Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Banda Aceh merupakan sebuah kota tua yang sangat erat kaitannya dengan sejarah-sejarah yang
gemilang pada masa Kerajaan Aceh Darussalam. Di masa kesultanan, Banda Aceh dikenal sebagai
Bandar Aceh Darussalam. Kota ini dibangun oleh Sultan Johan Syah pada hari Jumat, tanggal 1
Ramadhan 601 H (22 April 1205 M). Saat ini, Banda Aceh telah berusia 813 tahun. Cagar budaya
merupakan kekayaan bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah,ilmu
pengetahuan dan kebudayaan sehingga peninggalan-peninggalan masa lalu harus dilindungi
keberadaannya agar nilai yang terkandung di dalamnya dapat dirasakan oleh generasi selanjutnya.
Provinsi Aceh merupakan daerah yang kaya akan situs-situs budaya. Kemashyuran kerajaan Aceh
meninggalkan berbagai macam situs warisan. Situs cagar budaya, terutama makam sangat memiliki nilai
religiusitas yang tinggi dalam masyarakat Aceh. Situs tersebut juga dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai tempat melepaskan nazar (peulheuh ka-oe), memulai tarekat (tueng-Tarekat), memulai pengajian
(peuphon beut), mencari asal muasal sejarah masuknya Islam di Asia Tenggara. Selain itu, situs ini dapat
juga mendatangkan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat setempat.

1.2. Tujuan
1.2.1.Untuk mengetahui apa saja situs-situs Arkeolog di Aceh, Khususnya Banda Aceh
1.2.2.Apa saja keterkaitan situs-situs cagar budaya dengan ilmu Geologi.
1.2.3.Untuk mengetahui sejarah mengenai cagar budaya
1.3. Metode
Metode yang digunakan ialah metode langsung atau deskriptif menggunakan data kualitatif.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Taman Sari Gunongan

Tamansari Gunongan dibangun semasa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M).


Titik kordinat dari situs ini ialah 5°32'43.64"N 95°18'56.37"E. Gunongan sebagai tempat untuk
menghibur diri agar kerinduan sang permaisuri pada suasana pegunungan di tempat asalnya terpenuhi.
Gunongan ini dikenal sebagai gegunungan dari kata Melayu gunung dengan menambahkan akhiran ‘an’
yang melahirkan arti “bangunan seperti gunung” atau “simbol gunung”.

Selain Gunongan, terdapat setidaknya tiga struktur tersisa yang diduga berkaitan dengan taman
sultan. Adapun struktur yang dimaksud adalah kandang yang terletak di sebelah timurlaut Gunongan, batu
peterana berada di sebelah tenggara Gunongan, dan Pintu Khob yang saat ini terpisah dari kompleks
Gunongan berada di sebelah timurlaut kompleks ini.

Gunongan merupakan sebuah struktur berdenah segi sepuluh (dekagonal)1 berbahan bata, kapur,
pasir, dan batu. Struktur masif tersebut menghadap ke arah baratdaya. Bangunan secara vertikal memiliki
desain piramida. Dalam hal ini berarti denah bagian bawah lebih besar dan semakin mengecil pada bagian
atas. Bagian dasar bangunan ini berprofil sisi genta yang di atasnya dibingkai dengan pelipit persegi
sejumlah satu lapis. Pada masing-masing sudut dekagonalnya terdapat hiasan motif pucok reubong .
2.2. Taman Putroe Phang

Taman Putroe Phang dibangun pada abad ke-17. Titik kordinat situs ini ialah 5°32'47.80"N dan
95°19'3.42"E. Taman ini dibuat untuk sang permaisuri Sultan Iskandar Muda (1608-1636), bernama Putri
kamaliah atau Putroe Phang yang berarti Putri Pahang, yang berasal dari Pahang, Malaysia. Taman ini
dilewati oleh sungai daroy. Taman ini merupakan bagian dari taman sari gunongan. Di dalam taman ini
terdapat Pinto Khop yaitu gerbang kecil berbentuk kubah yang merupakan pintu yang menghubungkan
taman dengan istana. Pinto Khop ini merupakan tempat beristirahat Putri Phang, setelah lelah berenang,
letaknya tidak jauh dari Gunongan, di sanalah dayang-dayang membasuh rambut sang permaisuri. Di sana
juga terdapat kolam untuk sang permaisuri keramas dan mandi bunga.
2.3. Benteng Sultan Iskandar Muda

Situs Benteng Iskandar Muda adalah salah satu peninggalan Kerajaraan Aceh yang berada di desa
Beurandeh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Benteng ini di bangun pada abad 16 masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda  untuk melindungi  wilayah kekuasaannya dari serangan Belanda dan
Portugis

Untuk mencapai ke Benteng ini dengan menempuh jarak sekitar 30 Km dari Kota Banda Aceh atau
Ibukota Provinsi, benteng ini tidak begitu jauh dari  Pelabuhan Malahayati  hanya menempuh jarak
sekiktat 1 Km ke arah Utara.

