Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN KERJA PRAKTEK

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS DI PT MAXI VIVA PERKASA


DENGAN METODE SEVEN TOOLS

BA
AN N G
ER
ET

U
N
RS ITA S V

N U SAN T AR
VE I
UN

SU
K OHA R JO

Disusun guna melengkapi tugas dan syarat dalam menempuh kerja praktek pada
Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik

Oleh:
ASFI THOHIROTUL KHASANAH
NIM. 1750200072

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA
SUKOHARJO
2021

i
PENGESAHAN

Laporan Kerja Praktek yang berjudul “Analisis Pengendalian Kualitas Di PT


MAXI VIVA PERKASA Dengan Metode Seven Tools” ini disetujui dan
disahkan oleh pembimbing Kerja Praktek pada Program Studi Teknik Industri pada:

Hari : Sabtu
Tanggal : 27 Maret 2021

Kaprodi Pembimbing
Teknik Industri Kerja Praktek

Ainur Komariah, ST., M.Sc. Suprapto., ST.M.Eng.


NIP. 19801102 200501 2 003 NIP. 19701026 200009 1 150

Mengetahui
Dekan Fakultas Teknik
Univet Bantara Sukoharjo

Satria Agung W., ST., MT.


NIP : 19760102 200009 2 148

ii
ABSTRAK

PT MAXI VIVA PERKASA didirikan oleh Bapak Robby Tanuwijaya,


mulanya berlokasi di Gading, Surakarta pada tahun 2017 yang hanya bergerak pada
Gudang kain. Kemudian pada tahun 2019 PT Maxi Viva Perkasa mulai mendirikan
perusahaan yang bergerak di bidang Industri Percetakan Kain dan Garment yang
berlokasi di Jetis Wetan RT.01/RW.03 Dsn/Kampung. Jetis Wetan, Kelurahan
Jetis, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar. Pada proses produksi operator
kurang teliti dan tidak fokus terhadap surat perintah kerja yang ditentukan sehingga
banyak terjadi produk cacat. Untuk menghasilkan suatu produk yang berkualitas
maka diperlukan adanya pengendalian kualitas terhadap produk tersebut. Dengan
adanya pengendalian kualitas produk, maka perusahaan dapat mengidentifikasi dan
mengetahui kesalahan dalam proses produksi sehingga dapat menghindari atau
meminimalisir cacat produksi yang tidak sesuai dengan standar produksi yang telah
ditetapkan oleh perusahaan tersebut. Untuk itu dilakukan pengendalian kualitas
dengan menggunakan metode Seven Tools dengan cheek Sheet, scatter diagram,
diagram pareto, stratifikasi, diagram fishbone, histogram, peta kendali P (P-chart)
dan np chart. Jenis cacat yang dikumpulkan yaitu: cacat nggaris, nglipet, ngakar,
benang nempel, kain kotor dan cacat kertas. Hasil penelitian menunjukan bahwa
pengendalian kualitas di PT MAXI VIVA PERKASA belum baik, persentase
produk cacat yaitu 16% masih di atas batas persentase produk cacat yang di
tetapkan yaitu 10%. Dari diagram sebab akibat terdapat 5 faktor utama yaitu
manusia, metode, mesin, material dan lingkungan. Diharapkan perusahaan mampu
meningkatkan pengawasan kinerja karyawan pada seluruh kegiatan produksi dan
perbaikan kerusakan produk secara intensif untuk menekan jumlah kecacatan
produk seminimal mungkin.

Kata kunci: PT MAXI VIVA PERKASA, Pengendalian Kualitas, Seven Tools.

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Pelaksanaan Kerja
Praktek ini tepat pada waktunya. Kerja Praktek ini merupakan salah satu mata
kuliah yang wajib ditempuh di Program Studi Teknik Industri Universitas Veteran
Bangun Nusantara Sukoharjo. Laporan Kerja Praktek ini disusun sebagai hasil
kerja praktek yang telah dilaksanakan selama 2 bulan di PT MAXI VIVA
PERKASA khususnya pada bidang produksi.
Dengan selesainya laporan kerja praktek ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Satria Agung Wibawa, ST., MT., selaku Dekan Fakultas Teknik.
2. Ibu Ainur Komariah, ST., M.Sc., selaku Ketua Program Studi Teknik Industri.
3. Bapak Suprapto, ST., M.Eng., selaku Dosen Pembimbing.
4. Pimpinan PT MAXI VIVA PERKASA beserta seluruh karyawan yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk melaksanakan Kerja
Praktek.
5. Kedua orang tua dan saudara penulis yang telah memberikan do’a dan dukungan
baik moral maupun material.
6. Teman-teman Teknik Industri angkatan 2017 yang saya banggakan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.

Terimakasih.
Sukoharjo, Maret
2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................…........ ii
ABSTRAK........................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................................................ iv
DAFTAR ISI....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN…................................................................................... viii
BAB I GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
1.1. Sejarah Perusahaan…………...................................................... 1
1.2. Visi dan Misi Perusahaan............................................................ 1
1.3. Struktur Organisasi dan Deskripsi Kerja..................................... 2
1.4. Sistem Produksi dan Peta Proses Operasi................................... 3
1.5. Hasil Produksi………………..................................................... 7
1.6. Lokasi dan Layout Pabrik............................................................ 8
1.7. Personalia.................................................................................... 9
1.8. Permasalahan Umum................................................................... 10
1.9. Permasalahan Khusus.................................................................. 11
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Kualitas………………………………..................... 13
2.2. Pengertian Pengendalian Kualitas............................................... 14
2.3. Pengertian Seven Tools…………................................................. 15
2.4. Alat Perbaikan Kualitas……...................................................... 24

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Hasil Kerja Praktik.........................................................…......... 27
3.2. Pembahasan................................................................................. 44
3.3. Usulan Perbaikan Untuk defect paling dominan………………. 49
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan.................................................................................. 51
4.2. Saran............................................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 52
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Contoh Stratifikasi......................................................................... 24


Tabel 2.2. Analisis 5W+2H............................................................................ 26
Tabel 3.1. Data Jenis Ketidaksesuaian Produk Cacat ………….…................ 28
Tabel 3.2. Stratifikasi cacat………….………................................................ 29
Tabel 3.3. Data Persentase cacat…………………......................................... 30
Tabel 3.4. Prioritas Pengendalian Kualitas……………………………...….. 31
Tabel 3.5. Faktor penyebab produk cacat dan usulan perbaikan …………... 46

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Struktur Organisasi PT Maxi Viva Perkasa…............... 2


Gambar 1.2. Peta Proses Operasi…………........................................ 6
Gambar 1.3. Kemeja lengan Panjang wanita…..………………........ 7
Gambar 1.4. Kemeja lengan pendek wanita………........................... 7
Gambar 1.5. Lokasi PT MAXI VIVA PERKASA............................... 8
Gambar 1.6. Lay Out PT MAXI VIVA PERKASA …….................... 9
Gambar 2.1. Contoh Check Sheet....................................................... 15
Gambar 2.2. Diagram Pareto.............................................................. 16
Gambar 2.3. Contoh Diagram Fishbone............................................. 17
Gambar 2.4. Contoh Histogram.......................................................... 17
Gambar 2.5. Contoh Control Chart.................................................... 18
Gambar 2.6. Contoh Scatter Diagram................................................ 23
Gambar 2.7. Contoh Diagram SIPOC................................................ 25
Gambar 3.1. Jenis Cacat………………………………..................... 27
Gambar 3.2. Diagram antara jumlah produk cacat
dengan presentase cacat ................................................ 29
Gambar 3.3. Histogram Kecacatan Produksi..................................... 30
Gambar 3.4. Diagram Pareto Produk Cacat berdasarkan
Jenis Cacat…………………......................................... 31
Gambar 3.5. Peta Kendali P……………………................................ 33
Gambar 3.6. Peta Kendali np………………...................................... 34
Gambar 3.7. Peta kendali np revisi………………............................. 34
Gambar 3.8. Fishbone Diagram Cacat Nggaris………...................... 35
Gambar 3.9. Fishbone Diagram untuk Cacat Nglipet….................... 37
Gambar 3.10. Fishbone Diagram untuk Cacat Ngakar…..................... 38
Gambar 3.11. Fishbone Diagram untuk Kain Kotor…........................ 40
Gambar 3.12. Fishbone Diagram untuk Cacat Kertas…...................... 41
Gambar 3.13. Fishbone Diagram Benang nempel…………………… 43

vii
BAB I
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

1.1. Sejarah Perusahaan


PT MAXI VIVA PERKASA didirikan oleh Bapak Robby Tanuwijaya, mulanya
berlokasi di Gading, Surakarta pada tahun 2017 yang hanya bergerak pada Gudang
kain. Kemudian pada tahun 2019 PT MAXI VIVA PERKASA mulai mendirikan
perusahaan yang bergerak di bidang Industri Percetakan Kain dan Garment yang
berlokasi di Jetis Wetan RT.01/RW.03 Dsn/Kampung. Jetis Wetan, Kelurahan Jetis,
Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar. PT. MAXI VIVA PERKASA memiliki
luas lahan 6.758 m2, lahan tersebut dengan bangunan meliputi kantor, gudang, toilet,
pos jaga, fasum, dan gedung sarana prasarana seluas ± 2.244 m2, lahan terbuka seluas
± 4.514 m2.
PT MAXI VIVA PERKASA memiliki karyawan sebanyak ± 100 orang yang
terdiri pimpinan perusahaan (direktur, HRD, kepala produksi, kepala admin, staff
kantor, operator produksi, petugas umum dan penjaga keamanan (security). Mesin
yang digunakan untuk proses produksi terdiri dari mesin print TS300, TS34, mesin
meitu dan mesin Epson, sedangkan mesin press menggunakan merk monti, mesin
kanzai, mesin steam, mesin pasang kancing, mesin lubang kancing, mesin make up,
mesin overdeck, mesin gosok uap dan setrika. Kapasitas produksi PT MAXI VIVA
PERKASA sampai saat ini dapat mencapai 70meter-200meter lembar kain pakaian per
hari.
PT MAXI VIVA PERKASA juga membuka toko yang bernama LPorter Fabrics
yang beralamat di Jl. Honggowongso No.1B, Kratonan, Kec.Serengan, Kota
Surakarta. PT MAXI VIVA PERKASA memproduksi berbagai macam jenis pakaian,
diantaranya yaitu: Rok, Kemeja, Blouse, Dress, Masker, dan bisa juga pesan sesuai
permintaan pelanggan.

1.2. Visi Misi


Visi : Menjadi perusahaan Garment Industri yang berdaya saing tinggi.
Misi : a. Memproduksi dan memasarkan produk ke pasar domestik dan
internasional secara professional untuk menghasilkan pertumbuhan laba.

