Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KELOMPOK

PENGEMBANGAN MANAJEMEN SDM


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan memiliki sumbangsih yang sangat besar untuk
tidak dikatakan sebagai satu-satunya terhadap peningkatan mutu sumber daya
manusia sebuah bangsa supaya mampu bersaing dalam percaturan global. Sayangnya
keunggulan daya saing bangsa Indonesia masih tergolong lemah.
Tabel 1.1. Rangking Human Development Index (HDI) 2019

Sumber: UNDP, 2019

Mengacu pada data Human Development Index (HDI) yang dirilis tahun 2019,
Indonesia menduduki peringkat ke 111 dari 189 negara yang disurvei. Posisi ini
hanya satu peringkat di atas Samoa (UNDP, 2019) sebagai sesama negara
berkembang dan berada di bawah Filipina sebagai sesama negara anggota ASEAN,
Indonesia memang terus mengalami peningkatan HDI dari tahun ke tahun. Akan
tetapi peningkatan tersebut tidaklah begitu signifikan karena masih berada di
rangking rendah. Kondisi ini perlu mendapat perhatian yang lebih serius dari berbagai
pihak, khususnya pemerintah dan praktisi pendidikan. Semakin rendah HDI suatu
negara maka akan semakin rendah pula indeks daya saingnya di hadapan negara-
negara lain.
Sejatinya negara menyadari penuh bahwa keunggulan daya saing bangsa tidak
akan terbentuk begitu saja tanpa proses yang baik dan dilakukan secara konsisten
serta memerlukan waktu yang panjang. Daya saing bangsa dapat ditingkatkan melalui
proses dan program pendidikan yang utuh, terarah dan berkesinambungn apalagi di
negara dengan luas wilayah dan populasi penduduk yang sangat besar seperti
Indonesia. Hal itu ditambah dengan keragaman agama, budaya dan adat istiadat yang
sangat kaya. Itu semua adalah modal dasar dalam pembangunan yang sangat besar,
tetapi apabila tidak diikuti dengan peningkatan kualitasnya, maka modal dasar tadi
justru akan menjadi beban negara. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi dapat
dilihat dari mutu lulusan sekolah di setiap jenjang pendidikan termasuk di dalamnya
adalah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Berbeda dengan lulusan sekolah umum yang setingkat, lulusan SMK
dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja dengan bekal pengetahuan dan
keterampilan sesuai bidang keahlian yang diajarkan di sekolah. Akan tetapi pada
kenyataannya, lulusan SMK justru menjadi penyumbang terbesar jumlah
pengangguran di Indonesia. Besarnya angka pengangguran menjadi penyumbang
signifikan bagi rendahnya indeks daya saing bangsa di kancah global. Pemerintah
dari periode ke periode telah berusaha keras untuk menurunkan jumlah
pengangguran. Secara umum persentase jumlah pengangguran semakin rendah tetapi
hal ini tidak terjadi pada lulusan SMK yang justru menunjukkan adanya penurunan
sedikit tetapi tetap tertinggi dibandingkan kategori pendidikan lainnya.

