Anda di halaman 1dari 11

Pengaruh Ideologi terhadap Gerakan Kemerdekaan

1. Pengertian Ideologi menuru Para Ahli :


• Menurut Sargent : Ideologi adalah suatu sistem dan nilai kepercayaan yang diterima oleh sekelompok orang dalam wilayah tertentu, berkaitan
dengan bagaimana kehidupan ditata dan dilakukan sebagai pedoman yang harus dilakukan di kehidupan sosial.
• Menurut Clifford Geertz : Ideologi adalah suatu simbol yang membawa serta peraturan dunia yang didasarkan kebudayaan yang secara
psikologis menimbulkan kepuasan.
• Menurut A.S Hornby : Ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk landasan teori ekonomi dan politik yang diyakini oleh
seseorang/kelompok.

2. Sejarah Lahirnya LIBERALISME, SOSIALISME,PAN-ISLAMISME, DEMOKRASI, NASIONALISME,dan KOMUNISME.

1. Sejarah Lahirnya Liberalisme


• Pengertian dan Latar Belakang Liberalisme

Liberalisme adalah paham yang meyakini bahwa kebebasan politik dan ekonomi merupakan hak setiap individu dan ketidakadilan sosial merupakan
hal yang wajar terjadi.Awal perkembangan liberalisme terjadi di Inggris pada tahun 1215. Pada saat itu, Raja John mengeluarkan piagam Magna
Charta yang menjamin kebebasan hak individu. Piagam Magna Charta merupakan langkah awal pembatasan kekuasaan absolut para Raja Inggris.
Pemikiran lebih lanjut mengenai liberalisme di Inggris dikembangkan oleh John Locke dalam bukunya yang berjudul Two Treatises of Government
(1690). Dalam buku tersebut John Locke menyatakan bahwa pemerintah memiliki tugas utama untuk menjamin hak-hak dasar rakyat.
 Liberalisme di Indonesia
Liberalisme masuk ke Indonesia setelah sekularisme masuk ke Indonesia, karena sekularisme merupakan akar liberalisme. Paham-paham ini masuk
secara paksa ke Indonesia melalui proses penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara sekuler telah ada dalam Undang-
Undang Dasar Belanda tahun 1855 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak memihak salah satu agama atau
mencampuri urusan agama.
Pada tahun 1870, pemerintah Hindia Belanda mulai menjalankan politik Pintu Terbuka, yaitu Indonesia terbuka bagi para pengusaha swasta (kapitalis)
atau pemilik modal dapat menanamkan modalnya untuk usaha di bidang perkebunan, pertambangan, perindustrian, dan perdagangan. Para pengusaha
diberi kesempatan untuk menyewa tanah dalam kurun waktu yang cukup lama.
Politik Pintu Terbuka di Indonesia berlangsung antara tahun 1870 hingga tahun 1900 dan periode ini disebut sebagai zaman berpaham kebebasan
(liberalisme). Pada kurun waktu itu, kaum liberal yang kebanyakan terdiri atas pengusaha swasta, mendapat kesempatan untuk menanamkan modal
usahanya di Indonesia secara besar-besaran. Usaha yang dilaksanakan di bidang perkebunan antara lain mengusahakan tanaman kopi, teh, kina, kelapa,
cokelat, tembakau, dan kelapa sawit. Adapun usaha di bidang industri antara lain mendirikan pabrik rokok, pabrik gula, pabrik cokelat, pabrik teh, dan
pabrik karet.
Meskipun para pengusaha diberi kesempatan untuk menyewa tanah dalam kurun waktu yang lama, pemerintah Hindia Belanda tetap membatasinya
dengan memberlakukan peraturan seperti Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) dan Undang-Undang Gula (Suiker Wet).
2. Sejarah lahirnya Sosialisme
 Pengertian dan Latar Belakang Sosialisme
 Sosialisme lahir sebagai reaksi terhadap Revolusi Industri yang berkembang akibat liberalisme. Industrialisasi telah memunculkan praktik kapitalisme yang lebih
mementingkan individu si pemilik modal dan mengesampingkan kaum buruh yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat. Oleh karena itu, sosialisme berusaha
mewujudkan kemakmuran bersama melalui usaha kolektif yang produktif di bawah kendali dan campur tangan pemerintah. Dalam sosialisme, kebebasan individu
dibatasi dan mengutamakan pemerataan kesejahteraan bersama.

