Anda di halaman 1dari 9

HADIS TENTANG IMPLIKASI IMAN DALAM KEHIDUPAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Hadits Dakwah

Dosen Pengampu : Bapak Engkus Kusnandar, M. Ag

Disusun Oleh:

1. Ameliani Agustin 2284130040


2. Kultsum Salsabila 2284130047
3. Khotimah 2284130049

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM (BKI)


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2023
PENDAHULUAN
Iman bukan merupakan kata benda yang statis, tetapi iman adalah energi
spiritual yang mengendalikan dan mengarahkan ego seseorang untuk mengerti,
memilih dan menjalani kebenaran. Karena itu iman tidak berhenti pada pengakuan
atau pernyataan akan kepercayaan adanya Tuhan saja, lebih jauhnya lagi iman
merupakan aktualisasi dalam amal keshalehan, sehingga iman yang tidak
melahirkan keshalehan adalah dusta, Kata dasar îmân ini mempunyai dua asal
makna yang saling berdekatan, yaitu amanah sebagai lawan dari khiyanah yang
berarti ketenangan hati (sukun al-qalb) dan at-tas}dîq yang bermakna
(membenarkan) lawan dari kata kufr (pengingkaran) (Zakariyya, 1994, p. 89), dari
sini lah dapat kita pahami bahwa seorang mukmin adalah yang memiliki
ketenangan jiwa. Ia selalu merasa aman, baik lahir maupun batinnya. Itu karena
memang ia bersikap jujur dan tidak pernah berlaku khianat pada dirinya sendiri
dan orang lain, apalagi kepada tuhan.
Imam Al-Qhazali menguraikan makna iman bahwasanya iman merupakan
pengakuan dengan lisan, membenarkan pengakuan dengan hati, dan mengamalkan
dengan rukun-rukun, dengan begitu dapat dikatakan bahwa iman itu merupakan
keyakinan yang di benarkan oleh hati, diikrarkan oleh lisan, dan dibuktikan
dengan perbuatan.
PEMBAHASAN
A. Hadis tentang implikasi iman dalam kehidupan

‫ «َم ْن َك اَن ُيؤِم ُن ِباِهلل َو الَيْو ِم اآلِخ ِر َفْلَيُقْل َخْيَر ًا َأو ِلَيْص‬: ‫َعن َأِبي ُهَر ْيَر َة رضي هللا عنه َأَّن َر ُسوَل ِهللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬
‫ل‬hh‫ وَم ْن َك اَن ُيؤِم ُن ِباِهلل والَيوِم اآلِخ ِر َفْلُيْك ِر ْم َض ْيَفُه» رواه البخاري ومس‬،‫ َو َم ْن َك اَن ُيؤِم ُن ِباِهلل َو الَيوِم اآلِخ ِر َفْلُيْك ِر ْم َج اَر ُه‬، ‫ُم ْت‬
.‫م‬

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah dia
berkata yang baik atau diam saja. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir,
maka hendaklah dia memuliakan tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari Akhir, maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan
.Muslim

[Muttafaqun ‘Alaihi: Shahih al-Bukhari (no. 6018, 6136, 6475), Shahih Muslim (no. 47)]

