BA
AN N G
ER
ET
U
N
RS ITA S V
N U SAN T AR
VE I
UN
SU
K OHA R JO
Disusun guna melengkapi tugas dan syarat dalam menempuh kerja praktek pada
Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik
Oleh:
ASFI THOHIROTUL KHASANAH
NIM. 1750200072
i
PENGESAHAN
Hari : Sabtu
Tanggal : 27 Maret 2021
Kaprodi Pembimbing
Teknik Industri Kerja Praktek
Mengetahui
Dekan Fakultas Teknik
Univet Bantara Sukoharjo
ii
ABSTRAK
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Pelaksanaan Kerja
Praktek ini tepat pada waktunya. Kerja Praktek ini merupakan salah satu mata
kuliah yang wajib ditempuh di Program Studi Teknik Industri Universitas Veteran
Bangun Nusantara Sukoharjo. Laporan Kerja Praktek ini disusun sebagai hasil
kerja praktek yang telah dilaksanakan selama 2 bulan di PT MAXI VIVA
PERKASA khususnya pada bidang produksi.
Dengan selesainya laporan kerja praktek ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Satria Agung Wibawa, ST., MT., selaku Dekan Fakultas Teknik.
2. Ibu Ainur Komariah, ST., M.Sc., selaku Ketua Program Studi Teknik Industri.
3. Bapak Suprapto, ST., M.Eng., selaku Dosen Pembimbing.
4. Pimpinan PT MAXI VIVA PERKASA beserta seluruh karyawan yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk melaksanakan Kerja
Praktek.
5. Kedua orang tua dan saudara penulis yang telah memberikan do’a dan dukungan
baik moral maupun material.
6. Teman-teman Teknik Industri angkatan 2017 yang saya banggakan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.
Terimakasih.
Sukoharjo, Maret
2021
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................…........ ii
ABSTRAK........................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................................................ iv
DAFTAR ISI....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN…................................................................................... viii
BAB I GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
1.1. Sejarah Perusahaan…………...................................................... 1
1.2. Visi dan Misi Perusahaan............................................................ 1
1.3. Struktur Organisasi dan Deskripsi Kerja..................................... 2
1.4. Sistem Produksi dan Peta Proses Operasi................................... 3
1.5. Hasil Produksi………………..................................................... 7
1.6. Lokasi dan Layout Pabrik............................................................ 8
1.7. Personalia.................................................................................... 9
1.8. Permasalahan Umum................................................................... 10
1.9. Permasalahan Khusus.................................................................. 11
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Kualitas………………………………..................... 13
2.2. Pengertian Pengendalian Kualitas............................................... 14
2.3. Pengertian Seven Tools…………................................................. 15
2.4. Alat Perbaikan Kualitas……...................................................... 24
v
DAFTAR TABEL
Halaman
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
vii
BAB I
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
1
2
2. Deskripsi Kerja
Berdasarkan struktur organisasi di PT MAXI VIVA PERKASA deskripsi kerja
tersebut yaitu sebagai berikut:
a. Direktur
Direktur memiliki tugas yaitu sebagai pemimpin perusahaan dengan menerbitkan
kebijakan-kebijakan dalam perusahaan, dan memilih karyawan, serta mengawasi
tugas dari seluruh karyawan tersebut.
b. Kepala Personalia
Kepala Personalia memiliki tugas yaitu menyusun anggaran tenaga kerja yang
diperlukan, membuat job analysis, job description, dan job specification, mengurus
dan melaksanakan rekrutmen tenaga kerja.
c. Kepala Pemasaran
Kepala Pemasaran memiliki tugas yaitu menginput pesanan, membuat surat jalan
untuk mencocokan sesuai dengan pesanan dan membuat invoice sesuai surat jalan
setelah koordinasi dengan kepala keuangan terkait pembayaran pelanggan.
3
d. Kepala Keuangan
Kepala Keuangan memiliki tugas yaitu melakukan pengecekan pesanan tersebut
harus melakukan pembayaran terlebih dahulu , menandatangani form pesanan, dan
memverifikasi faktur penjualan yang dibuat admin penjualan.
e. Kepala Produksi
Kepala Produksi memiliki tugas yaitu mengatur dalam pembuatan Surat Perintah
Kerja setiap aktivitas produksi, mengecek setiap laporan produksi, mengatur jadwal
produksi dan memastikan setiap operator menjalankan proses produksi sesuai
dengan Surat Perintah Kerja.
f. Kepala Garment
Kepala Garment memiliki tugas yaitu mengawasi pelaksanaan proses produksi
mulai dari pemakaian bahan baku, pemakaian material packing.
g. Admin Gudang
Admin Gudang memiliki tugas yaitu mengeluarkan bahan baku yang akan
digunakan, menerima barang jadi hasil produksi, mencocokkan form pesanan
dengan barang saat dating dan menginput surat jalan pembelian.
2. Proses Produksi
Proses pembuatan pakaian memiliki serangkaian proses yaitu dimulai dari bahan
baku datang hingga menjadi sebuah produk yang berkualitas. Kegiatan produksi
dilakukan juga dalam rangka menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan
benda baru sehingga mempunyai nilai manfaat yang lebih dalam memenuhi
kebutuhan. Pada PT. MAXI VIVA PERKASA terdapat 2 jenis proses produksi yaitu:
a. Sublim
Sublim merupakan pemindahan desain dari kertas ke kain menggunakan sebuah
mesin printer khusus dengan tinta yang khusus pula. Untuk proses sublim dimulai
dari desain gambar yang telah ditentukan dari pelanggan kemudian desain tersebut
berupa file diberikan kepada operator mesin print untuk di RIP terlebih dahulu
tujuannya yaitu untuk mengatur gambar dan ukuran yang kemudian akan diprint,
untuk mesin print yang digunakan adalah mesin print TS300, TS34, Epson dan
mesin Meitu. Setelah selesai diprint kemudian diberikan kepada operator mesin
5
press untuk di press dengan suhu 210° setelah itu kain seperti pada desain gambar
tersebut keluar dari mesin press kemudian di cek operator Quality Control.
b. Reaktif.