1
2

b. Membangun sinergi dengan mitra usaha strategi dan masyarakat


lingkungan usaha untuk mewujudkan kesejahterakan Bersama

1.3. Struktur Organisasi dan Deskripsi Kerja


1. Struktur Organisasi

Gambar 1.1 Struktur organisasi

2. Deskripsi Kerja
Berdasarkan struktur organisasi di PT MAXI VIVA PERKASA deskripsi kerja
tersebut yaitu sebagai berikut:
a. Direktur
Direktur memiliki tugas yaitu sebagai pemimpin perusahaan dengan menerbitkan
kebijakan-kebijakan dalam perusahaan, dan memilih karyawan, serta mengawasi
tugas dari seluruh karyawan tersebut.
b. Kepala Personalia
Kepala Personalia memiliki tugas yaitu menyusun anggaran tenaga kerja yang
diperlukan, membuat job analysis, job description, dan job specification, mengurus
dan melaksanakan rekrutmen tenaga kerja.
c. Kepala Pemasaran
Kepala Pemasaran memiliki tugas yaitu menginput pesanan, membuat surat jalan
untuk mencocokan sesuai dengan pesanan dan membuat invoice sesuai surat jalan
setelah koordinasi dengan kepala keuangan terkait pembayaran pelanggan.
3

d. Kepala Keuangan
Kepala Keuangan memiliki tugas yaitu melakukan pengecekan pesanan tersebut
harus melakukan pembayaran terlebih dahulu , menandatangani form pesanan, dan
memverifikasi faktur penjualan yang dibuat admin penjualan.
e. Kepala Produksi
Kepala Produksi memiliki tugas yaitu mengatur dalam pembuatan Surat Perintah
Kerja setiap aktivitas produksi, mengecek setiap laporan produksi, mengatur jadwal
produksi dan memastikan setiap operator menjalankan proses produksi sesuai
dengan Surat Perintah Kerja.
f. Kepala Garment
Kepala Garment memiliki tugas yaitu mengawasi pelaksanaan proses produksi
mulai dari pemakaian bahan baku, pemakaian material packing.
g. Admin Gudang
Admin Gudang memiliki tugas yaitu mengeluarkan bahan baku yang akan
digunakan, menerima barang jadi hasil produksi, mencocokkan form pesanan
dengan barang saat dating dan menginput surat jalan pembelian.

1.4. Sistem Produksi dan Proses Produksi


1. Sistem Produksi
Sistem produksi merupakan sistem integral yang mempunyai komponen yaitu
input, proses, output, serta adanya suatu mekanisme untuk pengendalian sistem
produksi agar mampu meningkatkan perbaikan secara terus menerus (Gaspersz, 1998).
Sistem produksi yang digunakan pada perusahan ini ialah make to order. Make
to Order ialah membuat produk hanya untuk memenuhi pesanan. Tingkat persediaan
tergantung pada waktu respon permintaan pelanggan dan tingkat variabiitas
permintaan. Sistem produksi tersebut sudah sesuai dengan proses yang dilakukan
perusahaan. Aktivitas proses produksi dimulai pada saat customer memesan produk
pada PT. Maxi Viva Perkasa melalui online maupun offline, pada proses ini disertakan
jenis produk apa yang akan dipesan, berapa jumlah produk yang akan dipesan, waktu
pengerjaan produk dan bagaimana spesifikasi produk tersebut.
4

Apabila perusahaan mampu memenuhi pesanan tersebut maka proses akan


dilanjutkan ke proses selanjutnya yaitu melakukan pengecekan melalui admin
keuangan apabila customer memiliki hutang terlebih dahulu atau tidak, dengan begitu
customer yang memiliki hutang sebelumnya harus melunasi hutang tersebut,
kemudian apabila tidak memiliki hutang proses akan berlanjut pembuatan Sales Order
(SO) oleh admin penjualan dan diberikan kepada admin produksi. Setelah itu, admin
produksi membuat surat perintah kerja setiap aktivitas produksi. Selanjutnya yaitu
pengecekan bahan baku di gudang, bahan baku yang digunakan harus sesuai dengan
spesifikasi customer.
Proses selanjutnya yaitu pembuatan pola pada kain yang akan digunakan sebagai
pedoman untuk proses cutting, sedangkan pemberian marker dilakukan dengan
menggoreskan kapur pada kain. Kemudian kain digelar pada meja dan doberi penjepit
agar pada saat proses pemotongan kain tidak bergeser. Selanjutnya dilakukan di
departemen sewing yaitu proses penjahitan.
Setelah itu produk jadi dilakukan QC, apabila produk telah sesuai spesifikasi
akan dilakukan proses packing dengan diberi tambahan berupa waist tag, kemudian
dibungkus dengan plastik lalu dikirimkan ke kurir.

2. Proses Produksi
Proses pembuatan pakaian memiliki serangkaian proses yaitu dimulai dari bahan
baku datang hingga menjadi sebuah produk yang berkualitas. Kegiatan produksi
dilakukan juga dalam rangka menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan
benda baru sehingga mempunyai nilai manfaat yang lebih dalam memenuhi
kebutuhan. Pada PT. MAXI VIVA PERKASA terdapat 2 jenis proses produksi yaitu:
a. Sublim
Sublim merupakan pemindahan desain dari kertas ke kain menggunakan sebuah
mesin printer khusus dengan tinta yang khusus pula. Untuk proses sublim dimulai
dari desain gambar yang telah ditentukan dari pelanggan kemudian desain tersebut
berupa file diberikan kepada operator mesin print untuk di RIP terlebih dahulu
tujuannya yaitu untuk mengatur gambar dan ukuran yang kemudian akan diprint,
untuk mesin print yang digunakan adalah mesin print TS300, TS34, Epson dan
mesin Meitu. Setelah selesai diprint kemudian diberikan kepada operator mesin
5

press untuk di press dengan suhu 210° setelah itu kain seperti pada desain gambar
tersebut keluar dari mesin press kemudian di cek operator Quality Control.
b. Reaktif.
Reaktif merupakan pemberian zat warna reaktif terhadap kain.
Tahap pertama yang dilakukan pada proses reaktif yaitu kain di padding diberi zat
cairan kimia. Pemberian zat cairan kimia tersebut berbeda sesuai dengan kain yang
digunakan seperti contohnya T28 untuk kain katun dan RG2 untuk kain rayon.
Setelah kain di padding kemudian dimasukkan ke dalam mesin Peeder dengan suhu
90° C, setelah itu kain di print menggunakan mesin MS JP5 Evo, setelah di print
kemudian kain dimasukkan ke dalam mesin Steam kemudian kain tersebut di cuci
dan dikeringkan / di jemur, setelah itu kain yang sudah di kering di cek operator
Quality Control.
Berikut ini merupakan peta proses operasi di PT. Maxi Viva Perkasa yaitu
sebagai berikut:
6

Krah Lengan Saku Body Depan Body Belakang

1' 40" 39'' 20''


30''
Blabar Krah Hamming saku Obras Body
Gabung Lapisan Obras Body O-1
O-12 (Mesin Jahit) O-10 (Mesin Jahit) O-8 (Mesin Jahit) O-4 (Mesin Obras) (Mesin Obras)

5" 5" 20''


1':10" 31"
Stik Krah Gabung Body
(Mesin Jahit) Diperiksa I-3 Diperiksa Gabung Body
O-13 I-4 Ukurannya O-5 O-2 (Mesin Obras)
(Mesin Jahit)

Triangle
1'43"
1':9" 32"
Jepit Krah Stik Body O-3 Stik Body
O-13 O-6 (Mesin Jahit) (Mesin Jahit)
(Mesin Jahit)

5" 5'' 5''

Diperiksa I-2 Diperiksa I-1 Diperiksa


I-5

Trapharder

1':8''

Gabung Body
O-7 (Mesin Obras)

69"
Pasang Saku
O-9 (Mesin Jahit)

1'30"
Pasang Lengan
O-11 (Mesin Obras)

1':27"
Pasang Krah
O-14 (Mesin Jahit)

Ringkasan Kegiatan 30"

Operasi 12 Menit 40 Detik I-6


Inspeksi 45 Detik

Total 13 Menit 25 Detik


Gambar 1.2. Peta Proses Operasi Kemeja
7

1.5. Hasil Produk


PT. MAXI VIVA PERKASA merupakan perusahaan garment yang memproduksi
berbagai macam produk berupa pakaian yaitu kemeja pria, kemeja anak, kemeja
wanita lengan Panjang dan lengan pendek, rok, blouse, sarung bantal dan masker.
Contoh hasil produksi PT. MAXI VIVA PERKASA:

Gambar 1.3 Kemeja lengan panjang wanita

Gambar 1.4 Kemeja lengan pendek wanita


8

1.6. Lokasi dan Lay Out PT MAXI VIVA PERKASA


PT MAXI VIVA PERKASA berlokasi di Jetis Wetan RT.01/RW.03
Dsn/Kampung. Jetis Wetan, Kelurahan Jetis, Kecamatan Jaten, Kabupaten
Karanganyar dengan luas lahan yang akan dimanfaatkan dan di ajukan adalah ± 2.244
m2 dari luas total lahan PT. MAXI VIVA PERKASA 6.758m2. Batas barat yaitu Jalan
Kabupaten DPU, batas timur yaitu Saluran irigasi, batas utara yaitu Tanah milik Joyo,
dan batas selatan yaitu Tanah milik Pawiromedimejo.
Untuk lebih jelasnya berikut lokasi PT MAXI VIVA PERKASA yang tersaji
dalam Gambar 1.2 dan Gambar 1.3 mengenai Layout PT MAXI VIVA PERKASA
sebagai berikut:

Gambar 1.5 Lokasi PT MAXI VIVA PERKASA


9

Gambar 1.6 Lay Out PT MAXI VIVA PERKASA

1.7.Personalia
1. Jam kerja karyawan
PT. MAXI VIVA PERKASA menetapkan 5 hari kerja dalam seminggu selama
pandemi ini. Terdapat 8 jam kerja per hari. Jam kerja harian ditetapkan mulai
pukul 08.00-17.00 WIB, dan terdapat jam kerja lembur per hari terhitung setelah
pukul 17.00 WIB. Berikut aturan jam kerja karyawan di PT. MAXI VIVA
PERKASA:
Hari Senin – Jumat: pukul 08.00 – 17.00 WIB, istirahat pukul 12.00 – 13.00
WIB.
10

2. Proses perekrutan karyawan


PT MAXI VIVA PERKASA melakukan perekrutan berdasarkan permintaan
dari Direktur dengan bantuan HRD. Lowongan pekerjaan disebar melalui
media sosial media secara online maupun offline, misal: web, dan facebook.
Proses perekrutan karyawan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria
yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh perusahaan, apabila lolos tahap seleksi
dan dianggap mampu bekerja maka dilanjutkan dengan training diberbagai job
desk sesuai kebutuhan yang ada di Perusahaan.
3. Penggajian Karyawan
Sistem penggajian PT. MAXI VIVA PERKASA yaitu gaji bulanan, dilakukan
setiap satu bulan sekali pada tanggal 1. Besar kecilnya upah di PT MAXI
VIVA PERKASA ini ditentukan sesuai dengan Upah Minimum Regional
(UMR) Karanganyar. Karyawan yang lembur mendapatkan upah tambahan
perhitungan upah per jam lembur.