B. Makna mufrodat
C. Biografi periwayat
a. Imam Bukhari
Nama lengkap beliau ialah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim
bin Al-Mughirah bin Barduzbah al-Ju’fi Al-bukhari. Barzdubah merupakan bahasa
Bukhara yang artinya petani. Imam Bukhari lahir pada hari Jum’at 13 Syawal 194
H atau bertepatan pada tanggal 21 Juli 810 M di Kota Bukhara. Karena lahir di
Bukhara yang merupakan suatu kota di negara Uzbekistan, maka beliau terkenal
dengan nama Al-Bukhari.
Imam Bukhari mulai belajar hadis saat masih muda, saat usianya kurang dari
10 tahun. Ketika beliau berusia 10 tahun inilah Imam as-Syafi'i di Mesir itu
meninggal, tepatnya pada tahun 204 H. Maka Imam Bukhari tak pernah bertemu
dengan Imam as-Syafi'i. Pada usia 16 tahun, Imam Bukhari telah hafal banyak
kitab karya ulama terkenal seperti Ibnu Al-Mubarak, Waki', dll. Beliau tidak hanya
menghafal hadis dan kitab para ulama awal, tetapi juga mempelajari biografi
semua perawi yang turut serta dalam periwayatan hadis, tanggal lahir dan
meninggal, tempat lahir, dan lain-lain. Kemudian, pada usia 16 tahun, pada tahun
210 H, dia pergi ke Mekah bersama ibu dan saudara laki-lakinya, Ahmad untuk
menunaikan haji. Beliau tinggal di sana untuk belajar, sedangkan ibu dan saudara
laki-lakinya kembali ke tanah air. Di sinilah Muhammad bin Ismail mempelajari
hadis-hadis para ahli hadis terkenal seperti Al-Walid Al-Azraqi dan Ismail bin
Salim Al-Saigh, dll.
Pada usia 18 tahun, ia mulai menulis kitab Qadlaya Al-Sahaba wa At-Tabi'in.
Kemudian Muhammad bin Ismail pergi ke Madinah untuk belajar hadis dari para
ulama. Di Madinah, ia menulis kitab At-Tarikh Al-Kabir; buku tentang biografi
perawi hadis di samping makam Nabi Muhammad. Dia menulis kisahnya sendiri
di hampir setiap biografi ilmiah yang dia tulis, namun karena takut memiliki
terlalu banyak, dia tidak melakukannya. Dia menulis biografi lebih dari 1.000
ulama dalam bukunya At-Tarikh. Beliau juga shalat 2 rakaat setiap kali menulis
biografi seorang ulama. Ia belajar di Mekah dan Madinah, yang juga dikenal
sebagai Hijaz, selama 6 tahun, dari tahun 210 H hingga 216 H.
Beliau meninggal saat usia 62 tahun kurang 13 hari pada hari Sabtu, malam
Idul Fitri. Belau dimakamkan ba’da dzuhur pada tahun 256 H di desa Khartank,
terletak di dekat Samarkand, sekarang lebih dikenal dengan nama Uzbekistan.
b. Imam Muslim
Nama lengkap beliau adalah Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim bin Warad bin
Kausyaz Abu Al-Husain Al-Qusyairi An-Nasaiburi. An-Naisaburi adalah nisbah
lokasi kelahirannya, khususnya kota Naisabur, bagian dari Khurasan sekarang
menjadi bagian dari negara Iran berada di timur laut. Dia juga dinisbahkan dari
nenek moyang atau sukunya adalah Qusairi bin Ka'ab bin Rabi'ah bin Sa'sa'ah satu
keluarga bangsawan yang hebat. Naisabur adalah salah satu kota yang dianggap
sebagai pusat ilmu pengetahuan, politik dan ekonomi pada saat itu. Sedangkan
Khurasan menurut Imam Dzahabi dalam kitabnya al-Amshar Dzawatu al-Atsar,
tempat beredarnya hadis tersebut dan berkumpulnya orang-orang mulia.
Sejarawan Muslim berbeda pendapat tanggal lahir dan meninggalnya Imam
Muslim. Ada yang mengatakan bahwa beliau dilahirkan pada tahun 206 H dan
meninggal pada tahun 261 H di Naisabur, sehingga usia beliau pada saat
meninggalnya adalah 55 tahun. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Abu
Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi dalam kitab Ulama Al-Amshar, juga diridhoi
oleh An-Nawawi dalam Sharh Sahih Muslim. Namun pendapat lain menyebutkan
beliau lahir pada tahun 204 H. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Taqribut Tahdzib
(529), Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa anNihayah, al-Khazraji dalam Khulashoh
Tahdzibul Kamal mengatakan bahwa Imam Muslim lahir pada tahun 204 H, atau
tepatnya tahun Imam as-Syafi'i meninggal dunia. Imam Muslim hidup pada masa
Bani Abbasiyah yang pusat kekuasaannya di kota Baghdad. Beliau hidup pada
masa Abbasiyyah II (232-334 H / 847-946 M), yaitu khalifah Mutawakkil.
Al-Hafidz Adz-Dzahabi mengatakan bahwa Imam Muslim mulai mempelajari
hadis pada tahun 218 H, yang berarti usianya sekitar 12 atau 14 tahun saat itu.