Reaktif merupakan pemberian zat warna reaktif terhadap kain.
Tahap pertama yang dilakukan pada proses reaktif yaitu kain di padding diberi zat
cairan kimia. Pemberian zat cairan kimia tersebut berbeda sesuai dengan kain yang
digunakan seperti contohnya T28 untuk kain katun dan RG2 untuk kain rayon.
Setelah kain di padding kemudian dimasukkan ke dalam mesin Peeder dengan suhu
90° C, setelah itu kain di print menggunakan mesin MS JP5 Evo, setelah di print
kemudian kain dimasukkan ke dalam mesin Steam kemudian kain tersebut di cuci
dan dikeringkan / di jemur, setelah itu kain yang sudah di kering di cek operator
Quality Control.
Berikut ini merupakan peta proses operasi di PT. Maxi Viva Perkasa yaitu
sebagai berikut:
6
Triangle
1'43"
1':9" 32"
Jepit Krah Stik Body O-3 Stik Body
O-13 O-6 (Mesin Jahit) (Mesin Jahit)
(Mesin Jahit)
Trapharder
1':8''
Gabung Body
O-7 (Mesin Obras)
69"
Pasang Saku
O-9 (Mesin Jahit)
1'30"
Pasang Lengan
O-11 (Mesin Obras)
1':27"
Pasang Krah
O-14 (Mesin Jahit)
1.7.Personalia
1. Jam kerja karyawan
PT. MAXI VIVA PERKASA menetapkan 5 hari kerja dalam seminggu selama
pandemi ini. Terdapat 8 jam kerja per hari. Jam kerja harian ditetapkan mulai
pukul 08.00-17.00 WIB, dan terdapat jam kerja lembur per hari terhitung setelah
pukul 17.00 WIB. Berikut aturan jam kerja karyawan di PT. MAXI VIVA
PERKASA:
Hari Senin – Jumat: pukul 08.00 – 17.00 WIB, istirahat pukul 12.00 – 13.00
WIB.
10
diproduksi, karena itu merupakan faktor demi menjaga kepercayaan para pembeli.
Agar dapat meningkatkan kualitas maka perlu situasi terhadap proses dan hasil produk
itu sendiri.
5. Benang nempel
Cacat kain benang nempel merupakan cacat kain yang berbentuk seperti potongan
benang yang nempel pada kain dan mengakibatkan motif pada kain tersebut
warnanya tidak utuh.
6. Kertas print
Cacat kertas print merupakan cacat yang terjadi akibat pada saat awal pemasangan
kertas di mesin print, kertas tersebut tidak sejajar dan pada saat mesin print menyala
kertas menjadi bergelombang akibatnya hasil warna print bercampuran dan tidak
sesuai dengan warna motif yang diinginkan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kualitas
Menurut Sunyoto (2012) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu ukuran
untuk menilai bahwa suatu barang atau jasa telah mempunyai nilai guna seperti yang
dikehendaki atau dengan kata lain suatu barang atau jasa dianggap telah memiliki
kualitas apabila berfungsi atau mempunyai nilai guna seperti yang diinginkan.
Berdasarkan definisi tersebut kualitas adalah hubungan antara produk dan pelayanan
atau jasa yang diberikan kepada konsumen dengan tujuan produk maupun jasa tersebut
sudah memenuhi harapan dan kepuasan konsumen. Menurut Gaspersz (2008), definisi
kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan
pelanggan. Dalam ISO 8402, kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik
suatu produk yang menunjang kemampuanya untuk memuaskan kebutuhan yang di
spesifikasikan atau di tetapkan.
Menurut Tjiptono (2012) ada delapan dimensi dalam kualitas produk, yaitu
sebagai berikut:
1. Kinerja (performance)
Dalam kinerja merupakan karakteristik operasi dan produk inti yang dibeli atau
yang dipertimbangkan pelanggan saat membeli. Pelanggan melihat karakteristik
tersebut seperti kecepatan, kemudahan dan kenyamanan dalam penggunaan.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (Features) Karakteristik sekunder atau
pelengkap.
3. Kesesuaian dengan spesifikasi (Conformance to Spesification)
Sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Misalnya pengawasan kualitas dan desain, standar karakteristik operasional.
4. Keandalan (Realibility)
Kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal pakai. Misalnya
pengawasan kualitas dan desain, standar karakteristik operasional.
5. Daya tahan (Durability)
Berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini
mencakup umur teknis maupun umur ekonomis.
7. Estetika (Esthetica)
13
14
Daya tarik produk terhadap panca indera. Misal keindahan desain produk, keunikan
model produk, dan kombinasi.
8. Kualitas yang dipersepsikan (Perceived Quality)
Merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan
suatu produk. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atau ciri-citri
produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek
harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatannya.
9. Dimensi kemudahan perbaikan (Serviceability)
Meliputi kecepatan, kemudahan, penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan
yang diberikan terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses
penjualan hingga purna jual yang mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan
komponen yang dibutuhkan.
2. Pareto Diagram
Diagram pareto adalah alat yang terdiri dari grafik balok dan garis yang
menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Diagram ini
pertama kali diperkenalkan oleh Alfredo Pareto. Diagram ini menunjukkan
seberapa besar frekuensi berbagai permasalahan yang terjadi dengan daftar masalah
pada sumbu x dan jumlah/frekuensi kejadian pada sumbu y (Prihantoro, 2012).