Gambar 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi


yang Ditamatkan Februari 2017- Februari 2019
Sumber: BPS, 2019

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikator yang dapat digunakan


untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak
terserap oleh pasar kerja. TPT pada Februari 2018 sebesar 5,13 persen turun menjadi
5,01 persen pada Februari 2019. Dilihat dari daerah tempat tinggalnya, TPT di
perkotaan tercatat lebih tinggi dibanding wilayah perdesaan. Pada Februari 2019,
TPT di wilayah perkotaan sebesar 6,30 persen,sedangkan TPT di wilayah perdesaan
hanya sebesar 3,45 persen. Dibandingkan setahun yang lalu, baik di perkotaan
maupun di perdesaan TPT mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,04 persen
poin dan 0,27 persen poin. Dilihat dari tingkat pendidikan pada Februari 2019, TPT
untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih tertinggi di antara tingkat
pendidikan lain, yaitu sebesar 8,63 persen. TPT tertinggi berikutnya terdapat pada
tingkat Diploma I/II/III (6,89 persen). Dengan kata lain, ada penawaran tenaga kerja
tidak terserap terutama pada tingkat pendidikan SMK dan Diploma I/II/III. Mereka
yang berpendidikan rendah cenderung mau menerima pekerjaan apa saja, dapat
dilihat dari TPT SD ke bawah paling kecil diantara semua tingkat pendidikan yaitu
sebesar 2,65 persen. Apabila dibandingkan kondisi setahun yang lalu, penurunan TPT
terjadi pada semua tingkat pendidikan.
Fakta empirik tersebut mengandung arti bahwa sebagian besar lulusan SMK
belum mampu diserap oleh dunia kerja secara masif. Atau dengan kata lain lulusan
SMK cenderung menjadi para pencari kerja yang sayangnya hal ini menunjukkan
bahwa mutu lulusan SMK memang belum memadai padahal sudah dibekali dengan
berbagai pengetahuan dan kompetensi yang dipersiapkan untuk memiliki daya saing
handal, baik dalam bersaing dengan tenaga kerja indonesia maupun dengan tenaga
kerja asing. Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, disebutkan tentang kewajiban lulusan pendidikan menengah kejuruan
(SMK) memiliki sertifikat kompetensi di samping ijazah. Oleh karena itu, lulusan
SMK yang bersertifikasi akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan dibandingkan
dengan yang tidak bersertifikat. Dalam menanggulangi penyebab kesenjangan antara
SMK dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) yaitu dengan saling komunikasi
dalam bentuk kerjasama. Kerjasama antara sekolah kejuruan dengan DUDI tidak
hanya penting dilakukan, tetapi sudah merupakan keharusan dan bahkan merupakan
prasyarat bagi penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Langkah konkrit yang
dilakukan sekolah untuk memperkecil kesenjangan SMK dan industri yaitu dengan
melaksanakan program-program industri di sekolah agar lulusan berkompeten baik
dari segi hard skills maupun soft skills sesuai harapan industri. Adanya kerjasama ini
diharapkan dapat mendukung dalam proses pembelajaran siswa terutama untuk
menumbuhkan keterampilan kerja yang sesuai dengan industri. Dengan demikian
lulusan SMK harus menguasai soft skill karena tuntutan kerja dan tantangan kerja.
Menurut paparan di atas aspek soft skill sangat dibutuhkan dalam dunia kerja dan
industri.
Dunia industri baru-baru ini dikejutkan dengan adanya studi tentang Industri
4.0. Kagermann, Wahlster & Helbig (2013) menjelaskan bahwa istilah Industri 4.0
resmi lahir di Jerman. Lee, Lapira, Bagheri, dan Kao (2013) menjelaskan industri 4.0
ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat
faktor, yaitu: 1) penginkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas; 2)
munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasaan bisnis, 3) terjadinya bentuk
interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan 4) perbaikan instruksi transfer
digital ke dunia fisik, seperti robotka dan 3D printing.
Lifter dan Tschener (2013) menambahkan prinsip dasar industri 4.0 adalah
penggabungan mesin, alur kerja dan sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas
disepanjang rantai dan proses produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara
mandiri. Hermann, Pentek & Otto (2016) mengemukakan, ada empat prinsip industri
4.0, yaitu: 1) Interkoneksi (sambungan) yaitu kemampuan mesin, perangkat, sensor,
dan orasang untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama lain memulai Internet of
Tings (IoT) atau Internet of People (IoP). Prinsip ini membutuhkan kolaborasi,
keamanan, dan standar; 2) Transparansi informasi merupakan kemampuan sistem
informasi untuk menciptakan salinan virtual dunia fisik dengan memperkaya model
digital dengan data sensor termasuk analisis data dan penyediaan informasi; 3)
Bantuan teknis yang meliputi: a) Kemampuan sistem bantuan untuk mendukung
manusia dengan menggabungkan data mengevaluasi informasi secara sadar untuk
membuat keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu
yang singkat; b) Kemampuan sistem untuk mendukung manusia dengan melakukan
berbagai tugas yang tidak menyenangkan, terlalu melelahkan, atau tidak aman; c)
Meliputi bantuan visual dan fisik; dan 4) Keputusan terdesentralisasi sendiri dan