1.8. Permasalahan Umum


Produksi merupakan bagian pokok dalam setiap kegiatan yang menghasilkan suatu
produk tak terkecuali di PT MAXI VIVA PERKASA. Umumnya Perusahaan yang
baik selalu memperhatikan kelancaran setiap proses produksi agar mencapai output
yang sesuai dengan yang telah diharapkan. Produksi yang lancar dan baik akan
meningkatkan kualitas.
Agar output yang dihasilkan dapat maksimal dan sesuai dengan yang diharapkan
maka Perusahaan harus memperhatikan masalah Proses Produksi mulai dari Inlet
sampai Outlet. Berdasarkan pengamatan beberapa permasalahan yang ditemukan di
lapangan yang dapat menghambat proses produksi diantaranya:
1. Mesin Print sering terjadi error
2. Belum dilakukan perawatan mesin secara berkala
3. Mesin computer untuk departemen produksi sering mati sendiri
Faktor yang menyebabkan produk cacat pada hasil produksi ini antara lain faktor
mesin, metode, manusia atau pekerja, material dan lingkungan kerja. Maka dari itu
perlu adanya pengendalian kualitas agar mengurangi jumlah kecacatan atau defect
yang terjadi dan dapat menghasilkan jumlah produksi yang lebih maksimal PT MAXI
VIVA PERKASA dalam memproduksi barang selalu memperhatikan kualitas yang
11

diproduksi, karena itu merupakan faktor demi menjaga kepercayaan para pembeli.
Agar dapat meningkatkan kualitas maka perlu situasi terhadap proses dan hasil produk
itu sendiri.

1.9. Permasalahan Khusus


Pada proses produksi kemeja di PT MAXI VIVA PERKASA proses
pengecekan dilakukan sebelum dilakunkan proses berikutnya yaitu finishing,
namun setiap dilakukan inspeksi kurang teliti dan sering terburu-buru. Proses
pengecekan pada sebenarnya telah disediakan form untuk produk yang sedang
berjalan atau dikerjakan, namun pada kenyataannya pada inspektor tidak mengisi
dan pada akhirnya pengisian form kurang lengkap membuat tidak dapat diketahui
jenis jumlah kecacatan yang ada.
Permasalahan khusus yang ada di PT MAXI VIVA PERKASA adalah jumlah
defect yang terlalu banyak. Operator pada saat jam kerja kurang fokus terhadap
pekerjaan dikarenakan sering berbicara dengan helper atau rekan kerja yang lain,
ini tentu saja berpengaruh pada hasil produk tidak maksimal. Tentu hal ini akan
menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena produk menjadi cacat dan perlu
dilakukan proses perbaikan untuk hasil produksi yang mengalami kecacatan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 2 bulan didapatkan data
mengenai banyaknya produk cacat. Produk cacat yang dihasilkan setiap proses
produksi cukup banyak, terdapat berbagai jenis produk cacat yaitu:
1. Ngakar
Ngakar merupakan cacat kain berupa bentuk seperti akar yang bercabang yang
terdapat pada kain.
2. Nglipet
Nglipet merupakan cacat kain yang berupa bentuk lipatan pada kain.
3. Cacat kain kotor
Cacat kain kotor merupakan bahan baku dari awal proses produksi yang kotor tidak
diketahui oleh operator sehingga pada saat di cetak kain nya berwarna tidak rata
dan menimbulkan bercak.
4. Kain Nggaris
Kain nggaris merupakan cacat kain yang berbentuk garis lurus yang terdapat pada
motif kain.
12

5. Benang nempel
Cacat kain benang nempel merupakan cacat kain yang berbentuk seperti potongan
benang yang nempel pada kain dan mengakibatkan motif pada kain tersebut
warnanya tidak utuh.
6. Kertas print
Cacat kertas print merupakan cacat yang terjadi akibat pada saat awal pemasangan
kertas di mesin print, kertas tersebut tidak sejajar dan pada saat mesin print menyala
kertas menjadi bergelombang akibatnya hasil warna print bercampuran dan tidak
sesuai dengan warna motif yang diinginkan.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kualitas
Menurut Sunyoto (2012) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu ukuran
untuk menilai bahwa suatu barang atau jasa telah mempunyai nilai guna seperti yang
dikehendaki atau dengan kata lain suatu barang atau jasa dianggap telah memiliki
kualitas apabila berfungsi atau mempunyai nilai guna seperti yang diinginkan.
Berdasarkan definisi tersebut kualitas adalah hubungan antara produk dan pelayanan
atau jasa yang diberikan kepada konsumen dengan tujuan produk maupun jasa tersebut
sudah memenuhi harapan dan kepuasan konsumen. Menurut Gaspersz (2008), definisi
kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan
pelanggan. Dalam ISO 8402, kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik
suatu produk yang menunjang kemampuanya untuk memuaskan kebutuhan yang di
spesifikasikan atau di tetapkan.
Menurut Tjiptono (2012) ada delapan dimensi dalam kualitas produk, yaitu
sebagai berikut:
1. Kinerja (performance)
Dalam kinerja merupakan karakteristik operasi dan produk inti yang dibeli atau
yang dipertimbangkan pelanggan saat membeli. Pelanggan melihat karakteristik
tersebut seperti kecepatan, kemudahan dan kenyamanan dalam penggunaan.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (Features) Karakteristik sekunder atau
pelengkap.
3. Kesesuaian dengan spesifikasi (Conformance to Spesification)
Sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Misalnya pengawasan kualitas dan desain, standar karakteristik operasional.
4. Keandalan (Realibility)
Kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal pakai. Misalnya
pengawasan kualitas dan desain, standar karakteristik operasional.
5. Daya tahan (Durability)
Berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini
mencakup umur teknis maupun umur ekonomis.
7. Estetika (Esthetica)

13
14

Daya tarik produk terhadap panca indera. Misal keindahan desain produk, keunikan
model produk, dan kombinasi.
8. Kualitas yang dipersepsikan (Perceived Quality)
Merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan
suatu produk. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atau ciri-citri
produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek
harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatannya.
9. Dimensi kemudahan perbaikan (Serviceability)
Meliputi kecepatan, kemudahan, penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan
yang diberikan terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses
penjualan hingga purna jual yang mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan
komponen yang dibutuhkan.

2.2. Pengendalian Kualitas


Pengertian pengendalian kualitas menurut Assauri (1998) adalah Pengawasan
mutu merupakan usaha untuk mempertahankan mutu/kualitas dari barang yang
dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan
kebijaksanaan pimpinan perusahaan. Menurut Gasperz (2005), pengendalian kualitas
adalah: “Quality control is the operational techniques and activities used to fulfill
requirements for quality”.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengendalian kualitas adalah suatu teknik dan aktivitas/tindakan yang terencana yang
dilakukan untuk mencapai, mempertahankan dan meingkatkan kualitas suatu produk
dan jasa agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat memenuhi
kepuasan konsumen.
Tujuan dari pengendalian kualitas menurut Assauri (1998) adalah:
1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan
kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin
15

2.3. Seven Tools


Menurut Girish (2013), seven tools of quality adalah alat statistik sederhana yang
digunakan untuk suatu pemecahan masalah. Adapun seven tools tersebut mencakup:
1. Check Sheet
Check Sheet adalah alat untuk mengumpulkan data. Alat ini dirancang untuk
membantu dalam pengumpulan data secara sistematis sehingga mempermudah
dalam proses perhitungan.

Gambar 2.1 Contoh Check Sheet

2. Pareto Diagram
Diagram pareto adalah alat yang terdiri dari grafik balok dan garis yang
menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Diagram ini
pertama kali diperkenalkan oleh Alfredo Pareto. Diagram ini menunjukkan
seberapa besar frekuensi berbagai permasalahan yang terjadi dengan daftar masalah
pada sumbu x dan jumlah/frekuensi kejadian pada sumbu y (Prihantoro, 2012).
16

Gambar 2.2. Diagram Pareto

3. Fishbone Diagram
Fishbone diagram sering disebut juga diagram sebab-akibat. Diagram ini
menggambarkan garis dan simbol-simbol yang mennjukan hubungan antara
penyebab dan akibat dalam suatu permasalahan. Menurut Dina Rosmalia dkk
(2015) diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan
antara sebab akibat pada suatu permasalahan yang menunjukkan faktor-faktor
penyebab dan karakteristik akarakar penyebab dari masalah yang ditemukan antara
lain manpower (tenaga kerja), Machines (mesin-mesin), Methods (metode kerja),
Materials (bahan baku dan bahan penolong), Motivation (motivasi), Money
(keuangan). Fishbone diagram mempunyai manfaat dalam memecahkan penyebab
suatu permasalahan. Menurut Wahyu Ariani (2004) manfaat fishbone diagram
antara lain:
a. Dapat menggunakan kondisi yang sesungguhnya untuk tujuan perbaikan
kualitas produk atau jasa lebih yang lebih baik.
b. Dapat mengurangi dan menghilangkan kondisi yang menyebabkan
ketidakseuaian produk atau jasa dan keluhan pelanggan.
c. Dapat membuat suatu standardisasi operasi yang ada maupun yang
direncanakan.
d. Dapat memberikan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan dalam kegiatan
pembuatan keputusan dan melakukan tindakan perbaikan.
17

Gambar 2.3 Contoh Diagram Fishbone

4. Histogram
Histogram adalah salah satu alat yang membantu untuk menemukan variasi,
dan histogram adalah salah satu metode untuk membuat ringkasan data sehingga
data dianalisis, yang menyajikan data secara grafis tentang seberapa sering elemen
yang terdapat pada proses terlihat. Menurut Besterfield (2001) Histogram adalah
alat grafik penting yang menunjukkan frekuensi relatif atau terjadinya nilai data
kontinyu, mengungkapkan di mana nilai yang paling berulang terletak dan data
didistribusikan. Menurut Bauer (2006), Histogram adalah representasi grafik
(diagram batang) yang digunakan untuk merencanakan frekuensi dengan mana
nilai yang berbeda dari variabel yang diberikan terjadi. Histogram digunakan untuk
memeriksa pola yang ada, mengidentifikasi rentang variabel, dan menyarankan
kecenderungan sentral dalam variabel.