16
3. Fishbone Diagram
Fishbone diagram sering disebut juga diagram sebab-akibat. Diagram ini
menggambarkan garis dan simbol-simbol yang mennjukan hubungan antara
penyebab dan akibat dalam suatu permasalahan. Menurut Dina Rosmalia dkk
(2015) diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan
antara sebab akibat pada suatu permasalahan yang menunjukkan faktor-faktor
penyebab dan karakteristik akarakar penyebab dari masalah yang ditemukan antara
lain manpower (tenaga kerja), Machines (mesin-mesin), Methods (metode kerja),
Materials (bahan baku dan bahan penolong), Motivation (motivasi), Money
(keuangan). Fishbone diagram mempunyai manfaat dalam memecahkan penyebab
suatu permasalahan. Menurut Wahyu Ariani (2004) manfaat fishbone diagram
antara lain:
a. Dapat menggunakan kondisi yang sesungguhnya untuk tujuan perbaikan
kualitas produk atau jasa lebih yang lebih baik.
b. Dapat mengurangi dan menghilangkan kondisi yang menyebabkan
ketidakseuaian produk atau jasa dan keluhan pelanggan.
c. Dapat membuat suatu standardisasi operasi yang ada maupun yang
direncanakan.
d. Dapat memberikan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan dalam kegiatan
pembuatan keputusan dan melakukan tindakan perbaikan.
17
4. Histogram
Histogram adalah salah satu alat yang membantu untuk menemukan variasi,
dan histogram adalah salah satu metode untuk membuat ringkasan data sehingga
data dianalisis, yang menyajikan data secara grafis tentang seberapa sering elemen
yang terdapat pada proses terlihat. Menurut Besterfield (2001) Histogram adalah
alat grafik penting yang menunjukkan frekuensi relatif atau terjadinya nilai data
kontinyu, mengungkapkan di mana nilai yang paling berulang terletak dan data
didistribusikan. Menurut Bauer (2006), Histogram adalah representasi grafik
(diagram batang) yang digunakan untuk merencanakan frekuensi dengan mana
nilai yang berbeda dari variabel yang diberikan terjadi. Histogram digunakan untuk
memeriksa pola yang ada, mengidentifikasi rentang variabel, dan menyarankan
kecenderungan sentral dalam variabel.
5. Control Chart
Control chart atau biasa di sebut Peta kendali adalah alat dalam bentuk
diagram kontrol proses untuk menentukan batas kontrol atas dan batas kontrol
bawah kinerja proses. Menurut Bauer (2006), peta kendali digunakan untuk
mengukur kinerja proses dan variabilitas yang berurutan atau waktu. Peta kendali
mungkin adalah alat kualitas yang paling dikenal, paling berguna, dan paling sulit
dipahami. Selain itu peta kendali adalah alat canggih peningkatan kualitas yang
berupa diagram garis (run chart) dengan batas kontrol. Konsep yang mendasari
peta kendali adalah bahwa proses memiliki variasi statistik. Seseorang harus
menilai variasi ini untuk menentukan apakah suatu proses beroperasi di antara
batas-batas yang diharapkan atau apakah sesuatu telah terjadi yang telah
menyebabkan proses untuk pergi "di luar kendali." Batas kendali secara matematis
dibangun pada tiga standar deviasi di atas dan di bawah rata-rata.
Peta kendali (control chart) dapat dibedakan menajdi dua yaitu, peta kendali untuk
data atribut (diskrit) dan peta kendali untuk variabel (kontinu). Berikut penjelasan
mengenai perbedaan peta kendali tersebut:
a. Peta Kendali Untuk Data Atribut
Di dalam pengumpulan data terdapat banyak karakteristik kualitas yang tidak
dapat dengan mudah dinyatakan secara numeric. Contoh yang biasa di alami
adalah pengklasifikasian pada karakteristik kualitas yang sesuai ataupun tidak
sesuai dengan kualitas. Istilah cacat atau tidak cacat digunakan untuk
mengidentifikasi kedua klasifikasi karakteristik produk ini. Karakteristik seperti
ini dinamakan dengan sifat atribut. Peta kendali atribut ini terdiri dari peta p atau
np dan peta c atau u chart.
1) Peta Kendali p
Peta kendali ini digunakan untuk menunjukkan nilai cacat dalam bentuk
prosentase kerusakan. Penggunaan peta kendali ini untuk mengukur proporsi
ketidaksesuaian item-item di dalam kelompok dan juga bisa mengendalikan
proporsi yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas yang akan di
inspeksi dalam suatu proses. Proporsi dapat diungkapkan dalam bentuk
decimal.
19
2) Peta kendali np
Peta kendali np digunakan untuk mengontrol jumlah cacat dengan nilai
sampel ukuran tetap atau konstan. Perhitungan untuk peta kendali np seperti
berikut:
CL = np
UCL = np + 3 √(np(1 − np)
CL = c
UCL = c + 3√3
LCL = c - 3√3
Apabila nilai standar tidak diberikan.
Dari hal ini c dapat ditaksir dengan banyaknya ketidaksesuaian rata-rata yang
diamati dalam sampel unit pemeriksaan.
CL = c̄
UCL = c̄ + 3√3
LCL = c̄ - 3√3
4) Peta Kendali u
Peta kendali u digunakan untuk meenggambarkan ketidaksesuaian perunit,
nilai u = c/n, dimana c adalah jumlah ketidaksesuaian dan n adalah jumlah
objek. Nilai u adalah variable random poisson karena ini merupakan
kombinasi linier n variabel random poisson independent.
CL = ū
̅
𝑢
UCL = ū + 3√
𝑛
̅
𝑢
UCL = u - 3√
𝑛
Apabila nilai standar tidak diketahui (µ dan σ tidak diketahui) maka rumus
yang digunakan µ ± Zα/2 α = µ ± 3 𝜎 dan digunakan x̄ sebagai pengganti µ
dan untuk pengganti σ. Berikut peta kendalinya:
CL = x̄
UCLx
LCLx
Apabila nilai standar tidak diketahui, perhitungannya melalui s, sehingga s
digunakan x̄ sebagai pengganti µ dan untuk pengganti σ. Perhitungan peta
kendali ini adalah CL = x̄
UCLx
LCLx
2) Peta Kendali R
Untuk peta kendali R, langkah perhitungan yang digunakan hampir sama
dengan langkah perhitungan peta kendali x̄.