menjalankan tugas seefektif mungkin. Tjandrawina (2016) berpendapat, kemajuan
teknologi memungkinkan terjadinya otomatisasi hampir disemua bidang. Teknologi
dan pendekatan baru yang menggabungkan dunia fisik, digital dan biologi secara
fundamental akan mengubah pola hidup dan interaksi manusia. Tantangan dan
peluang industri 4.0 mendorong inovasi dan kreasi pendidikan kejuruan. Pemerintah
perlu meninjau relevansi antara pendidikan kejuruan dan pekerjaan untuk merespon
perubahan, tantangan, dan peluang era industri 4.0 dengan tetap memperhatikan
aspek kemanusiaan.
Persaingan bisnis di antara perusahaan sejenis semakin kompetitif dan
semakin sengit. Persaingan di antara perusahaan-perusahaan tersebut muncul karena
perusahaan-perusahaan tersebut berusaha untuk mencapai keunggulan kompetitif, di
mana dalam keunggulan kompetitif ini perusahaan dapat merebut pangsa pasar atau
konsumen dalam jumlah sebanyak-banyaknya dibandingkan perusahaan lain, dengan
kondisi demikian, profit yang diperoleh perusahaan pun juga semakin banyak. Salah
satu kunci kesuksesan dalam dunia bisnis adalah strategi. Strategi menjadi salah satu
komponen terpenting yang harus dijalankan oleh perusahaan agar tujuan yang
diinginkan tercapai. Tidak hanya sebagai pelengkap perusahaan untuk mencapai
tujuan tetapi juga sebagai suatu alat untuk tetap bertahan dalam menghadapi
persaingan di dunia bisnis. Strategi bisnis mengatasi masalah bagaimana perusahaan
dan unit-unitnya bersaing dalam bisnis dan industri.
Sebuah entitas bisnis tidak mungkin dapat lepas dari strategi untuk
mempertahankan kelangsungan bisnis perusahaan. Strategi perusahaan sangat
diperlukan untuk bertahan hidup di tengah gempuran persaingan yang makin ketat,
karena setiap hari muncul perusahaan-perusahaan baru yang siap untuk bersaing satu
sama lainnya. Untuk itu setiap perusahaan perlu merumuskan strategi mereka
masing-masing. Menurut David (2009), strategi adalah sarana bersama dengan tujuan
jangka panjang hendak dicapai. Strategi bisnis mencakup ekspansi geografis,
divestasi, likuidasi dan usaha patungan atau joint venture. Strategi dalam sebuah
perusahaan merumuskan rencana yang komperhensif dan menyatakan bagaimana
perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi akan memaksimalkan
keunggulan kompetitif dan meminimalkan keterbatasan bersaing (Wheelen &
Hunger, 2008,). Agar perusahaan mampu bertahan dan meningkatkan kemampuan
bersaingnya maka diperlukan strategi yang bisa disesuaikan untuk mengikuti
perubahan dalam dunia bisnis (Walker, 2009).
Dalam teori yang dikemukakan oleh Porter, ada tiga pendekatan strategis
yang secara potensial yang akan berhasil untuk mengungguli perusahaan lain dalam
suatu industri, yaitu kepemimpinan biaya (cost leadership), diferensiasi
(differentiation), dan fokus. Bila melihat perkembangan strategi, salah satu alat untuk
merumuskan strategi bersaing yang sedang hangat dibicarakan beberapa tahun
terakhir ini adalah Red Ocean Strategy. Strategi ini bisa menjadi salah satu alat
strategi bersaing untuk merumuskan strategi jangka pendek, jangka menengah
maupun jangka panjang pada sebuah lembaga. Perumusan Red Ocean Strategy akan
menciptakan inovasi nilai yang akan mempengaruhi struktur biaya dan tawaran nilai
bagi pembeli secara positif. Inovasi nilai mengarahkan perusahaan pada lompatan
nilai bagi pembeli dan bagi perusahaan sendiri. Untuk mencapai hal tersebut,
perusahaan harus memperluas batasan industrinya ke industri alternatif dan batasan
pasarnya hingga nonkonsumen (Kim & Mauborgne, 2006).
Untuk merumuskan ke dalam Red Ocean Strategy, diperlukan bantuan alat
analisis yaitu kanvas strategi yang merangkum kurva nilai perusahaan dengan para
pesaing. Selain alat analisis tersebut, dibutuhkan pula kerangka kerja empat langkah
untuk merekonstruksi elemen-elemen nilai pembeli sehingga strategi samudra biru
tercipta. Melalui kerangka kerja ini strategi samudra biru diformulasikan. Red Ocean
Strategy akan dirumuskan dalam 6 prinsip perumusan, yaitu empat prinsip dalam
formulasi strategi dan dua prinsip eksekusi. Empat prinsip formulasi strategi meliputi
merekonstuksi batasan pasar, fokus pada gambaran besar, menjangkau melampaui
permintaan yang ada dan melakukan rangkaian strategis yang tepat. Dua prinsip
eksekusi adalah mengatasi rintangan – rintangan utama dalam organisasi dan
mengintegrasikan eksekusi ke dalam strategi (Kim & Mauborgne, 2006). Setiap
perusahaan baik yang bergerak di bidang jasa maupun non jasa dapat menerapkan
strategi dalam melakukan kegiatan bisnisnya (Sitepu, 2005). Berarti strategi bersaing
bukan hanya untuk perusahaan-perusahaan besar yang sudah memiliki reputasi yang
bagus saja, perusahaan-perusahaan kecil dan menengah pun tentu juga membutuhkan
strategi bersaing untuk mempertahankan kelangsungan bisnis perusahaan. Termasuk
di dalamnya industri yang bergerak dalam bidang Pendidikan yang dalam konteks ini
adalah Sekolah Menengah Kejuruan khususnya SMK Pariwisata.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan
permalahan sebagai berikut:
“Bagaimana penerapan Red Ocean Strategy dalam meningkatkan keunggulan SMK
Bidang Pariwisata?”
BAB II
KAJIAN TEORI