Gambar 2.4 Contoh Histogram


18

5. Control Chart
Control chart atau biasa di sebut Peta kendali adalah alat dalam bentuk
diagram kontrol proses untuk menentukan batas kontrol atas dan batas kontrol
bawah kinerja proses. Menurut Bauer (2006), peta kendali digunakan untuk
mengukur kinerja proses dan variabilitas yang berurutan atau waktu. Peta kendali
mungkin adalah alat kualitas yang paling dikenal, paling berguna, dan paling sulit
dipahami. Selain itu peta kendali adalah alat canggih peningkatan kualitas yang
berupa diagram garis (run chart) dengan batas kontrol. Konsep yang mendasari
peta kendali adalah bahwa proses memiliki variasi statistik. Seseorang harus
menilai variasi ini untuk menentukan apakah suatu proses beroperasi di antara
batas-batas yang diharapkan atau apakah sesuatu telah terjadi yang telah
menyebabkan proses untuk pergi "di luar kendali." Batas kendali secara matematis
dibangun pada tiga standar deviasi di atas dan di bawah rata-rata.
Peta kendali (control chart) dapat dibedakan menajdi dua yaitu, peta kendali untuk
data atribut (diskrit) dan peta kendali untuk variabel (kontinu). Berikut penjelasan
mengenai perbedaan peta kendali tersebut:
a. Peta Kendali Untuk Data Atribut
Di dalam pengumpulan data terdapat banyak karakteristik kualitas yang tidak
dapat dengan mudah dinyatakan secara numeric. Contoh yang biasa di alami
adalah pengklasifikasian pada karakteristik kualitas yang sesuai ataupun tidak
sesuai dengan kualitas. Istilah cacat atau tidak cacat digunakan untuk
mengidentifikasi kedua klasifikasi karakteristik produk ini. Karakteristik seperti
ini dinamakan dengan sifat atribut. Peta kendali atribut ini terdiri dari peta p atau
np dan peta c atau u chart.
1) Peta Kendali p
Peta kendali ini digunakan untuk menunjukkan nilai cacat dalam bentuk
prosentase kerusakan. Penggunaan peta kendali ini untuk mengukur proporsi
ketidaksesuaian item-item di dalam kelompok dan juga bisa mengendalikan
proporsi yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas yang akan di
inspeksi dalam suatu proses. Proporsi dapat diungkapkan dalam bentuk
decimal.
19

Pembuatan peta kendali p:


Proporsi cacat, yaitu p̄ = total cacat / total inspeksi
Nilai simpangan baku, yaitu Sp = √(𝑝̅ (100 − 𝑝̅ ) n

Jika p̄ dinyatakan dalam prosentase maka Sp = √(𝑝̅ (100 − 𝑝̅ ) n


Batas-batas kontrol k-sigma dari:
CL = p̄ UCL = p̄ + k Sp LCL = p̄ - k Sp (Dimana k = 1, 2, …… n)

Gambar 2.5 Contoh Control Chart

2) Peta kendali np
Peta kendali np digunakan untuk mengontrol jumlah cacat dengan nilai
sampel ukuran tetap atau konstan. Perhitungan untuk peta kendali np seperti
berikut:
CL = np
UCL = np + 3 √(np(1 − np)

LCL = np - 3 √(np(1 − np)


3) Peta kendali c
Peta kendali ini digunakan untuk menunjukkan jumlah berapa kali nilai
defek yang sebenarnya (bukan dalam persen) per satuan atau per unit.
Kegunaan dari peta kendali c ini lebih terbatas dibanding dengan peta kendali
lainnya. Peta kendali c didasarkan pada distribusi poisson.
Berikut perhitungan peta kendali c:
Apabila nilai standar diberikan
20

CL = c
UCL = c + 3√3
LCL = c - 3√3
Apabila nilai standar tidak diberikan.
Dari hal ini c dapat ditaksir dengan banyaknya ketidaksesuaian rata-rata yang
diamati dalam sampel unit pemeriksaan.

CL = c̄

UCL = c̄ + 3√3

LCL = c̄ - 3√3
4) Peta Kendali u
Peta kendali u digunakan untuk meenggambarkan ketidaksesuaian perunit,
nilai u = c/n, dimana c adalah jumlah ketidaksesuaian dan n adalah jumlah
objek. Nilai u adalah variable random poisson karena ini merupakan
kombinasi linier n variabel random poisson independent.
CL = ū
̅
𝑢
UCL = ū + 3√
𝑛

̅
𝑢
UCL = u - 3√
𝑛

b. Peta Kendali Untuk Data Variabel


Data variabel adalah data kuantitatif yang diukur untuk kepentingan analisis
(Gaspersz, 2001). Peta kendali untuk data variabel yang digunakan adalah
data yang memiliki variasi atau penyimpangan yang sesuai dengan standar
yang ditentukan. Data harus dapat di ukur atau memiliki satuan. Peta kendali
yang digunakan untuk data variabel tedapat dua jenis yaitu peta kendali x̄
dan R.
1) Peta kendali x̄
Peta kendali ini adalah grafik yang digunakan untuk nilai rata-rata, dan
grafik ini adalah yang paling sering digunakan. Berikut merupakan
langkah-langkah pembuatan peta kendali x̄:
21

a). Pengumpulan data


Pengumpulan data biasanya dilakukan dengan mengambil sampel
yang kurang dari 100 objek sampel, semua objeck diambil dari proses
yang sama dengan data yang diambil berurut.
b). Mengelompokan data ke dalam sampel
Ukuran sampel = n
Jumlah sampel = k
c). Mencatat data dalam lembar data
d). Perhitungan x̄ dan R untuk setiap sampel pada lembar data.
e). Menghitung nilai rata-rata data
f). Menjumlahkan seluruh sampel yang diambil kemudian membagu dengan
ukuran sampel.
g). Menghitung rentang
Rumusan yang digunakan untuk setuap sampel sebagai berikut:
R = X(terbesar) – X(terkecil)
h). Menghitung rata-rata keseluruhan (x̄)
Rata-rata keseluruhan merupakan total rata-rata setiap sampel yang
dibagi dengan jumlah sampel.
i). Menghitung rata-rata rentangan (R)
Seluruh nilai R dalam setiap sampel dijumlahkan lalu dibagi dengan
jumlah sampel.
j). Menentukan garis batas kendali
Dalam peta kendali x̄ terdapat tiga macam keadaan perhitungan garis
batas pengendalian yaitu:
Apabila nilai standar diketahui (µ dan σ diketahui) maka rumus yang
digunakan
µ ± Zα/2 dan jika =A
maka perhitungan peta kendali tersebut:
CL = µ
UCLx = µ + A σ
LCLx = µ - A σ
22

Apabila nilai standar tidak diketahui (µ dan σ tidak diketahui) maka rumus
yang digunakan µ ± Zα/2 α = µ ± 3 𝜎 dan digunakan x̄ sebagai pengganti µ
dan untuk pengganti σ. Berikut peta kendalinya:

CL = x̄
UCLx

LCLx
Apabila nilai standar tidak diketahui, perhitungannya melalui s, sehingga s
digunakan x̄ sebagai pengganti µ dan untuk pengganti σ. Perhitungan peta
kendali ini adalah CL = x̄
UCLx

LCLx

2) Peta Kendali R
Untuk peta kendali R, langkah perhitungan yang digunakan hampir sama
dengan langkah perhitungan peta kendali x̄.
Apabila nilai standar diberikan 𝑅 dalam menghitung peta kendali R
digunakan nilai standar σ = d2, dengan d2 adalah mean distributive rentang
relative. Sedangkan deviasi standar R adalah σR = d3σ, dengan d3 deviasi
standar distribusi rentang relative. Maka didapatkan parameter peta kendali
R:
CL = d2σ

UCL = D2σ
LCL = D1σ
Dimana nilai : D1 = d2 + 3d2
D2 = d2 - 3d2
Apabila nilai standar tidak diberikan
𝑅̅
Karena σ tidak diketahui, maka dapat dimisalkan 𝜎𝑅 = 𝑑3 dengan
𝑑2

demikian, didapatkan parameter peta R dengan batas pengendalian


sebagai berikut:
CL = R̅
23

UCL = R̅ D4
LCL = R̅ D3
Dimana nilai:
𝑑
D3 = 1 + 3 𝑑3
2

𝑑3
D4 = 1 – 3 𝑑
2

6. Scatter Diagram
Scatter diagram adalah alat yang berguna untuk memperjelas apakah ada
hubungan antara dua variabel, dan apakah hubungan itu positif atau negative.
Scatter diagram digunakan untuk mempelajari dan mengidentifikasi hubungan
yang mungkin antara perubahan yang diamati dalam dua set variabel yang berbeda
(Amitava, 2001). Menurut Bauer (2006), scatter diagram adalah diagram di mana
satu variabel diplot terhadap variabel plot yang lain untuk menentukan apakah ada
korelasi antara dua variabel. Diagram ini digunakan untuk memplot distribusi
informasi dalam dua dimensi. Scatter diagram berguna dalam penyaringan cepat
untuk hubungan antara dua variabel. Tujuan dari scatter diagram adalah untuk
menampilkan apa yang terjadi pada satu variabel ketika variabel yang lain diubah.
Diagram digunakan untuk menguji teori bahwa dua variabel terkait. Kemiringan
diagram menunjukkan jenis hubungan yang ada.

Gambar 2.6 Contoh Scatter Diagram


7. Stratifikasi
Penelitian sebelumnya (Tjiptono & Diana, 2001) menjelaskan bahwa
stratifikasi merupakan teknik pengelompokan data ke dalam kategori-kategori
tertentu, agar data dapat menggambarkan permasalahan secara jelas sehingga
kesimpulan-kesimpulan dapat lebih mudah diambil. Kategori-kategori yang
24

dibentuk meliputi data relatif terhadap lingkungan, sumber daya manusia yang
terlibat, mesin yang digunakan dalam proses, bahan baku, dan lain-lain. Di dalam
pengendalian kualitas stratifikasi terutama ditujukan untuk:
1. Mencari faktor-faktor penyebab utama kualitas secara mudah.
2. Mempermudah pengambilan kesimpulan di dalam penggunaan peta kontrol.
3. Mempelajari secara menyeluruh masalah yang dihadapi.
Contoh stratifikasi masalah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Contoh Stratifikasi

2.4. Alat Perbaikan Kualitas


Menurut Dina Rosmalia (2015), alat perbaikan kualitas bermanfaat untuk
memetakan lingkup persoalan, menyusun data dalam diagram-diagram agar lebih
mudah untuk dipahami, menelusuri berbagai kemungkinan penyebab persoalan dan
memperjelas kenyataan atau fenomena yang otentik dalam suatu fenomena yang
berotentik dalam suatu persoalan. Berikut adalah alat perbaikan kualitas yang
digunakan:
1. Peta Operasi OPC (Operation Process Chart).
Peta proses operasi atau sering disebut Operation Process Chart (OPC) adalah
peta yang mengambarkan urutan operasi yang di lalui suatu produk (Hadiguna
dan Setiawan, 2008).
2. Diagram SIPOC (Suppliers-Input-Process-Output-Costumer)
25

Diagram SIPOC merupakan salah satu teknik yang paling sering digunakan
untuk perbaikan proses (Faranila, 2009). SIPOC merupakan singkatan dari
Supplier, Input, Process, Output dan Customer. Menurut Gaspersz (2002),
nama SIPOC merupakan singkatan dari lima eleman utama dalam sistem
kualitas yaitu:
a. Suppliers merupakan orang, sekelompok orang ataupun perusahaan yang
memberikan informasi kunci, sumber daya lain, penyedia material atau yang
menyalurkan dan meyediakan bahan segala sesuatunya yang dibutuhkan oleh
proses selanjutnya. Suppliers ini bisa disebut pemasok atau penyuplai.
b. Input adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers) kepada
proses. Segala sesuatunya tersebut diantaranya termasuk material, jasa,
informasi, sumber daya manusia (SDM), dan sebagainya yang diproses agar
dapat menghasilkan output.
c. Process merupakan proses transformasi nilai tambah kepada input. Bisa
dikatakan bahwa process adalah langkah atau serangkaian aktivitas yang
dapat memberikan nilai tambah kepada input.
d. Output adalah merupakan produk barang, informasi dan atau jasa dari suatu
proses. Dalam industri manufaktur output adalah barang setengah jadi
maupun barang jadi. Costumers merupakan orang atau sekelompok orang
yang menerima hasil dari output atau bisa disebut pelanggan.