Apabila nilai standar diberikan 𝑅 dalam menghitung peta kendali R
digunakan nilai standar σ = d2, dengan d2 adalah mean distributive rentang
relative. Sedangkan deviasi standar R adalah σR = d3σ, dengan d3 deviasi
standar distribusi rentang relative. Maka didapatkan parameter peta kendali
R:
CL = d2σ
UCL = D2σ
LCL = D1σ
Dimana nilai : D1 = d2 + 3d2
D2 = d2 - 3d2
Apabila nilai standar tidak diberikan
𝑅̅
Karena σ tidak diketahui, maka dapat dimisalkan 𝜎𝑅 = 𝑑3 dengan
𝑑2
UCL = R̅ D4
LCL = R̅ D3
Dimana nilai:
𝑑
D3 = 1 + 3 𝑑3
2
𝑑3
D4 = 1 – 3 𝑑
2
6. Scatter Diagram
Scatter diagram adalah alat yang berguna untuk memperjelas apakah ada
hubungan antara dua variabel, dan apakah hubungan itu positif atau negative.
Scatter diagram digunakan untuk mempelajari dan mengidentifikasi hubungan
yang mungkin antara perubahan yang diamati dalam dua set variabel yang berbeda
(Amitava, 2001). Menurut Bauer (2006), scatter diagram adalah diagram di mana
satu variabel diplot terhadap variabel plot yang lain untuk menentukan apakah ada
korelasi antara dua variabel. Diagram ini digunakan untuk memplot distribusi
informasi dalam dua dimensi. Scatter diagram berguna dalam penyaringan cepat
untuk hubungan antara dua variabel. Tujuan dari scatter diagram adalah untuk
menampilkan apa yang terjadi pada satu variabel ketika variabel yang lain diubah.
Diagram digunakan untuk menguji teori bahwa dua variabel terkait. Kemiringan
diagram menunjukkan jenis hubungan yang ada.
dibentuk meliputi data relatif terhadap lingkungan, sumber daya manusia yang
terlibat, mesin yang digunakan dalam proses, bahan baku, dan lain-lain. Di dalam
pengendalian kualitas stratifikasi terutama ditujukan untuk:
1. Mencari faktor-faktor penyebab utama kualitas secara mudah.
2. Mempermudah pengambilan kesimpulan di dalam penggunaan peta kontrol.
3. Mempelajari secara menyeluruh masalah yang dihadapi.
Contoh stratifikasi masalah dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Diagram SIPOC merupakan salah satu teknik yang paling sering digunakan
untuk perbaikan proses (Faranila, 2009). SIPOC merupakan singkatan dari
Supplier, Input, Process, Output dan Customer. Menurut Gaspersz (2002),
nama SIPOC merupakan singkatan dari lima eleman utama dalam sistem
kualitas yaitu:
a. Suppliers merupakan orang, sekelompok orang ataupun perusahaan yang
memberikan informasi kunci, sumber daya lain, penyedia material atau yang
menyalurkan dan meyediakan bahan segala sesuatunya yang dibutuhkan oleh
proses selanjutnya. Suppliers ini bisa disebut pemasok atau penyuplai.
b. Input adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers) kepada
proses. Segala sesuatunya tersebut diantaranya termasuk material, jasa,
informasi, sumber daya manusia (SDM), dan sebagainya yang diproses agar
dapat menghasilkan output.
c. Process merupakan proses transformasi nilai tambah kepada input. Bisa
dikatakan bahwa process adalah langkah atau serangkaian aktivitas yang
dapat memberikan nilai tambah kepada input.
d. Output adalah merupakan produk barang, informasi dan atau jasa dari suatu
proses. Dalam industri manufaktur output adalah barang setengah jadi
maupun barang jadi. Costumers merupakan orang atau sekelompok orang
yang menerima hasil dari output atau bisa disebut pelanggan.
Menurut Gaspersz (2002) CTQ adalah atribut-atribut yang sangat penting untuk
diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan
pelanggan, selain itu merupakan elemen dari suatu produk, proses, atau
praktekpraktek yang berdampak pada kepuasan pelanggan. Dalam aplikasi six
sigma CTQ adalah kriteria karakteristik kualitas yang menimbulkan dan atau
memiliki potensi untuk menimbulkan kegagalan atau kecacatan (Gaspersz, 2002).
4. Analisis 5W+1H
Pengembangan rencana tindakan merupakan salah satu aktivitas yang penting
dalam program peningkatan kualitas six sigma. Analisis 5W + 1 H adalah suatu
metode analisis yang digunakan untuk melakukan penanggulangan terhadap
setiap akar permasalahan yang ada (Gaspersz, 2002). Namun pada penelitian ini
hanya menggunakan 5W+1H. Contoh metode menggunakan 5W+2H dapat
dilihat Tabel 2.2.
1. Jenis Cacat
Data yang diperlukan dalam penyusunan laporan ini adalah data jenis
ketidaksesuaian produk cacat. Data tersebut dilakukan melalui pengamatan selama
Bulan Desember 2020 sampai Bulan Januari 2021. Dalam pengambilan data tersebut
terdapat jenis cacat yang berbeda, jenis cacat tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1.
2. Check Sheet
Check Sheet atau lembar periksa adalah suatu formular dimana item-item yang
akan periksa telah dicetak dalam formulir itu, dengan maksud agar data dapat
dikumpulkan secara mudah dan ringkas. (Gasperz,2005). Adapun data sampel dan
27
28
cacat produk ditampilkan dalam Tabel 3.1. Dari data jenis ketidaksesuaian produk
cacat diambil sampel sebanyak 50 lembar dengan 15 kali pengamatan, sehingga dapat
dihitung jumlah produk cacat sebanyak 124.
Selama 15 kali pengamatam, diperoleh kecacatan pada produk Kain seperti cacat
produk kain ngakar, kain nglipet, kain kotor, kain nggaris, benang nempel, dan cacat
kertas print (Tabel 3.1). Jumlah produk cacat yang paling banyak adalah jenis cacat
kain nggaris dengan rata-rata 3,53 kemudian diikuti oleh cacat kertas print dengan rata-
rata 1,67, kain ngakar dengan rata-rata 1, kain kotor dengan rata-rata 1, benang nempel
dengan rata-rata 0,8 dan kain nglipet 0,26. Kecacatan tersebut merupakan kecacatan
yang disebabkan oleh operator dan mesin.