Tokoh pertama yang mengemukakan ide sosialisme adalah Thomas More (1478-1535). Ia menulis sebuah buku berjudul Utopia yang berisi tentang negara impian. Kemudian,
cita-cita golongan sosialis utopia direalisasikan oleh para pemikir sosialisme seperti Saint Simon (1760-1825), Robert Owen (1771-1858), dan Louis Blanc (1811-1882).
 Sosialisme di Indonesia
 Sosialisme pertama kali masuk ke Indonesia melalui sebuah organisasi yang dibangun tahun 1914 bernama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) atau
Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda. Organisasi ini pada awalnya merupakan kumpulan dari kaum sosialis Belanda yang bekerja di Hindia-Belanda dan dibentuk
atas kegelisahan seorang sosialis Belanda yang berhadapan dengan kondisi-kondisi sosial-politik Hindia Belanda saat itu.

Sosialis tersebut bernama Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet. Kedatangannya ke Hindia Belanda pada tahun 1913 untuk bekerja di Soerjabajaasch Handelsblad
(surat kabar di Surabaya) membawanya menjadi tonggak awal dari kemunculan ide-ide Sosialisme di Indonesia. Ide-ide ini diwujudkan dengan munculnya Partai Komunis
Indonesia (PKI) dan Marhaenisme.

Pada era perkembangan perekonomian, sosialisme juga ikut mempengaruhi adanya pemikiran-pemikiran tentang ekonomi Indonesia, salah satunya adalah Moh. Hatta. Aliran
sosialisme demokrasi memiliki peranan yang penting dalam struktur pemikiran Hatta. Dalam beberapa tulisan pentingnya, Hatta merujuk pada sosialisme Barat, khususnya
prinsip perikemanusiaan, sebagai sumber pemikiran tentang demokrasi untuk Indonesia merdeka.

Kehidupan ekonomi sosialis akan terbagi dalam tiga cabang besar yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi seperti halnya dalam masyarakat kapitalis, tetapi kelas manusia
hilang dalam masyarakat sosialisme. Dalam masyarakat sosialisme yang ada adalah pembagian fungsi pekerjaan. Diilustrasikan oleh Hatta, dalam masyarakat sosialis
pekerjaan saudagar tetap ada, tetapi saudagar yang mencari keuntungan hanya untuk dirinya sendiri sudah tidak ada lagi dalam masyarakat tersebut.
3. Sejarah Lahirnya PAN-Islamisme
 Pengertian Pan-Islamisme
 Pan-Islamisme (al-Jami’ah al-Islamiyyah) adalah adalah paham politik keagamaan yang dikembangkan oleh para pemimpin muslim pada perempat terakhir abad ke-19. Secara luas,
Pan-Islamisme dapat diartikan sebagai rasa solidaritas di antara seluruh umat Islam (ukhuwah islamiyyah) yang telah ditanamkan sejak masa Nabi Muhammad saw. Ini merupakan
masalah penting dan selalu diupayakan terwujud dari masa ke masa.
 Ada dua hal yang mampu memperkokoh solidaritas umat Islam, yakni ibadah haji dan khilafah. Ibadah haji merupakan salah satu kewajiban umat Islam bagi yang mampu dan sebagai
muktamar akbar Pan-Islamisme. Mereka yang datang dari seluruh pelosok dunia membicarakan tentang keadaan negerinya masing-masing untuk dipecahkan secara bersama-sama.