Beliau melakukan perjalanan mencari ilmu ke berbagai daerah untuk mempelajari
hadis, dari Irak, kemudian ke Hijaz, Syria, Mesir dan negara lainnya.
Imam Muslim adalah salah satu ulama yang menghidupi dirinya melalui
perdagangan. Dia adalah seorang pedagang pakaian yang sukses. Meski demikian,
ia tetap dikenal sebagai sosok yang dermawan. Ia juga memiliki sawah di wilayah
Ustu yang menjadi sumber pendapatan keduanya.
Imam Muslim bin Hajjaj mulai menulis karya monumentalnya Sahih Muslim
pada tahun 235 H. Ia menulis Sahih Muslim pada usia 29 tahun. Imam Muslim
membutuhkan waktu sekitar 15 tahun untuk menyelesaikan Sahih Muslim. Dia
menyelesaikan karya monumentalnya pada usia 44 tahun.
Sejarah mencatat Imam Bukhari singgah di kota Naisabur, tempat tinggal
Imam Muslim dua kali. Yang pertama terjadi pada tahun 209 H, dimana Imam
Bukhari singgah di kota Naisabur pada saat Imam Bukhari berumur 15 tahun dan
Imam Muslim saat itu masih berumur 4 tahun. Karena perbedaan usia, kecil
kemungkinan Imam Muslim bin Hajjaj belajar kepada Imam Bukhari saat ini.
Kedua kalinya pada tahun 250 H, ketika Imam Bukhari tinggal dan
mengajarkan ilmu Hadits kepada Imam Muslim selama 5 tahun di kota Naisabur.
Beberapa tahun kemudian, Imam Bukhari wafat, tepatnya Imam Bukhari wafat
pada tahun 256 H. Tahun 250 H merupakan tahun kedatangan Imam Bukhari ke
kota Naisabur untuk kedua kalinya dan tahun yang sama Imam Muslim
menyelesaikan karyanya. oleh Shahih Muslim. Hal inilah yang menjadi salah satu
alasan mengapa Imam Muslim tidak mencantumkan hadits Imam Bukhari dalam
kitab Shahihnya.
Beliau wafat pada usia 55 Hijriyyah. Konon kematiannya disebabkan oleh
penyakit. Penyakitnya bermula karena suatu saat ia tidak mampu menjawab suatu
soal hadis. Ia kembali ke rumah, menyalakan lampu kamar dan memerintahkan
keluarganya untuk tidak mengganggunya selama berada di kamar. Dia diberi
sekeranjang kurma. Sambil memikirkan jawaban dari soal hadis sulit tersebut,
tanpa ia sadari ia memakan semua kurma hingga pagi hari. Hingga akhirnya dia
jatuh sakit. Dia meninggal pada hari Minggu sore. Beliau kemudian dimakamkan
pada malam Senin tanggal 25 Rajab 261 H. Beliau dimakamkan di desa Nasr
Abad, salah satu daerah di luar Naisabur.
D. Makna umum hadis, fiqih, faidah, dan hikmah hadis
a. Bicara baik atau diam
Sesungguhnya seseorang selalu menggunakan lidahnya untuk mengucapkan
kata-kata yang baik, membaca Al-Quran, membaca ilmu, melarang kemunafikan
dan lain-lain. maka orang tersebut akan tercerahkan dan menerima hal-hal yang
baik, begitu pula sebaliknya jika seseorang menggunakan lidahnya untuk
menjelek-jelekkan atau menyakiti orang lain. Maka dia akan mengaku bersalah
sesuai dengan perbuatannya. Anda pasti tahu bahwa sangat sulit mengendalikan
lidah untuk selalu berkata baik atau diam.
Namun berdiam diri terus-terusan tentu bukanlah suatu perilaku yang bijak,
dalam hal ini ada sebagian yang berpendapat bahwa diam itu emas, dan ada pula
yang beranggapan bahwa sekeras apapun kita berbuat, banyak bicara juga lebih
baik daripada tidak pernah melakukan sesuatu dan tidak pernah mengucapkannya.
Maka dari itu ucapkanlah kata-kata yang baik pada tempatnya, jangan ucapkan
kata-kata yang buruk dimanapun, lebih baik diam dari pada mengucapkan kata-
kata yang buruk pada tempat yang salah, karena setiap perkataan mempunyai
tempatnya masing-masing, dan kamu harus merendahkan diri, suaramu. Anda
katakan ketika berbicara dengan orang tua, guru, dll.
b. Memuliakan tetangga
Cara menghormati tetangga kita yaitu bisa dengan cara menyumbangkan sebagian
makanan kita kepada tetangga yang membutuhkan. Kemudian jika anda sedang
memasak dan ingin memberi makan, berikanlah lebih banyak kepada tetangga
anda. karena itu bagian dari hal baik yang harus kita lakukan. Selain contoh
tersebut, berbuat baik kepada tetangga bisa dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya meminjamkan uang, menjenguk tetangga saat terjadi bencana alam,
memberikan bantuan, menangis ketika sanak saudara meninggal, dan sebagainya.
Kemudian diantara akhlaq yang terpenting kepada tetangga yaitu:
 Menampakkan wajah yang simpati