3. Stratifikasi
Berdasarkan data jenis dan jumlah produk cacat di PT MAXI VIVA PERKASA
maka dapat dilakukan pengklasifikasian data menjadi kelompok sejenis yang lebih
29
kecil sehingga terlihat lebih jelas. Stratifikasi pada produk ini didasarkan pada 5 jenis
produk cacat, dimana produk cacat paling tinggi dari data keseluruhan adalah jenis
produk cacat nggaris. Jenis produk cacat lainnya antara lain sebagai berikut: nglipet,
benang nempel, ngakar, kain kotor. Adapun tabel dari stratifikasi dapat dilihat pada
Tabel 3.2.
4. Scatter Diagram
Scatter Diagram
45
40
35
Persentase cacat
30
25
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60
Jumlah cacat
Berdasarkan bentuk grafik yang dihasilkan, maka grafik dari Gambar 3.2.
dinyatakan memiliki hubungan positif (korelasi positif) yang artinya semakin tinggi
jumlah cacat produk akan mengakibatkan tingkat kerusakan yang semakin tinggi
pula.
30
5. Histogram
Histogram merupakan alat seperti diagram batang (bars graph) yang bertujuan
untuk menunjukkan distribusi frekuensi. Sebuah distribusi frekuensi menunjukkan
seberapa sering setiap nilai yang berbeda dalam satu set data terjadi. Berikut data yang
diperoleh dari jenis dan persentase cacat.
50
40
30
20
10
0
Ngakar Nglipet Kain kotor Nggaris Benang Kertas
Nempel
Berdasarkan Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa kecacatan yang disebabkan oleh
Ngakar dan kain sebesar 12,1 %, sedangkan kecacatan karena Nglipet 3,2%, Nggaris
42,74%, Benang nempel 9,7% dan kecacatan karena kertas sebesar 20,16%.
6. Pareto Diagram
Diagram pareto bertujuan untuk mengetahui cacat yang paling dominan pada
produk. Adapun data yang diperoleh dari jenis dan persentase cacat:
Jumlah Cacat
No Jenis Cacat Persentase (%)
(lembar)
1 Ngakar 15 12,10
2 Nglipet 4 3,20
3 Kain 15 12,10
4 Nggaris 53 42,74
5 Benang Nempel 12 9,70
6 Kertas 25 20,16
Setelah mengetahui cacat yang paling dominan maka dapat dibuat diagram
pareto berdasarkan jenis cacat.
Diagram Pareto
140 120,00%
120 100,00%
100
80,00%
80
60,00%
60
40,00%
40
20 20,00%
0 0,00%
Nggaris Kertas Ngakar Kain Benang Nglipet
Nempel
7. Peta Kendali P
Peta Kendali P (Peta kendali proporsi kerusakan) sebagai alat untuk pengendaian
proses secara statistik. Penggunaan peta kendali P ini dikarenakan pengendalian
kualitas bersifat atribut, serta data yang diperoleh yang dijadikan sempel pengamatan
tidak tetap dan produk yang mengalami kerusakan (cacat). Peta kendali P
menunjukkan perubahan dari waktu kewaktu sehingga dengan pencantuman batas
maksimum dan minimum yang merupakan batas daerah pengendalian. Menghitung
garis tengah grafik peta pengendali P produk cacat:
CL = P̅
∑𝑛𝑝 124
P̅ = = 750 = 0,165
∑𝑛
0,165(1−0,165)
= 0,165 + 3 √ 50
0,165(1−0,165)
= 0,165 – 3 √ 50
= 0,165 – 3 (0,055) = 0
33
PETA P
0,35
LCL
0,3
DATA PROPORSI
0,25
0,2 CL
0,15
0,1
0,05
0 UCL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jika garis CL melewati batas garis UCL dan LCL maka didapat variasi proses diluar
batas pengendalian, sehingga harus dilakukan revisi. Sesuai dengan Gambar 4.7 garis
CL tidak melewati batas garis UCL dan LCL sehingga tidak ditemukan variasi proses
yang berada diluar pengendalian (out of control) secara statistik. Karena tidak ada
variasi proses yang berada di luar batas pengendalian maka dari itu tidak diperlukan
revisi. Dengan demikian proses berada dalam pengendalian.
Karena banyaknya sampel yang diambil tiap observasi sama yaitu 50 sampel,
maka dapat menggunakan np chart.
8. Np Chart
Peta kendali np digunakan untuk mengontrol jumlah cacat dengan nilai sampel
ukuran tetap atau konstan. Perhitungan untuk peta kendali np seperti berikut:
CL = np
UCL = np + 3 √𝑛𝑝(1 − 𝑛𝑝)
np chart
30
25
Banyaknya cacat
20
15 LC
L
10
CL
5
0 UC
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 L
Data pengamatan ke-
Karena pada data ke-14 t data diluar batas pengendalian karena sebab khusus
maka data tersebut dihilangkan sehingga akan dilakukan revisi:
124−25
CL = = 7,07
15−1
124−25
𝑝̅ = 750−50 = 0,14
np chart revisi
16
14 LCL
12
Banyaknya cacat
10
8
CL
6
4
2
0
UCL
-2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Data pengamatan ke-
Sesuai dengan Gambar 3.6 garis CL tidak melewati batas garis UCL dan LCL
sehingga tidak ditemukan variasi proses yang berada diluar pengendalian (out
of control) secara statistik. Karena tidak ada variasi proses yang berada diluar
batas pengendalian maka dari itu tidak diperlukan revisi. Dengan demikian
proses berada dalam pengendalian.