Sementara khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah dulu pernah mengembangkan wilayah Islam ke bekas kekuasaan Romawi Timur, Persia, dan India, lalu berlanjut hingga ke Eropa
melalui Spanyol, dan sebelum bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan menghancurkan pusat pemerintahan Islam di Baghdad tahun 1258. Peranan khilafah kemudian berpindah
ke tangan Kerajaan Turki Usmani, meskipun tidak diakui seluruh umat Islam.
 Sejarah Kemunculan Pan-Islamisme
 SejarahPan-Islamisme muncul sebagai reaksi langsung terhadap pengaruh Barat mengenai ide nasionalisme. Ide nasionalisme dianggap mampu memecah umat Islam yang pada
awalnya berada dalam satu kepemimpinan pemerintahan Islam. Pan-Islamisme ditopang oleh adanya ide tentang umat berdasarkan ukhuwah islamiyyah, lembaga keilmuan dan
pendidikan yang terbuka, Mekah sebagai pusat pertemuan dan ibadah, serta adanya figur khalifah.
 Solidaritas umat Islam ini ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan intelektual dan religio-politis yang menyadarkan umat betapa pentingnya peranan solidaritas umat. Ketegasan
memperkuat identitas keislaman telah dibarengi dengan munculnya gerakan tarekat, dan gerakan-gerakan pemurnian agama.
 Paham Pan-Islamisme mulai diperjuangkan oleh Wahhabiyah di Arab, dan berpengaruh ke dunia Islam hingga Indonesia. Gerakan ini berusaha untuk mem-bangkitkan Islam dari
kebekuan dan memperbaiki dekadensi moral. Kebangkitan itu kemudian berubah menjadi gerakan anti-Barat ketika Barat mulai merebut wilayah-wilayah Islam.
 Penguasaan Barat atas wilayah-wilayah Islam sebenarnya telah menyadarkan umat Islam untuk mengusir mereka dari daerah tersebut. Namun kekuatan Islam yang tidak terorganisir
dengan baik membuat mereka gagal dalam melakukan perlawanan. Meski demikian tidak menutup kemungkinan ada beberapa perlawanan Islam terhadap penjajah Barat yang
membuahkan hasil, misalnya yang terjadi di Afrika Utara melalui gerakan tarekat Sanusiyah yang dipimpin oleh Sayid Muhammad bin Sanusi.[1]

Pengaruh Barat terhadap Islam semakin besar terutama pada abad ke-19. Misalnya saja tahun 1858 sultan Mughal disingkirkan, dan sebagian besar negeri-negeri muslim dikuasai oleh
Barat. Hal tersebut mendorong para pemimpin dan pembaharu dalam Islam berpikir bahwa Islam harus bangkit dengan adanya solidaritas umat. Salah satu perkembangannya adalah yang
terjadi di Turki, dengan tokoh utamanya adalah Sultan Abdul Hamid II.
4. Sejarah Lahirnya Demokrasi

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demokratia” yang berarti pemerintahan rakyat. Pemerintahan rakyat merupakan sebuah pemerintahan di mana setiap orang memiliki
suara tentang apa yang harus dilakukan. Sejarah demokrasi sendiri banyak dipercaya berakar dari Yunani kuno sekitar dua setengah milenium lalu (sekitar abad keenam SM).

Kelahiran Demokrasi

Di Yunani, anggota parlemen Athena bernama Solon (sekitar 630–560 SM) mempresentasikan versi awal demokrasi partisipatif, yang dicampur dengan elemen-elemen
keadilan sosial.

Sejarah demokrasi

Solon

Ia bertujuan untuk mengoreksi kontrol pemerintah yang eksklusif dan opresif (menindas). Keinginan itu muncul karena pada masa itu para pemilik tanah kaya menggunakan
pengaruh mereka untuk mengeksploitasi krisis ekonomi yang parah. Mereka merampas harta dan kebebasan penduduk miskin.

Solon yang terpilih sebagai hakim kepala pada 594 SM kemudian mulai menentang kaum penguasa. Reformasi yang bertujuan untuk memperbaiki sistem yang cacat
dilakukan dengan cara membatasi kekuatan absolut golongan kelas atas.

Dalam prakteknya Solon membatasi pengaruh orang kaya dan memperkenalkan kode hukum yang lebih manusiawi dan seimbang. Ia juga meningkatkan peran Majelis
Rakyat dengan menciptakan Boule (dewan multietnis warga negara berpenghasilan menengah), lalu membatasi otoritas Dewan aristokrat Pria Terbaik (Areopagus).