Manajemen Strategi
Kusumadmo (2013) menyatakan bahwa kata strategi berasal dari kata Yunani
strategos (στρατηγός) yang mengacu pada peran jendral yang mendeskripsikan
kejendralan. Menurut Chandler (1962), strategi merupakaan penentuan dari tujuan
dan sasaran jangka panjang perusahaan, diterapkannya aksi dan alokasi sumber daya
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kusumadmo (2013)
mengatakan bahwa strategi bagi suatu perusahaan merupakan sesuatu yang amat vital
dan dijaga untuk tidak mudah begitu saja diketahui oleh pihak-pihak yang tidak
kompeten.
Manajemen strategi merupakan bidang keilmuan yang tumbuh dan
berkembang dengan cepat seiring perkembangan zaman dan trend yang menjadi tolak
ukurnya. Manajemen strategi sendiri memandang prusahaan adalah sebagai suatu
rangkaian proses yang saling berkaita serta mencoba bagaiana perusahaan tersebut
dapat berkembang dalam menghadipi lingkunganya. Pengertian strategi sendiri ada
berbagai macam yang dikemukakan oleh para ahli dalam buku karya mereka. Kata
strategi sendiri berasal dari kata Strategos dalam bahasa Yunani yang berarti
gabungan dari kata Strato atau tentara dan Ego atau pemimpin. Suatu strategi
mempunyai dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju, pada dasarnya
strategi dapat dikatakan alat untuk tercapainya suatu tujuan.
Menurut, Wheelen & Hunger (2006),“management strategic is that set of
managerial decisions and actions that determines the long run performance of a
corporation” (manajemen strategi adalah serangkaian keputusan dan tindakan
manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang). Menurut
Marrus (2002) strategi didefinisikan sebgai suatu proses penentuan rencana para
pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai
penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat tercapai.
Menurut Quinn (2009) mengartikan strategi adalah suatu bentuk atau rencana yang
mengintegrasikan tujuan-tujuan utama, kebijakan-kebijakan dan rangkaian tindakan
dalam suatu organisasi menjadi suatu kesatuan yang utuh.
Strategi diformulasikan dengan baik akan membantu penyusunan dan
pengalokasian sumber daya yang dimiliki perusahaan menjadi suatu bentuk yang unik
dan dapat bertahan. Strategi yang baik disusun berdasarkan kemampuan internal dan
kelemahan perusahaan, antisipasi perubahan dalam lingkungan, serta kesatuan
pergerakan yang dilakukan oleh mata-mata musuh. Selanjutnya Menurut David
(2006) “strategic management can be defined as the art and science of formulating
implementing and evaluating cross-functional decision that enable an organization
to achieve its objective” (manajemen strategi adalah seni dan pengetahuan mengenai
perencanaan, implementasi, dan evaluasi dalam keputusan fungsional yang digunakan
untuk mencapai tujuan organisasi). Dari definisi strategi di atas, manajement strategi
dapat disimpulkan menjadi suatu rangkain proses pengambilan keputusan strategi
yang meliputi perumusan (formulating), implementasi (implementing), serta evaluasi
(evaluating).
Menggunakan manajemen strategi sebagai suatu kerangka kerja untuk
menyelesaikan masalah dalam organisasi, pemegang perusahaan atau manajer bias
lebih kreatif dan strategis. Pemecahan masalah dengan menghasilkan dan
mempertimbangan alternatif yang dibangun dari suatu analisis yang lebih teliti akan
lebih menjanjikan suatu hasil yang menguntungkan bagi perusahaan. Hal ini akan
mengubah pihak menejemen untuk mempertimbangkan alternatif-alternatif prioritas
dalam proses penyelesaian masalah yang lebih efektif dan efisien. Dalam menejemen
strategi tidak luput akan adanya resiko yang menjadikan menajemen ini lebih bijak
dalam penerapannya dan pemahaman terhadap manajemen strategi ini akan lebih baik
agar resiko yang ditanggung kecil dan dapat memaksimalkan hasil dari penerapan
manajemen resiko. Selain itu, para pembuat keputusan akan menjadi lebih berhati-
hati terhadap kemungkinan-kemungkinan negative yang akan muncul dalam
penerapannya dan menyiapkan cara-cara yang efektif untuk meminimalkan
konsekuensi negative yang akan muncul agar dapat memperkuat menjalankan
perencanaan strategi itu sendiri.
Dalam penyusunan proses perencanaan strategi terdapat 5 tahapan, di
antaranya: penentuan tujuan, analisis lingkungan, alternatif strategi, implementasi dan
evaluasi menurut William & Victoria, (2000). Sedangkan Grant (1999), untuk
menghadirkan konsep perencanaan strategi yang luas perlu pemahaman berkenaan
tujuan jangka panjang dan pemahaman antara “strategic management” and “strategic
thinking. Tahapan dalam merumuskan strategi adalah melakukan analisis lingkungan.
Agar manajemen perusahaan dapat mengetahui faktor-faktor strategis untuk masa
depan. Analisis yang dilakukan meliputi lingkungan internal dan eksternal
perusahaan. Kekuatan eksternal dapa dibagi menjadi lima katagori, yaitu kekuatan
ekonomi, kekuatan sosial, budaya, demografis dan lingkungan, kekuatan politik,
pemerintahan dan hokum, kekuatan teknologi, kekuatan kompetitif.
Model Manajemen Strategi
Dalam menentukan model strategi perusahaan melakukan pengamatan pada
factorfaktor internal maupun eksternal yang ada dalam perusahaan. Factor internal
diamati untuk mengethaui kekuatan dan kelemahan perusahaan tersebut dan eksternal
diamati untuk melihat kesempatan dan ancaman yang ada. Bisa juga menggunakan
SWOT yang artinya Strengths (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunities
(peluang) dan Threats (ancaman) dalam mengetahui faktor internal dan eksternal.
Setelah semua faktor teridentifikasi, manajemen melakukan evaluasi dan menentukan
misi perusahaan yang sesuai. Setelah itu perusahaan melakukan strategi dan diakhiri
dengan evaluasi terhadap kinerja perusahaan
Gambar 2.1 Model Manajemen Strategi
Sumber: David (2006)