9. Fishbone Diagram
Dari pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa jenis cacat yang paling
dominan pada produk disebabkan Nggaris. Penyebab terjadinya cacat karena Nggaris
disebabkan adanya faktor manusia, material, alat produksi, dan metode kerja. Cacat
Nggaris terjadi karena tidak adanya fasilitas alat untuk tarikan kain pada saat
memasukkan kedalam mesin press. Penyebab dari kerusakan dapat dilihat pada
Gambar 3.8. s.d. Gambar 3.13.
Dari Gambar 3.8 dapat di lihat bahwa cacat pada produk disebabkan oleh faktor
mesin, metode, material, manusia dan lingkungan. Jenis kerusakan yang terjadi dan
cara penanggulangan yang dilakukan adalah:
a. Mesin
Pada mesin printing tidak ada perawatan yang baik, sehingga mesin sering terjadi
error. Jika mesin printing rusak, para karyawan tersebut terlebih dahulu berhenti
beroperasi.
36
Cara penanggulangan:
1. Melakukan perawatan rutin pada mesin printing.
2. Melakukan pembersihan tinta rutin pada mesin printing.
b. Metode
Pada produksi garment tidak terlalu memperhatikan setiap metode proses
produksi, aktivitas yang kurang baik akan berakibat pada produk akhir. Cara
penanggulangan:
1. Mencari pengembangan metode
2. Memperbarui metode yang digunakan secara berkala
3. Pada saat memasukkan kain ke dalam mesin press tarikan harus lebih kuat agar
tidak terjadi cacat nggaris
c. Bahan atau Material
Kualitas bahan yang dipakai pada pembuatan pakaian kurang baik, pada saat
proses pemeriksaan bahan kurang teliti, sehingga akan berpengaruh terhadap
kualitas produk. Cara penanggulangan:
1. Memilih bahan baku yang berkualitas
2. Pemeriksaan pada bahan baku maupun bahan penolong harus lebih teliti lagi.
d. Manusia atau Tenaga kerja.
Semua kegiatan pada proses produksi tersebut tergantung kepada tenaga kerja,
karena jika ada kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat kurang teliti, lelah dan
sebagainya semuanya akan berakibat pada hasil produksi akhir yang kurang bagus.
Cara penanggulangan: Dengan cara memberikan sosialisasi tentang kegiatan
produksi dan tenaga kerja bagian produksi terlalu sedikit sehingga karyawan
merasa kelelahan.
e. Lingkungan
Suhu di dalam ruangan terlalu panas karena masih menggunakan lapu neon dan
jarak lampu dengan pekerja terlalu dekat sehingga mengakibatkan
ketidaknyamanan para pekerja.
Cara penanggulangan:
1. Lampu neon di ganti dengan lampu LED dan jaraknya jagan terlalu dekat
dengan operator.
2. Menambah kipas atau pendingin ruangan.
37
Dari Gambar 3.9 dapat kita lihat bahwa cacat pada produk disebabkan oleh
faktor manusia, lingkungan, metode, dan mesin. Jenis kerusakan yang terjadi dan cara
penanggulangan yang dilakukan adalah:
a. Mesin
Pada mesin press kurang penyetelan, sehingga tension terlalu kencang. Jika mesin
press kurang penyetelan kain banyak terjadi cacat.
Cara penanggulangan:
1. Melakukan penyetelan sebelum memulai produksi.
2. Melakukan pemanasan pada mesin sebelum mesin digunakan produksi
b. Metode
Pada produksi garment tidak terlalu memperhatikan setiap metode proses
produksi, aktivitas yang kurang baik akan berakibat pada produk akhir. Cara
penanggulangan:
1. Mencari pengembangan metode
2. Memperbarui metode yang digunakan secara berkala
3. Pada saat memasukkan kain ke dalam mesin press harus lebih teliti agar kain
tidak dimasukkan dalam keadaan terlipat.
38
Dari Gambar 3.10 dapat kita lihat bahwa cacat pada produk disebabkan oleh
faktor manusia, lingkungan, metode, dan mesin. Jenis kerusakan yang terjadi dan cara
penanggulangan yang dilakukan adalah:
a. Mesin
Pada mesin press kurang penyetelan, sehingga tension terlalu kencang. Jika mesin
press kurang penyetelan kain banyak terjadi cacat.
39
Cara penanggulangan:
1. Melakukan penyetelan sebelum memulai produksi.
2. Melakukan pemanasan pada mesin sebelum mesin digunakan produksi
b. Manusia atau Tenaga kerja.
Semua kegiatan pada proses produksi tersebut tergantung kepada tenaga kerja,
karena jika ada kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat kurang teliti, lelah dan
sebagainya semuanya akan berakibat pada hasil produksi akhir yang kurang bagus.
Cara penanggulangan: Dengan cara memberikan sosialisasi tentang kegiatan
produksi dan tenaga kerja bagian produksi terlalu sedikit sehingga karyawan
merasa kelelahan.
c. Bahan atau Material
Kualitas bahan yang dipakai pada pembuatan pakaian kurang baik, pada saat
proses pemeriksaan bahan kurang teliti, sehingga akan berpengaruh terhadap
kualitas produk. Cara penanggulangan:
1. Memilih bahan baku yang berkualitas
2. Pemeriksaan pada bahan baku maupun bahan penolong harus lebih teliti lagi.
d. Metode
Pada produksi garment tidak terlalu memperhatikan setiap metode proses
produksi, aktivitas yang kurang baik akan berakibat pada produk akhir. Cara
penanggulangan:
1. Mencari pengembangan metode
2. Memperbarui metode yang digunakan secara berkala
3. Pada saat memasukkan kain ke dalam mesin press harus ditarik lebih kuat agar
tidak terjadi kecacatan.
40
Dari Gambar 3.8 dapat kita lihat bahwa cacat pada produk disebabkan oleh
faktor manusia, lingkungan, metode, material dan mesin. Jenis kerusakan yang terjadi
dan cara penanggulangan yang dilakukan adalah:
a. Mesin
Pada mesin kurang pemeriksaan kebersihan dan jarang dibersihkan, sehingga
mesin sering terjadi error. Jika mesin error, para karyawan tersebut terlebih dahulu
berhenti beroperasi.