Pada 510 SM, Cleisthenes (sekitar 570–507 SM) melanjutkan reorganisasi konstitusional Solon. Ia menjadikan Majelis Rakyat satu-satunya badan legislatif, meningkatkan
pengaruh Boule, merampas kekuasaan efektif Areopagus, dan memastikan partisipasi yang luas dan mendalam dalam kehidupan publik.

Di Athena, pemerintah membiarkan semua lelaki dewasa bebas yang menjadi warga negara memilih, baik kaya atau pun miskin. Sayangnya sistem itu memiliki kekurangan
karena tidak mengakomodasi hak perempuan dalam politik.

Pada saat demokrasi mulai berfungsi di Athena, banyak negara kota lainnya memilih untuk menerapkan sistem tersebut di pemerintahan mereka. Akan tetapi kesempatan
untuk memilih lebih sedikit daripada yang diberlakukan di Athena.
Sebagian besar negara-kota lainnya hanya mengizinkan warga pria dewasa bebas untuk memilih jika mereka memiliki tanah atau memiliki rumah mereka sendiri (yaitu,
orang-orang kaya). Mereka juga tidak membiarkan wanita memilih.

Satu masalah besar bagi demokrasi pada masa kuno adalah kurangnya waktu bagi laki-laki untuk selalu pergi ke tempat pertemuan untuk memilih.

Kebanyakan pria punya pekerjaan, menanam padi, membuat sepatu, berperang atau apa pun. Mereka tidak bisa selalu berdebat dan memilih. Oleh karena itu, akhirnya dipilih
beberapa orang yang akan melaksanakan sebagian besar pemungutan suara (model perwakilan) dan sisanya hanya datang ketika ada pemungutan suara yang sangat penting.

Di Athena, orang-orang yang menjadi perwakilan rakyat dipilih melalui jalur undian. Pria yang mendapatkan kemenangan di undian maka ia berhak duduk di Dewan 500.
Kemudian ia akan melayani selama setahun di dewan tersebut.

Perkembangan Demokrasi

Berawal dari Yunani Kuno, selanjutnya demokrasi menyebar ke wilayah sekitar Laut Tengah. Akan tetapi demokrasi di kawasan ini hampir musnah oleh Kekaisaran Romawi
sekitar 100 SM.

Di sisi lain, tempat-tempat seperti Athena terus menggunakan metode demokratis untuk membuat keputusan sendiri pada masalah-masalah lokal untuk waktu yang lama
setelah itu.

Seribu tahun kemudian, pada Abad Pertengahan, beberapa kota di Italia – Siena, Florence, Genoa, Pisa, Venesia – kembali ke pemerintahan demokratis setelah Matilda dari
Canossa meninggal. Demokrasi-demokrasi ini semuanya diorganisasikan dengan cara yang sedikit berbeda, tetapi tidak satu pun dari mereka memungkinkan orang miskin,
perempuan, atau anak-anak untuk memilih, dan beberapa memiliki sistem undian seperti Athena.

Lebih jauh ke utara di Inggris, beberapa pria mendapat hak untuk memilih pejabat lokal dan perwakilan mereka di Parlemen pada Abad Pertengahan, tetapi raja masih
memegang sebagian besar kekuasaan.

Demokrasi Italia ini, juga, akhirnya ditaklukkan oleh Kekaisaran Romawi Suci dan diperintah oleh kaisar Jerman.

Mulai tahun 1600-an, orang mulai berjuang untuk mewujudkan kembali demokrasi. Di Inggris, Cromwell merebut kekuasaan untuk membentuk Parlemen. Di Amerika,
Perang Revolusi melahirkan Konstitusi pada 1789. Konstitusi tersebut memungkinkan orang dewasa bebas memilih jika mereka memiliki pertanian atau bisnis mereka
sendiri.
Beberapa tahun kemudian, Revolusi Prancis membawa demokrasi ke Prancis (untuk waktu yang singkat). Pada awal 1900-an, demokrasi masuk ke Spanyol – untuk sementara waktu.
Meskipun negara yang menganut demokrasi mulai bermunculan, namun hak perempuan untuk memilih masih sangat dibatasi.

Dewasa ini banyak negara menganut bentuk negara demokrasi. Pada abad ke-20. sebagian besar orang miskin, orang kulit berwarna, dan wanita telah memenangkan hak untuk memilih,
meskipun anak-anak dan orang asing masih tidak bisa.

