Anda di halaman 1dari 12

ARSITEKTUR KERATON JAWA MATARAM

1. JAGAD FITRIYA RAMAN DANTI (221412260)


2. CHARMELINA HELAKOMBO (221412256)
3. ELA LAELA WATI (221412271)
4. FEBRIANI F. D. SAWY (22141226I)
SEJARAH KOTA GEDHE

Sejarah Kotagede dapat ditelusuri dari kisah Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, pendiri
Kerajaan Pajang di Jawa Tengah.Pada sekitar pertengahan abad ke-16, Sultan Hadiwijaya
memiliki musuh Arya Penangsang dari Jipang.Arya Panangsang akhirnya dapat dikalahkan
oleh Ki Ageng Pemanahan. Atas jasanya, ia diberi hadiah oleh Sultan Hadiwijaya berupa
tanah perdikan di hutan Mentaok (sekarang Kotagede).Tanah tersebut merupakan bekas
daerah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno yang telah lama runtuh, hingga menjadi hutan
lebat. Setelah itu, Ki Ageng Pemanahan melakukan pembukaan lahan, atau yang disebut
dengan babat alas.Hutan Mentaok membentang dari timur laut hingga tenggara Yogyakarta
saat ini, meliputi wilayah Purwomartani, Banguntapan, hingga Kotagede.
KOTAGEDE
Saksi Bisu Berdirinya Kerajaan Mataram Islam (Abad ke-16)

Pada abad ke-8, wilayah Mataram (sekarang disebut Jogja/Yogyakarta) merupakan pusat Kerajaan
Mataram Hindu yang menguasai seluruh Pulau Jawa. Kerajaan ini memiliki kemakmuran dan peradaban
yang luar biasa sehingga mampu membangun Candi dengan arsitektur yang megah, seperti Candi
Prambanan dan Candi Borobudur. Namun pada abad ke-10, entah kenapa kerajaan tersebut
memindahkan pusat pemerintahannya ke wilayah Jawa Timur. Rakyatnya berbondong-bondong
meninggalkan Mataram dan lambat laun wilayah ini kembali menjadi hutan lebat.
Enam abad kemudian Pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Kesultanan Pajang yang berpusat di Jawa
Tengah. Sultan Hadiwijaya yang berkuasa saat itu menghadiahkan Alas Mentaok (alas = hutan) yang
luas kepada Ki Gede Pemanahan atas keberhasilannya menaklukkan musuh kerajaan. Ki Gede
Pemanahan beserta keluarga dan pengikutnya lalu pindah ke Alas Mentaok, sebuah hutan yang
sebenarnya merupakan bekas Kerajaan Mataram Hindu dahulu.
 Desa kecil yang didirikan Ki Gede Pemanahan di hutan itu mulai makmur. Setelah Ki Gede
Pemanahan wafat, beliau digantikan oleh putranya yang bergelar Senapati Ingalaga. Di bawah
kepemimpinan Senapati yang bijaksana desa itu tumbuh menjadi kota yang semakin ramai dan
makmur, hingga disebut Kotagede (=kota besar). Senapati lalu membangun benteng dalam
(cepuri) yang mengelilingi kraton dan benteng luar (baluwarti) yang mengelilingi wilayah kota
seluas kurang lebih 200 ha. Sisi luar kedua benteng ini juga dilengkapi dengan parit pertahanan
yang lebar seperti sungai.
 Sementara itu, di Kesultanan Pajang terjadi perebutan takhta setelah Sultan Hadiwijaya wafat.
Putra mahkota yang bernama Pangeran Benawa disingkirkan oleh Arya Pangiri. Pangeran
Benawa lalu meminta bantuan Senapati karena pemerintahan Arya Pangiri dinilai tidak adil dan
merugikan rakyat Pajang. Perang pun terjadi. Arya Pangiri berhasil ditaklukkan namun nyawanya
diampuni oleh Senapati. Pangeran Benawa lalu menawarkan takhta Pajang kepada Senapati
namun ditolak dengan halus. Setahun kemudian Pangeran Benawa wafat namun ia sempat
berpesan agar Pajang dipimpin oleh Senapati. Sejak itu Senapati menjadi raja pertama Mataram
Islam bergelar Panembahan. Beliau tidak mau memakai gelar Sultan untuk menghormati Sultan
Hadiwijaya dan Pangeran Benawa. Istana pemerintahannya terletak di Kotagede.
 Selanjutnya Panembahan Senapati memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam
hingga ke Pati, Madiun, Kediri, dan Pasuruan. Panembahan Senapati wafat pada tahun 1601 dan
dimakamkan di Kotagede berdekatan dengan makam ayahnya. Kerajaan Mataram Islam
kemudian menguasai hampir seluruh Pulau Jawa (kecuali Banten dan Batavia) dan mencapai
puncak kejayaannya di bawah pimpinan raja ke-3, yaitu Sultan Agung (cucu Panembahan
Senapati). Pada tahun 1613, Sultan Agung memindahkan pusat kerajaan ke Karta (dekat Plered)
dan berakhirlah era Kotagede sebagai pusat kerajaan Mataram Islam.
 PENINGGALAN SEJARAH
 Dalam perkembangan selanjutnya Kotagede tetap ramai meskipun sudah tidak lagi menjadi ibukota
kerajaan. Berbagai peninggalan sejarah seperti makam para pendiri kerajaan, Masjid Kotagede,
rumah-rumah tradisional dengan arsitektur Jawa yang khas, toponim perkampungan yang masih
menggunakan tata kota jaman dahulu, hingga reruntuhan benteng bisa ditemukan di Kotagede.