Gambar 2.7 Contoh Diagram SIPOC


26

3. CTQ (Critical To Quality)

Menurut Gaspersz (2002) CTQ adalah atribut-atribut yang sangat penting untuk
diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan
pelanggan, selain itu merupakan elemen dari suatu produk, proses, atau
praktekpraktek yang berdampak pada kepuasan pelanggan. Dalam aplikasi six
sigma CTQ adalah kriteria karakteristik kualitas yang menimbulkan dan atau
memiliki potensi untuk menimbulkan kegagalan atau kecacatan (Gaspersz, 2002).
4. Analisis 5W+1H
Pengembangan rencana tindakan merupakan salah satu aktivitas yang penting
dalam program peningkatan kualitas six sigma. Analisis 5W + 1 H adalah suatu
metode analisis yang digunakan untuk melakukan penanggulangan terhadap
setiap akar permasalahan yang ada (Gaspersz, 2002). Namun pada penelitian ini
hanya menggunakan 5W+1H. Contoh metode menggunakan 5W+2H dapat
dilihat Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Analisis 5W + 2H


Jenis 5W+2H Deskripsi Tindakan
Tujuan Utama What (apa)? Apa yang menjadi target utama dari perbaikan peningkatan
kualitas?
Alasan Why Mengapa rencana tindakan itu Merumuskan target sesuai
Kegunaan (mengapa)? diperlukan? Penjelasan tentang dengan apa kebutuhan
kegunaan dari rencana tindakan pelanggan
yang dilakaukan.
Lokasi Where Dimana rencana tindakan itu
(Dimana)? akan dilaksanakan? Apakah
aktivitas itu harus dikerjakan di Mengubah sekuens
sana? (urutan) aktivitas atau
Sekuens When Kapan tidakan itu akan mengkombinasikan
(Urutan) (Kapan)? dilaksanakan? Apakah aktivitas aktivitas-aktivias yang
harus dikerjakan disana? dapat dilaksanakan
bersama
Orang Who (Siapa)? Siapa yang akan mengerjakan
aktivitas rencana tindakan itu?
Metode How Bagaimana mengerjakan aktivitas Menyederhanakan
(Bagaimana)? rencana tindakan itu? aktivitas-aktivitas rencana
tindakan yang ada.
Biaya/Manfaat How Much Apakah akan memberikan Memilih rencana tindakan
(Berapa)? dampak positif pada pendapatan yang paling efektif dan
dan biaya? efisien.
Sumber: Vincent Gaspersz (2002).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Kerja Praktik


Laporan ini disusun menggunakan metode Seven Tools dengan tahapan Check
Sheet, Stratifikasi data, Histogram, Pareto Chart, Control Chart, Fishbone Diagram,
Scatter diagram, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PT
MAXI VIVA PERKASA dan tahapan improv untuk memberikan usulan perbaikan
pengendalian kualitas di PT MAXI VIVA PERKASA.

1. Jenis Cacat
Data yang diperlukan dalam penyusunan laporan ini adalah data jenis
ketidaksesuaian produk cacat. Data tersebut dilakukan melalui pengamatan selama
Bulan Desember 2020 sampai Bulan Januari 2021. Dalam pengambilan data tersebut
terdapat jenis cacat yang berbeda, jenis cacat tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Jenis Cacat

2. Check Sheet
Check Sheet atau lembar periksa adalah suatu formular dimana item-item yang
akan periksa telah dicetak dalam formulir itu, dengan maksud agar data dapat
dikumpulkan secara mudah dan ringkas. (Gasperz,2005). Adapun data sampel dan

27
28

cacat produk ditampilkan dalam Tabel 3.1. Dari data jenis ketidaksesuaian produk
cacat diambil sampel sebanyak 50 lembar dengan 15 kali pengamatan, sehingga dapat
dihitung jumlah produk cacat sebanyak 124.

Tabel 3.1 Data Jenis Ketidaksesuaian Produk Cacat

Jenis dan Jumlah Cacat (lembar) Jumlah


Data
Produk
Sampel Kain Benang
No Cacat
(lembar) Ngakar Nglipet
kotor
Nggaris
nempel
Kertas
(lembar)
1 50 0 0 3 4 1 5 13
2 50 6 1 5 0 0 1 13
3 50 0 0 0 8 1 0 9
4 50 1 2 0 3 5 0 11
5 50 0 0 0 0 1 0 1
6 50 0 1 0 1 0 0 2
7 50 1 0 0 0 0 1 2
8 50 1 0 0 3 0 1 5
9 50 0 0 0 4 0 7 11
10 50 0 0 2 5 0 2 9
11 50 0 0 5 0 0 0 5
12 50 0 0 0 6 0 2 8
13 50 1 0 0 1 0 1 3
14 50 5 0 0 15 2 3 25
15 50 0 0 0 3 2 2 7
Jumlah 750 15 4 15 53 12 25 124
Rata-
50 1 0,26 1 3,53 0,8 1,67 8,26
rata

Selama 15 kali pengamatam, diperoleh kecacatan pada produk Kain seperti cacat
produk kain ngakar, kain nglipet, kain kotor, kain nggaris, benang nempel, dan cacat
kertas print (Tabel 3.1). Jumlah produk cacat yang paling banyak adalah jenis cacat
kain nggaris dengan rata-rata 3,53 kemudian diikuti oleh cacat kertas print dengan rata-
rata 1,67, kain ngakar dengan rata-rata 1, kain kotor dengan rata-rata 1, benang nempel
dengan rata-rata 0,8 dan kain nglipet 0,26. Kecacatan tersebut merupakan kecacatan
yang disebabkan oleh operator dan mesin.

3. Stratifikasi
Berdasarkan data jenis dan jumlah produk cacat di PT MAXI VIVA PERKASA
maka dapat dilakukan pengklasifikasian data menjadi kelompok sejenis yang lebih
29

kecil sehingga terlihat lebih jelas. Stratifikasi pada produk ini didasarkan pada 5 jenis
produk cacat, dimana produk cacat paling tinggi dari data keseluruhan adalah jenis
produk cacat nggaris. Jenis produk cacat lainnya antara lain sebagai berikut: nglipet,
benang nempel, ngakar, kain kotor. Adapun tabel dari stratifikasi dapat dilihat pada
Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Stratifikasi cacat


Jumlah cacat Persentase Akumulasi
No Jenis Defect
(lembar) (%) Cacat (%)
1 Ngakar 15 12,10 12,10
2 Nglipet 4 3,20 15,30
3 Kain Kotor 15 12,10 27,40
4 Nggaris 53 42,74 70,14
5 Benang Nempel 12 9,70 79,84
6 Kertas 25 20,16 100
Total 124 100 100
Rata-rata 20,67 16,67 16,67

4. Scatter Diagram

Scatter Diagram
45
40
35
Persentase cacat

30
25
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60
Jumlah cacat

Gambar 3.2. Diagram Jumlah Produk Cacat Dengan Persentase Cacat

Berdasarkan bentuk grafik yang dihasilkan, maka grafik dari Gambar 3.2.
dinyatakan memiliki hubungan positif (korelasi positif) yang artinya semakin tinggi
jumlah cacat produk akan mengakibatkan tingkat kerusakan yang semakin tinggi
pula.
30

5. Histogram
Histogram merupakan alat seperti diagram batang (bars graph) yang bertujuan
untuk menunjukkan distribusi frekuensi. Sebuah distribusi frekuensi menunjukkan
seberapa sering setiap nilai yang berbeda dalam satu set data terjadi. Berikut data yang
diperoleh dari jenis dan persentase cacat.

Tabel 3.3 Persentase cacat


Jumlah Cacat
No Jenis Cacat Persentase (%)
(lembar)
1 Ngakar 15 12,10
2 Nglipet 4 3,20
3 Kain kotor 15 12,10
4 Nggaris 53 42,74
5 Benang Nempel 12 9,70
6 Kertas 25 20,16
Total 124 100
Rata-rata 20,67 16,67

Setelah mengetahui persentasi cacat maka dapat dibuat diagram Histogram


berdasarkan jenis cacat.

Jumlah Cacat Produk


60

50

40

30

20

10

0
Ngakar Nglipet Kain kotor Nggaris Benang Kertas
Nempel

Jumlah Cacat Produk

Gambar 3.3. Histogram Kecacatan Produksi


31

Berdasarkan Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa kecacatan yang disebabkan oleh
Ngakar dan kain sebesar 12,1 %, sedangkan kecacatan karena Nglipet 3,2%, Nggaris
42,74%, Benang nempel 9,7% dan kecacatan karena kertas sebesar 20,16%.

6. Pareto Diagram
Diagram pareto bertujuan untuk mengetahui cacat yang paling dominan pada
produk. Adapun data yang diperoleh dari jenis dan persentase cacat:

Tabel 3.4 Prioritas Pengendalian Kualitas

Jumlah Cacat
No Jenis Cacat Persentase (%)
(lembar)
1 Ngakar 15 12,10
2 Nglipet 4 3,20
3 Kain 15 12,10
4 Nggaris 53 42,74
5 Benang Nempel 12 9,70
6 Kertas 25 20,16

Total 124 100

Setelah mengetahui cacat yang paling dominan maka dapat dibuat diagram
pareto berdasarkan jenis cacat.

Diagram Pareto
140 120,00%
120 100,00%
100
80,00%
80
60,00%
60
40,00%
40
20 20,00%
0 0,00%
Nggaris Kertas Ngakar Kain Benang Nglipet
Nempel

Gambar 3.4. Diagram pareto produk cacat berdasarkan jenis cacat


32

7. Peta Kendali P
Peta Kendali P (Peta kendali proporsi kerusakan) sebagai alat untuk pengendaian
proses secara statistik. Penggunaan peta kendali P ini dikarenakan pengendalian
kualitas bersifat atribut, serta data yang diperoleh yang dijadikan sempel pengamatan
tidak tetap dan produk yang mengalami kerusakan (cacat). Peta kendali P
menunjukkan perubahan dari waktu kewaktu sehingga dengan pencantuman batas
maksimum dan minimum yang merupakan batas daerah pengendalian. Menghitung
garis tengah grafik peta pengendali P produk cacat:

CL = P̅
∑𝑛𝑝 124
P̅ = = 750 = 0,165
∑𝑛

Menghitung batas kendali atas:


𝑝̅(1−𝑝̅)
UCL = P̅ + 3 √
𝑛

0,165(1−0,165)
= 0,165 + 3 √ 50

= 0,165 + 3 (0,055) = 0,33


Menghtung batas kendali bawah:
𝑝̅(1−𝑝̅)
LCL = P̅ – 3 √
𝑛

0,165(1−0,165)
= 0,165 – 3 √ 50

= 0,165 – 3 (0,055) = 0
33

PETA P
0,35
LCL
0,3
DATA PROPORSI

0,25
0,2 CL
0,15
0,1
0,05
0 UCL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Gambar 3.5 Peta Kendali P

Jika garis CL melewati batas garis UCL dan LCL maka didapat variasi proses diluar
batas pengendalian, sehingga harus dilakukan revisi. Sesuai dengan Gambar 4.7 garis
CL tidak melewati batas garis UCL dan LCL sehingga tidak ditemukan variasi proses
yang berada diluar pengendalian (out of control) secara statistik. Karena tidak ada
variasi proses yang berada di luar batas pengendalian maka dari itu tidak diperlukan
revisi. Dengan demikian proses berada dalam pengendalian.