Kendati negara yang menganut demokrasi telah menjamur, namun jumlah kekuasaan yang tersedia bagi para pemilih masih bervariasi dari satu negara ke negara lain dan beberapa negara
Timur Tengah seperti Arab Saudi masih belum menerapkan sistem ini.

5. Sejarah Lahirnya Nasionalisme

Kebanyakan teori menyebutkan bahwa nasionalisme dan nilai-nilainya berasal dari Eropa. Sebelum abad ke-17, belum terbentuk satu negara nasional pun di Eropa. Yang ada pada periode
itu adalah kekuasaan kekaisaran-kekaisaran yang meliputi wilayah yang luas, misalnya kekuasaan kekaiseran Romawi Kuno atau Kekaiseran Jerman di bawah pimpinan Karolus Agung.
Yang jelas, kekuasaan bergandengan tangan dengan gereja Katolik, sehingga masyarakat menerima dan menaati pengu-asa yang mereka anggap sebagai titisan Tuhan di dunia.

Karena itu, kesadaran akan suatu wilayah (territory) sebagai milik suku atau etnis tertentu belum terbentuk di Eropa sebelum abad ke-17. Di awal abad ke-17 terjadi perang besar-besaran
selama kurang lebih tiga puluh tahun antara suku bangsa-suku bangsa di Eropa. Misalnya, perang Perancis melawan Spanyol, Prancis melawan Belanda, Swiss melawan Jerman, dan
Spanyol melawan Belanda, dan sebagainya. Untuk mengakhiri perang ini suku bangsa yang terlibat dalam perang akhirnya sepakat untuk duduk bersama dalam sebuah perjanjian yang
diadakan di kota Westphalia di sebelah barat daya Jerman. Pada tahun 1648 disepakati Perjanjian Westphalia yang mengatur pembagian teritori dan daerah-daerah kekuasaan negara-
negara Eropa yang umumnya masih dipertahankan sampai sekarang.

Meskipun demikian, negara-bangsa (nation-states) baru lahir pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Negara bangsa adalah negara-negara yang lahir karena semangat nasionalisme.
Semangat nasionalisme yang pertama muncul di Eropa adalah nasionalisme romantis (romantic nationalism) yang kemudian dipercepat oleh munculnya revolusi Prancis dan penaklukan
daerah-daerah selama era Napoleon Bonaparte. Beberapa gerakan nasionalisme pada waktu ini bersifat separatis, karena kesadaran nasionalisme mendorong gerakan untuk melepaskan
diri dari kekaisaran atau kerajaan tertentu. Misalnya, setelah kejatuhan Napoleon Bo-naparte, Kongres Wina (1814–1815) memutuskan bahwa Belgia yang sebelumnya dikuasai Prancis
menjadi milik Belanda, dan lilma belas tahun kemudian menjadi negara nasional yang merdeka. Atau, Revolusi Yunani tahun 1821–1829 di mana Yunani ingin melepaskan diri dari
belenggu kekuasaan Kekaiseran Ottoman dari Turki. Sementara di belahan Eropa lain, nasionalisme muncul sebagai kesadaran untuk menyatukan wilayah atau daerah yang ter-pecah-
belah. Misalnya, Italia di bawah pimpinan Giuseppe Mazzini, Camillo Cavour, dan Giusepe Garibaldi, mempersatukan dan membentuk Italia menjadi sebuah negara-kebangsaan tahun
1848. Di Jerman sendiri, kelompok-kelompok negara kecil akhirnya membentuk sebuah negara kesatuan Jerman dengan nama Prusia tahun 1871 di bawah Otto von Bismarck. Banyak
negara kecil di bawah kekuasaan kekaiseran Austria pun membentuk negara bangsa sejak awal abad 19 sampai masa setelah Perang Dunia I. Sementara itu, Revolusi 1917 di Rusia telah
melahirkan negara-bangsa Rusia.
Semangat nasionalisme menyebar ke seantero dunia dan mendorong negara-negara Asia–Afrika memperjuangkan kemerdekaannya. Ini terjadi setelah Perang Dunia I dan selama
Perang Dunia II. Hanya dalam dua puluh lima tahun pasca Perang Dunia II, ada sekitar 66 negara-bangsa yang lahir. Indonesia termasuk salah satu dari negara bangsa yang baru lahir
pasca Perang Dunia II ini.

