tradisi
keluarganya. Sekalipun berasal dari keluarga priyayi, ia justru menolak menikmati
kenyamanan hidup, yang menjadi milik kelompok elit. Ia justru lebih memilih hidup
sebagai orang biasa dan ikut serta berjuang bersama rakyat kecil untuk melawan
ketidakadilan imperialisme-kapitalisme. Tjokroaminoto mulai berani mengritisi setiap
kebijakan Belanda dan menuangkan gagasannya ke dalam tulisan. Setelah tahun 1907, ia
pun secara aktif terjun ke dunia organisasi pergerakan nasional dan politik.
Tahun 1830, atas prakarsa dari Johanes van den Bosch, pemerintah Belanda
memberlakukan sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) di daerah jajahannya8. Kebijakan itu
diberlakukan sebagai upaya memperbaiki keuangan kerajaan Belanda yang porak
poranda akibat pemberontakan Diponegoro di Jawa (1825-1830) dan perang Belgia 9.
Prinsip dari sistem tanam paksa adalah memaksa jajahan menanam jenis tanaman
tertentu sesuai dengan kepentingan Belanda. Kontrol terhadap jenis tanaman yang
ditanam itu sebagai cara meningkatkan komoditi perdagangan sesuai permintaan pasar
dunia sehingga sistem ini murni berdasarkan permasalahan ekonomi.
Secara sistem, praktek tanam paksa sangat merugikan petani. Mereka kehilangan
kebebasan mengolah lahan sendiri. Hasil panen pun harus dijual kepada pemerintah
dengan harga yang sangat murah. Setiap kerugian akibat dari persoalan pertanian
menjadi tanggung jawab dari petani. Selain itu, petani masih mendapat beban membayar
pajak.
Politik liberal membuka peluang dari para pemodal untuk membentuk badan
usaha di Belanda dan di tanah jajahan. Pengusaha swasta mulai masuk ke Hindia Timur
untuk mendirikan industri baru dan melakukan perdagangan, suatu praktek
perekonomian yang sudah berkembang terlebih dahulu di Eropa. Munculnya tuntutan
perbaikan infrastruktur membuka peluang pekerjaan. Selain itu perbaikan sistem sewa
tanah bagi bumiputra dengan UU Agrarianya seolah menjadi jendela baru untuk
memperbaiki nasib rakyat yang telah lama hancur karena praktek tanam paksa12.
Politik liberal yang terlihat menjanjikan itu ternyata dalam prakteknya tidak
mampu membendung datangnya penderitaan dengan mekanisme baru. Masuknya
perindustrian telah mengubah pola hidup rakyat dari petani mandiri menjadi buruh
terikat. Kemungkinan untuk tetap menjadi petani mandiri sangatlah kecil, sebab tekanan
dari pemerintah dan pemilik modal menggiring rakyat melepaskan tanah mereka.
Ditambah lagi ketika politik liberal disahkan, cultuurstelsel tidak otomatis berhenti.
Culturstelsel tetap berjalan hingga tahun 191513. Ini berarti bahwa rakyat mengalami dua
jenis penindasan sekaligus, imperialisme dan kapitalisme.
Rangsangan pergerakan
4
Di awal abad XX tampak jelas bahwa musuh utama yang dihadapi oleh Hindia
Timur adalah imperialisme-kapitalisme. Masalah ganda tersebut tidak bisa hanya
diselesaikan melalui pemberontakan yang bersifat lokal seperti perjuangan di era abad
XIX14. Perjuangan itu juga tidak bisa hanya berfokus pada penolakan kapitalisme. Kedua
hal tersebut saling berkaitan, sehingga diperlukan suatu mekanisme yang mampu
mengakomodir dua permasalahan sekaligus.
Sosialisme adalah paham yang meyakini bahwa keadilan sosial tercapai melalui
penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi15. Gagasan ini muncul karena
kesadaran bahwa manusia adalah makhluk sosial dan segala kekayaan alam adalah milik
bersama. Menurut Frans Magnis, gagasan sosialisme itu sudah ada sejak zaman Yunani
kuno16. Penghapusan milik pribadi dan membuatnya menjadi milik bersama diyakini
akan menghilangkan kesenjangan kesejahteraan. Dengan prinsip milik bersama itu tidak
lagi ada penindasan, kesetaraan antar manusia terwujud, dan persaudaraan akan semakin
kuat.