 Bertakziyah ketika ada saudara/tetangga kita yang meninggal


 Memberi nasihat dengan cara yang ma’ruf
 Menyampaikan ucapan selamat ketika tetangga sedang bergembira
 Menjenguk tetangga yang sakit
 Memenuhi undangan
c. Memuliakan tamu
Hadits di atas menjelaskan bahwa tamu mempunyai tempat yang sangat
penting dalam Islam, ajaran menghormati tamu bahkan dikaitkan dengan
keimanan seperti yang dijelaskan dalam Hadits. “Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir, maka hormatilah tamu-tamunya.” (HR. Bukhari),
hadis ini dengan jelas menyatakan adanya kewajiban memperlakukan tamu dan
tetangga dengan baik, serta menghindari perilaku buruk terhadap mereka.
Bertamu merupakan ajaran Islam, amalan para nabi dan orang-orang shaleh, dan
Allah telah menetapkan dalam Al-Quran kewajiban berbuat baik kepada tetangga
dan umat Islam lainnya, dan Ketiga hal yang telah dijelaskan dalam hadits di atas
sangat penting dalam kehidupan. , baik sosial maupun sehari-hari. Namun dari
ketiga hadits tersebut Rasulullah SAW kembali menegaskan tentang kehormatan
tamu, khususnya tamu harus dihormati dan dihormati, namun tidak halal jika
tamu menginap (berlama-lama), sehingga menimbulkan beban bagi manusia.
E. Hubungan Implikasi Iman dalam Kehidupan dengan BK
Ada kecenderungan selama ini orang berkeyakinan bahwa konseling yang efektif
dtentukan oleh penguasaan ilmu dan keterampilan konseling saja, seakan-0akan
setelah konselor memiliki semuanya itu konseling pasti berhasil (Coray, 2009).

Lebih jauh Corey menunjukkan beberapa ciri pribadi yang ada kaitannya dengan
sukses dalam konseling, yaitu (1) menaruh perhatian pada wajah dunia, yg nampak
dari sisi yang menguntungkan konseli, (2) memandang positif pada diri manusia, (3)
menaruh kepercayaan pada konseli, (4) menganggap konseli sebagai pribadi yang
mampu, (5) bisa dipercaya kata-katanya, (6) ramah, (7) memiliki pandangan positif
terhadap diri mereka sendiri.
Setelah mengetahui apa saja yang membuat sukses dalam konseling, kita juga harus
mengetahui kendala-kendalanya apa saja, berikut ada beberapa karakteristik konselor
yang menghambat konseli datang kepada konselor, yaitu (1) tidak terbuka, (2) terlalu
ekslusif untuk mereka yang bermasalah, (3) galak, judes, crewet, cuwek, (4) tidak bisa
dipercaya, (5) tidak bisa menyimpan rahasia (6) suka mengancam, (6) meremehkan
siswa dan atau orang lain, (7) tempramental/emosional.
Diakui, untuk mengembangkan ciri-ciri pribadi yang posistif dan sekaligus
menghapus yang negatif tidak bisa dilakukan dengan tiba-tiba, tetapi membutuhkan
waktu yang relatif lama, dan proses yang melibatkan banya pihak dan berbagai media.
Oleh karena itu sebagai konselor perlu adanya landasan ‘iman’ dalam
mengembangkan sifat-sifat tersebut, sebab iman ternyata bukan sekedar pengetahuan,
lebih dari itu adalah pemberi warna bagi pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang
mendorong perilaku positif dan sekaligus pengendali sifat-sifat negative. Dengan
demikian diharapkan pelaksanaan konseling akan lebih efeltif yang ditandai dengan
(1) keefektifan, waktu, biaya dan tenaga, (2) berhasil dan bermanfaat bagi konselor
dan konseli, (3) konseli merasa senang karena terlepas dari berbagai kesulitan, sukses
mengembangkan diri, dan mencapai cita-cita, dan (4) konselor juga merasa senang
karena disayang manusia dan Tuhan (Sutoyo, 2017).
Daftar Pustaka
Coray, G. (2009). Theory and Practice of Counseling and Psychotrapy. Newyork:
Brppks/ColePublishing Company.

Luthfi, H. (2020). Biografi Imam bukhari. Kuningan: Rumah Fiqih Publishing.

Luthfi, H. (2020). Biografi Imam Muslim. Kuningan: Rumah Fiqih Publishing.

Sutoyo, A. (2017). Peran Iman dalam Pengembangan Pribadi Konselor yang Efektif. Psikoedukasi dan
Konseling, I, 11-12.

Anda mungkin juga menyukai