Di abad ini, semangat nasionalisme telah mendorong negara-negara di bawah bekas Yugoslavia dan bekas Uni Soviet lahir sebagai negara-negara bangsa. Dapat dipastikan bahwa ke
depan, nasionalisme akan terus menjadi ideologi yang menginspirasi dan mendorong gerakan pembentukan komunitas bersama berdasarkan karakteristik etnis, kultur, atau pun politik.

Nasionalisme dan negara Indonesia

Setelah mempelajari berbagai pengertian dan definisi nasionalisme di atas, mari kita kembali ke pertanyaan awal yang diajukan di atas. Apa hakikat nasionalisme? Apakah
nasionalisme sebagai kesadaran berbangsa harus diejawantahkan dalam sebuah negara-bangsa? Lalu, bagaimana dengan hakikat nasionalisme Indonesia?

Pengertian nasionalisme di atas dapat disimpulkan dalam empat gagasan pokok berikut.

Nasionalisme berhubungan dengan penemuan identitas nasional. Kesadaran akan identitas nasional ini dapat dipicu oleh letak geografis, misalnya sekelompok masyarakat hidup
dalam sebuah wilayah yang sama menyadari keberadaannya sebagai satu bangsa. Ini mirip kesadaran sebagai keluarga besar. Tapi, kesadaran akan identitas nasional juga bisa lahir
karena pengalaman pahit tertentu yang dialami secara bersama, meskipun masyarakat tidak hidup da-lam satu wilayah geografis yang sama. Inilah yang dialami oleh bangsa
Indonesia. Pengalaman dijajah Belanda selama ratusan tahun telah melahirkan kesadaran akan identitas diri dan identitas nasional yang ingin melepaskan diri dari kolonialisme dan
imperialisme apapun. Tentu kesadaran akan identitas sebagai bangsa ini tidak lahir secara mendadak. Meskipun secara geografis Indonesia memiliki ribuan pulau dan ratusan ribu
suku bangsa, interaksi ma-syarakat di Nusantara sejak perdagangan antarpulau dan antarbenua di sekitar abad ke-4 dan ke-5 masehi sampai masa-masa kejayaan kerajaan-kerajaan
Sriwijaya dan Majapahit merupakan bagian dari proses pembentukan identitas kebangsaan Indonesia. Dari situlah identitas nasional Indonesia dirumuskan. Bahwa masyarakat yang
mendiami wilayah di kepulauan Nusantara, meskipun beranekaragam, mereka tetaplah satu.

Nasionalisme berhubungan dengan kesadaran akan teritori. Ketika Napoleon Bonaparte menguasai banyak negara di Eropa, lahir kesadaran bahwa teritori atau tanah airnya sedang
ber-ada di bawah kekuasaan asing. Kesadaran ini memunculkan semangat untuk melepaskan diri dari penjajahan. Demikian pula Indonesia. Wilayah dari Sabang sampai Merauke
yang diduduki dan dieksploitasi Belanda untuk kepentingannya telah melahirkan kesadaran akan sebuah tanah air (teritori) yang harus dibebaskan supaya masyarakatnya bisa
membangun ke-hidupan bersama yang adil, damai, dan sejahtera. Jadi, kesadaran akan teritori ini tidak bersifat regional atau lokal—terbatas pada wilayah tertentu saja yang dihuni
oleh kelompok suku atau etnis yang sama—tetapi kesadaran ke-Indonesia-an. Karena itu, arti “tanah airku” dalam nasionalisme Indonesia bukan terbatas tanah air (lokal-itas) tempat
seseorang dilahirkan—desa tertentu atau pulau tertentu—tetapi sebuah tanah air Indonesia. Akibatnya, masyarakat Indonesia yang mengidentifikasi diri sebagai berbang-sa Indonesia
sungguh menyadari diri sebagai beraneka ragam suku, agama, ras, bahkan wilayah (territory).
Dalam arti ini, nasionalisme Indonesia yang lahir sejak tahun 1928 memang lebih bersifat nasionalisme politik. Artinya, kesadaran sebagai bangsa Indonesia yang
diikrarkan para pemuda pada hari Sumpa Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 merupakan sebuah kesadaran politik untuk menggalang persatuan demi mem-
perjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mohammad Yamin benar menyebut, bahwa nasionalisme Indonesia pada saat kelahiran Budi Utomo (10 Mei 1908) bersifat
nasionalisme kultur. Nasionalisme kultur bangsa Indonesia sebenarnya sudah mulai terbentuk sejak abad perdagangan antarpulau di era abad ke-4 dan ke-5 masehi
dan mencapai puncak pada zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.