Karena banyaknya sampel yang diambil tiap observasi sama yaitu 50 sampel,
maka dapat menggunakan np chart.

8. Np Chart
Peta kendali np digunakan untuk mengontrol jumlah cacat dengan nilai sampel
ukuran tetap atau konstan. Perhitungan untuk peta kendali np seperti berikut:
CL = np
UCL = np + 3 √𝑛𝑝(1 − 𝑛𝑝)

LCL = np - 3 √𝑛𝑝(1 − 𝑛𝑝)


Jadi dapat dihitung sebagai berikut:
124
CL = n 𝑝̅ = 15
= 8,26

UCL = 8,26 + 3√8,26(1 − 0,165) = 16,13

LCL = 8,26 - 3√8,26(1 − 0,165) = 0,39


34

np chart
30
25
Banyaknya cacat

20
15 LC
L
10
CL
5
0 UC
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 L
Data pengamatan ke-

Gambar 3.6. Peta Kendali np

Karena pada data ke-14 t data diluar batas pengendalian karena sebab khusus
maka data tersebut dihilangkan sehingga akan dilakukan revisi:

124−25
CL = = 7,07
15−1
124−25
𝑝̅ = 750−50 = 0,14

UCL = CL + 3√𝐶𝐿(1 − 𝑝̅)

= 7,07 + 3√7,07(1 − 0,14) = 14,46

LCL = CL − 3√𝐶𝐿(1 − 𝑝̅)

= 7,07 - 3√7,07(1 − 0,14) = -0,32

np chart revisi
16
14 LCL

12
Banyaknya cacat

10
8
CL
6
4
2
0
UCL
-2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Data pengamatan ke-

Gambar 3.7. Peta kendali np revisi


35

Sesuai dengan Gambar 3.6 garis CL tidak melewati batas garis UCL dan LCL
sehingga tidak ditemukan variasi proses yang berada diluar pengendalian (out
of control) secara statistik. Karena tidak ada variasi proses yang berada diluar
batas pengendalian maka dari itu tidak diperlukan revisi. Dengan demikian
proses berada dalam pengendalian.

9. Fishbone Diagram
Dari pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa jenis cacat yang paling
dominan pada produk disebabkan Nggaris. Penyebab terjadinya cacat karena Nggaris
disebabkan adanya faktor manusia, material, alat produksi, dan metode kerja. Cacat
Nggaris terjadi karena tidak adanya fasilitas alat untuk tarikan kain pada saat
memasukkan kedalam mesin press. Penyebab dari kerusakan dapat dilihat pada
Gambar 3.8. s.d. Gambar 3.13.

Gambar 3.8. Fishbone Diagram Cacat Nggaris

Dari Gambar 3.8 dapat di lihat bahwa cacat pada produk disebabkan oleh faktor
mesin, metode, material, manusia dan lingkungan. Jenis kerusakan yang terjadi dan
cara penanggulangan yang dilakukan adalah:
a. Mesin
Pada mesin printing tidak ada perawatan yang baik, sehingga mesin sering terjadi
error. Jika mesin printing rusak, para karyawan tersebut terlebih dahulu berhenti
beroperasi.
36

Cara penanggulangan:
1. Melakukan perawatan rutin pada mesin printing.
2. Melakukan pembersihan tinta rutin pada mesin printing.
b. Metode
Pada produksi garment tidak terlalu memperhatikan setiap metode proses
produksi, aktivitas yang kurang baik akan berakibat pada produk akhir. Cara
penanggulangan:
1. Mencari pengembangan metode
2. Memperbarui metode yang digunakan secara berkala
3. Pada saat memasukkan kain ke dalam mesin press tarikan harus lebih kuat agar
tidak terjadi cacat nggaris
c. Bahan atau Material
Kualitas bahan yang dipakai pada pembuatan pakaian kurang baik, pada saat
proses pemeriksaan bahan kurang teliti, sehingga akan berpengaruh terhadap
kualitas produk. Cara penanggulangan:
1. Memilih bahan baku yang berkualitas
2. Pemeriksaan pada bahan baku maupun bahan penolong harus lebih teliti lagi.
d. Manusia atau Tenaga kerja.
Semua kegiatan pada proses produksi tersebut tergantung kepada tenaga kerja,
karena jika ada kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat kurang teliti, lelah dan
sebagainya semuanya akan berakibat pada hasil produksi akhir yang kurang bagus.
Cara penanggulangan: Dengan cara memberikan sosialisasi tentang kegiatan
produksi dan tenaga kerja bagian produksi terlalu sedikit sehingga karyawan
merasa kelelahan.
e. Lingkungan
Suhu di dalam ruangan terlalu panas karena masih menggunakan lapu neon dan
jarak lampu dengan pekerja terlalu dekat sehingga mengakibatkan
ketidaknyamanan para pekerja.
Cara penanggulangan:
1. Lampu neon di ganti dengan lampu LED dan jaraknya jagan terlalu dekat
dengan operator.
2. Menambah kipas atau pendingin ruangan.
37

Gambar 3.9 Fishbone Diagram Cacat Nglipet

Dari Gambar 3.9 dapat kita lihat bahwa cacat pada produk disebabkan oleh
faktor manusia, lingkungan, metode, dan mesin. Jenis kerusakan yang terjadi dan cara
penanggulangan yang dilakukan adalah:
a. Mesin
Pada mesin press kurang penyetelan, sehingga tension terlalu kencang. Jika mesin
press kurang penyetelan kain banyak terjadi cacat.
Cara penanggulangan:
1. Melakukan penyetelan sebelum memulai produksi.
2. Melakukan pemanasan pada mesin sebelum mesin digunakan produksi
b. Metode
Pada produksi garment tidak terlalu memperhatikan setiap metode proses
produksi, aktivitas yang kurang baik akan berakibat pada produk akhir. Cara
penanggulangan:
1. Mencari pengembangan metode
2. Memperbarui metode yang digunakan secara berkala
3. Pada saat memasukkan kain ke dalam mesin press harus lebih teliti agar kain
tidak dimasukkan dalam keadaan terlipat.
38

c. Manusia atau Tenaga kerja.


Semua kegiatan pada proses produksi tersebut tergantung kepada tenaga kerja,
karena jika ada kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat kurang teliti, lelah dan
sebagainya semuanya akan berakibat pada hasil produksi akhir yang kurang bagus.
Cara penanggulangan: Dengan cara memberikan sosialisasi tentang kegiatan
produksi dan tenaga kerja bagian produksi terlalu sedikit sehingga karyawan
merasa kelelahan.
d. Lingkungan
Suhu di dalam ruangan terlalu panas karena masih menggunakan lapu neon dan
jarak lampu dengan pekerja terlalu dekat sehingga mengakibatkan
ketidaknyamanan para pekerja.
Cara penanggulangan:
1. Lampu neon di ganti dengan lampu LED dan jaraknya jagan terlalu dekat
dengan operator.
2. Menambah kipas atau pendingin ruangan.

Gambar 3.10. Fishbone Diagram Cacat Ngakar

Dari Gambar 3.10 dapat kita lihat bahwa cacat pada produk disebabkan oleh
faktor manusia, lingkungan, metode, dan mesin. Jenis kerusakan yang terjadi dan cara
penanggulangan yang dilakukan adalah:
a. Mesin
Pada mesin press kurang penyetelan, sehingga tension terlalu kencang. Jika mesin
press kurang penyetelan kain banyak terjadi cacat.
39

Cara penanggulangan:
1. Melakukan penyetelan sebelum memulai produksi.
2. Melakukan pemanasan pada mesin sebelum mesin digunakan produksi
b. Manusia atau Tenaga kerja.
Semua kegiatan pada proses produksi tersebut tergantung kepada tenaga kerja,
karena jika ada kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat kurang teliti, lelah dan
sebagainya semuanya akan berakibat pada hasil produksi akhir yang kurang bagus.
Cara penanggulangan: Dengan cara memberikan sosialisasi tentang kegiatan
produksi dan tenaga kerja bagian produksi terlalu sedikit sehingga karyawan
merasa kelelahan.
c. Bahan atau Material
Kualitas bahan yang dipakai pada pembuatan pakaian kurang baik, pada saat
proses pemeriksaan bahan kurang teliti, sehingga akan berpengaruh terhadap
kualitas produk. Cara penanggulangan:
1. Memilih bahan baku yang berkualitas
2. Pemeriksaan pada bahan baku maupun bahan penolong harus lebih teliti lagi.
d. Metode
Pada produksi garment tidak terlalu memperhatikan setiap metode proses
produksi, aktivitas yang kurang baik akan berakibat pada produk akhir. Cara
penanggulangan:
1. Mencari pengembangan metode
2. Memperbarui metode yang digunakan secara berkala
3. Pada saat memasukkan kain ke dalam mesin press harus ditarik lebih kuat agar
tidak terjadi kecacatan.
40

Gambar 3.11 Fishbone Diagram Kain kotor

Dari Gambar 3.8 dapat kita lihat bahwa cacat pada produk disebabkan oleh
faktor manusia, lingkungan, metode, material dan mesin. Jenis kerusakan yang terjadi
dan cara penanggulangan yang dilakukan adalah:
a. Mesin
Pada mesin kurang pemeriksaan kebersihan dan jarang dibersihkan, sehingga
mesin sering terjadi error. Jika mesin error, para karyawan tersebut terlebih dahulu
berhenti beroperasi.
Cara penanggulangan:
1. Melakukan perawatan rutin pada mesin.
2. Melakukan pembersihan tinta rutin pada mesin printing.
b. Metode
Pada produksi garment tidak terlalu memperhatikan kebersihan setiap metode
proses produksi, aktivitas yang kurang baik akan berakibat pada produk akhir. Cara
penanggulangan:
1. Mencari pengembangan metode.
2. Memperbarui metode yang digunakan secara berkala.
3. Pada saat pengecekan kain harus lebih teliti.
c. Manusia atau Tenaga kerja.
Semua kegiatan pada proses produksi tersebut tergantung kepada tenaga kerja,
karena jika ada kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat kurang teliti, lelah dan
sebagainya semuanya akan berakibat pada hasil produksi akhir yang kurang bagus.
41

Cara penanggulangan: Dengan cara memberikan sosialisasi tentang kegiatan


produksi dan tenaga kerja bagian produksi terlalu sedikit sehingga karyawan
merasa kelelahan.
d. Lingkungan
Lantai berdebu dan banyak sisa kain yang tergeletak.
Cara penanggulangan:
1. Melakukan pembersihan secara rutin
2. Kain tidak ditaruh ke lantai

Gambar 3.12 Fishbone Diagram Cacat kertas

Dari Gambar 3.12 dapat kita lihat bahwa cacat pada produk disebabkan oleh
faktor manusia, lingkungan, metode, material dan mesin. Jenis kerusakan yang terjadi
dan cara penanggulangan yang dilakukan adalah:

a. Mesin
Pada mesin printing tidak ada perawatan yang baik, sehingga mesin sering terjadi
error. Jika mesin printing rusak, para karyawan tersebut terlebih dahulu berhenti
beroperasi.
Cara penanggulangan:
1. Melakukan perawatan rutin pada mesin printing.
42