• Pasar Kotagede
• Tata kota kerajaan Jawa biasanya menempatkan kraton, alun-alun dan pasar dalam poros selatan -
utara. Kitab Nagarakertagama yang ditulis pada masa Kerajaan Majapahit (abad ke-14)
menyebutkan bahwa pola ini sudah digunakan pada masa itu. Pasar tradisional yang sudah ada sejak
jaman Panembahan Senopati masih aktif hingga kini. Setiap pagi legi dalam kalender Jawa, penjual,
pembeli, dan barang dagangan tumpah ruah di pasar ini. Bangunannya memang sudah direhabilitasi,
namun posisinya tidak berubah. Bila ingin berkelana di Kotagede, Anda bisa memulainya dari pasar
ini lalu berjalan kaki ke arah selatan menuju makam, reruntuhan benteng dalam, dan beringin
kurung.
 Kompleks Makam Pendiri Kerajaan

 Berjalan 100 meter ke arah selatan dari Pasar Kotagede, kita akan menemukan kompleks makam
para pendiri kerajaan Mataram Islam yang dikelilingi tembok yang tinggi dan kokoh. Gapura ke
kompleks makam ini memiliki ciri arsitektur Hindu. Setiap gapura memiliki pintu kayu yang
tebal dan dihiasi ukiran yang indah. Beberapa abdi dalem berbusana adat Jawa menjaga
kompleks ini 24 jam sehari.
 Kita akan melewati 3 gapura sebelum sampai ke gapura terakhir yang menuju bangunan makam.
Untuk masuk ke dalam makam, kita harus mengenakan busana adat Jawa (bisa disewa di sana).
Pengunjung hanya diperbolehkan masuk ke dalam makam pada Hari Minggu, Senin, Kamis, dan
Jumat pukul 08.00 - 16.00 WIB. Untuk menjaga kehormatan para pendiri Kerajaan Mataram
yang dimakamkan di sini, pengunjung dilarang memotret / membawa kamera dan mengenakan
perhiasan emas di dalam bangunan makam. Tokoh-tokoh penting yang dimakamkan di sini
meliputi: Sultan Hadiwiijaya, Ki Gede Pemanahan, Panembahan Senopati, dan keluarganya.
 Masjid Kotagede
 Berkelana ke Kotagede tidak akan lengkap jika tidak berkunjung ke Masjid Kotagede, masjid
tertua di Yogyakarta yang masih berada di kompleks makam. Setelah itu tak ada salahnya untuk
berjalan kaki menyusuri lorong sempit di balik tembok yang mengelilingi kompleks makam
untuk melihat arsitekturnya secara utuh dan kehidupan sehari-hari masyarakat Kotagede.
 Rumah Tradisional
 Persis di seberang jalan dari depan kompleks makam, kita bisa melihat sebuah rumah tradisional
Jawa. Namun bila mau berjalan 50 meter ke arah selatan, kita akan melihat sebuah gapura
tembok dengan rongga yang rendah dan plakat yang yang bertuliskan "cagar budaya". Masuklah
ke dalam, di sana Anda akan melihat rumah-rumah tradisional Kotagede yang masih terawat baik
dan benar-benar berfungsi sebagai rumah tinggal.
 Berjalan ke selatan sedikit lagi, Anda akan melihat 3 Pohon Beringin berada tepat di tengah jalan.
Di tengahnya ada bangunan kecil yang menyimpan "watu gilang", sebuah batu hitam berbentuk
bujur sangkarITA MOVENTUR MUNDU S - AINSI VA LE MONDE - Z00 GAAT DE
WERELD - COSI VAN IL MONDO. Di luar lingkaran itu terdapat tulisan AD ATERN AM
MEMORIAM INFELICS - IN FORTUNA CONSOERTES DIGNI VALETE QUIDSTPERIS
INSANI VIDETE IGNARI ET RIDETE, CONTEMNITE VOS CONSTEMTU - IGM (In
Glorium Maximam). Entah apa maksudnya, barangkali Anda bisa mengartikannya untuk kami?
 Dalam bangunan itu juga terdapat "watu cantheng", tiga bola yang terbuat dari batu berwarna
kekuning-kuningan. Masyarakat setempat menduga bahwa "bola" batu itu adalah mainan putra
Panembahan Senapati. Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa benda itu sebenarnya
merupakan peluru meriam kuno.

 Reruntuhan Benteng
 Panembahan Senopati membangun benteng dalam (cepuri) lengkap dengan parit pertahanan di
sekeliling kraton, luasnya kira-kira 400 x 400 meter. Reruntuhan benteng yang asli masih bisa
dilihat di pojok barat daya dan tenggara. Temboknya setebal 4 kaki terbuat dari balok batu
berukuran besar. Sedangkan sisa parit pertahanan bisa dilihat di sisi timur, selatan, dan barat.
Makam Pendiri Kerajaan

Pasar Kotagede
Reruntuhan Benteng

Masjid Kotagede
 SUMBER
 https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/pilgrimage-sites/kotagede/
https://www.kompas.com/stori/read/
2022/04/19/100000179/sejarah-kotagede-ibu-kota-
kerajaan-mataram-islam-yang-pertama?page=all

Anda mungkin juga menyukai