Konsep Strategi
Strategi sebagai alat untuk mencapai tujuan, dalam perkembangannya, konsep
mengenai strategi terus berkembang. Menurut Chandler dalam Rangkuti (2003),
strategi merupakan tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta
pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan
perusahaan. Pemahaman yang baik mengenai konsep strategi sangat menentukan
suksesnya strategi yang disusun. Konsep-konsep strategi, di antaranya adalah:
a. Distinctive Competence
Distinctive Competence adalah tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar
dapat melakukan kegiatan lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya. Menurut
Day & Wensley dalam Rangkuti (1998), identifikasi distinctive competente dalam
suatu organisasi meliputi keahlian tenaga kerja dan kemampuan sumberdaya.
b. Competitive Advantage
Competitive Advantage merupakan kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh
perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya. Menurut Porter
dalam Rangkuti (2003), ada tiga strategi yang dapat dilakukan perusahaan untuk
memperoleh keunggulan bersaing, yaitu, cost leadership, diferensiasi, dan fokus.
Tahap Tahap Manajemen Strategi
Untuk menerapkan Manajemen Strategi ada beberapa tahap, menurut David
(2006), proses manejemen strategi yang paling baik terdiri dari empat tahap yaitu
tahap pengamatan lingkungan, tahap prumusan strategi, tahap penerapan strategi,
tahap penilaian strategi atau evaluasi strategi.
a. Tahap Pengamatan Lingkungan
Pengamatan lingkungan dilakukan secara eksternal dan internal dalam organisasi.
Lingkungan eksternal terdiri dari variable-variabel (peluang dan ancaman) yang
berada di luar organisasi. Lingkungan internal terdiri dari variable-variabel
(kekuatan dan kelemahan) yang berada dalam organisasi.
b. Tahap Perumusan Strategi
Perumusan strategi antara lain mencakup pengembangan visi dan misi,
indentifikasi peluang dan ancaman eksternal dalam suatu organisasi, kesadaran
akan kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang,
pencarian strategistrategi alternatif,dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Tahap perumusan strategi adalah proses untuk merancang,
menyeleksi, dan memilih strategi yang lebih tepat untuk diterapkan dari
serangkaian strategi yang telah disusun untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.
c. Tahap Penerapan Strategi
Penerapan strategi sering dianggap sebagai tahap tindakan dalam manajemen
strategis. Melaksanakan strategi berarti mendorong para manajer dan karyawan
untuk melaksanakan strategi-strategi yang telah dirumuskan. Dalam tahap ini
sering dianggap sebagai tahapan yang paling sulit dalam manajemen strategi
menurut disiplin, komitmen, dan pengorbanan pribadi. Tantangan dalam tahap ini
adalah mendorong para manajer dan karyawan diseluruh organisasi untuk bekrja
dengan rasa bangga dan antusias guna mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan. Keberhasilan pelaksanaan strategi bergantung kepada kemampuan
manajer dalam memotivasi para karyawannya.
d. Tahap penilaian strategi atau evaluasi strategi
Penilaian strategi adalah tahap terakhir dalam manajemen strategis. Tiga aktivitas
penilaian strategi yang mendasar antara lain:
1) Peninjauan ulang terhadap faktor-faktor eksternal dan internal.
2) Pengukuran kinerja, dan
3) Pengambilan langkah korektif. Penilaian atau evaluasi strategi diperlukan
karena keberhasilan saat ini belum tentu sama pada penerapan selanjutnya.
Red Ocean Strategy
Kim dan Mauborgne (2013) menggambar-kan realitas yang terjadi dalam
persaingan di pasar lebih berorientasi pada perebutan target konsumen yang sama di
wilayah pasar yang sama atas produk yang sama. Situasi ini memicu terjadinya peta
persaingan yang saling berhadap-hadapan satu sama lain dalam memperebutkan
pasar. Mereka mengistilahkan kondisi ini merupakan refleksi dari penerapan Red
Ocean Strategy oleh perusahaan-perusahaan dalam industri yang sama untuk
memenangkan persaingan. Konsep ini cukup sederhana untuk dipahami. Penerapan
Red Ocean Strategy dapat dianalogikan dengan situasi di lautan yang penuh dengan
hiu berkelahi satu sama lain untuk memperebutkan mangsa yang sama. Menurut Kim
dan Mauborgne (2013) hal serupa ini dapat ditemukan pada realitas perilaku
persaingan di pasar. Chanchaochai (2013) mengamati bahwa perusahaan yang
menerapkan strategi samudera biru dengan keuntungan yang dapat diraihnya dan
banyaknya pelanggan, muncul pesaing-pesaing baru atau tantangan dari pesaing baru
ke dalam pangsa pasar. Sebagai konsekuensinya, mekanisme pasar konvensional
kembali muncul yang pada akhirnya samudera biru berpotensi untuk berubah menjadi
samudera merah.
Red Ocean Strategy merupakan batasan-batasan dalam industri telah
didefinisakan dan telah diterima, dan aturan persaingan telah diketahui (Kim dan
Mauborgane, 2014). Red Ocean merupakan persaingan di antara semua industri yang
sudah dikenal atau pasar yang sudah ada. Perusahaan berusaha mengalahkan lawan
meraka demi mendapatkan pangsa permintaan yang lebih besar. Ketika ruang pasar
semakin penuh, prospek akan laba dan pertumbuhan pun berkurang. Produk menjadi
komoditas dan kompetisi sengit dalam antar perusahaan mengubah Red Ocean
menjadi samudra penuh darah (Kim dan Mauborgane (2014). Untuk sukses pada
kondisi mengalahkan para pesaiang Red Ocean Strategy merupakan hal penting. Red
Ocean akan selalu menjadi hal penting dan menjadi fakta dari dunia bisnis. Tetapi,
dengan kondisi pasokan yang melebihi permintaan di sebagian besar perusahaan,
berkompetisi meraih pangsa pasar yang berkontraksi harus dilakukan namun kinerja
perusahaan tidak akan memadai.
Gambar 2.2 Perbandingan Konsep Red Ocean Strategy, Blue Ocean Strategy
dan Green Ocean Strategy
Sumber: Markopoulos, Kirane, Piper and Vanharanta (2019)

Kerangka Kerja Empat Langkah


Kim dan Mauborgne (2013) menjelaskan kerangka kerja empat langkah
sebagai berikut:
1. Hapuskan (Eliminate), maksudnya perusahaan menghilangkan faktor-faktor yang
dianggap umum dan diterima begitu saja oleh industri. Hal ini bertujuan untuk
melihat peluang usaha diluar batasan yang telah tercipta sebelumnya.
2. Kurangi (Reduce), maksudnya perusahaan mengurangi investasi pada faktor yang
tidak memberikan peningkatan manfaat bagi pembeli.
3. Tingkatkan (Raise), maksudnya langkah ini berkebalikan dengan reduce.
Perusahaan meningkatan investasi pada faktor persaingan yang memberikan
peningkatan manfaat yang signifikan bagi pembeli.
4. Ciptakan (Create), maksudnya perusahaan menciptakan faktor yang sebelumnya
belum pernah ditawarakan dalam industri. Dengan menciptakan faktor yang baru,
perusahaan memberikan nilai manfaat baru bagi konsumen dan nonkonsumen,
sehingga dapat mencipta- kan permintaan yang baru dan menentukan harga
strategis industri.
BAB III
PEMBAHASAN

Kerangka Kerja Empat Langkah


Tahap ini membantu pelaku usaha dalam melakukan analisis untuk
mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang memberikan nilai lebih pada konsumen.
Berikut adalah analisis kerangka kerja empat langkah:
1. Hapuskan
Di dalam tahap ini pelaku industri diharuskan untuk menghapus kira-kira faktor
apa saja yang akan merugikan bisnis itu sendiri. Namun sebelum kita menghapus
faktor tersebut kita harus terlebih dahulu memperhatikan apakah terdapat faktor
persaingan yang mengurangi nilai dari produk yang ditawarkan bahkan tidak
memiliki nilai produk yang ditawarkan oleh penyedia layanan.
2. Kurangi
Di dalam tahap ini pelaku bisnis diharuskan untuk mengurangi faktor-fakor
persaingan apabila faktor tersebut kurang bermanfaat atau tidak bermanfaat bagi
pelaku usaha.
3. Tingkatkan
Namun walau begitu, kita juga harus memperhatikan faktor-faktor apa saja yang
menjadi ajang persaingan hal ini untuk meningkatkan nilai lebih bagi pelanggan.
4. Ciptakan
Pada tahap yang paling terakhir adalah tahap ciptakan. Yaitu menciptakan suatu
produk yang belum pernah ditawarkan oleh pesaingnya namun tetap diinginkan
oleh konsumen.
Berdasarkan hasil uraian analisis kerangka kerja empat langkah yang telah di
jabarkan, tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah memindahkan atau
merangkum hasil uraian tersebut kedalam tabel. Kegunaan membuat tabel ini adalah
untuk mempermudah pelaku usaha dengan pasti dalam mengetahui faktor-faktor apa
saja yang harus di hapuskan, dikurangi, ditingkatkan dan diciptakan.
Skema hapuskan-kurangi-tingkatkan-ciptakan adalah rekapitulasi dari
jawaban keempat pertanyaan pada Kerangka Kerja Empat Langkah yang dapat dilihat
pada Tabel 3.1 berikut:
Eliminate Raise
 Jurusan yang kurang peminat  Mutu guru
 Metode pembelajaran yang telah  Sarana prasarana
usang  Peralatan laboratorium
Reduce Create
 Biaya belajar  Kerjasama dengan DUDI
 Inovasi pembelajaran
 Kompetensi lulusan