2. Melakukan pembersihan tinta rutin pada mesin printing.


b. Metode
Pada produksi garment tidak terlalu memperhatikan setiap metode proses
produksi, aktivitas yang kurang baik akan berakibat pada produk akhir. Cara
penanggulangan:
1. Mencari pengembangan metode
2. Memperbarui metode yang digunakan secara berkala
3. Pada saat memasukkan kain harus lebih teliti
c. Bahan atau Material
Kualitas bahan yang dipakai pada pembuatan pakaian kurang baik, pada saat
proses pemeriksaan bahan kurang teliti, sehingga akan berpengaruh terhadap
kualitas produk. Cara penanggulangan:
1. Memilih bahan baku yang berkualitas
2. Pemeriksaan pada bahan baku maupun bahan penolong harus lebih teliti lagi.
d. Manusia atau Tenaga kerja.
Semua kegiatan pada proses produksi tersebut tergantung kepada tenaga kerja,
karena jika ada kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat kurang teliti, lelah dan
sebagainya semuanya akan berakibat pada hasil produksi akhir yang kurang bagus.
Cara penanggulangan: Dengan cara memberikan sosialisasi tentang kegiatan
produksi dan tenaga kerja bagian produksi terlalu sedikit sehingga karyawan
merasa kelelahan.
43

Gambar 3.13 Fishbone Diagram Benang nempel

Dari Gambar 3.13 dapat kita lihat bahwa cacat pada produk disebabkan oleh
faktor manusia, lingkungan, metode, material dan mesin. Jenis kerusakan yang terjadi
dan cara penanggulangan yang dilakukan adalah:
a. Mesin
Pada mesin printing tidak ada perawatan yang baik, sehingga mesin sering terjadi
error. Jika mesin printing rusak, para karyawan tersebut terlebih dahulu berhenti
beroperasi.
Cara penanggulangan:
1. Melakukan perawatan rutin pada mesin printing.
2. Melakukan pembersihan tinta rutin pada mesin printing.
3. Melakukan penyetelan dan pemanasan sebelum dilakukan proses produksi.
b. Metode
Pada produksi garment tidak terlalu memperhatikan setiap metode proses
produksi, aktivitas yang kurang baik akan berakibat pada produk akhir. Cara
penanggulangan:
1. Mencari pengembangan metode
2. Memperbarui metode yang digunakan secara berkala
3. Pada saat memasukkan kain ke dalam mesin press harus menepuk kain supaya
benang yang nempel ke kain bisa terjatuh dan tidak menempel di kain.
44

c. Manusia atau Tenaga kerja.


Semua kegiatan pada proses produksi tersebut tergantung kepada tenaga kerja,
karena jika ada kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat kurang teliti, lelah dan
sebagainya semuanya akan berakibat pada hasil produksi akhir yang kurang bagus.
Cara penanggulangan: Dengan cara memberikan sosialisasi tentang kegiatan
produksi dan tenaga kerja bagian produksi terlalu sedikit sehingga karyawan
merasa kelelahan.
d. Lingkungan
Suhu di dalam ruangan terlalu panas karena masih menggunakan lapu neon dan
jarak lampu dengan pekerja terlalu dekat sehingga mengakibatkan
ketidaknyamanan para pekerja. Cara penanggulangan:
1. Lampu neon di ganti dengan lampu LED dan jaraknya jagan terlalu dekat
dengan operator.
2. Menambah kipas atau pendingin ruangan.

3.2. Pembahasan
Berdasarkan data yang dikumpulkan dan diolah pada tabel sampel cacat kain
pada bulan Desember 2020 sampai bulan Januari 2021 di PT MAXI VIVA PERKASA
dapat dilihat pada Gambar 3.1 terdapat jenis produk cacat yaitu: ngakar, nggaris,
nglipet, benang nempel, kain kotor, dan cacat kertas. Jumlah produk cacat yang paling
banyak adalah jenis cacat kain nggaris dengan rata-rata 3,53 kemudian diikuti oleh
cacat kertas print dengan rata-rata 1,67, kain ngakar dengan rata-rata 1, kain kotor
dengan rata-rata 1, benang nempel dengan rata-rata 0,8 dan kain nglipet 0,26. Cacat
tersebut mewakili 42,74% dari total keseluhan cacat. Cacat nggaris merupakan cacat
yang paling banyak terjadi karena disebabkan kurangnya kehati-hatian saat proses
memasukkan kain ke dalam mesin press. Selanjutnya jenis cacat yang paling banyak
kedua adalah cacat kertas yang sebanyak 25. Cacat tersebut mewakili 20,16% dari
total keseluruhan cacat. Cacat kertas disebabkan karena kurang kehati-hatian pekerja
selama proses memasukkan kertas ke dalam mesin print dan tidak cermat menutup
penjepit kertas agar kertas tidak bergelombang pada saat proses cetak.
45

Jenis cacat produk yang paling banyak ketiga adalah cacat kain kotor dan
cacat ngakar yang sebanyak 15. Cacat tersebut mewakili 12,1% dari total
keseluruhan cacat. Cacat kain kotor disebabkan kurangnya ketelitian pada saat
mengecek kain dan kurang memperhatikan kebersihan kain dan area produksi.
Sedangkan cacat ngakar disebabkan karena kurang kehati-hatian pekerja selama
proses memasukkan kain kedalam mesin press. Selanjutnya jenis cacat yang paling
banyak keempat adalah cacat benang nempel yang sebanyak 12. Cacat tersebut
mewakili 9,7% dari total keseluruhan cacat. Cacat benang nempel disebabkan karena
kurang ketelitian pekerja selama proses memasukkan kertas ke dalam mesin press
tidak di cek terlebih dahulu bahwa kain yang masuk terdapat benang nempel dan
tidak menggunting kain yang berserat pada ujung kain. Selanjutnya jenis cacat yang
paling sedikit adalah cacat nglipet yang sebanyak 4. Cacat tersebut hanya mewakili
3,2% dari total keseluruhan cacat. Cacat nglipet merupakan cacat yang paling sedikit
karena pekerja memasukkan kain ke dalam mesin press dengan cara kurang tarikan
kain akibatnya ujung kain pada saat dimasukkan ke dalam mesin terlipat.
Dapat dilihat pada Tabel 3.2, berdasarkan data jenis dan jumlah produk cacat di
PT MAXI VIVA PERKASA maka dapat dilakukan pengklasifikasian data menjadi
kelompok sejenis yang lebih kecil sehingga terlihat lebih jelas. Stratifikasi pada
produk ini didasarkan pada 5 jenis produk cacat, dimana produk cacat paling tinggi
dari data keseluruhan adalah jenis produk cacat nggaris. Jenis produk cacat lainnya
antara lain sebagai berikut: nglipet, benang nempel, ngakar, kain kotor.
Dapat dilihat dari Gambar 3.3, berdasarkan bentuk grafik yang dihasilkan, maka
grafik dari Scatter Diagram diatas dinyatakan memiliki hubungan positif (korelasi
positif) yang artinya semakin tinggi jumlah cacat produk akan mengakibatkan tingkat
kerusakan yang semakin tinggi pula.
Berdasarkan histogram dari jenis cacat, jenis cacat yang sering muncul yaitu
pada cacat nggaris sebanyak 53, diikuti cacat kertas sebanyak 25, cacat kain kotor dan
ngakar sebanyak 15. Hal ini mengidentifikasi bahwa proses produksi di PT MAXI
VIVA PERKASA masih kurang baik karena masih banyaknya produk cacat.
Hasil control np-chart dari jenis cacat nggaris, nglipet, ngakar, benang nempel,
kain kotor dan cacat kertas secara berurutan dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Berdasarkan control np-chart of cacat ukuran menunjukkan nilai UCL sebesar 16,13,
nilai np sebesar 8,26, sedangkan nilai LCL sebesar 0,39. Pola pada peta kendali
46

menunjukkan semua titik dari pengamatan ke- 1 sampai 15 terdapat ada yang melewati
batas kendali yaitu pada titik 14 yaitu pada cacat kertas. Dapat diketahui bahwa jenis
cacat yang terjadi pada proses produksi di PT MAXI VIVA PERKASA belum
terkendali. Setelah dilakukan revisi peta control np (np-chart) dengan nilai UCL
sebesar 14,46, nilai np sebesar 7,07, sedangkan nilai LCL sebesar -0,32. Pola pada
peta kendali menunjukkan semua titik dari dari pengamatan ke- 1 sampai 15 sudah
dalam batas kendali. Dapat diketahui bahwa jenis cacat yang terjadi pada proses
produksi di PT MAXI VIVA PERKASA sudah terkendali.
Masalah/akibat ditentukan berdasarkan jenis cacat dominan, yaitu jenis cacat
nggaris, benang nempel, ngakar, kain kotor, nglipet dan kertas. Sehingga jenis cacat
tersebut perlu segera dikendalikan dan dicari solusi pemecahan masalahnya, agar
jumlahnya dapat ditekan seminimal mungkin. Untuk mencari penyebab terjadinya
jenis cacat nggaris, benang nempel, ngakar, kain kotor, nglipet dan kertas, maka
langkah selanjutnya dianalisis dengan menggunakan fishbone diagram, yang dapat
dilihat pada Gambar 3.7. s.d. Gambar 3.12.
Berdasarkan analisis Fishbone diagram diatas dapat diketahui bahwa faktor
kerusakan dapat terjadi dari beberapa faktor yaitu manusia, material, metode,
lingkungan dan mesin. Faktor penyebab dari produk cacat disajikan dengan Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Faktor penyebab produk cacat dan usulan perbaikan

Jenis Cacat Faktor


No Faktor Standar Normal Usulan Perbaikan
Penyebab

1 Nggaris Tenaga Operator kurang Pekerjaan harus Meningkatkan


kerja teliti dan fokus dilakukan sesuai pengkontrolan pada
dengan SOP departemen
(Standar tersebut, agar
Operating motivasi kerja
Procedur) kerja. operator meningkat
dan lebih
konsentrasi dalam
bekerja.
Ngakar Kurangnya Dilakukan SOP Setelah operator
kesadaran yang telah selesai melakukan
operator untuk dijalankan di proses jahit
mengecek ulang perusahaan. seharusnya
hasil mengecek terlebih
pekerjaannya. dahulu hasil
jahitannya.
Nglipet Komunikasi Pekerjaan Memberikan
antar operator dilakukan sesuai arahan kepada
kurang. standar yang telah semua operator
untuk saling
47

ditetapkan menjaga
perusahaan. komunikasi.