5
Ajaran sosialisme Karl Marx yang lebih berciri materi itu kemudian berkembang
menjadi gerakan komunisme yang revolusioner demi segera mewujudkan cita-cita
sosialisme itu. Cita-cita sosialisme dan gerakan komunisme sedemikian kuat di Eropa
hingga gaungnya sampai ke Indonesia. Gambaran sosialisme dan gerakan komunisme itu
pun akhirnya ikut mewarnai kiprah pergerakan nasional di Indonesia.
Tjokroaminoto yang terlibat dalam pergerakan nasional tidak luput dari pengaruh
sosialisme dan komunisme. Keterlibatannya dengan Sarekat Islam justru mendekatkan
dia pada kelompok yang berjuang dalam haluan komunisme. Setidaknya, di dalam tubuh
SI sendiri mengalami perbedaan pandangan. SI cabang semarang tumbuh berhaluan
komunisme. Sedangkan sebagian besar SI masih tetap mengikuti gagasan sosialisme.
Sosialisme Islam
Jikalau kita menyebut sosialisme, ... yang wajib dituntut oleh umat Islam itu bukanlah sosialisme
lain, melainkan sosialisme berdasar kepada azas-azas Islam belaka ... Sosialisme yang kita tuju
bermaksud mencari keselamatan dunia dan juga keselamatan akhirat.22
6
ini bisa menjadi bom waktu yang suatu saat akan meledak melahirkan penindasan model
baru atas manusia.
... bahwa historisch materialisme pelajaran Karl Marx, yang menjadi dasarnya dia punya
wetenschappelik socialisme, adalah dengan semata-matanya mungkin akan keadaan Tuhan,
malaikat, roh dan beberapa perkara yang lain pula, yang diajarkan oleh segala agama terutama
sekali oleh Islam ... adalah Marx berkata begini: agama adalah kebingungan otak ... agama
adalah candu rakyat.25
Bagi Tjokro, sosialisme yang hanya berdasarkan pada materi akan menafikan
keberadaan Allah. Itu jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang menjunjung tinggi
Tauhid. Dengan berdasar pada materialisme sebagai asal dan tujuan segala sesuatu,
sosialisme Marx menempatkan benda (materi) sebagai Allah. Gagasan inilah yang tidak
disetujui oleh Tjokro dalam gerakan komunisme di Indonesia yang mengadopsi
pemikiran barat.
Tjokro mengungkapkan bahwa tidak ada manusia yang lebih rendah atau lebih tinggi
dari manusia yang lain. Prinsip egaliter itu membawa kesadaran bahwa orang yang satu
adalah sesama bagi yang lain. Ketika semua orang merasa bahwa dirinya berada di dunia
ini dalam relasinya dengan yang lain, muncul semangat persaudaraan yang kuat.
Persaudaraan tidak akan membawa pola hidup saling menindas. Masing-masing orang
akan merasa bertanggung jawab terhadap sesamanya, tanpa membedakan derajat
kemanusiaan. Perikemanusiaan ini mendorong suatu kesatuan di antara manusia untuk
hidup bersama.
Kedamaian antar umat manusia yang berbeda-beda suku dan golongan telah ditekankan
di dalam Islam. Tjokro menggunakan Al-Qur’an sebagai dasar bahwa perbedaan yang
ada di muka bumi dimaksudkan oleh Allah agar masing-masing manusia mengetahui
satu sama lain. Maksudnya adalah perbedaan justru membawa orang pada semangat
7
untuk memahami orang lain, sehingga tahu akan kebutuhan dan kesulitan yang
dihadapinya.
4. Hanya ada satu Allah sebagai asal dan tujuan manusia dan hanya ada satu agama.
Manusia adalah satu badan yang beraturan (Organisch lichaam) karena berasal dari satu
sumber yang sama yaitu Allah. Penderitaan salah satu anggota adalah penderitaan bagi
seluruh badan. Kesatuan ini membawa konsekuensi bahwa dari semula manusia memang
memiliki cara hidup sosialisme.
2. Persamaan mengandung arti bahwa tidak ada kelas di antara manusia. Tidak adanya
kelas membawa keadilan sosial. Tjokro menunjuk pada kisah Sayidina Umar r.d.a yang
memutuskan hukuman terhadap Djabalah - pemimpin bangsa Gassan atas
penganiayaannya terhadap orang miskin yang tidak sengaja telah menginjak pakaiannya,
sebagai contoh pelaksanaan prinsip persamaan di dalam Islam.
3. Persaudaraan dimaknai bukan hanya sebagai status. Persaudaraan yang dimaksud oleh
Tjokro adalah prinsip hidup yang berlandaskan cinta sebagaimana diajarkan oleh Nabi
8
Muhammad. Dengan cinta sejati, manusia tidak akan tega melihat saudaranya menderita.
Masalah orang yang satu menjadi permasalahan orang yang lain. Prinsip persaudaraan di
dalam Islam begitu penting karena hal itu tidak bisa membenarkan penindasan dalam
bentuk apa pun.
Selanjutnya, Tjokro mengungkapkan ada dua jenis sosialisme yang dikenal dalam
Islam, yaitu Staats-sosialisme dan Industri-sosialisme29. Dua model sosialisme itu
berkaitan satu sama lain. Staats-sosialisme menekankan bahwa negara diatur secara
sosialis. Pengaturan itu memiliki maksud bahwa segala tanah dijadikan kepunyaan
negara, sehingga segala kekayaan tanah tidak dikelola perorangan, melainkan negara
demi kemakmuran semua rakyat. Industri-sosialisme bermakna bahwa segala industri
harus dilakukan dalam bentuk kerja bersama. Di dalamnya ada kebebasan bekerja,
namun tetap dalam koridor perserikatan, entah secara terpusat di satu titik atau secara
desentralisasi. Ini mengandaikan bahwa tidak ada intervensi orang atau kelompok
tertentu yang mengumpulkan keuntungan pribadi. Kepemilikan terhadap hasil produksi
hanya mungkin setelah hasil itu didistribusikan dan diberikan kepadanya. Dengan berada
di dalam koridor perserikatan, segala hasil industri digunakan untuk kesejahteraan
bersama dan bebas dari persaingan kepemilikan.
9
Di dalam pemerintahan demokrasi, rakyatlah yang memiliki kuasa. Meski
demikian, untuk menjalankan pemerintahan tetap ada orang-orang yang ditunjuk untuk
mewakili rakyat. Menurut Tjokro, orang-orang yang dipilih harus memiliki kriteria pro
rakyat. Ia memberikan syarat seseorang bisa menjalankan tugasnya di pemerintahan,
yaitu orang tersebut harus memiliki kepandaian dan moralitas yang mumpuni, serta jiwa
sosialis yang tinggi. Orang tersebut juga harus beriman dan takut hanya kepada Allah31.
Kalau kita orang Islam mengerti benar-benar dan dengan sungguh-sungguh hati menjalankan
perintah-perintah Islam, maka tak boleh tidak kita mesti menjadi demokrat dan juga menjadi
socialist yang sebenar-benarnya. Kalau orang Islam ... menjalankan perintah-perintah Islam,
maka selamanya mereka tidak akan bisa dihinggapi nafsu egoisme, individualisme, despotisme,
kapitalisme ...32
Bagi Tjokro, membangun negara yang merdeka dan berkeadilan sosial tidak
mungkin dicapai dengan pergerakan dari puncak seperti yang dilakukan kelompok
ideologi komunis. Keyakinannya itu bukan tanpa alasan. Ia memiliki contoh kegagalan
gerakan dari puncak, yang hendak dilakukan oleh kaum komunis dengan pertama-tama
merebut kuasa pemerintahan. Partai Komunis Indonesia mengikuti pola pikir Karl Marx
bahwa perubahan itu menuntut revolusi perebutan kekuasaan dan membentuk diktator
proletar sebagai pelaksana prinsip komunisme. Di tahun 1926-1927 partai komunis
melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Timur, akan tetapi
pemberontakan itu gagal33.
Pembentukan negara yang berkeadilan sosial sejati hanya bisa dimulai dengan
gerakan dari bawah. Yang dimaksud gerakan dari bawah adalah proses formasi moralitas
setiap manusia secara radikal sehingga menghasilkan orang-orang sosialis yang agamis.
Setelah terbentuk orang-orang yang bermental sosialis, tidak mungkin tidak, negara akan
berhaluan sosialis. Bagi Tjokro, yang terpenting adalah karakter manusianya terlebih
dahulu. Sesudah itu semua siap, sistem pengaturan negara baru mendapat sentuhan
formasi ulang. Tanpa semangat sosialis dan agamis yang mumpuni, rakyat tidak akan
siap membangun negara sosialis dan demokratis.
10
Relevansi pemikiran Tjokroaminoto
Ayat 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Ayat 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ayat 3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Namun pada prakteknya, saat ini tidak jarang bangsa Indonesia harus mengalami
luka akibat perbedaan. Nilai-nilai agama yang mempersatukan justru dimaknai sebagai
dasar untuk menyingkirkan yang lain. Di dunia politik, identitas kolektif yang terbentuk
karena agama juga berulang kali jatuh pada usaha mempertahankan dominasi kekuasaan,
bukan sebagai dasar untuk menghasilkan politik yang bersih. Dalam hal ini, ramalan
Tjokroaminoto bahwa kesiapan setiap orang masih rendah untuk mendirikan negara
sosialis terbukti benar.
Catatan kritis
14
Daftar Pustaka
Haryatmoko,
Mehden, F.R.v.d.,
Moedjanto, G.,
Mulawarman, A.D.,
2015 Jang Oetama Jejak dan Perjuangan H.O.S. Tjokroaminoto, Galang Press,
Yogyakarta.
Simbolon, P.T.,
Suseno, F.M.,
Tjokroaminoto, H.O.S.,
Vishal, Singh,
1961 “The Rise of Indonesian Political Parties”, dalam Journal of Southeast Asian
History, Vol. 2, No. 2, Juli, 43-65. Didownload dari www.jstor.org pada tanggal 11
Desember 2018.
15
Catatan Akhir
16
1
Haryatmoko, Dominasi Penuh Muslihat, Gramedia, Jakarta, 2010, 81.
2
Ahmad Z.M, Separasi Agama-Negara dan Mitos Modernitas, Kompas, Rabu 12 September 2018.
3
A.D. Mulawarman, Jang Oetama Jejak dan Perjuangan H.O.S. Tjokroaminoto, Galang Press, Yogyakarta, 2015, 182.
4
A.D. Mulawarman, Jang Oetama Jejak dan Perjuangan H.O.S. Tjokroaminoto, 184.
5
A.D. Mulawarman, Jang Oetama Jejak dan Perjuangan H.O.S. Tjokroaminoto, 15.
6
A.D. Mulawarman, Jang Oetama Jejak dan Perjuangan H.O.S. Tjokroaminoto, 21.
7
Hindia Timur menunjuk pada Indonesia. Nama Hindia Timur penulis gunakan karena konteks sejarah berada di zaman
kolonialisme.
8
Parakitri T. Simbolon, Menjadi Indonesia, Kompas, Jakarta, 1995, 114.
9
Parakitri T. Simbolon, Menjadi Indonesia, 116.
10
G. Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20 jilid I, Kanisius, Yogyakarta, 1988, 26.
11
Parakitri T. Simbolon, Menjadi Indonesia, 126.
12
Parakitri T. Simbolon, Menjadi Indonesia, 153.
13
George Mc Turnan K, Nasionalisme dan Revolusi Di Indonesia, UNS Press, Solo, 1995, 13, diterjemahkan oleh N.B.
Soemanto.
14
G. Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20 jilid I, 25.
15
Franz M. Suseno, Pemikiran Karl Marx, Gramedia, Jakarta, 2000, 270.
16
Franz M. Suseno, Pemikiran Karl Marx, 14.
17
Marxisme adalah ideologi ekonomi dan masyarakat yang merupakan hasil interpretasi dari ajaran Karl Marx (1818-1883).
Marxisme lebih sempit dari keseluruhan ajaran Karl Marx. Marxisme begitu populer digunakan untuk mewujudkan
masyarakat sosialis. Contoh keberhasilan penerapkan ideologi Marxisme adalah gerakan yang dilakukan oleh Lenin di
Rusia. Ia berhasil mendirikan gerakan komunisme dengan menginterpretasikan pemikiran Marx.Lih. Franz M. Suseno,
Pemikiran Karl Marx, 270.
18
Franz M. Suseno, Pemikiran Karl Marx, 137.
19
Franz M. Suseno, Pemikiran Karl Marx, 139-140.
20
A.D. Mulawarman, Jang Oetama Jejak dan Perjuangan H.O.S. Tjokroaminoto, 118.
21
F.R. von der Mehden, “Marxism and Early Indonesian Islamic Nationalism”, dalam Political Science Quarterly, Vol. 73,
No. 3, Sept., 1958, 335-351.
22
Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, Tride, Yogyakarta, 2003, 5.
23
A.D. Mulawarman, Jang Oetama Jejak dan Perjuangan H.O.S. Tjokroaminoto, 164.
24
A.D. Mulawarman, Jang Oetama Jejak dan Perjuangan H.O.S. Tjokroaminoto, 165.
25
Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, 20.
26
Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, 1.
27
Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, 24-25.
28
Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, 33.
29
Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, 8.
30
Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, 116.
31
Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, 102.
32
Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, 136.
33
Vishal Singh, “The Rise of Indonesian Political Parties”, dalam Journal of Southeast Asian History, Vol. 2, No.
2, Juli, 1961, 43-65. Didownload dari www.jstor.org pada tanggal 11 Desember 2018.