Pembahasan
Untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, Danim (2007) mengatakan
bahwa jika sebuah institusi hendak meningkatkan mutu pendidikannya maka minimal
harus melibatkan faktor yang dominan yaitu kepala sekolah, guru dan kurikulum.
Kepala sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah.
(Danim, 2002). Meskipun sebagai guru yang mendapat tugas tambahan, kepala
sekolah merupakan orang yang paling bertanggung jawab terhadap aplikasi prinsip-
prinsip administrasi pendidikan yang inovatif di sekolah. Kepala sekolah sebagai
pemimpin dalam tata kelola sekolah menegakkan aturan, etika guru, etika mahasiswa,
etika tenaga kependidikan, sistem penghargaan dan memberikan sanksi, pedoman,
serta prosedur dalam pelayanan. Pelayanan berupa administrasi, perpustakaan,
laboratorium, dan studio. harus diformulasi, disosialisasikan, dilaksanakan, dan
dievaluasi dan dipantau dengan peraturan dan prosedur yang jelas.
Kepala sekolah harus mampu menunjukkan kepemimpinan efektif yang
mengarahkan dan mempengaruhi perilaku semua unsur dalam sekolah, mengikuti
nilai, norma, etika, dan budaya organisasi yang disepakati bersama, serta mampu
membuat keputusan yang tepat dan cepat. Kepala sekolah juga hendaknya mampu
memprediksi masa depan, merumuskan dan mengartikulasi visi yang realistik,
kredibel, serta mengkomunikasikan visi ke depan, yang menekankan pada
keharmonisan hubungan manusia dan mampu menstimulasi secara intelektual dan
arif bagi anggota untuk mewujudkan visi organisasi, serta mampu memberikan
arahan, tujuan, peran, dan tugas kepada seluruh unsur dalam sekolah. Dan yang
paling penting, kepala sekolah harus memiliki dan memahami visi kerja secara jelas,
mampu dan mau bekerja keras, mempunyai dorongan kerja yang tinggi, tekun dan
tabah dalam bekerja, memberikan layanan yang optimal, dan disiplin kerja yang kuat.
Kepala sekolah yang baik ialah kepala sekolah yang dapat membawa perubahan
positif dan menggerakkan semua unsur sekolah untuk ke arah yang lebih baik.
Guru sebagai tenaga pendidik yang berhubungan langsung dengan peserta
didik harus memiliki keahlian khusus atau kualifikasi khusus di bidang akademik.
Dengan kompetensi yang dimilikinya guru dapat menjalankan tugas dengan baik
untuk mencerdaskan peserta didik dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007, kualifikasi
akademik Guru SMK/MAK Guru pada SMA dan MAK harus memiliki kualifikasi
akademik minimum Diploma 4 (D4) atau sarjana (S1) pada program studi yang
sesuai dengan mata pelajaran yang di ajarkan serta diperoleh dari program studi yang
terakreditasi. Kualitas guru yang telah baik ini hendaknya diikuti dengan kompetensi
tenaga pendidikan yang juga mumpuni. Kompetensi guru berupa kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang telah dijelaskan pada
Permendiknas No.16 Tahun 2007 seharusnya telah dimiliki oleh setiap pengajar yang
ada. Pelibatan guru dalam mengembangkan diri harus dilakukan secara maksimal.
Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kompetensi dan
profesi kerja guru dalam kegiatan seminar, lokakarya serta pelatihan sehingga hasil
dari kegiatan yang diikuti dapat diterapkan di sekolah.
Kurikulum SMK di Indonesia sebagian besar masih mengacu pada teori-teori
sehingga pada tahun pertama kurikulum SMK di Indonesia tidak jauh berbeda dengan
SMA. Jika dilihat pada tahun pertama 100% kurikulum SMK masih berbasis teori
dengan mata pelajaran wajib seperti Pendidikan Agama, PPKN, Bahasa Indonesia,
Seni Budaya dan lain lain. Hal tersebut tentu membuat siswa SMK tidak 100%
mempelajari kejuruan yang mereka pilih. Hal tersebut sangat berbeda dengan
kurikulum di Jerman di mana tahun pertama kurikulum sudah melakukan pelajaran
praktik dengan bobot sudah mencapai 100%. semua pelajaran berbasis teori dianggap
sudah tuntas di jenjang sebelumnya (SMP) sehingga pembelajaran di SMK adalah
100% kompetensi kejuruan sejak di tingkat 1 hingga akhir (~2,5-3,5 tahun). Pada
tahun kedua, SMK di Indonesia sudah mengajarkan praktik dengan komposisi
mencapai 38% dan 62% masih ajaran teori, sedangkan di Jerman pada tahun kedua
sudah mengajarkan paket keterampilan lanjutan dengan bobot praktik masih
mencapai 100%. Pada tahun terakhir SMK di Indonesia sudah 50% mengajarkan
praktek sedangkan 50% lainnya masih mengajarkan teori, sedangkan tahun terakhir
SMK di Jerman yaitu tahun ke 3 dan ke 4 sudah mengajarkan paket ketrampilan ke 3
dan ke 4. Perbandingan kurikulum SMK Indonesia dan Jerman dapat
menggambarkan daya saing lulusan SMK kedua negara tersebut. Lulusan SMK di
Indonesia hanya memiliki 1 paket keterampilan sedangkan lulusan SMK Jerman
memiliki 4 paket ketrampilan. Dengan demikian secara langsung daya saing SMK di
Indonesia bisa dikatakan hanya ¼ dari lulusan SMK di Jerman. Komparasi antara
model komposisi kurikulum di Indonesia dengan komposisi kurikulum di Jerman
pada kompetensi keahlian listrik.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pengajaran kurikulum di SMK, mata
pelajaran Kurikulum terkait dengan kejuruan sangat tidak proporsional, padahal di
sisi lain esensi dari SMK adalah kejuruan itu sendiri. Perlu adanya kurikulum yang
konsisten, dinamis, dan terpadu dapat memungkinkan dan memudahkan standar mutu
yang diharapkan sehingga goals (tujuan) dapat dicapai secara maksimal serta sesuai
dengan kebutuhan dari Dunia Industri. Hal ini penting untuk dapat menyediakan
tenaga kerja yang sesuai pasar, bukan malah memasarkan tenaga kerja.
Berdasarkan hasil analisis penerapan Red Ocean Strategy di SMK Pariwisata
menggunakan skema hapuskan-kurangi-tingkatkan-ciptakan, baik dari penentuan
harga, kualitas produk, hingga kualitas pelayanan yang diberikan oleh SMK
Pariwisata. Berdasarkan prinsip Red Ocean Strategy yaitu melakukan inovasi nilai
dengan meningkatkan nilai manfaat sekaligus mengurangi biaya. Dalam hal ini SMK
Pariwisata menciptakan nilai dengan melakukan inovasi dengan meningkatkan
kualitas pelayanan serta mutu lulusan dengan didukung alasan yang kuat yaitu
menghilangkan jurusan yang kurang peminat dan metode pembelajaran yang telah
usang. Cita dari SMK Pariwisata sendiri juga mendukung terciptnya posisi Red
Ocean.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam menyikapi kondisi persaingan yang ketat di pasar industri, perusahaan-
perusahaan di dalam setiap industri dituntut untuk mampu mengembangkan strategi
guna meraih keunggulan bersaing. Penggunaan Red Ocean Strategy berpotensi
menciptakan persaingan yang keras dan perseteruan sengit antar SMK dalam bidang
yang sama karena bersaing dalam pemasaran produk yang relatif sama untuk
memperebutkan konsumen yang sama dan di wilayah pasar yang sama. Akan tetapi
pada konsep ini inovasi yang berkelanjutan yang diiringi dengan efisiensi biaya
menjadi kunci keberhasilan perusahaan untuk tetap bertahan di pasar yang diciptakan.
Jika kedua syarat tersebut tidak dipenuhi maka akan memberi peluang terhadap
masuknya pesaing ke dalam ceruk pasar tersebut dan memicu terjadinya samudera
merah. Red Ocean Strategy dalam hal pencapaian keuntungan finansial yang wajar
melalui persaingan yang sehat (tidak saling mematikan), dan tidak merugikan
masyarakat. Dalam hal penciptaan pelanggan baru yang terabaikan melalui inovasi
produk/layanan yang mampu memberi nilai lebih dari harapan pelanggan dan
memenangkan pasar tanpa harus ada yang terkalahkan.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti mengajukan
beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi masukan dalam penentuan perbaikan
ke depannya. Adapun saran yang penulis ajukan sebagai berikut.
1. Perlu melakukan analisis kebutuhan pelanggan agar mengetahui tindakan yang
harus dilakukan oleh SMK Pariwisata untuk menentukan strategi bisnis di masa
yang akan datang dengan mengetahui kondisi saat ini.
2. Guru harus lebih banyak menggunakan metode pada waktu mengajar, variasi
metode mengakibatkan penyajian bahan lebih menarik perhatian siswa, mudah
diterima siswa, sehingga kelas menjadi hidup. Metode pelajaran yang diberikan
oleh guru hendaknya disesuaikan dengan kondisi anak saat ini. Jika guru
menerapkan metode yang sama dengan yang diterapkan pada zaman dulu, tentu
tidak efektif dan akan terasa membosankan siswa.
3. Kepala sekolah sangat berperan dalam meningkatkan kualitas SMK. Dengan
demikian kepala sekolah harus membuat strategi peningkatan mutu, tidak hanya
semata-mata ditekankan kepada peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru,
namun juga peningkatan komitmen dan motivasi warga sekolah. Dengan
meningkatnya kemampuan dan motivasi kerja guru dan warga sekolah lain, maka
kualitas akademik pun semakin meningkat, yang pada akhirnya juga meningkatkan
kualitas pendidikan.

Daftar Pustaka

Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan


Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.

David. 2006. Manajemen Strategis Konsep-Konsep. Edisi ke 10. Jakarta. PT


INDEKS Kelompok Gramedia.

Hermann, M., Pentek, T., & Otto, B. 2016. Design Principles for Industrie 4.0
Scenarios. Presented at the 49th Hawaiian International Conference on
Systems Science.

Kagermann, H., Lukas, W.D., & Wahlster, W. 2013. Final Report: Recommendations
for Implementing The Strategic Initiative Industrie 4.0. Industrie 4.0 Working
Group.

Kim, W.C., and Mauborgne, R. (2005). Blue Ocean Strategy: How to Create
Uncontested Market Space and Make the Competition Irrelevant. Harvard
Business School Press, Blue Ocean Strategyton, Massachusetts.

Kusumadmo, Eupsychius., (2013), Manajemen Strategik – Pengetahuan: Aliran,


Implementasi, dan Metateori dalam Manajeman Perusahaan, Edisi Pertama,
Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.
Porter, M. E, (1980), Competitive Strategy: Techniques for Analyzing Industries and
Competitors, New York: The Free Press.

Tjandrawina, R.R. 2016. Industri 4.0: Revolusi Industri Abad Ini dan Pengaruhnya
pada Bidang Kesehatan dan Bioteknologi. Jurnal Medicinus, Vol 29, Nomor
1, Edisi April.

Wheelen, L. & David Hunger, L. 2006. Strategic management and business police.
New York : Thirteenth edition

Anda mungkin juga menyukai