Cara penanggulangan:
1. Melakukan perawatan rutin pada mesin.
2. Melakukan pembersihan tinta rutin pada mesin printing.
b. Metode
Pada produksi garment tidak terlalu memperhatikan kebersihan setiap metode
proses produksi, aktivitas yang kurang baik akan berakibat pada produk akhir. Cara
penanggulangan:
1. Mencari pengembangan metode.
2. Memperbarui metode yang digunakan secara berkala.
3. Pada saat pengecekan kain harus lebih teliti.
c. Manusia atau Tenaga kerja.
Semua kegiatan pada proses produksi tersebut tergantung kepada tenaga kerja,
karena jika ada kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat kurang teliti, lelah dan
sebagainya semuanya akan berakibat pada hasil produksi akhir yang kurang bagus.
41
Dari Gambar 3.12 dapat kita lihat bahwa cacat pada produk disebabkan oleh
faktor manusia, lingkungan, metode, material dan mesin. Jenis kerusakan yang terjadi
dan cara penanggulangan yang dilakukan adalah:
a. Mesin
Pada mesin printing tidak ada perawatan yang baik, sehingga mesin sering terjadi
error. Jika mesin printing rusak, para karyawan tersebut terlebih dahulu berhenti
beroperasi.
Cara penanggulangan:
1. Melakukan perawatan rutin pada mesin printing.
42
Dari Gambar 3.13 dapat kita lihat bahwa cacat pada produk disebabkan oleh
faktor manusia, lingkungan, metode, material dan mesin. Jenis kerusakan yang terjadi
dan cara penanggulangan yang dilakukan adalah:
a. Mesin
Pada mesin printing tidak ada perawatan yang baik, sehingga mesin sering terjadi
error. Jika mesin printing rusak, para karyawan tersebut terlebih dahulu berhenti
beroperasi.
Cara penanggulangan:
1. Melakukan perawatan rutin pada mesin printing.
2. Melakukan pembersihan tinta rutin pada mesin printing.
3. Melakukan penyetelan dan pemanasan sebelum dilakukan proses produksi.
b. Metode
Pada produksi garment tidak terlalu memperhatikan setiap metode proses
produksi, aktivitas yang kurang baik akan berakibat pada produk akhir. Cara
penanggulangan:
1. Mencari pengembangan metode
2. Memperbarui metode yang digunakan secara berkala
3. Pada saat memasukkan kain ke dalam mesin press harus menepuk kain supaya
benang yang nempel ke kain bisa terjatuh dan tidak menempel di kain.
44
3.2. Pembahasan
Berdasarkan data yang dikumpulkan dan diolah pada tabel sampel cacat kain
pada bulan Desember 2020 sampai bulan Januari 2021 di PT MAXI VIVA PERKASA
dapat dilihat pada Gambar 3.1 terdapat jenis produk cacat yaitu: ngakar, nggaris,
nglipet, benang nempel, kain kotor, dan cacat kertas. Jumlah produk cacat yang paling
banyak adalah jenis cacat kain nggaris dengan rata-rata 3,53 kemudian diikuti oleh
cacat kertas print dengan rata-rata 1,67, kain ngakar dengan rata-rata 1, kain kotor
dengan rata-rata 1, benang nempel dengan rata-rata 0,8 dan kain nglipet 0,26. Cacat
tersebut mewakili 42,74% dari total keseluhan cacat. Cacat nggaris merupakan cacat
yang paling banyak terjadi karena disebabkan kurangnya kehati-hatian saat proses
memasukkan kain ke dalam mesin press. Selanjutnya jenis cacat yang paling banyak
kedua adalah cacat kertas yang sebanyak 25. Cacat tersebut mewakili 20,16% dari
total keseluruhan cacat. Cacat kertas disebabkan karena kurang kehati-hatian pekerja
selama proses memasukkan kertas ke dalam mesin print dan tidak cermat menutup
penjepit kertas agar kertas tidak bergelombang pada saat proses cetak.
45
Jenis cacat produk yang paling banyak ketiga adalah cacat kain kotor dan
cacat ngakar yang sebanyak 15. Cacat tersebut mewakili 12,1% dari total
keseluruhan cacat. Cacat kain kotor disebabkan kurangnya ketelitian pada saat
mengecek kain dan kurang memperhatikan kebersihan kain dan area produksi.
Sedangkan cacat ngakar disebabkan karena kurang kehati-hatian pekerja selama
proses memasukkan kain kedalam mesin press. Selanjutnya jenis cacat yang paling
banyak keempat adalah cacat benang nempel yang sebanyak 12. Cacat tersebut
mewakili 9,7% dari total keseluruhan cacat. Cacat benang nempel disebabkan karena
kurang ketelitian pekerja selama proses memasukkan kertas ke dalam mesin press
tidak di cek terlebih dahulu bahwa kain yang masuk terdapat benang nempel dan
tidak menggunting kain yang berserat pada ujung kain. Selanjutnya jenis cacat yang
paling sedikit adalah cacat nglipet yang sebanyak 4. Cacat tersebut hanya mewakili
3,2% dari total keseluruhan cacat. Cacat nglipet merupakan cacat yang paling sedikit
karena pekerja memasukkan kain ke dalam mesin press dengan cara kurang tarikan
kain akibatnya ujung kain pada saat dimasukkan ke dalam mesin terlipat.
Dapat dilihat pada Tabel 3.2, berdasarkan data jenis dan jumlah produk cacat di
PT MAXI VIVA PERKASA maka dapat dilakukan pengklasifikasian data menjadi
kelompok sejenis yang lebih kecil sehingga terlihat lebih jelas. Stratifikasi pada
produk ini didasarkan pada 5 jenis produk cacat, dimana produk cacat paling tinggi
dari data keseluruhan adalah jenis produk cacat nggaris. Jenis produk cacat lainnya
antara lain sebagai berikut: nglipet, benang nempel, ngakar, kain kotor.
