Anda di halaman 1dari 8

Sejarah Sam Poo Kong

Kelompok 3 Sejarah Indonesia


Disusun oleh;
 Aldinartha Hendriana (4)
 Anugrah Bintang Cipta Primadi (7)
 Hafiidz Rafi Musyaffa (16)
 Marcella Nayfa Ayu Azalia (21)

SMAN 11 Semarang
Tahun Ajaran 2023/2024
Daftar Isi

Bab I Pendahuluan.......................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.................................................................................................................................3
B. Pengertian........................................................................................................................................3
Bab II Isi......................................................................................................................................................4
A. Sejarah.............................................................................................................................................4
B. Bangunan.........................................................................................................................................6
C. Kesimpulan......................................................................................................................................7
Daftar Pustaka.............................................................................................................................................8

Halaman | 2
Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang

Kota Semarang memiliki luas 373,70 km2 atau 37.366.836 Ha terdiri dari 16 Kecamatan
dan 177 Kelurahan. Penduduk kota Semarang heterogen terdiri dari campuran beberapa
etnis, antara lain Jawa, Cina, Arab dan keturunannya. Juga etnis lain dari beberapa daerah di
Indonesia yang dating di Semarang untuk berusaha menuntut ilmu maupun menetap
selamanya di Semarang. Mayoritas penduduk memeluk agama Islam, kemudian berikutnya
adalah Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Mata pencaharian penduduk beraneka ragam,
terdiri dari pedagang, pegawai pemerintah, pekerja pabrik dan petani. Sebagai kota budaya
dan ibu kota Provinsi Jawa Tengah, Semarang juga memiliki fasilitas yang sangat memadai,
antara lain fasilitas pelabuhan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas
perbelanjaan, kawasan bisnis dan lain-lain. Kota Semarang nampaknya akan terus
berkembang, selain sebagai kota perdagangan juga menjadi kota jasa pariwisata.

B. Pengertian

Dalam buku Kelenteng-kelenteng Kuno Indonesia yang ditulis oleh Asti Kleinsteuber,
istilah kelenteng berasal dari suara lonceng yang terdengar ketika upacara sembahyang
diadakan dalam bangunan suci. Bunyi lonceng tersebut terdengar seperti klinting-klinting
atau klonteng-klonteng. Untuk memudahkan penamaan, maka disebut dengan istilah
kelenteng. Seperti tempat beribadah lain, kelenteng memiliki tata cara keagamaan yang
berlandaskan agama Konghucu. Pembangunan kelenteng membutuhkan beberapa ahli feng
shui, yaitu seseorang yang menguasai praktik tradisional menggunakan kekuatan energi
untuk menyelaraskan individu dengan lingkungan sekitarnya.

Sam Poo Kong merupakan sebuah petilasan atau bekas tempat persinggahan dan
pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng
He / Cheng Ho. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang. Tanda
yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya
tulisan berbunyi "marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al
Qur'an".

Halaman | 3
Bab II Isi

A. Sejarah

Dilansir dari Katadata.co.id, Kelenteng ini didirikan sebagai penghormatan Laksamana


Cheng Ho, yakni seorang penjelajah Tiongkok yang singgah di Semarang dalam
perjalanannya menyebarkan perdamaian. Laksamana Cheng Ho merupakan laksamana
muslim yang diutus Kerajaan Ming dalam beberapa ekspedisi laut ke Kepulauan Selatan.

Berdasarkan buku karangan Liem Thian Joe yang berjudul Riwajat Semarang: dari
Djamanja Sam Poo sampe Terhapoesnja Kongkoan, Cheng Ho dilahirkan di Yunnan pada
tahun 1371 Masehi, tepatnya di desa He Dai, Kabupaten Kunyang, Provinsi Yunnan.

Sejarawan Edward L. Dreyer menjelaskan dalam buku Zheng He: China and the Oceans
in the Early Ming, bahwa Cheng Ho memiliki nama asli Ma He dan lahir dalam keluarga
Muslim. Ia kemudian mengadopsi nama keluarga Zheng yang diberikan oleh Kaisar Yung
Lo sehingga menjadi Zheng He.

Pada masa pemerintahannya, Kaisar Yung Lo mengerahkan armadanya kurang lebih 208
kapal yang seluruhnya dapat menampung 28.000 orang. Kapal-kapal tersebut mengarungi
samudera selama 28 tahun dalam 7 kali pelayaran. Setiap pelayaran memakan waktu 2
tahun. Melalui dekrit kerajaan, Cheng Ho ditunjuk sebagai pemimpin.