Benang Operator sering Pekerjaan Mengajarkan dan


nempel melakukan dilakukan sesuai mengingatkan
kesalahan pada dengan SOP yang kembali kepada
saat bekerja. berlaku operator agar pada
diperusahaan. saat bekerja tidak
melakukan
kesalahan yang
sama.
Cacat kertas Operator sering Pekerjaan harus Mengadakan target
terburu-buru dilakukan dengan kerja produksi di
teliti dan sesuai setiap melakukan
dengan jam kerja proses produksi
Kain kotor Operator kurang Pekerjaan harus Melakukan
memperhatikan dilakukan dengan pengawasan
kebersihan dan teliti dan harus terhadap kinerja
tidak teliti pada memperhatikan operator
saat mengecek kebersihan
kain
2 Cacat kertas Metode Kurangnya Pekerjaan harus Operator harus
ketelitian dalam dilakukan sesuai memperhatikan
membaca Surat SOP yang sudah Surat Perintah
Perintah Kerja di tetapkan Kerja
sehingga salah perusahaan.
kertas
Nggaris Metode yang Metode yang Memberikan
dilaksanakan digunakan pelatihan dan
kurang sesuai operator pada saat pengarahan
dengan standar, memasukkan kain operator untuk
pada saat ke dalam mesin bekerja sesuai
memasukkan press tarikan harus metode yang benar
kain kedalam lebih kuat agar sesuai ketentuan
mesin press tidak terjadi cacat perusahaan.
kurang tarikan nggaris
Nglipet Metode yang Metode yang Memberikan
dilaksanakan digunakan pelatihan dan
kurang sesuai operator pada saat pengarahan
dengan standar, memasukkan kain operator untuk
pada saat ke dalam mesin bekerja sesuai
memasukkan press harus lebih metode yang benar
kain kedalam teliti agar kain sesuai ketentuan
mesin press kain tidak dimasukkan perusahaan.
terlipat dalam keadaan
terlipat
Ngakar Metode yang Metode yang Memberikan
dilaksanakan digunakan pelatihan dan
kurang sesuai operator Pada saat pengarahan
dengan standar, memasukkan kain operator untuk
pada saat ke dalam mesin bekerja sesuai
memasukkan press tarikan harus metode yang benar
kain kedalam lebih kuat agar sesuai ketentuan
mesin press tidak terjadi cacat perusahaan.
kurang tarikan
48

Benang Metode yang Metode yang Memberikan


nempel digunakan digunakan pelatihan dan
kurang sesuai operator pada saat pengarahan
dengan standar, memasukkan kain operator untuk
pada saat ke dalam mesin bekerja sesuai
memasukkan press harus metode yang benar
kain ke dalam menepuk kain sesuai ketentuan
mesin press tidak supaya benang perusahaan.
di teliti sehingga yang nempel ke
ada benang yang kain bisa terjatuh
tertempel pada dan tidak
kain menempel di kain
3 Cacat kertas Mesin Kurangnya Pekerjaan harus Mekanik harus
pengecekan rutin dilakukan dengan selalu rutin
pada mesin standar prosedur mengecek dan
produksi oleh yang dilakukan memeriksa kondisi
mekanik. oleh mekanik. mesin agar
kondisinya terawat.
Kain kotor Kesadaran Mesin harus Operator harus
operator untuk bersih sebelum rutin
membersihkan digunakan untuk membersihkan
mesin produksi bekerja. mesin produksi
kurang. agar dapat
mengurangi
kecacatan produk.
Ngakar, Perawatan mesin Setiap mesin harus Memperbaiki,
benang kurang. di cek berkala mengecek dan
nempel oleh mekanik. merawat secara
rutin.

Nggaris, Setelan mesin Setelan mesin Mekanik harus


nglipet tidak pas. harus sesuai mengecek setelan
ketentuan yang mesin yang
sudah di tetapkan. digunakan oleh
operator.
4 Kain kotor, Material Kain Kain harus Dalam proses
nggaris, memenuhi standar pengecekan kain
ngakar, dan berkualitas harus di pastikan
nglipet, dan bagus. tidak cacat dan
cacat kertas bagus.
Benang Benang Standar benang Dalam saat
nempel harus kuat dan pengecekan
berkualitas. pastikan benang
berkualitas bagus
dan sesuai
spensifikasi.
5 Cacat Lingkungan Suhu ruang Suhu di ruangan Lampu di ganti
kertas, kain panas karena harus sesuai dengan lampu LED
kotor lampu neon dan dengan standar agar tidak
dekat dengan normal. menyebabkan suhu
operator. menjadi panas.
Nggaris, Ruangan panas Menyediakan Mengganti kipas
ngakar, dan membuat kipas angin tapi angin biasa dengan
nglipet, dan pekerja gerah jumlah masih exhaus fan dan
benang sedikit menambah
nempel ventilasi udara.
49

3.3 Usulan Perbaikan untuk defect paling dominan


Adapun produk cacat yang paling dominan atau terbesar adalah nggaris, faktor
utama yang menyebabkan produk cacat yaitu faktor manusia, metode, mesin, material
dan lingkungan. Solusi yang dapat diberikan untuk mengurangi jumlah defect yaitu:
1. Manusia
Faktor manusia yang paling banyak mempengaruhi kecacatan nggaris pada hasil.
Maka daripada itu perlu diberikan solusi untuk selalu mengingatkan operator agar
selalu mengecek atau memperhatikan secara teliti produk yang sedang dikerjakan.
Selain itu juga perlu diadakan rapat ataupun breafing untuk membahas pentingnya
mengecek barang produksi secara hati-hati dan teliti untuk menekan kecacatan.
Dalam hal ini supervisor juga harus memperhatikan operator apakah operator
melakukan himbauan tersebut atau tidak. Jika tidak maka operator harus di ingatkan
lagi agar tidak mengulangi kesalahan.
2. Metode
Operator harus mengecek Surat Perintah Kerja secara detail atau teliti sebelum
melakukan proses produksi. Karena jika tidak dicek secara teliti terlebih dahulu
banyak kemungkinan kesalahan yang terjadi.
3. Mesin
Sebelum melakukan proses produksi pastikan mesin dalam keadaan baik dan tidak
mengalami masalah. Karena jika mesin mengalami masalah tentu saja akan
mempengaruhi hasil kualitas produk tersebut. Selain itu perlu dilakukannya
perawatan mesin-mesin produksi secara berkala agar kodisi mesin selalu terjaga
kondisinya.
4. Material
Operator lebih teliti lagi dalam pengecekan bahan baku supaya pada saat
mengerjakan produk tidak merusak material yang ada, kemudian bekerja lebih hati-
hati lagi ketika mengoperasikan mesin produksi agar dapat menekan kecacatan
produk.
5. Lingkungan
Faktor lingkungan dapat mempengaruhi kenyamanan dan konsentrasi bagi operator
secara langsung, suhu ruangan yang panas akibat lampu yang terlalu dekat dengan
operator di tambah dengan suara mesin yang berisik dapat membuat operator
menjadi tidak nyaman dan kurang konsentrasi. Solusi yang dapat diberikan pada
50

faktor lingkungan ini yaitu penggantian lampu menggunakan lampu LED,


pengadaan exhause fan diatas gedung dan memberi tambahan ventilasi udara agar
suhu ruangan terjaga. Dengan begitu secara langsung maupun tidak langsung
operator menjadi nyaman dan dapat konsentrasi ketika bekerja.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Dari hasil kerja praktek yang telah dilakukan di PT MAXI VIVA PERKASA
bisa disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengendalian kualitas di PT MAXI VIVA PERKASA belum baik, persentase
produk cacat yaitu 16% masih di atas batas persentase produk cacat yang di
tetapkan yaitu 10%.
2. Jenis produk cacat berturut-urut adalah cacat nggaris sejumlah 42,74%; cacat kertas
20,16%, kain kotor 12,10%, ngakar 12,10%, benang nempel 9,70%, dan yang
paling jarang terjadi yaitu nglipet 3,20%.
3. Faktor Penyebab kerusakan dalam produksi yaitu faktor manusia atau pekerja
karena pekerja kurang fokus dan kurang teliti pada saat bekerja, faktor mesin karena
kurangnya perawatan dan tidak ada jadwal perawatan secara berkala, faktor metode
kerja karena kurang sesuai dengan standar metode kerja yang benar dan melakukan
metode dengan cara sendiri, faktor material karena kurangnya pengecekan saat
bahan baku datang, kemudian faktor lingkungan produksi yang suhu ruangan cukup
panas dan kurangnya pendingin ruangan.

4.2. Saran
Dari hasil kerja praktek dapat diberi saran sebagai berikut:
1. Diharapkan perusahaan mampu meningkatkan pengawasan kinerja karyawan pada
seluruh kegiatan produksi dan perbaikan kerusakan produk secara intensif untuk
menekan jumlah kecacatan produk seminimal mungkin.
2. Meningkatkan kedisiplinan yang ketat terhadap karyawan dan realisasi penerapan
prosedur kerja yang telah dibuat perusahaan yang diharapkan agar pekerja dapat
melaksanakan kewajibannya dengan benar sehingga kesalahan oleh Tenaga Kerja
dapat berkurang.
3. Pengadaan perawatan peralatan atau mesin secara rutin untuk mewujudkan
peningkatan kualitas produk serta mengurangi jumlah kerusakan produk pada PT
MAXI VIVA PERKASA.

51
52

DAFTAR PUSTAKA

Amitava Majumdar, 2001. Glass and glass- ceramic coatings, versatile materials for
industrial and engineer- ing applications. Bull. Mater.

Ariani Dorothea Wahyu. 2004 Pengendalian Kualitas Satatistik. Yogyakarta: Andi.

Assauri. 1998. Manajemen produksi dan Operasi, Edisi Revisi, Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Bauer, G. L. 2006. The Quality Improvement Handbook. Milwauke: American Society


for Quality.

Besterfield, D.H. 2001. Quality Control. New York: Prentice Hall.

Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana., 2001. Total Quality Management. Edisi revisi.
Yogyakarta: Andi.

Faranila I. 2009. Perbaikan Proses Striping dengan Metodr DMAIC pada PT.SIP.
Industrial and Systems Engineering Assesment Journal (INASEA). Vol 10,1.

Gaspersz, V. 1998. Manajamen Produksi Total, Strategi Peningkatan Produktivitas


Bisnis Global. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gaspersz, V. 2002. Manajemen Kualitas dalam Industri Jasa. Jakarta, Gramedia:


Pustaka Utama.

Gasperz. 2005. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard Dengan


Six Sigma Untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Gaspersz. 2008. Totalitas Quality Control. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Girish. 2013. 7 Advanced QC Tools. Chennai: D L Shah Trust Publication.

Hadiguna, R.A, Heri Setiawan. 2008. Tata Letak Pabrik.Yogyakarta: Penerbit Andi.

Prihantoro. 2012. Konsep Pengendalian Mutu PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sunyoto. 2012. Dasar-dasar manajemen pemasaran. Cetakan Pertama. Yogyakarta:


CAPS.

Tjiptono. 2012. Service, Quality Satisfaction. Jogjakarta: Andi Offset.

Utami, D.R.L. 2015. Six Sigma Untuk Analisis Kepuasan Pelanggan Terhadap
Persepsi Kualitas Provider Kartu GSM Prabayar. Jurnal Gaussian Vol.4 No.1,
21-31.
53

LAMPIRAN
54
55
56

Proses Pemotongan Kain

Proses Penjahitan
57

Proses Quality Control

Gambar Produk Kemeja Lengan Pendek

Anda mungkin juga menyukai