Benteng Iskandar Muda berbentuk empat segi /bujur sangkar yang dibangun di pinggir sungai Krueng
Raya, struktur pondasi   terbuat dari batu kali berwarna hitam dan berpori-pori,  bahan perekat susunan
batuan menggunakan campuran lempung dan kapur. dinding luar dan dalam ditutup dengan plester dari
bahan campuran pasir, lempung dan karbonat. Benteng ini  terdiri dari tiga lapisan dinding yang bagian
terluar tampak lebih tinggi dibandingkan dua dinding bagian dalam,  bagian atas dan bawah dinding
benteng dan dalamnya berbentuk oyief, juga pada bagian tengah atas benteng terdapat pula dinding yang
diduga bekas ruangan.
2.4 . Kerkhof Peucut

Kerkhof Peucut dibangun pada 1893. Kerkoff Peucut merupakan tempat 2.200 lebih serdadu
Belanda dikuburkan. Titik kordinat situs ini adalah 5°32'50.67"N dan 95°18'52.29"E. Kerkhof menjadi
bukti perlawanan rakyat Aceh terhadap penjajah demi mempertahankan agama dan bangsa dengan gigih
dan berani. Perang yang dilakukan Belanda di Aceh adalah perang yang paling lama di Nusantara dan
paling banyak jatuh korban pada kedua belah pihak. Perang dimulai tahun 1873 dan berakhir pada 1942,
selama 69 tahun tiada hentinya Belanda berperang di Aceh.

Bangunan ini dibuat dari batu bata. Di atas pintu masuk tertulis Aan Onze Kameraden, Gevallen
op het van eer (Untuk Sahabat Kita yang Gugur di Medan Perang). Tulisan yang dipahat pada tugu atau
makam berbeda antara satu dengan yang lain; Sebagian dipahat pada batu granit, kemudian ditempelkan
pada makam, sebagian lagi langsung dipahat pada makam yang dibuat dari semen dan makam yang
dibuat dari batu granit langsung dipahat pada granit tersebut. Tulisan yang ada pada makam pada
umumnya dipahatkan pada bagian kepala. .
2.5. Benteng Indrapatra

Aceh tidak saja menyimpan sejarah tentang kejayaan peradaban Islam semasa Kesultanan Aceh
saja. Jauh sebelum Islam masuk ke dalam kehidupan masyarakat Aceh, agama Hindu telah terlebih
dahulu berkembang di masyarakat. Salah satu saksi bisu masa keemasan kerajaan Hindu di Aceh adalah
Benteng Indra Patra yang terletak di Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar.

Benteng Indra Patra terdiri dari sebuah benteng utama berukuran 4900 meter persegi dan tiga
benteng lain yang dua diantaranya telah hancur. Situs arkeologi ini didirikan sekitar tahun 604 M oleh
Putra Raja Harsya yang berkuasa di India, yang melarikan diri dari kejaran Bangsa Huna.

Beberapa bagian benteng memang masih memiliki motif bangunan berciri Pra-Islam. Hal ini
terlihat antara lain pada dua sumur di area benteng utama yang berbentuk menyerupai stupa.

Salah satu keunikan yang dimiliki benteng ini terletak pada susunan konstruksinya yang kokoh.
Kekokohan benteng ini terbentuk oleh struktur penyusunnya yang terbuat dari bongkahan batu gunung
yang saling merekat kuat satu sama lain dan adonan perekat tersebut dibuat dari campuran kapur,
tumbukan kulit kerang, tanah liat dan putih telur. Penggunaan putih telur sebagai perekat bangunan
seperti ini juga dapat kita temukan di beberapa bangunan kuno lain di Nusantara seperti Candi Borobudur
dan Prambanan.
2.6. Makam Tuan Di Kandang, dan Raja Raja

Gampong Pande merupakan titik nol Banda Aceh.  Wilayah ini merupakan Aceh Lhee Sagoe
(Aceh Tiga Segi) yaitu Indra Patra, Indra Puri dan Indra Purwa. Di daerah ini terdapat banyak situs. Di
Gampong Pande inilah terdapat sebuah makam Tuan Di Kandang, yang dipercaya oleh warga setempat
sebagai seorang ulama jujur.

Makam Tuan Di Kandang berada di tengah-tengah, sedangkan di sekelilingnya ada puluhan nisan
lainnya yang masih berdiri kokoh. Nisan-nisan tersebut terukir kaligrafi yang dituliskan lafaz Alquran,
seperti dua kalimah syahadat dan sejumlah ayat lainnya.

Sedikitnya ada lebih 1.000 makam berada di Gampong Pande. Karena Gampong Pande
merupakan pusat peradaban dan pusat kota kerajaan dulu.
2.7. Benteng Inong Balee

Benteng Inoeng Balee berada di Desa Lamreh Kecamatan Mesjid Raya. Letaknya sekitar 35
kilometer dari Kota Banda Aceh, dengan ketinggian 100 meter Di atas Permukaan Laut. Di tempat
tersebut saat ini masih bisa ditemukan sisa-sisa reruntuhan benteng yang pada masanya dikomandoi oleh
seorang perempuan bernaman Laksamana Malahayati. Reruntuhan itu berupa tembok yang membujur dan
pondasi berukuran sekitar 20 meter.