Dalam buku Cheng Ho karangan Zhu Xie, pelayaran Cheng Ho menuju Samudera Barat
diadakan sebanyak tujuh kali pelayaran dan memakan waktu selama dua puluh delapan
tahun, yaitu:

1. Tahun 1405-1407 M.
2. Tahun 1407-1409 M.
3. Tahun 1409-1411 M.
4. Tahun 1413-1415 M.
5. Tahun 1417-1419 M.
6. Tahun 1421-1422 M.
7. Tahun 1431-1433 M.

Halaman | 4
Menurut sejarawan Liem Thian Joe, pada tahun 1416, kapal Cheng Ho singgah di pantai
Simongan pada sebuah gua batu karena kapten Wang Jing Hong jatuh sakit dan
membutuhkan perawatan. Ketika sakit Wang sudah mulai membaik, Cheng Ho meneruskan
perjalanannya menuju Tuban. Tinggallah Wang Jinghong dengan ditemani 10 awak kapal
lainnya.

Berdasarkan buku karangan Khong Yuan Zhi yang berjudul Muslim Tionghoa Cheng Ho,
Wang Jinghong merupakan muslim yang saleh. Ia rajin menyebarkan agama Islam di
kalangan penduduk setempat. Selain itu, ia mengajari penduduk untuk bercocok tanam,
melaut, dan berdagang. Kegiatan perdagangan dan pertanian tersebut mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi lokal.

Pada tahun 1417, Wang membangun patung Laksamana Cheng Ho di dalam gua batu agar
penduduk setempat dapat mengingat dan memberikan penghormatan kepadanya. Wang
kemudian meninggal pada usia 87 tahun dan dimakamkan di sekitar daerah itu. Sejak itu,
penduduk setempat menyebut makamnya sebagai Makam Kyai Juru Mudi (Makam Kapten
Kapal).

Ketika gua batu runtuh akibat longsor besar pada tahun 1704, penduduk setempat
membangun gua baru di samping Makam Kapten Kapal dan hingga kini dikenal sebagai
Kelenteng Agung Sam Poo Kong. Kelenteng tersebut sudah beberapa kali dipugar.

Pada tahun 1965, Yayasan Sam Poo Kong didirikan oleh Thio Siong Thouw dan restorasi
mulai dilakukan pada Januari 2002 untuk mencegah banjir dan masalah lain yang mungkin
terjadi. Restorasi selesai pada Agustus 2005, bersamaan dengan 600 tahun peringatan
kedatangan Laksamana Cheng Ho di Semarang. Setelah restorasi tersebut, kuil utama diubah
menjadi megah dan luas untuk menghormati Laksamana Cheng Ho.

Kelenteng Sam Poo Kong di Kota Semarang bukan sekadar tempat ibadah semata.
Kelenteng ini juga menjadi tempat wisata ikonik yang sarat akan sejarah. Dalam
perjalannya, Kelenteng Sam Poo Kong merupakan simbol akulturasi budaya China dengan
adat Jawa. Bangunan kelenteng berdiri megah didominasi warna merah serta arsitektur khas
China.

Dilansir dari Kompas.com, Saat perayaan hari besar etnis China, seperti Tahun Baru
Imlek, Kelenteng Sam Poo Kong menyajikan sejumlah hiburan. Atraksi tersebut bisa
dinikmati semua masyarakat, tak hanya warga keturunan Tionghoa.

Halaman | 5
B. Bangunan

Terdapat lima bangunan dalam area Klenteng Sam Poo Kong yaitu Kelenteng Utama Sam
Poo Kong, Kelenteng pemujaan Dewa Bumi, Kelenteng makam Mbah Kyai Jurumudi,
Kelenteng Mbah Kyai Jangkar, Klenteng Mbah Kyai Tumpeng dan Mbah Kyai Curudik
Bumi.

Kelenteng utama digunakan sebagai pemujaan terhadap Laksamana Cheng Ho. Bangunan
Klenteng Utama memiliki 90 tiang pilar berwarna merah dengan motif naga. Atap kelenteng
utama bertingkat tiga serta terdapat patung simbol binatang pada ujung atap. Warna yang
digunakan untuk atap adalah merah, hijau, dan kuning. Kelenteng ini dihiasi berbagai
lampion dan ornamen naga berwarna putih serta lantai yang terbuat dari marmer. Patung
Laksamana Cheng Ho berada di depan Klenteng utama.

Kelenteng Pemujaan Dewa Bumi berfungsi sebagai pemujaan bagi Dewa Bumi atau
dikenal dengan nama Hok Tik Tjing Sin. Bangunan ini berbentuk persegi empat dengan
tinggi 16 m dan ujung atap yang meruncing. Terdapat 36 pilar berwarna merah dengan
ujung bagian atas tiang berwarna kuning berbentuk lingkaran. Atap kelenteng ini bertingkat
dua dan tidak terdapat simbol hewan pada ujung atapnya. Plafon pada kelenteng ini
merupakan perpaduan balok vertikal dan horizontal. Warna yang digunakan adalah putih,
merah, dan hijau.

Kelenteng Kyai Jurumudi digunakan sebagai tempat pemujaan bagi Kyai Juru Mudi
Dampo Awang atau dikenal juga sebagai Kapten Wang Jinghong. Bangunan ini memiliki
ketinggian 15 meter dan di dalamnya terdapat makam Kyai Jurumudi. Bangunan kelenteng
Kyai Jurumudi berbentuk persegi empat, berwarna merah, dan memiliki dua tingkatan atap
yang ujungnya lancip dengan simbol hewan pada ujung atap. Pilar terdiri dari 16 tiang.
Sebanyak 14 tiang berwarna merah bulat dihiasi lampu berbentuk teratai berwarna putih
dan dua tiang pilar berukiran naga terletak di depan pintu masuk. Pada ujung atas tiang
terdapat bulatan lingkaran berwarna kuning.

Kelenteng Mbah Kyai Jangkar terdapat tiga altar sembahyang, yaitu tempat sembahyang
Arwah Hoo Ping, Nabi Kong Hu Tju, dan Mbah Kyai Jangkar. Bangunan Klenteng Mbah
Kyai Jangkar terbuat dari bata dengan ketinggian 10 meter. Terdapat empat pilar dalam
bangunan dua tiang pilar berbentuk bulat dua berbentuk persegi empat, dengan dinding bata
kiri dan kanan bangunan berwarna Hijau.

Klenteng Mbah Kyai Tumpeng dan Mbah Kyai Curudik Bumi menampilkan arsitektur

Halaman | 6
Jawa dengan atap limasan berwarna merah dan pilar persegi empat berwarna kuning.
Terdapat makam Mbah Kyai Tumpeng dan Mbah Kyai Curudik Bumi. Adapun peralatan
sembayang berupa tempat dupa, tempat lilin yang terbuat dari besi, dan kursi berwarna
merah. Demikian ulasan dan informasi mengenai Klenteng Sam Poo Kong, jika Anda
berkunjung ke Semarang, jangan lewatkan kesempatan untuk mengunjungi kelenteng
bersejarah ini.

C. Kesimpulan

Sam Poo Kong merupakan sebuah petilasan atau bekas tempat persinggahan dan pendaratan
pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng
Ho.

Dalam buku Kelenteng-kelenteng Kuno Indonesia yang ditulis oleh Asti Kleinsteuber,
istilah kelenteng berasal dari suara lonceng yang terdengar ketika upacara sembahyang
diadakan dalam bangunan suci.

Menurut sejarawan Liem Thian Joe, pada tahun 1416, kapal Cheng Ho singgah di pantai
Simongan pada sebuah gua batu karena kapten Wang Jing Hong jatuh sakit dan
membutuhkan perawatan.

Pada tahun 1417, Wang membangun patung Laksamana Cheng Ho di dalam gua batu agar
penduduk setempat dapat mengingat dan memberikan penghormatan kepadanya.

Ketika gua batu runtuh akibat longsor besar pada tahun 1704, penduduk setempat
membangun gua baru di samping Makam Kapten Kapal dan hingga kini dikenal sebagai
Kelenteng Agung Sam Poo Kong.

Pada tahun 1965, Yayasan Sam Poo Kong didirikan oleh Thio Siong Thouw dan restorasi
mulai dilakukan pada Januari 2002 untuk mencegah banjir dan masalah lain yang mungkin
terjadi.

Terdapat lima bangunan dalam area Klenteng Sam Poo Kong yaitu Kelenteng Utama Sam
Poo Kong, Kelenteng pemujaan Dewa Bumi, Kelenteng makam Mbah Kyai Jurumudi,
Kelenteng Mbah Kyai Jangkar, Klenteng Mbah Kyai Tumpeng dan Mbah Kyai Curudik
Bumi.

Halaman | 7
Daftar Pustaka
Iftitah Nurul Lainy, Kelenteng Sam Poo Kong, Saksi Perjalanan Laksamana Cheng Ho
https://katadata.co.id/redaksi/berita/611b7ea316b30/kelenteng-sam-poo-kong-saksi-perjalanan-
laksamana-cheng-ho 21 Agustus 2021, 19:50

Ulfa Arieza, Kelenteng Sam Poo Kong Semarang: Sejarah, Tiket Masuk, dan Perayaan Imlek
https://travel.kompas.com/read/2022/01/30/170500427/kelenteng-sam-poo-kong-semarang-
sejarah-tiket-masuk-dan-perayaan-imlek Kompas.com - 30/01/2022, 17:05 WIB

Halaman | 8

Anda mungkin juga menyukai