Meskipun demikian, harus diingat bahwa nasionalisme tidak harus terbatas pada nasionalisme politik. Bahkan dalam sebuah negara bangsa pun masih ada
kesadaran akan nasionalisme berdasarkan kesamaan suku, etnis, agama, atau pulau tertentu. Ini adalah bagian dari nasionalisme kultural yang tidak perlu ditakuti.
Di dunia pun hal semacam ini tetap ada. Misalnya, orang Afrika yang menjadi warga negara Amerika Serikat merasa memiliki semangat kebangsaan Afrika,
mengidentifikasi diri dan kemudian memproduksi kebudayaan khas Afro-Amerika dalam sebuah negara-bangsa Amerika Serikat. Mereka sama sekali tidak ingin
melepaskan diri dan kewarganega-raannya dari Amerika Serikat. Di Indonesia pun hal semacam ini dapat terjadi. Kesadaran kebangsaan orang Aceh, orang
Makassar, Minahasa, Madura, Jawa, Papua, atau Sunda, dapat dipahami sebagai kesadaran nasionalisme kultural. Kesadaran inilah yang memberi makna dan jati
diri pada masyarakat. Negara tidak perlu takut bahwa kesadaran se-macam ini akan berkembang ke arah separatisme dan upaya melepaskan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Yang penting negara sungguh-sungguh menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara baik dan benar.

Simbol nasionalisme?Demikianlah, negara-bangsa (nation-state) lahir sebagai bentuk dari kesadaran sebagai bangsa (nasionalisme). Umumnya negara-bangsa
adalah produk zaman modern, karena lahir sejak akhir abad ke-18 dengan puncak pada era pasca Perang Dunia II. Dalam negara-bangsa yang berdaulat,
nasionalisme tetap dipegang teguh sebagai ideologi yang mempersatukan segenap elemen masyarakat demi mewujudkan tujuan hidup bersama. Ini penting karena
proses pembentukan identitas bangsa akan terus berlanjut. Asal tetap diingat, bahwa pembentukan identitas kebangsaan atau pembentukan kultur bangsa tidak
dimonopoli secara sepihak oleh penguasa seperti yang dikatakan beberapa pemikir di atas.

Inilah juga sebabnya mengapa dewasa ini negara-bangsa umumnya menjalankan kekuasaannya secara demokratis melalui sistem perwakilan. Ini mencegah
tindakan otoriter elit atau penguasa yang mau memonopoli dan menyalahgunakan kekuasaannya, bahkan atas nama nasionalisme sekalipun. Nasionalisme yang
demokratis dan berdasarkan konstitusi akan memosisikan masyarakat sebagai warga negara yang ikut aktif dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara
6. Sejarah Lahirnya Komunisme
 Sejarah Komunisme di Dunia
 Komunisme sudah ada sejak tahun 1848. Konsep atau paham komunisme ini pertama kali dicetuskan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels dalam manifesto politik.
Manifesto politik mereka pada saat itu berisi teori analisit pendekatan komunis untuk perjuangan kelas masyarakat dan kemakmuran ekonomi yang pada akhirnya menjadi
suatu gerakan politik yang paling berpengaruh pada saat itu.
 Latar belakang munculnya ideologi ini adalah karena adanya kesenjangan ekonomi di berbagai negara Eropa pada segi industri. Pada masa itu, orang-orang yang berkuasa
lebih mementingkan kesejahteraan ekonominya sendiri dimana petani dan buruh selalu mengalami penindasan.
 Karl Marx dengan paham Komunisme-nya ingin menciptakan suatu masyarakat yang lebih adil, tidak mengenal kelas, mengutamakan hak setiap orang, serta tidak
bergantung kepada Tuhan dan agama. Bagi dia, agama merupakan tempat pelarian manusia dari kenyataan yang tak bisa dihadapinya.
 Sejak itu, komunisme pun diterima di banyak kalangan dan banyak negara. Apalagi saat terbentuknya Uni Soviet dan Komunisme Internasional (Komintern) di Rusia.
Disitulah komunisme sedang berada di puncak kejayaannya.
 Setelah perang dunia ke-2 hingga akhir perang dingin (revolusi 1989), paham komunis mulai ditinggalkan. Bubarnya Uni Soviet pada tahun 1991 juga meruntuhkan paham
tersebut.

Begitupun, beberapa negara masih menerapkan ideologi komunis seperti Republik Rakyat Tiongkok, Vietnam, Laos, Kuba, dan Korea Utara dan juga Indonesia.
 Sejarah Komunisme di Indonesia
 Komunisme masuk ke Indonesia dipelopori oleh Hendricus Josephus Fransiscus Marie Sneevliet. Hendricus merupakan warga Belanda yang datang ke Indonesia pada tahun
1913. Bersama Adolf Baars, Hendricus mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV).
 Awalnya organisasi ini tidak mempropagandakan komunis, namun lambat laun mengubah diri menjadi berpandangan komunis. Setelah keberhasilan revolusi di Rusia,
mereka memasuki organisasi-organisasi massa untuk menyebarkan paham ini, salah satunya Sarekat Islam (SI) pimpinan Semaun.
 Kemudian SI terbelah menjadi SI Merah dan SI Putih. Akhirnya SI Merahlah yang menjadi Partai Komunis serta melakukan pemberontakan pada tahun 1926, 1948 hingga
1965 yang mengakibatkan kejatuhan Soekarno.

Kemudian pada tahun 1917, lahir Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun, nama PKI belum besar karena dibuat secara diam-diam dan menjadi fraksi kiri dalam SI.
Sebelum mendirikan PKI, Semaun dan Darsono pernah mengenyam pendidikan tentang komunis dari Sneevlit di Indische Social Demoratische Partij (ISDP). Sneevlit
sendiri diketahui merupakan sayap kiri di dalam ISDP. Dari sana, keduanya sering berdiskusi dengan Sneevlit.

Keduanya melihat celah di SI, sehingga secara perlahan memasukkan ideologi-ideologinya.

“Syarikat Islam yang kurang memperhatikan nasib buruh, telah merupakan lowongan baik bagi ide-ide radikal yang dimasukan oleh Semaun dan Darsono yang tadinya
diinspirasikan oleh Sneevlit,” kata Mohammad Hatta dikutip buku ‘Bung Hatta Menjawab’.

Salah seorang tokoh Syarikat Islam (SI), Haji Agus Salim, akhirnya menegakkan disiplin partai. SI berganti nama menjadi Partai Syarikat Islam di tahun 1921. Sesudah
itu, barulah resmi nama PKI mencuat.

Namun, partai komunis itu tidak kompak lantaran salah seorang pendirinya, Tan Malaka, membentuk Partai Rakyat Indonesia (PARI).

Dalam sejarahnya di Indonesia, PKI melakukan tiga pemberontakan. Pemberontakan pertama adalah tahun 1926. Pemberontakan itu gagal dan PKI dilibas pemerintah
kolonial Belanda. Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan. Sejumlah 1.308 orang, umumnya kader-kader partai, dikirim ke Boven Digul, sebuah kamp
tahanan di Papua.

Gerakan bawah tanah membangkitkan PKI hingga kembali solid. Pada 1948, PKI melancarkan pemberontakan kedua. Pemberontakan berniat meruntuhkan RI dan
menggantinya dengan negara komunis. Upaya kedua ini kembali gagal. Literatur mencatat pemberontakan ketiga dilakukan pada 1965, lagi-lagi gagal.

Anda mungkin juga menyukai