Dapat dilihat dari Gambar 3.3, berdasarkan bentuk grafik yang dihasilkan, maka
grafik dari Scatter Diagram diatas dinyatakan memiliki hubungan positif (korelasi
positif) yang artinya semakin tinggi jumlah cacat produk akan mengakibatkan tingkat
kerusakan yang semakin tinggi pula.
Berdasarkan histogram dari jenis cacat, jenis cacat yang sering muncul yaitu
pada cacat nggaris sebanyak 53, diikuti cacat kertas sebanyak 25, cacat kain kotor dan
ngakar sebanyak 15. Hal ini mengidentifikasi bahwa proses produksi di PT MAXI
VIVA PERKASA masih kurang baik karena masih banyaknya produk cacat.
Hasil control np-chart dari jenis cacat nggaris, nglipet, ngakar, benang nempel,
kain kotor dan cacat kertas secara berurutan dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Berdasarkan control np-chart of cacat ukuran menunjukkan nilai UCL sebesar 16,13,
nilai np sebesar 8,26, sedangkan nilai LCL sebesar 0,39. Pola pada peta kendali
46
menunjukkan semua titik dari pengamatan ke- 1 sampai 15 terdapat ada yang melewati
batas kendali yaitu pada titik 14 yaitu pada cacat kertas. Dapat diketahui bahwa jenis
cacat yang terjadi pada proses produksi di PT MAXI VIVA PERKASA belum
terkendali. Setelah dilakukan revisi peta control np (np-chart) dengan nilai UCL
sebesar 14,46, nilai np sebesar 7,07, sedangkan nilai LCL sebesar -0,32. Pola pada
peta kendali menunjukkan semua titik dari dari pengamatan ke- 1 sampai 15 sudah
dalam batas kendali. Dapat diketahui bahwa jenis cacat yang terjadi pada proses
produksi di PT MAXI VIVA PERKASA sudah terkendali.
Masalah/akibat ditentukan berdasarkan jenis cacat dominan, yaitu jenis cacat
nggaris, benang nempel, ngakar, kain kotor, nglipet dan kertas. Sehingga jenis cacat
tersebut perlu segera dikendalikan dan dicari solusi pemecahan masalahnya, agar
jumlahnya dapat ditekan seminimal mungkin. Untuk mencari penyebab terjadinya
jenis cacat nggaris, benang nempel, ngakar, kain kotor, nglipet dan kertas, maka
langkah selanjutnya dianalisis dengan menggunakan fishbone diagram, yang dapat
dilihat pada Gambar 3.7. s.d. Gambar 3.12.
Berdasarkan analisis Fishbone diagram diatas dapat diketahui bahwa faktor
kerusakan dapat terjadi dari beberapa faktor yaitu manusia, material, metode,
lingkungan dan mesin. Faktor penyebab dari produk cacat disajikan dengan Tabel 3.5.
ditetapkan menjaga
perusahaan. komunikasi.
4.1 Kesimpulan
Dari hasil kerja praktek yang telah dilakukan di PT MAXI VIVA PERKASA
bisa disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengendalian kualitas di PT MAXI VIVA PERKASA belum baik, persentase
produk cacat yaitu 16% masih di atas batas persentase produk cacat yang di
tetapkan yaitu 10%.
2. Jenis produk cacat berturut-urut adalah cacat nggaris sejumlah 42,74%; cacat kertas
20,16%, kain kotor 12,10%, ngakar 12,10%, benang nempel 9,70%, dan yang
paling jarang terjadi yaitu nglipet 3,20%.
3. Faktor Penyebab kerusakan dalam produksi yaitu faktor manusia atau pekerja
karena pekerja kurang fokus dan kurang teliti pada saat bekerja, faktor mesin karena
kurangnya perawatan dan tidak ada jadwal perawatan secara berkala, faktor metode
kerja karena kurang sesuai dengan standar metode kerja yang benar dan melakukan
metode dengan cara sendiri, faktor material karena kurangnya pengecekan saat
bahan baku datang, kemudian faktor lingkungan produksi yang suhu ruangan cukup
panas dan kurangnya pendingin ruangan.
4.2. Saran
Dari hasil kerja praktek dapat diberi saran sebagai berikut:
1. Diharapkan perusahaan mampu meningkatkan pengawasan kinerja karyawan pada
seluruh kegiatan produksi dan perbaikan kerusakan produk secara intensif untuk
menekan jumlah kecacatan produk seminimal mungkin.
2. Meningkatkan kedisiplinan yang ketat terhadap karyawan dan realisasi penerapan
prosedur kerja yang telah dibuat perusahaan yang diharapkan agar pekerja dapat
melaksanakan kewajibannya dengan benar sehingga kesalahan oleh Tenaga Kerja
dapat berkurang.
3. Pengadaan perawatan peralatan atau mesin secara rutin untuk mewujudkan
peningkatan kualitas produk serta mengurangi jumlah kerusakan produk pada PT
MAXI VIVA PERKASA.
51
52
DAFTAR PUSTAKA
Amitava Majumdar, 2001. Glass and glass- ceramic coatings, versatile materials for
industrial and engineer- ing applications. Bull. Mater.
Assauri. 1998. Manajemen produksi dan Operasi, Edisi Revisi, Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana., 2001. Total Quality Management. Edisi revisi.
Yogyakarta: Andi.
Faranila I. 2009. Perbaikan Proses Striping dengan Metodr DMAIC pada PT.SIP.
Industrial and Systems Engineering Assesment Journal (INASEA). Vol 10,1.
Gaspersz. 2008. Totalitas Quality Control. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hadiguna, R.A, Heri Setiawan. 2008. Tata Letak Pabrik.Yogyakarta: Penerbit Andi.
Utami, D.R.L. 2015. Six Sigma Untuk Analisis Kepuasan Pelanggan Terhadap
Persepsi Kualitas Provider Kartu GSM Prabayar. Jurnal Gaussian Vol.4 No.1,
21-31.
53
LAMPIRAN
54
55
56
Proses Penjahitan
57