Benteng ini dibangun pada tahun 1599 oleh Malahayati, seorang perempuan pejuang Aceh, untuk
menampung tentara Inong Balee.

Menurut perkiraan benteng ini memiliki struktur persegi panjang berukuran sekitar 60 m x 40 m
dengan dinding batu melingkar setebal 2 meter dan tinggi 2,5 meter. Pada dinding terdapat lubang
setengah lingkaran yang langsung menghadap teluk. Saat ini terdapat sisa-sisa dinding barat dengan 4
loop, bagian dinding utara dan bagian fondasi struktur timur.Pada bagian utara-selatan tembok terdapat 4
lubang pengintai dengan 90 centi meter dan lebar 160 centi meter. Lubang tersebut menghadap kearah
Selat Malaka.
2.8. Makan Sultan Iskandar Muda

Makam Sultan Iskandar Muda Banda Aceh  terletak di Kelurahan Peniti, Kecamatan
Baiturrahman Kota Banda Aceh. Makam ini berada di Komplek Kandang Meue. Secara geografis berada
pada titik koordinat 5°32’50.6″N 95°19’15.2″E.

Sultan Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1607-1636. Dan Jejak
makamnya ditemukan kembali pada 19 Desember 1952 oleh Pocut Meurah, permaisuri Raja Aceh
terakhir Sultan Alaidin Muhammad Daudsyah. Makam ini dihilangkan tanpa jejak oleh Belanda untuk
memutus keterikatan masyarakat Aceh dengan sejarah puncak kejayaan mereka di masa Iskandar Muda.
Setelah hilang selama ratusan tahun, Makam Sultan Iskandar Muda yang telah berusia tiga abad akhirnya
berhasil ditemukan dan kemudian dipugar kembali.
2.9. Makam Putroe Ijo

Gampong Pande menyimpan banyak artefak dan peninggalan sejarah, seperti piring, cawan
keramik kuno, Selain makam Putroe Ijo, juga terdapat makam lainnya anggota-anggota keluarga
kesultanan Aceh Darussalam. Makam ini telah direposisi batu-batu nisannya pada tahun 2013 setelah
rusak berat akibat gempa dan tsunami Aceh 2004 lalu. Makam di sana sudah ada dari abad 16, sedangkan
penamaan komplek makam tersebut dengan Putroe Ijo baru muncul sekitar tahun 1970-1980.
2.10. Masjid Raya Baiturrahman

Masjid Raya Baiturrahman ini pertama kali dibangun oleh Sultan Iskandar Muda. Hampir 150
tahun lalu, Masjid Raya Baiturrahman, Aceh, sempat direbut dan dibakar oleh penjajah Belanda.
Tepatnya, 10 April 1873. Waktu berjalan, tepatnya 9 Oktober 1879 atau 141 tahun lalu (5 tahun
pascapembakaran), Belanda membangun kembali masjid. Pembangunan masjid menghabiskan dana
sekitar 203 ribu gulden. Pembiayaan itu lumayan besar karena bahan bangunan yang didatangkan dari
berbagai daerah. Sebagian materialnya, diketahui adalah marmer dari Cina, besi untuk jendela dari
Belgia, kayu dari Myanmar dan tiang penyangga dari Surabaya. Selain dari beberapa lainnya yang berasal
dari Pulau Penang.
Pada tahun 1935 M, Masjid Raya Baiturrahman ini diperluas bahagian kanan dan kirinya dengan
tambahan dua kubah. Dan terjadinya perluasan kembali. Perluasan ini bertambah dua kubah lagi dan dua
buah menara sebelah utara dan selatan. Dengan perluasan kedua ini Masjid Raya Baiturrahman
mempunyai lima kubah dan selesai dikerjakan dalam tahun 1967 M.
BAB III
KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan saya di 10 cagar budaya sejarah yang telah saya kunjungi, saya
menyimpulkan bahwa peninggalan-peninggalan yang ada di setiap lokasi cagar budaya telah saya
kunjungi khususnya bangunan-bangunan peninggalan sejarah seperti benteng dan perdagangan pada masa
lalu lebih dominan di pesisir pantai atau laut, ini bertujuan agar mempermudah mobilitas perdagangan
ataupun transportasi pada masa dulu, dan umumnya peninggalan benteng khusunya benteng Iskandar
Muda memiliki struktur pondasi   terbuat dari batu kali berwarna hitam dan berpori-pori,  bahan perekat
susunan batuan menggunakan campuran lempung dan kapur. dinding luar dan dalam ditutup dengan
plester dari bahan campuran pasir, lempung dan karbonat.
Dan juga dapat saya simpulkan peninggalan-peninggalan yang ada di setiap lokasi ialah sebagai
karya adi luhung pendahulu-pendahulu masyarakat Aceh, yang setiap peninggalan itu bisa berperan
membentuk mentalis bangsa Indonesia khususnya masyarakat Aceh yang berkarakter budaya. Oleh
karena itu, selayaknya kita menjaga dan menginformasikan kepada masyarakat tentang cagar budaya
sejarah di bumi Aceh, sehingga mereka terdorong untuk melestarikan benda ataupun peninggalan leluhur
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai