Anda di halaman 1dari 141

Perkembangan Pendidikan Keperawatan di Indonesia

Dosen Pengampu : Ns. Cipto Susilo,S.Kep.,M.Kep

Oleh :

1. Dewi Yulita Sari(1911011009)


2. Sofiana Jamilia (1911011017)
3. Elisa Hariyanti ( 1911011021)
4. Siti Nadifah (1911011030)
5. Holila Qurrotul A (1911011037)
6. Mohammad Wafi R (1911011039)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Tidak lupa juga sholawat serta salam kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW yang menjadi tauladan dalam menuntut ilmu.

Adapun maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah “ Konsep Dasar Keperawatan 2 “yang kami susun dalam bentuk
kajian ilmiah dengan judul “ Perkembangan Pendidikan Keperawatan di
Indonesia“dan dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa
mengucapkan terimakasih kepada Ns. Cipto Susilo.S.Kep.M.Kep sebagai Dosen
Pengampu Konsep Dasar Keperawatan 2 Prodi S-1 Ilmu Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jember.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah


ini.Oleh karena itu, kami sangat senang dan terbuka untuk menerima kritik dan
saran untuk perbaikan makalah ini.

Jember, 23 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

1.1 Latar Belakang................................................................................ 1


1.2 Tujuan ............................................................................................ 2
1.3 Rumusan Masalah........................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................

2.1 Perkembangan Pendidikan Keperawatan Indonesia....................... 3

2.2 Perawat Sebagai Tenaga Profesional.............................................. 6

2.3 Kondisi Keperawatan Di Indonesia................................................ 9

2.4 Tantangan Keperawatan Di Indonesia............................................ 12

2.5 Trend Keperawatan Sekarang Dan Masa Depan............................ 15

BAB III PENUTUP.........................................................................................

3.1 Kesimpulan..................................................................................... 18

3.2 Saran............................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Program studi ilmu keperawatan menjadi fakultas ilmu keperawatan pertama


di Indonesia pada tahun 1955, namun cita-cita besar keperawatan Indonesia untuk
menjadi professional masih harus melalui jalan panjang ke depan. Berbagai cara
dan upaya telah dilakukan mulai dari merumuskan undang-undang sampai kepada
standarisasi kualitas lulusan melalui uji kompetensi. Undang-undang keperawatan
tahun 2014 menyebutkan bahwa perawat adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui
oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Disebutkan lebih lanjut bahwa yang dimaksudkan dengan pendidikan tinggi
keperawatan terbagi atas 3, yakni pendidikan vokasi, akademik, dan profesi
keperawatan (Republik Indonesia, 2014).

Dalam perkembangannya, pendidikan keperawatan telah mengalami pasang


surut, jenjang pendidikan yang semula hanya setingkat SMK, kini telah sampai
pada jenjang tertinggi yaitu doctoral, sampai adanya 9 guru besar di dunia
keperawatan Indonesia saat ini. Keinginan profesi keperawatan untuk
menstandarisasi level pendidikan setara “ners” sebagai standar minimal perawat
Indonesia masih terganjal berbagai hal dewasa ini, berbagai kepentingan hingga
peraturan yang berlaku menjadi salah satu halangan yang muncul. Faktor lain
dikarenakan lulusan perawat dan pendidikan keperawatan yang tersedia di
Indonesia sebagian besar adalah setara vokasi/diploma III.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan 2
1.2.2 Memahami bagaimana perkembangan pendidikan di Indonesia
1.2.3 Sebagai referensi dalam menjalakan pendidikan keperawatan
1.2.4 Sebagai referensi untuk mempertahakan agar pendidikan keperawatan di
Indonesia tetap maju

1.3 Rumusan Masalah


1.3.1 Bagaimana perkembangan pendidikan keperawatan di Indonesia?
1.3.2 Apa saja tantangan keperawatan di Indonesia?
1.3.3 Apa saja keterbatasan yang ada dalam pendidikan keperawatan di
Indonesia?

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Pendidikan Keperawatan Indonesia

Perjuangan panjang para tokoh keperawatan telah berhasil melahirkan


hukum tertulis yang mengakui keperawatan sebagai sebuah pofesi dengan
diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014
tentang Keperawatan pada tanggal 17 Oktober 2014 oleh Presiden Republik
Indonesia. Republic Indonesia menunjukkan bahwa undang-undang terdiri dari 66
pasal. Jenjang pendidikan keperawatan diatur dalam pasal 5-8, dimana pendidikan
keperawatan dibagi menjadi 3 yaitu pendidikan vokasi (D III Keperawatan),
pendidikan akademik (Sarjana, Magister, dan Doktoral Keperawatan), dan
pendidikan profesi (ners dan spesialis).

Pendidikan Keperawatan dapat ditempuh oleh siswa yang telah lulus


SMA, baik D III maupun S1 Keperawatan. Setelah lulus S1, mahasiswa wajib
melanjutkan program Ners. Pemerintah kemudian mewajibkan lulusan D III dan
Ners lulus uji kompetensi bagi lulusan diatas sebagai mendapatkan STR. STR
merupakan lisensi seorang perawat dapar merawat pasien secara resmi. Untuk
program S2, peminatan manajemen keperawatan merupakan satu-satunya
program S2 yang tidak mengharuskan mengikuti program spesialis dan bisa
langsung melanjutkan ke program doctoral.

Sejak tahun 1999 Universitas Indonesia telah membuka program S2


dengan 6 peminatan yaitu Manajemen Keperawatan, Keperawatan Anak,
Keperawatan Medikal Bedal, Keperawatan Maternitas, Keperaatan Komunitas,
dan Keperawatan Jiwa (FIK UI, 2018). Adapun kampus yang telah membuka
prodi S2 Keperawatan sebanya 17 kampus ( BAN-PT, 2019). Pada tahun 2019
Universitas Muhammadiyah Jakarta telah memberikan izin dari kemenristek
untuk membuka program spesialis keperawatan medical bedah dan keperawatan
komunitas (FIK UMJ, 2019).

3
Program Doktor keperawatan mulai berkembang setelah Universitas
Indonesia mengadakan program studi doctor keperawatan pada tahun 2008,
menyusul kemudian Universitas Airlangga yang membuka program doctor
keperawatan angkatan pertama di tahun 2018 (FK Unair, 2019). Adapun seluruh
spesialis dan doctor keperawatan di Indonesia masih berasal Universitas
Indonesia. Berikut akan diuraikan perkembangan pendidikan keperawatan di
Indonesia :

1. Pendidikan keperawatan dimulai sebagai Pembantu Orang Sakit (POS),


kemudian ada lagi Penjenang Kesehatan (PK). Pendidikan keperawatan ini
menerima yang berlatar pendidikan SMP. Pendidikannya ditempuh selama
dua tahun (SMP + 2 tahun). Selanjutnya harus menempuh 1 tahun lagi
untuk disetarakan menjadi SPK, yang disebut Program Suplementary.
2. Sehubungan berjalannya waktu dan tuntutatn masyarakat akan pelayanan
keperawatan yang semakin membaik, maka pendidikan keperawatan
ditingkatkan menjadi 3 tahun lama studi setelah SMP yang dinamakan
Sekolah Pengatur Rawat (SPR) yang selanjutnya diganti menjadi Sekolah
Perawat Kesehatan (SPK).
3. Program Pendidikan Jenjang Diploma III Keperawatan
Program ini dapat diikuti oleh :
a. Lulusan SLTA, dengan lama studi minimal 6 semester dan maksimal
10 semester
b. Lulusan SPK yang bekerja di Rumah Sakit (Program Khusus), dengan
lama studi minimal 4 semester dan maksimal 8 semester
c. Lulusan SPK yang bekerja di Puskesmas (Program khusus), dengan
lama studi minimal 5 semester dan maksimal 10 semester
d. Lulusan SPK dengan masa kerja 0 tahun, akan menempuh masa studi
minimal 6 semester dan maksimal 10 semester. Lulusan D III
Keperawatan ini disebut Ahli Madya Keperawatan dan tidak memiliki
gelar.

4
4. Program Pendidikan Diploma IV Keperawatan
Program Pendidikan Diploma IV Keperawatan yang pernah dilaksanakan
adalah Program Diploma IV Perawat Pendidik. Program ini
diselenggarakan sesuai kebutuhan masyarakat. Program Diploma IV
perawat pendidik ini pendidikannya lebih bersifat kemahiran pada suatu
bidang peminatan keperawatan, misalnya D IV Perawat Pendidik
Keperawatan Anak, Keperawatan Maternitas, dan Keperawatan Medikal
Bedah. Peserta didik berlatar belakang D III Keperawatan dan menempuh
studi selama 2 semester (1 tahun). Bagi lulusan Program D IV Perawat
Pendidik ini mempunyai gelar SST (Sarjana Saint Terapan) sesuai PP 60
tahun 2000 Pendidikan Nasional.
5. Program Pendidikan Sarjana Keperawatan
Program Pendidikan perawat professional adalah program pendidikan
sarjana keperawatan dengan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) yang
ditempuh minimal 8 semester bagi lulusan SMU dan 3 semester bagi
lulusan yang berlatar belakang pendidikan D III Keperawatan.
Selanjutnya diteruskan dengan Tahapan Profesi yaitu praktek keperawatan
professional selama 2 semester (1 tahun) baik bagi lulusan SMU maupun
lulusan D III Keperawatan. Program profesi ini yang nantinya dikelola
oleh Organisasi profesi yang sementara ini didelegasikan pada institusi
pendidikan untuk pelaksanaannya. Gelar mahasiswa setelah
menyelesaikan program Akademik (S.Kep) yaitu Ners (Ns.).
6. Program Pendidikan Pasca Sarjana Keperawatan
Program pendidikan pasca sarjana keperawatan ini terbagi 2, yaitu :
a. Pasca Sarjana Akademik (Manajemen)
Lulusan program ini diharapkan mampu memenuhi tuntutan sebagai
Ners kosultan dan peneliti. Program pasca sarjana ini dilaksanakan
dengan lama studi 4 semester (2 tahun). Lulusan program ini mendapat
gelar Master Keperawatan (M.Kep).

5
b. Program Spesialis Keperawatan
Program pendidikan spesialis keperawatan ini menekankan pada
pengembangan pengetahuan dan ketrampilan professional hanya pada
salah satu disiplin ilmu keperawatan.
7. Program Doktor Keperawatan
Program Doktor baru diselenggarakan di Universitas Indonesia, dengan
masa studi tiga tahun, dengan gelar Doktor (DR.).

2.2 Perawat Sebagai Tenaga Profesional

Terdapat berbagai pemahaman tentang perawat profesional. Menurut


lokakarya nasional Persatuan Perawat Nasional lndonesia (PPNI) tahun 1983,
perawat profesional adalah tenaga keperawatan yang berasal dari jenjang
pendidikan tinggi keperawatan (ahli madya, ners, ners spesialis, ners konsultan).
Adapun ruang lingkup peran perawat profesional tersebut adalah: (1) Pelaksana
pelayanan keperawatan; (2) Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi
pendidikan, pendidikan dalam keperawatan; (3) Pendidik dalam keperawatan, dan
4) Peneliti dan pengembang keperawatan.

Keperawatan sebagai suatu profesi menurut Lindberg, Hunter dan Kruszeweski,


Leddy dan Pepper, serta Berger dan Williams, memiliki karakteristik sebagai
berikut:

1. Kelompok pengetahuan yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan


masalah dalam tatanan praktik keperawatan.

2. Kemampuan memberikan pelayanan yang unik kepada masyarakat. Fungsi unik


perawat adalah memberikan bantuan kepada seseorang dalam melakukan kegiatan
untuk menunjang kesehatan dan penyembuhan serta membantu kemandirian klien.

3. Pendidikan yang memenuhi standar dan diselenggarakan di perguruan tinggi


atau universitas.

6
4. Pengendalian. terhadap standar praktik. Standar praktik keperawatan
menekankan kepada tanggung jawab dan tanggung gugat perawat untuk
memenuhi standar yang telah ditetapkan yang bertujuan melindungi masyarakat
maupun perawat. Perawat bekerja tidak di bawah pengawasan dan pengendalian
profesi lain.

5. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukan.


Tanggung gugat berarti perawat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang
diberikan kepada klien. Tanggung gugat mengandung aspek legal terhadap
kelompok sejawat, atasan, dan konsumen. Konsep tanggung gugat mempunyai
dua implikasi yaitu tanggung jawab terhadap konsekuensi dari tindakan yang
dilakukan dan juga menerima tanggung jawab dengan tidak melakukan tindakan
pada situasi tertentu.

6. Karir seumur hidup. Dibedakan dengan tugas/job yang merupakan bagian dari
pekerjaan rutin. Perawat bekerja sebagai tenaga penuh yang dibekali dengan
pendidikan dan keterampilan yang menjadi pilihannya sendiri sepanjang hayat.

7. Fungsi mandiri. Perawat memiliki kewenangan penuh melakukan asuhan


keperawatan. Kalaupun kadang kala melakukan kegiatan kolaborasi dengan
profesi lain, itu semua dilakukan atas dasar kebutuhan klien bukan sebagai
ekstensi intervensi profesi lain.

Menurut Gary dan Pratt, serta Kazier Erb dan Wilkinson, seseorang dikatakan
profesional apabila memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Konsep misi yang terbuka terhadap perubahan.

2. Penguasaan dan penggunaan pengetahuan teoritis.

3. Kemampuanmenyelesaikan masalah.

4. Pengembangan diri secara berkesinambungan.

5. Pendidikan formal.

7
6. Sistem pengesahan terhadap kompetensi.

7. Penguatan secara legal terhadap standar profesional.

8. Praktik berdasarkan etlk.

9. Hukum terhadap malpraktik.

10. Penerimaan dan pelayanan pada masyarakat.

11. Perbedaan peran antara pekerja profesional dengan pekerjaan lain dan
membolehkan praktik yang otonomi.

Terlepas dari beragamnya pemahaman tentang perawat profesional, proses


profesionalisasi merupakan suatu proses pengakuan terhadap sesuatu yang
dirasakan, dinilai dan diterima secara spontan oleh masyarakat. Profesi
Keperawatan merupakan profesi yang sudah mendapatkan pengakuan dari profesi
lain. Untuk itu, profesi keperawatan dituntut untuk mengembangkan dirinya guna
berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia agar
keberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat. Untuk mewujudkan
pengakuan tersebut, profesionalisme keperawatan harus dibangun berdasarkan
tiga pondasi.s Pondasi pertama, evidence based yattu keperawatan harus memiliki
keilmuan dan hasil-hasil penelitian yang kuat. Hal ini yang membedakan body of
knowledge keperawatan dengan profesi lain, khususnya ilmu kedokteran.
Membangun ilmu keperawatan membutuhkan waktu panjang dan harus berbasis
perguruan tinggi/universitas. Karena itu peletakan pondasi perubahan pendidikan
bukan hanya pendidikan vokasi semata, tetapi juga lebih diarahkan pada
pendidikan akademik (sarjana, magister, dan doktoral) dan pendidikan profesi
(ners, spesialis, dan konsultan). Kedua, quality of practice. Pondasi ilmu yang
kuat dan hasil-hasil penelitian yang dimiliki oleh perawat akan meningkatkan
kompetensi, kemampuan berpikir kritis, kemampuan mengambil keputusan yang
tepat dan kepercayaan diri yang baik dalam praktik dan berinteraksi dengan
profesi lain.

8
Kualitas praktik juga harus didukung oleh berbagai kebijakan, regulasi dan
peraturan-peraturan yang sinergi antara pemerintah, institusi pendidikan, institusi
pelayanan dan organisasi profesi. Ketiga, patient sofety. Masyarakat yang
dilayanioleh perawat akan memperoleh tingkat keamanan yang tinggi karena
kualitas praktik. Untuk itu diperlukan adanya sistem pendidikan yang efektif,
standar praktik keperawatan, kode etik keperawatan, sertifikasi perawat, kejelasan
regulasi keperawatan. Seorang perawat profesional dalam melaksanakan
pelayanan asuhan keperawatan wajib menggunakan metodologi proses
keperawatan yang berpedoman pada standar keparawatan,dan dilandasi oleh etik
dan etika keperawatan dalam lingkup kewenangan serta tanggung jawabnya.
Selain itu sebelum melaksanakan praktik asuhan keperawatan, seorang perawat
wa`jib memiliki sertifikat kompetensi, tanda registrasi, dan ijin praktik
keperawatan (lisensi).

2.3 Kondisi Keperawatan di Indonesia

Berdasarkan catatan sejarah, keberadaan perawat di lndonesia diperkirakan


bermula pada awal abad ke 19. Saat itu keberadaan perawat dikarenakan upaya
tenaga medis untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik, sehingga
diperlukan tenaga yang dapat membantunya. Tenaga tersebut dididik menjadi
seorang perawat melalui pendidikan magang yang berorientasi pada penyakit dan
cara pengobatannya. Sejak saat itu dikembangkan berbagai pendidikan
kekhususan paramedis diantaranya pendidikan untuk menjadi mantri cacar, tenaga
perawat berijazah Eropa, tenaga perawat berijazah Hindia-Belanda dan
pendidikan mantri malaria. Pendidikan perawat Indonesia telah di mulai sejak
tahun 1800-an di sebuah rumah sakit di Batavia yang sekarang dikenal dengan
Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta. Pada tahun 1953 dibuka Sekolah Pengatur
Rawat (SPR) dengan latar belakang sekolah menengah pertama dan lama
pendidikan 3 tahun yang dibuka di 3 wilayah yaitu Jakarta, Bandung dan
Surabaya.

9
Tahun 1955, dibuka Sekolah Djuru Kesehatan (SDK) dengan latar
belakang pendidikan dasar (sekolah Rakyat) ditambah satu tahun. Pada masa ini
nampak bahwa perkembangan keperawatan masih sangat tertinggal sehingga pada
tahun 1950-an dikenal berbagaijenis tenaga perawat sampai lebih dari 20 jenis.
Pendidikan keperawatan berbasis rumah sakit lebih ditujukan kepada pemenuhan
kebutuhan rumah sakit setempat, mereka bekerja dibawah supervisi tenaga
kesehatan lainya. Karena landasan keilmuan yang kurang kokoh maka pelayanan
yang diberikan lebih bersifat suplementer dan menjadi tenaga yang kurang
akuntabel. Situasi tersebut mendorong Departemen Kesehatan mengembangkan
pendidikan keperawatan yang lebih sesuai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
dengan didirikannya Akademi Keperawatan di lingkungan Rumah Sakit
Ciptomangunkusumo Jakarta pada tahun L962 (yang dulu dikenal dengan nama
Centraol Burgerlijke Ziekenkhuis, CBZ) dengan latar belakang pendidikan
sekolah menengah atas di tambah dengan pendidikan keperawatan 3 tahun.1l Pada
tahun L972, dideklarasikan wadah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
sebagai wadah organisasi profesi, dimana para perawat sudah mulai menyadari
pentingnya organisasi profesi bagi pengembangan keperawatan. Tahun 1983
PPNI melalui Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta bertekad dan sepekat
menyatakan bahwa keperawatan adalah suatu bidang keprofesian dan pendidikan
keperawatan berada pada pendidikan tinggi. Perkembangan profesionalisme
keperawatan di lndonesia berjalan seiring dengan perkembangan pendidikan
keperawatan yang ada di Indonesia. Pengakuan perawatan profesional pemula
adalah bagi mereka yang berlatar belakang pendidikan Diploma lll Keperawatan.
Program ini menghasilkan perawat generalis sebagai perawat profesional pemula,
dikembangkan dengan landasan keilmuan yang cukup dan landasan profesional
yang kokoh. Perkembangan pendidikan keperawatan dalam rangka menuju
tingkat keprofesionalitasan tidak cukup sampai di tingkat diploma saja, diilhami
keinginan dari profesi keperawatan untuk terus mengembangkan pendidikan maka
berdirilah Program Sarjana llmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
lndonesia (PSIK FK Ul) pada tahun 1985.

10
Selanjutnya pada tahun 1999, didirikan program pascasarjana Fakultas llmu
Keperawatan Ul. Keperawatan saat ini juga terbagi menjadi beberapa fokus
bidang yaitu, keperawatan jiwa, keperawatan medikal bedah, keperawatan
maternitas, keperawatan komunitas, dan keperawatan anak, setidaknya itulah yang
berkembang di keperawatan lndonesia. Pembagian ini dapat kita ambil sebagai
salah satu contoh yang menegaskan bahwa peran perawat sangatlah luas dan
mencakup seluruh daur hidup manusia dari masa fetus (janin) hingga masa
terminal (menjelang kematian). Pendidikan Keperawatan merupakan institusi
yang memiliki peranan besar dalam mengembangkan dan menciptakan proses
profesionalisasi para tenaga keperawatan. Pendidikan keperawatan mampu
memberikan bentuk dan corak tenaga yang pada gilirannya memiliki tingkat
kemampuan dan mampu menfasilitasi pembentukan komunitas keperawatan
dalam memberikan suara dan sumbangsih bagi profesi dan masyarakat. Sejak
tahun 1990-an pendidikan keperawatan di Indonesia telah selangkah lebih baik
daripada periode sebelumnya. lni ditunjukkan dengan data yang saat ini komposisi
perawat terbanyak adalah SPK (60%), diikuti oleh diploma (39o/ol dan sarjana
keperawatan (L%1. Sebagai perawat umum mereka memiliki izin untuk bekerja di
rumah sakit atau berbagai pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat.l2 Namun
demikian, pengaturan mengenai pendirian dan penyelenggaraan pendidikan
keperawatan masih saja belum tegas dan jelas, sehingga banyak sekali berdiri
institusi pendidikan keperawatan yang kualitasnya masih diragukan. Sebagai
contoh, sejak tahun 1982 sebenarnya telah dilakukan phasing out terhadap lulusan
Sekolah Perawat Kesehatan/ SPK (SMP + 3 tahun) dan dikonversikan menjadi
pendidikan jenjang Dlll keperawatan. Namun realitanya bermunculan Sekolah
Menengak Kejuruan (SMK) khusus keperawatan. Hal ini mengingkari dihapusnya
SPK. Tugas dari lulusan SMK hanya pada tataran membantu tugas asuhan
keperawatan. Saat ini bahkan jumlah SMK semakin banyak. Di beberapa wilayah
bahkan seolah mendapatkan perijinan dari Dinas Kesehatan dan Bupati setempat,
terbukti dengan dihadirinya salah satu acara wisuda lulusan SMK.

11
2.4 Tantangan Keperawatan Indonesia

Dalam pendidikan keperawatan di Indonesia sejatinya sudah mengalami


perkembangan yang cukup pesat, mulai dari awalnya hanya berfungsi sebagai
pembantu tenaga medis dengan gelar setara sekolah menengah atas hingga sampai
akhirnya pada tahun 2008 telah dibuka program doktor keperawatan, namun
sistem pendidikan keperawatan yang ada di Indonesia masih belum optimal.
Undang – undang keperawatan telah dengan jelas mengamanatkan kepada
perawat bahwa yang disebut sebagai perawat adalah mereka yang resmi lulus dari
pendidikan tinggi keperawatan dengan gelar minimal diploma III (DIII)
keperawatan. Hal ini menjadi peringatan bagi para perawat lulusan SPK yang
masih berpraktik untuk upgrade ke pendidikan yang lebih tiggi lagi. Dan pada
tahun 2016 Dinas Kemenkes menjelaskan bahwa masih ada 15.347 lulusan SPK
yang masih aktif bekerja sebagai perawat. Hal ini bertentangan dengan undang-
undang keperawatan yang sudah ada, dan dapat menjadi hambatan bagi
pengembangan profesionalisme perawat dimata masyarakat dan temaga kesehatan
lainnya.Dan adapun Surat Tanda Registrasi (STR) perawat merupakan salah satu
bukti legal lain yang menunjukkan bahwa profesi keperawatan ini bersifat
professional. PPNI giat melakukan sosialisasi bahwa perawat yang melakukan
praktik wajib memiliki STR bai di RS maupun mandiri wajib memiliki STR.
Untuk menjadi lampu hijau dan pengakuan profesional dikalangan masyarakat
nanti. Dan untuk perawat lulusan Diploma (D III) agar terus melanjutkan ke
pendidikan ners dimana sebagian besar masalah yang muncul adalah sudah
terpatrinya para perawat tersebut di zona nyaman dalam duni pekerjaan.

Perawat diploma ini lupa bahwa sejak 2015 telah berlaku kesepakatan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang memberi kesempatan besar bagi
perawat dari Negara-negara di ASEAN untuk masuk kerja di Indonesia, hal ini
termasuk dalam pasa yang sudah ada pada pasal 25 UU keperawatan yang
berbunyi bahwa asing dapat berpraktik dan bekerja di Indonesia atas pengguna
atau klien.

12
Hal ini terjadi karena masih banyaknya perawat ners yang tidak dapat
membedakan antara pekerjaan seorang ners dengan perawat diploma menjadi
salah satu kasus nyata kegagalan institusi pendidikan dalam menanamkan kualitas
dan kapasitas seorang ners pada lulusannya. Kualifikasi seorang ners adalah
mampu untuk merencanakan, mengelola, mengevaluasi dan mengembangkan
sumber daya yang berada di bawahnya, dan mampu memecahkan permasalahan
melalui pendekatan evidence based practice, dan mampu melakukan riset dan
keputusan strategis dengan tanggung jawab penuh atas seluruh aspek yang berada
di bawah wewenangnya (Republik Indonesia, 2014). AIPNI juga menambahkan
bahwa kapasitas seorang ners adalah menjadi case manager dan advokat bagi
pasiennya berdasarkan basis pendidikan yang dimiliki serta mampu
mengembangkan ilmu keperawatan melalui riset – riset yang dilakukan (AIPNI,
2011).

Dan masih rendahnya kualitas ners lulusan Indonesia khususnya ketika


masuk ke dalam dunia kerja baik di rumah sakit maupun klinik perlu menjadi
perhatian bagi institusi pendidikan serta organisasi profesi, niat untuk
meningkatkan batas minimal profesi keperawatan adalah setingkat ners
mendapatkan tantangan dari pengguna lulusan yang masih menyangsikan kualitas
ners yang tersedia.Dalam level pendidikan program spesialis belum semuanya
berhasil dibuka, masih ada tantangan untuk membuka program spesialis
khususnya dalam spesifikasi gawat darurat, keperawatan kritis, dan keperawatan
onkologi. Sebagaimana yang dinayatakan bahwa tenaga perawat kritis sudah
sangat dibutuhkan, karena perawat kritis yang ada sudah terampil namun belum
melewati pendidikan formal sehingga pendidikan spesialis keperawatan kritis
menjadi solusi untuk melegalisir perawat kritis yang telah ada. Di era globalisasi
seperti sekarang ini identik dengan era komputerisasi, perawat juga dituntut untuk
menguasai teknologi komputer didalam melaksanakan MIS (Manogement
Information System) baik di tatanan pelayanan maupun Pendidikan Keperawatan.

13
Selain itu, perkembangan keperawatan secara global semakin kuat,
dampak adanya pasar bebas dimana perawat luar akan masuk ke dunia kerja di
lndonesia, sehingga tenaga keperawatan dituntut harus mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan. Sehingga perawat
Indonesia dapat bersaing dengan perawat dari luar yang telah menerapkan konsep,
model dan teori dari ahli-ahli keperawatan. Sistem pendidikan di negara maju
pada umumnya telah didasarkan pada pemenuhan segala tuntutan masyarakat dan
kesetaraan profesi perawat dengan tenaga medis lain, misalnya dengan dokter. Hal
tersebut tercermin dalam isi kurikulum yang dikaitkan dengan tingkat pendidikan/
jenis pendidikan yang ditempuh oleh calon perawat profesional. ANA (American
Nurse Assosiation) telah menetapkan bahwa persyaratan perawat profesional
minimal Bachelor in Nursing atau Sarjana Keperawatan, sedangkan Diploma
(lll/lV) adalah staf vokasional yang bertugas secara teknis, serta di bawah
supervisi dari registered nurse/ perawat profesional dan dafam posisi mereka
adalah LPN/Licence Proticol Nurse atau di Australia dan Inggris disebut Enroll
Nurse. Oleh karena itu, seluruh organisasi keperawatan di dunia mengacu kepada
pernyataan ANA tersebut. Sistem pendidikan tinggi keperawatan di lndonesia ke
depan harus melakukan berbagai persiapan dalam penerapan kurikulum pada
proses belajar mengajar, dengan cara melakukan kolaborasi dengan organisasi
profesi keperawatan di Indonesia untuk menetapkan standar kompetensi
pendidikan, melakukan perbaikan dalam sistem pembelajaran yang berfokus pada
pelajar (student learning centered) sehingga mahasiswa keperawatan dilatih untuk
belajar mengambil keputusan dan berpikir kritis, menggunakan kurikulum yang
berdasarkan kompetensi, berorientasi pada perkembangan kebutuhan pelayanan
keperawatan secara global, mengikuti perkembangan dan pelayanan keperawatan
dunia, serta mempersiapkan lulusan untuk bisa bekerja secara nasional dan global,
misalnya dengan peningkatan kemampuan berbahasa Inggris. Perubahan yanB
diharapkan terjadi pada diri perawat di masa depan adalah sebagai sosok perawat
profesional, yang dapat dilihat dari perannya.

14
Peran perawat yang utama di masa depan adalah mempertahankan perawat
sebagai profesi dengan menjaga citra perawat di hati masyarakat dan
berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan baik tingkat kabupaten,
provinsi dan nasional dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan pada
umumnya.

Doktor keperawatan diharapkan dapat menjadi pimpinan keperawatan


tertinggi tidak hanya dalam tatanan pendidikan tetapi juga dalam praktik
keperawatan sehingga dapat menerjemahkan penelitian keperawatan yang
diperoleh ke dalam praktik sehingga dapat meningkatkan hasil asuhan yang
diberikan kepada pasien. Selain itu doktor keperawatan diharapkan mampu
menjadi pembimbing atau mentor dalam lingkungan praktik keperawatan,mampu
mengoptimalkan berbagai sumber daya yang ada dalam lingkungan praktik
keperawatan dan menguasai teknologi informasi keperawatan.kurikulum
pendidikan keperawatan dengan kebutuhan dan standar praktik merupakan
kontribusi yang harus dilakukan oleh doktor keperawatan. Dan di dalam bidang
politikini diharapkan doktor keperawatan memberi dan berkontribusi dan mampu
mempengaruhi kebijakan dalam bidang kesehatan dengan tujuan meingkatkan
mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan meningkatkan
kesejahteraan perawat.

2.4 Trend Keperawatan Sekarang Dan Masa Depan

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang termasuk


bidang kesehatan, peningkatan status ekonomi masyarakat, peningkatan perhatian
terhadap pelaksanaan hak asasi manusia, kesadaran masyarakan akan kebutuhan
kesehatan mengakibatkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya hidup sehat
dan melahirkan tuntutan akan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pergeseran
akan fenomena tersebut, telah mengubah sifat pelayanan keperawatan dari
pelayanan fokasional yang hanya berdasarkan keterampilan belaka kepada
pelayanan profesional yang berpijak pada penguasaan iptek keperawatan dan
spesialisasi dalam pelayanan keperawatan.

15
Fokus peran dan fungsi perawat bergeser dari penekanan aspek kuratif
kepada peran aspek preventif dan promotif tanpa meninggalkan peran kuratif
dan rehabilitatif. Kondisi ini menuntut uapaya kongkrit dari profesi
keperawatan, yaitu profesionalisme keperawatan.
1. Pengembangan dan Penataan Pendidikan Keperawatan
Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan
yang profesional, telah memicu perawat untuk terus mengembangkan
dirinya dalam berbagai bidang, terutama penataan sistem pendidikan
keperawatan. Oleh karena itu profesi keperawatan dengan landasan yang
kokoh perlu memperhatikan wawasan keilmuan, orientasi pendidikan dan
kerangka konsep pendidikan :
a. Wawasan Keilmuan
Pada tingkat pendidikan akademi, penggunaan kurikulum D III
keperawatan 1999, merupakan wujud dari pembenahan kualitas
lulusan keperawatan. Wujud ini dapat dilihat dengan adanya:
1) Mata Kuliah Umum (MKU), yaitu: Pendidikan Agama,
Pancasila, Kewiraan dan Etika Umum)
2) Mata Kuliah Dasar Keahliah (MKDK), yaitu: Anatomi,
Fisiologi dan Biokimia, Mikrobiologi dan Parasitologi,
Farmakologi, Ilmu Gizi dan Patologi.
3) Mata Kuliah Keahlian (MKK), yaitu: KDK, KDM I dan II, Etika
Keperawatan, Komunikasi Dalam Keperawatan, KMB I, II, III,
IV dan V, Keperawatan Anak I dan II, Keperawatan Maternitas
I dan II, Keperawatan Jiwa I dan II, Keperawatan Komunitas I,
II dan III, Keperawatan Keluarga, Keperawatan gawat Darurat,
Keperawatan Gerontik, Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan, Keperawatan Profesional dan Pengantar Riset
Keperawatan. Demikian juga halnya dengan tingkat pendidikan
S1 Keperawatan, yaitu dengan berlakunya kurikulum Ners pada
tahun 1998.

16
Sementara itu di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia (FIK-UI) telah dibuka S2 Keperawatan untuk Studi
Manajemen Keperawatan, Keperawatan Maternitas dan
Keperawatan Komunitas. Dan selanjutnya akan dibuka Studi S2
Keperwatan Jiwa dan Keperawatan Medikal Bedah. Dapat
disimpulkan bahwa saat ini perkembangan keperawatan
diarahkan kepada profesionalisme dengan spesialisasi bidang
keperawatan.
b. Orientasi Pendidikan
Pendidikan keperawatan bagaimanapun akan tetap berorientasi
pada pengembangan pengetahuan dan teknologi, artinya pengalaman
belajar baik kelas, laboratorium dan lapangan tetap mengikuti
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memanfaatkan
segala sumber yang memungkinkan penguasaan iptek. Sehingga
diharapkan dapat meningkatkan pelayanan keperawatan dan
persaingan global.
c. Kerangka Konsep
Berpikir ilmiah, pembinaan sikap dan tingkah laku profesional,
belajar aktif mandiri, pendidikan dilingkungan masyarakat serta
penguasaan iptek keperawatan merupakan karakteristik dari
pendidikan profesional keperawatan.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pendidikan keperawatan telah berusaha mensejajarkan diri dengan


keilmuan lain dimana jenjang pendidikan tertinggi yaitu doktoral telah berhasil
dibuka pada tahun 2008 untuk pertama kalinya di Indonesia. Namun, masih ada
beberapa yang perlu di perhatikan, yaitu belum adanya spesialis keperawatan
kritis, gawat darurat dan onkologi. Yang paling fundamental justru penggunaan
kata ners, sudah waktunya bagi para perawat di Indonesia untuk secara bersama
satu suara dukungan,mentoring, dan orientasa yang dilakukan bagi para perawat
pemula, selain itu buruknya sistem praktek keperawatan dan masih tingginya
anggapan bahwa profesi perawat merupakan profesi kelas 2 menjadi faktor
pendukung tingginya para lulusan untuk meninggalkan pekerjaannya. Masyarakat
lebih mengenal suster yang diambil dari kata Zuster untuk perawat perempuan,
dan mantri untuk perawat laki-laki. Arti kata suster dan mantri adalah juru rawat
dan asisten dokter dalam KBBI. Sehingga tidak salah jika stereotip masyarakat,
perawat adalah pembantu dokter, sedangkan kata ners sendiri belum sepenuhnya
disepakati oleh para pemangku kepentingan dan dalam lingkup perawat sendiri
sebagai sebuah panggilan profesional bagi seorang perawat lulusan ners.

3.2 Saran

Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari bapak ibu dosen pengampu, untuk kami
menyempurnakan makalah ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Casman, dkk. 2020. Kaleidoskop Menuju Seperempat Abad Pendidikan


Keperawatan di Indonesia. Vol 5(1). Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema
Kesehatan.

Patriyani, Ros. 2013. Keperawatan Profesional Modul 1 Konsep Praktik


Keperawatan Professional. Pusdiklatnakes, Badan PPSDM Kesehatan :
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Nursalam, dkk. 2008. Pendidikan Dalam Keperawatan. Airlangga University :


Salemba Medika.

Alimul, A.H. 2002. Pengantar pendidikan keperawatan. Sagung Seto: Jakarta

Effendy, N. 1995. Pengantar proses keperawatan. EGC: Jakarta

Gaffar, L.O.J. 1999. Pengantar praktik keperawatan professional. EGC: Jakarta

Lestari, Tri R. 2014. Harapan Atas Profesi Keperawatan Di Indonesia. 19 (1).


1-18.

PPNI. 2005. Standar Kompetensi Perawat Indonesia. Pengurus Pusat PPNI :


Jakarta.

19
51
Tri Rini Puji Lestari Haropan Atas Profesi....

HARAPAN ATAS PROFESI KEPERAWATAN


DIINDONESIA

AN ANALYSIS ON NURSING PROFESS,ON


IN INDONESIA

Tri Rini Puji Lestari

Naskah diterima 28 Februari20L4, direvisi 20 Maret 2O!4,


disetujui 24 Maret 2014

Abstroct
The development nursing profession is significantly influenced by the structure of the development ond the
of
progress of human civilizotion. This essay orgues thot the development of nursing professionolism in lndonesia goes
hond in hond with the development of nurcing education in the country. Weok protection.of nurses create situotion
where nurses often confront mony problems while they simultaneously face increasing challenges from current free
market system. Shifting potterns of society, ropid development of science and technology, globalizotion of heoltcore,
ond increasing pressures of demands ore current four imponont issues thqt must be coped with to improve the
quotity of the nurse profession. Commitment from vorious porties ore needed to respond these chollenges, among
others, are their professionol orgonizations or ossociotions, nursing educotion ond tralning institutions, ond the
government os well.

Keywords: nursing, nurse profession, lndonesia

Abstrak
perkembangan keperawatan sangat dipengaruhi oleh perkembangan struktur dan kemajuan peradaban manusia.
perkembangan profesionalisme keperawatan di Indonesia berjalan seiring dengan perkembangan pendidikan
keperawatan yang ada di Indonesia. Lemahnya perlindungan terhadap perawat, mengakibatkan dalam menjalankan
praktiknya, perawat kerap menghadapi permasalahan padahal tantangan profesi perawat di Indonesia di era pasar
bebas semakin meningkat. Pergeseran pola masyarakat lndonesia; Perkembangan IPTEK; Globalisasi dalam
pelayanan kesehatan; dan Tuntutan tekanan profesi keperawatan, merupakan empat hal penting dalam merubah
profesi keperawatan menjadi lebih berkualitas. Untuk menjawab tantangan-tantangan itu dibutuhkan komitmen dari
semua pihak yang terkait dengan profesi ini, organisasi profesi, lembaga pendidikan keperawatan juga tidak kalah
pentingnya peran serta pemerintah.

Kata kunci: keperawatan, profesi perawat, lndonesia

I. PENDAHULUAN peluang bagi Florence untuk meraih prestasi


dan sekaligus meningkatkan status perawat.
A. Latar Belakang Kemudian Florence dijuluki dengan nama "The
Menurut sejarah, perkembangan Lody of the Lamp".
keperawatan sangat dipengaruhi oleh Menurut LokakarYa Nasional
perkembangan struktur dan kemajuan Keperawatan tahun 1983, keperawatan adalah
peradaban manusia. Perkembangan pelayanan profesional yang merupakan bagian
keperawatan di dunia, diawali pada zaman integral dari pelayanan kesehatan. Berdasarkan
purbakafa (primitive culturel sampai pada
munculnya Florence Nightingale (1820) sebagai
'Peneliti Bidang Kebuakan dan ManaJemen Kesehatan pada Pusat
pelopor keperawatan yang berasal dari Inggris. Pengkajian Pengolahan Oata dan Informasi Setjen DPR Rt, Gedung
Sejak itu pula mulai dilakukan penataan Nusantara I Lt, 2, Jl. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270. Alamat e-
moil:ldda!74@yabsggm.
terhadap asuhan keperawatan di Rumah Sakit tJoe, Sejdroh don Perkembongon Keperawoton Dunio,
(RS) Militer di Turki. Hal tersebut memberi http ://oerawattegal.wordpress,com/2009/09/09/seia rah-
, diakses 14 Juli 2011.
52
Kajian Vol. 79 No. 7 Moret 2074

ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk 60% dibanding jumlah tenaga kesehatan
pelayanan bio - psiko - sosial - spiritual yang lainnya).
menyeluruh ditujukan kepada individu, Tenaga perawat sebagai salah satu
kelompok, dan masyarakat, baik sehat maupun komponen utama pemberi layanan kesehatan
sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan. kepada masyarakat memiliki peran penting
Sedangkan menurut lnternationol Council of karena terkait langsung dengan mutu
Nurses, keperawatan adalah fungsi unik pelayanan kesehatan sesuai dengan
membantu individu yang sakit atau sehat, kompetensi dan pendidikan yang dimilikinya.
dengan penampilan kegiatan yang Tenaga perawat juga memiliki karakteristik
berhubungan dengan kesehatan atau yang khas dengan adanya pembenaran hukum
penyembuhan {meninggal dengan damai), yaitu diperkenannya melakukan intervensi
hingga individu dapat merawat kesehatannya keperawatan terhadap tubuh manusia dan
sendiri apabila memiliki kekuatan, kemampuan lingkungannya dimana apabila hal itu dilakukan
dan pengetahuan.2 oleh tenaga lain dapat digolongkan sebagai
Keperawatan sebagai
profesi tindakan pidana. Namun demikian diperlukan
mempersyaratkan pelayanan keperawatan adanya jaminan atas perlindungan terhadap
diberikan secara profesional oleh perawat masyarakat penerima pelayanan dan asuhan
dengan kompetensi yang memenuhi standar keperawatan serta perawat sebagai pemberi
dan memperhatikan kaidah etik dan moral, pelayanan dan asuhan keperawatan.
sehingga masyarakat terlindungi karena Selain itu, terjadinya pergeseran
menerima pelayanan dan asuhan keperawatan paradigma dalam pemberian pelayanan
yang bermutu. Keperawatan sebagai profesi kesehatan dari model medikal yang
juga memiliki body of knowledge yang jelas menitikberatkan pelayanan pada diagnosis
berbeda dengan profesi lain, altruistik, memiliki penyakit dan pengobatan ke paradigma sehat
wadah profesi, memiliki standard dan etika yang lebih holistik yang melihat penyakit dan
profesi, akuntabilitas, otonomi, dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai
kesejawatan. Perawat juga
diharuskan fokus pelayanan maka perawat berada pada
akuntabel terhadap praktik keperawatan yang posisi kunci dalam reformasi kesehatan. Hal ini
berarti dapat memberikan pembenaran dapat difihat dari kenyataan bahwa 40-75%
terhadap keputusan dan tindakan yang pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan
dilakukan dengan konsekuensi dapat digugat keperawatan dan hampir semua pelayanan
secara hukum apabila tidak melakukan praktik promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
keperawatan sesuai dengan standar profesi, baik di rumah sakit maupun di tatanan
kaidah etik dan moral.3 pelayanan kesehatan lain dilakukan oteh
Di Indonesia profesi perawat perawat.a Semua perawat dari tingkat
merupakan profesi yang penting dalam turut pengelola sampai praktisi mengetahui rumah
meningkatkan der-ajat kesehatan individu sakit dengan baik, dan dalam posisi yang
maupun derajat kesehatan masyarakat. Data strategis untuk mengidentifikasi, mencegah dan
Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia memecahkan masalah-masalah asuhan pada
Kemetrologian (PPSDMK) Kementerian pasien karena perawat mengetahui lebih
Kesehatan pada tahun 2011 mencatat dari banyak tentang kebutuhan pasien, masalah
668.704 orang tenaga kesehatan yang ada di pasien dan potensi terjadinya kesalahan dalam
Indonesia, jumlah tenaga perawat merupakan pemberian pelayanan. Oleh karena itu, mutu
yang terbesar (sebanyak 220.575 orang atau pelayanan keperawatan mempunyai peranan

' Deden Darmawan, Pengontdr Keperowotan Profesiono!, Yogyakarta:


o
Gosyen Publlshing,2013, hlm. 1. "RUU Keperawatan Jamin Perawat Profesional dan Berkualitas", Suaro
t
tbid,hlm.7. Pembaruon, 15 Mei 2013.
Trt Rini Puji Lestari Horapan Atos Profesi....
53

yang strategis dalam menciptakan kepuasan Tabel 1


pasien. Perbedaan Kondisi Keperawatan Dulu dan

B. Perumusan Masalah
Diakui sebagai okupasi Diakui sebasai profesi
Kompetensiyangdimiliki Kompetensiyangdimiliki
Perkembangan keperawatan di tidak murniilmu murni ilmu keperawatan
Indonesia masih belum menggembirakan keperawatan karena dengan kompetensi medis
dibanding dengan negara-negara maju. Dalam mencakup juga yang sangat terbatas
menjalankan praktiknya, perawat kerap kompetensi medis
menghadapi permasalahan seperti Tidak mandiri dalam Mandirisebagai mitra
bekerja karena diposisikan dokter dalam bekerja di
keterbatasan wewenang. Sehingga perawat
sebagai asisten dokter pelayanan kesehatan
tidak dapat menjalankan peran dan fungsinya Asuhan keperawatan Asuhan keperawatan
secara maksimal, padahal tenaga perawat kurang berkembang dan sudah berkembang dan
sangat dibutuhkan. Selain itu, dengan adanya tidak profesional dalam tindakan bersifat
globalisasi dalam bidang perdagangan jasa tindakan profesional

dimana profesi perawat tergabung dalam Sumber: Azrul Azwar, Beberopa Cototan tentong RUU
Keperawatan, makalah disampaikan dalam Diskusi
kesepakatan Mutual Recognition Arrongement
Internal dalam Rangka Mendapatkan Masukan untuk
on Nursing Services, namun sampai saat ini Penyusunan Naskah Akademik RUU Keperawatan,
Indonesia belum meratifikasi kesepakatan diselenggarakan Biro Perancangan Undang-undang
tersebut. Padahal dengan banyaknya Bidang Politik, Hukum, Hak Asasi Manusia, dan
perubahan yang terjadi pada era globalisasi Kesejahteraan Rakyat Setjen DPR Rl, Jakarta 14 Juni
aOLL.
dimana perkembangan teknologi informasi
membuat tidak ada batas antar negara, telah
Berdasarkan hal tersebut, berikut ini
memungkinkan arah
perkembangan
akan dikaji lebih lanjut bagaimana konsep
keperawatan di Indonesia sejalan dengan arah
keperawatan profesional, bagaimana kondisi
perkembangan keperawatan di negara maju.
keperawatan di lndonesia selama ini, dan
Selain itu, melemahnya kepercayaan
bagaimana harapan ke depan.
masyarakat dan maraknya tuntutan hukum
terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk
C. Tujuan Penulisan
keperawatan, seringkali diidentikkan dengan
kegagalan upaya kesehatan padahal perawat
Tulisan ini bertujuan untuk
menggambarkan kondisi dan perkembangan
hanya melakukan daya upaya sesuai disiplin
keperawatan di Indonesia selama ini dan
ilmu keperawatan. Untuk itu, hanya perawat
harapan ke depan. Selain itu, tulisan ini
yang memenuhi persyaratan saja yang akan
diharapkan dapat menjadi masukan bagi
mendapatkan lisensi/ijin melakukan pratik
Anggota DPR Rl dalam menjalankan fungsi
keperawatan.
legislasi dan pengawasan terkait kualitas
Scara umum kondisi keperawatan saat
profesi perawat dalam memberikan asuhan
ini dengan terdahulu telah banyak mengalami
keperawatan.
pergeseran. Hal inilah yang harus dipahami
oleh seluruh masyarakat. Karena pemahaman
D. Kerangka Pemikiran
ini akan menjelaskan permasalahan yang t. Keperawatan Profesional
timbul pada profesi keperawatan sebagaimana
Terdapat berbagai pemahaman tentang
terlihat pada Tabel 1.
perawat profesional. Menurut lokakarya
nasional Persatuan Perawat Nasional lndonesia
(PPNI) tahun 1983, perawat profesional adalah
tenaga keperawatan yang berasal dari jenjang
pendidikan tinggi keperawatan (ahli madya,
54 Kojion VoL 79 No. 7 Moret 2014

ners, ners spesialis, ners konsultan). Adapun 6. Karir seumur hidup. Dibedakan dengan
ruang lingkup peran perawat profesional tugas/job yang merupakan bagian dari
tersebut adalah: (1) Pelaksana pelayanan pekerjaan rutin. Perawat bekerja sebagai
keperawatan; (21
Pengelola pelayanan tenaga penuh yang dibekali dengan
keperawatan dan
institusi pendidikan, pendidikan dan keterampilan yang menjadi
pendidikan dalam keperawatan; (3) Pendidik pilihannya sendiri sepanjang hayat.
dalam keperawatan, dan 4).peneliti dan 7. Fungsi mandiri. Perawat memiliki
pengembang keperawatan. kewenangan penuh melakukan asuhan
Keperawatan sebagai suatu profesi keperawatan. Kalaupun kadang kala
menurut Lindberg, Hunter dan Kruszeweski, melakukan kegiatan kolaborasi dengan
Leddy dan Pepper, serta Berger dan Williams, profesi lain, itu semua dilakukan atas dasar
memiliki karakteristik sebagai berikut:s kebutuhan klien bukan sebagai ekstensi
1. Kelompok pengetahuan yang melandasi intervensi profesi lain.
keterampilan untuk menyelesaikan masalah
dalam tatanan praktik keperawatan. Adapun ruang lingkup pekerjaan
2. Kemampuan memberikan pelayanan yang perawat profesional (registered nursel antara
unik kepada masyarakat. Fungsi unik lain:6
perawat adalah memberikan bantuan 1.. Perawat rumah sakit. Perawat yang
kepada seseorang dalam melakukan memberikan asuhan keperawatan dan
kegiatan untuk menunjang kesehatan dan tindakan keperawatan di rumah sakit.
penyembuhan serta membantu kemandirian 2. Perawat klinik. Memberikan asuhan
klien. keperawatan pada pasien yang berobat jalan
3. Pendidikan yang memenuhi standar dan atau di poliklinik.
diselenggarakan di perguruan tinggi atau 3. Nursing core focility/fasilitas pelayanan
universitas. keperawatan. Perawat mengatur pelayanan
4. Pengendalian. terhadap standar praktik. perawatan pada pasien, mengkaji kesehatan
Standar praktik keperawatan menekankan penduduk, mengembangkan rencana
kepada tanggung jawab dan tanggung gugat pengobatan, mengawasi pekerjaan
perawat untuk memenuhi standar yang "Licensed Practical Nttrses" dan "Nursing
telah ditetapkan yang bertujuan melindungi Aides" dan melakukan prosedur invasive
masyarakat maupun perawat. Perawat misalnya memasang infus. Mereka bekerja
bekerja tidak di bawah pengawasan dan dibagian khusus seperti unlt rehabilitasi,
pengendalian profesi lain. radioterapi, dan lain-lain.
5. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat 4. Home health nurse. Memberi pelayanan
terhadap tindakan yang dilakukan. Tanggung keperawatan di rumah. Perawat
gugat berarti perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan secara
terhadap pelayanan yang diberikan kepada luas dan sebagai manajer kasus. Perawat
klien. Tanggung gugat mengandung aspek mengkaji lingkungan pasien dan
legal terhadap kelompok sejawat, atasan, memberikan petunjuk kepada pasien dan
dan konsumen. Konsep tanggung gugat keluarganya.
mempunyai dua implikasi yaitu tanggung 5. Public health nurses. Bekerja pada agensi
jawab terhadap konsekuensi dari tindakan pemerintahan maupun swasta termasuk
yang dilakukan dan juga menerima tanggung klinik, sekolah-sekolah, komunitas pensiun,
jawab dengan tidak melakukan tindakan dan berbagai pelayanan komunitas.
pada situasitertentu. 6. Occupotional heolth nurses/ lndustrial
nurses. Memberi pelayanan keperawatan

s t,brd.
Deden Darmawan, op, cit, hlm. 11. hlm. 13.
55
Tri Rini Puji Lestari Haropon Atas Profesi....

pada tempat kerja dimana terdaPat masyarakat. Profesi Keperawatan merupakan


karyawan yang mengalami kecelakaan kerja profesi yang sudah mendapatkan pengakuan
atau sakit. dari profesi lain. Untuk itu, profesi keperawatan
7. Head nurses atau nurse supervisor (manajer dituntut untuk mengembangkan dirinya guna
keperawatan). Mengatur aktifitas pelayanan berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan
, keperawatan, khususnya rumah sakit. kesehatan di Indonesia agar keberadaannya
8. Nurse proctitioner. Memberikan pelayanan mendapat pengakuan dari masyarakat.
kesehatan primer yang dasar. Nurse Untuk mewujudkan pengakuan
practitioner boleh membuat resep obat yang tersebut, profesionalisme keperawatan harus
diijinkan oleh pemerintah setempat. dibangun berdasarkan tiga pondasi.s Pondasi
9. Clinical nurse speciolist, certified nurse pertama, evidence based yattu keperawatan
onesthetists dan cerified nurse midwives. harus memiliki keilmuan dan hasil-hasil
Tingkat ini yang tertinggi di lingkup kerja penelitian yang kuat. Hal ini yang membedakan
keperawatan. Para spesialis/ ahli klinik body of knowledge keperawatan dengan
keperawatan ini harus menempuh profesi lain, khususnya ilmu kedokteran.
pendidikan yang lebih tinggi dan mempunyai Membangun ilmu keperawatan membutuhkan
pengalaman klinik yang lama dan luas waktu panjang dan harus berbasis perguruan
tinggi/universitas. Karena itu peletakan pondasi
Menurut Gary dan Pratt, serta Kazier perubahan pendidikan bukan hanya pendidikan
Erb dan Wilkinson, seseorang dikatakan vokasi semata, tetapijuga lebih diarahkan pada
profesional apabila memiliki karakteristik pendidikan akademik (sarjana, magister, dan
sebagai berikut:7 doktoral) dan pendidikan profesi (ners,
1. Konsep misi yang terbuka terhadap spesialis, dan konsultan).
perubahan. Kedua, quality of practice. Pondasi ilmu
2. Penguasaan dan penggunaan pengetahuan yang kuat dan hasil-hasil penelitian yang
teoritis. dimiliki oleh perawat akan meningkatkan
3. Kemampuanmenyelesaikan masalah. kompetensi, kemampuan berpikir kritis,
4. Pengembangan diri secara kemampuan mengambil keputusan yang tepat
berkesinambungan. dan kepercayaan diri yang baik dalam praktik
5. Pendidikan formal. dan berinteraksi dengan profesi lain. Kualitas
6. Sistem pengesahan terhadap kompetensi. praktik juga harus didukung oleh berbagai
7. Penguatan secara legal terhadap standar kebijakan, regulasi dan peraturan-peraturan
profesional. yang sinergi antara pemerintah, institusi
8. Praktik berdasarkan etlk. pendidikan, institusi pelayanan dan organisasi
9. Hukum terhadap malpraktik. profesi.
10. Penerimaan dan
pelayanan pada Ketiga, patient sofety. Masyarakat yang
masyarakat. dilayanioleh perawat akan memperoleh tingkat
11. Perbedaan peran antara pekerja keamanan yang tinggi karena kualitas praktik.
profesional dengan pekerjaan lain dan Untuk itu diperlukan adanya sistem pendidikan
membolehkan praktik yang otonomi. yang efektif, standar praktik keperawatan, kode
etik keperawatan, sertifikasi perawat, kejelasan
, Terlepas dari beragamnya pemahaman regulasi keperawatan.
tentang perawat profesional, proses Seorang perawat profesional dalam
profesionalisasi merupakan suatu proses melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan
pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan, wajib menggunakan metodologi proses
dinilai dan diterima secara spontan oleh keperawatan yang berpedoman pada standar

t,br4 hlm.
'lbi4 hrm. to. ix.
56
Kajion Vol. 79 No. 7 Mdret 2074

keparawatan,dan dilandasi oleh etik dan etika meningkatnya pengetahuan dan atau
keperawatan dalam lingkup kewenangan serta keterampilan kesehatan serta meninggalnya
tanggung jawabnya. Selain sebelum itu klien dengan damai dan bermartabat.
melaksanakan praktik asuhan keperawatan, Pengkajian, perencanaan maupun
seorang perawat wajib memiliki sertifikat pelaksanaan dan evaluasi harus dilakukan
kompetensi, tanda registrasi, dan ijin praktik bersama klien beserta keluarga, agar
keperawatan (lisensi). pelaksanaannya dapat dilakukan sesuai dengan
Praktik keperawatan profesional harapan dan kemampuan klien
dan
merupakan tindakan mandiri perawat keluarganya serta ketersediaan sumber yang
profesional melalui kerjasama yang bersifat ada. Dengan terpenuhinya kebutuhan dan
kolaboratif dengan klien, keluarga dan tenaga harapan klien maka kepuasan klien diharapkan
kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan dapat tercapai. Praktik keperawatan yang
keperawatan sesuai lingkup wewenang dan memenuhi kebutuhan dan harapan klien
tanggung jawabnya. Praktik keperawatan beserta keluarganya dapat diselenggarakan
diselenggarakan dengan menggunakan pada semua sarana/tatanan pelayanan
pendekatan proses keperawatan yang dinamis kesehatan, baik di rumah sakit umum maupun
dan siklis meliputi pengkajian, perencanaan, khusus, puskesmas, praktik keperawatan di
pelaksanaan dan evaluasi. rumah lhome care), praktik keperawatan
Pengkajian keperawatan dilakukan berkelompok/bersama (nursing home, klinik
secara komprehensif ditujukan untuk bersama), dan praktik keperawatan
mengenali masalah kesehatan yang dihadapi perorangan, serta praktik keperawatan yang
klien dan penyebab timbulnya masalah mobile/ambulatory. Praktik keperawatan
tersebut. Dikenalinya masalah dan diselenggarakan dengan memperhatikan
penyebabnya dengan tepat akan mendasari keterjangkauan masyarakat untuk
penyusunan rencana penanggulangannya agar mendapatkan pelayanan/asuhan keperawatan
efektif dan efisien. Rencana tindakan dalam konteks pelayanan kesehatan.
keperawatan dibuat berdasarkan kebutuhan Penyelenggaraan praktik keperawatan
klien. Pelaksanaan praktik keperawatan pada semua sarana/tatanan memerlukan
dilakukan sesuai dengan rencana yang telah pengelolaan administratif yang berbeda, sesuai
disepakati bersama antara klien dan dengan situasi dan kondisinya masing-masing,
keluarganya dengan perawat pelaksana. namun tanggung jawab teknis dan etis
Pelaksanaan praktik keperawatan dilakukan keperawatan, tetap berada pada perawat yang
oleh perawat dengan tingkat kewenangan yang melaksanakan asuhan keperawatan. Praktik
sesuai, serta harus berpedoman pada kode etik keperawatan dirumah sakit baik milik
keperawatan.e pemerintah maupun swasta dan puskesmas
Balk proses maupun hasil asuhan harus direncanakan, dilaksanakan dan
di evaluasi dan di
keperawatan harus selalu dievaluasi serta dicatat dan dilaporkan sesuai
monitor secara terus menerus dan dengan aturan administrasi yang berlaku.
berkesinambungan, kemudian diadakan Aturan perundang-undangan tersebut
perbaikan dan modifikasi sesuai dengan hasil ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Provinsi
evaluasi dan monitoring serta tujuan yang telah maupun Kabupaten/Kota selaku regulator.
ditetapkan bersama klien. Tujuan yang telah Penyelenggaraan praktik di rumah sakit swasta,
ditetapkan dapat berupa hilangnya gejala, biasanya memiliki aturan lokal yang juga harus
menurunnya risiko, tercegahnya komplikasi, ditaati oleh semua perawat yang bekerja di RS
tersebut, di samping aturan pemerintah pusat
dan daerah yang berlaku
'P. A. Potter, dan A. G. Perry, Fundomentols ol Nursing: Concepl
Prcrcss, ond Ptoctice,4/E. l'terj. Yasmin Asih, dkk). Jakarta: EGC, 2005,
hlm, 17.
Tri Rini Puji Lestari Horopan Atas Profesi.... 57

Praktik keperawatan berkelompok, II. PEMBAHASAN


merupakan praktik mandiri sekelompok
perawat generalis dan atau spesialis dengan A. Kondisi Keperawatan di Indonesia
menggunakan ruangan gedung dan fasilitasnya Berdasarkan catatan sejarah,
secara bersama-sama. Praktik bersama keberadaan perawat di lndonesia diperkirakan
dilaksanakan untuk tujuan efisiensi sumber bermula pada awal abad ke 19. Saat itu
karena dapat menggunakan sarana dan keberadaan perawat dikarenakan upaya tenaga
prasarana secara bersama sehingga resiko medis untuk memberikan pelayanan kesehatan
biaya yang harus ditanggung akan lebih kecil. yang lebih baik, sehingga diperlukan tenaga
Praktik bersama juga akan lebih memudahkan yang dapat membantunya. Tenaga tersebut
proses rujukan antar spesialis keperawatan dan dididik menjadi seorang perawat melalui
memberikan kesempatan yang lebih besar pendidikan magang yang berorientasi pada
untuk terselenggaranya komunikasi profesi penyakit dan cara pengobatannya. Sejak saat
keperawatan dan saling memberikan dukungan itu dikembangkan berbagai pendidikan
antar perawat. Dalam penyelenggaraan praktik kekhususan paramedis diantaranya pendidikan
bersama diperlukan seorang penanggung jawab untuk menjadi mantri cacar, tenaga perawat
klinik, yang berperan sebagai koordinator berijazah Eropa, tenaga perawat berijazah
internal dan mediator dengan pemerintah dan Hindia-Belanda dan pendidikan mantri
masyarakat luas selaku pengguna jasa. Karena malaria.lo
penggunaan sumber secara bersama, maka Pendidikan perawat Indonesia telah di
diperlukan perencanaan matang dalam mulai sejak tahun 1800-an di sebuah rumah
operasionalisasi praktik bersama, untuk itu sakit di Batavia yang sekarang dikenal dengan
diperlukan perencanaan strategis dan rapat Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta. Pada tahun
koordinasi secara rutin. Sedangkan tanggung 1953 dibuka Sekolah Pengatur Rawat (SPR)
jawab profesi tetap berada pada masing- dengan latar belakang sekolah menengah
masing perawat .yang berpraktik. pertama dan lama pendidikan 3 tahun yang
Penyelenggaraan praktik keperawatan dibuka di 3 wilayah yaitu Jakarta, Bandung dan
mandiri dan ambulotory berbeda dengan Surabaya. Tahun 1955, dibuka Sekolah Djuru
praktik berkelompok, dalam praktik mandiri Kesehatan (SDK) dengan latar belakang
seorang perawat bertanggungjawab penuh pendidikan dasar (sekolah Rakyat) ditambah
untuk semua urusan baik teknis dan satu tahun. Pada masa ini nampak bahwa
administratif. Penyelenggaraan praktik mandiri perkembangan keperawatan masih sangat
dilakukan sesuai dengan keahlian dan tertinggal sehingga pada tahun 1950-an dikenal
kewenangan perawat yang berpraktik. Praktik berbagaijenis tenaga perawat sampai lebih dari
ambulatory diperlukan dalam proses rujukan 20 jenis. Pendidikan keperawatan berbasis
klien, bila perawat penolong menyimpulkan rumah sakit lebih ditujukan kepada pemenuhan
bahwa klien memerlukan pertolongan kebutuhan rumah sakit setempat, mereka
keperawatan lanjut dan atau dengan bekerja dibawah supervisi tenaga kesehatan
peralatanfasilitas yang lebih canggih. Dalam lainya. Karena landasan keilmuan yang kurang
penyelenggaraan praktik
keperawatan kokoh maka pelayanan yang diberikan lebih
omhulotory harus dipastikan bahwa semua bersifat suplementer dan menjadi tenaga yang
sumber (manusia, peralatan dan materi) yang kurang akuntabel. Situasi tersebut mendorong
mungkin dibutuhkan telah tersedia di dalam Departemen Kesehatan mengembangkan
mobil ambulans. Semua tindakan yang pendidikan keperawatan yang lebih sesuai
dilakukan selama dalam ambulans menjadi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan dengan
tanggung jawab perawat yang menolong di didirikannya Akademi Keperawatan di
dalam mobilambulans.
to
Deden Darmawan, op,c4 hlm. 5.
58 Kojian Vol. 79 No. 7 Moret 2074

lingkungan Rumah Sakit Ciptomangunkusumo sebagai salah satu contoh yang menegaskan
Jakarta pada tahun L962 (yang dulu dikenal bahwa peran perawat sangatlah luas dan
dengan nama Centraol Burgerlijke Ziekenkhuis, mencakup seluruh daur hidup manusia dari
CBZ) dengan latar belakang pendidikan sekolah masa fetus (janin) hingga masa terminal
menengah atas di tambah dengan pendidikan (menjelang kematian).
keperawatan 3 tahun.1l Pendidikan Keperawatan merupakan
Pada tahun L972, dideklarasikan wadah institusi yang memiliki peranan besar dalam
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengembangkan dan menciptakan proses
sebagai wadah organisasi profesi, dimana para profesionalisasi para tenaga keperawatan.
perawat sudah mulai menyadari pentingnya Pendidikan keperawatan mampu memberikan
organisasi profesi bagi pengembangan bentuk dan corak tenaga yang pada gilirannya
keperawatan. Tahun 1983 PPNI melalui memiliki tingkat kemampuan dan mampu
Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta menfasilitasi pembentukan komunitas
bertekad dan sepekat menyatakan bahwa keperawatan dalam memberikan suara dan
keperawatan adalah suatu bidang keprofesian sumbangsih bagi profesi dan masyarakat.
dan pendidikan keperawatan berada pada Sejak tahun 1990-an pendidikan
pendidikan tinggi. keperawatan di Indonesia telah selangkah lebih
Perkembangan profesionalisme baik daripada periode sebelumnya. lni
keperawatan di
lndonesia berjalan seiring ditunjukkan dengan data yang saat ini
dengan perkembangan pendidikan komposisi perawat terbanyak adalah SPK (60%),
keperawatan yang ada di Indonesia. Pengakuan diikuti oleh diploma (39o/ol dan sarjana
perawatan profesional pemula adalah bagi keperawatan (L%1. Sebagai perawat umum
mereka yang berlatar belakang pendidikan mereka memiliki izin untuk bekerja di rumah
Diploma lll
Keperawatan. Program ini sakit atau berbagai pelayanan kesehatan yang
menghasilkan perawat generalis sebagai ada di masyarakat.l2
perawat profesional pemula, dikembangkan Namun demikian, pengaturan mengenai
dengan landasan keilmuan yang cukup dan pendirian dan penyelenggaraan pendidikan
landasan profesional yang kokoh. keperawatan masih saja belum tegas dan jelas,
Perkembangan pendidikan keperawatan sehingga banyak sekali berdiri institusi
dalam rangka menuju tingkat pendidikan keperawatan yang kualitasnya
keprofesionalitasan tidak cukup sampai di masih diragukan. Sebagai contoh, sejak tahun
tingkat diploma saja, diilhami keinginan dari 1982 sebenarnya telah dilakukan phasing out
profesi keperawatan terus untuk terhadap lulusan Sekolah Perawat Kesehatan/
mengembangkan pendidikan maka berdirilah SPK (SMP + 3 tahun) dan dikonversikan menjadi
Program Sarjana llmu Keperawatan Fakultas pendidikan jenjang Dlll keperawatan. Namun
Kedokteran Universitas lndonesia (PSIK FK Ul) realitanya bermunculan Sekolah Menengak
pada tahun 1985. Selanjutnya pada tahun t999, Kejuruan (SMK) khusus keperawatan. Hal ini
didirikan program pascasarjana Fakultas llmu mengingkari dihapusnya SPK. Tugas dari lulusan
Keperawatan Ul. Keperawatan saat ini juga SMK hanya pada tataran membantu tugas
terbagi menjadi beberapa fokus bidang yaitu, asuhan keperawatan. Saat ini bahkan jumlah
keperawatan jiwa, keperawatan medikal SMK semakin banyak. Di beberapa wilayah
bedah, keperawatan maternitas, keperawatan bahkan seolah mendapatkan perijinan dari
komunitas, dan keperawatan anak, setidaknya Dinas Kesehatan dan Bupati setempat, terbukti
itulah yang berkembang di keperawatan dengan dihadirinya salah satu acara wisuda
lndonesia. Pembagian ini dapat kita ambil lulusan SMK.

tt DPR Rf, Noskah Akodemik Roncongon lJndong-lJndong Keperowoton,


u Dwi Nurviyandari, "Peluang Kerja Perawat Indonesia di Jepang",
Jakarta: Sekjen DPR Rl, 2011, hlm. 5. http://www.io.poFieoang.ore/qrticle.pho?id=159, diakses L4-7 -IOLI.
59
Tri Rini Puji Lestari Harapan Atos Profesi.'.'

itu, pelaksanaan kesepakatan


Selain memiliki 524.000 lulusan perawat. ltu pun tidak
kerjasama antara institusi pendidikan semuanya termanfaatkan.ls
keperawatan dengan institusi lain (unit Saat ini sebagian besar Perawat
penyelenggara pelayanan kesehatan atau Indonesia berpendidikan vokasional (D3
institusi pendidikan lain), selama ini sifatnya Keperawatan), dan sebagian kecil ners dan
baru sebatas pemenuhan
kebutuhan spesialis. Bahkan masih ada yang SPK (setingkat
administratif dalam rangka persiapan akreditasi SLTA). Rendahnya pendidikan perawat, menjadi
saja. Sehingga terkadang pihak insitusi penyebab rendahnya kualitas pelayanan
pendidikan maupun tempat praktik peserta keperawatan dan daya saing perawat kita
didik keperawatan tidak mempunyai standar dibandingkan dengan perawat asing. Padahal,
minimalyang baku. jumlah terbesar dari profesional kesehatan
Lulusan pendidikan keperawatan dari adalah perawat.16
jenjang SMK sampai magister mencapai 24.000- Rendahnya pendidikan perawat tidak
25.000 orang per tahun. Namun dari sejumlah dapat dipisahkan dari
sejarah
besar fulusan tersebut hanya 4'tOo/o saja yang perkembangannya. Perkembangan
diserap pasar kerja di lembaga kesehatan keperawatan di
Indonesia mengadopsi
pemerintah dan swasta. Rendahnya daya serap pelayanan keperawatan di
Belanda, yakni
lulusan pendidikan keperawatan itu merupakan profesi perawat lahir karena pelayanan
imbas terbatasnya anggaran pemerintah dalam kemanusiaan, seperti biarawati. Oleh karena
merekrut pegawai negeri. Moratorium itu, pendidikan keperawatannya kurang
perekrutan Pegawai negeri (sejak berkembang dibandingkan dengan negara-
desentralisasi, proses perekrutan tenaga negara Commonwealth.
kesehatan menjadi kewenangan pemerintah Sampai saat ini kebijakan dan peraturan
daerah), walau ada kebijakan khusus untuk yang mengatur perawat baru sebatas peraturan
tenaga kesehatan, makin memperkecil menteri kesehatan, seperti Keputusan Menteri
penyerapan perawat.13 Sedangkan Sebagian Kesehatan (Kepmenkes) No. 1239 Tahun 2001,
perawat yang tidak tertampung kemudian yang kemudian dicabut dan diganti menjadi
menjadi perawat di luar negeri atau menjadi Kepmenkes No. 151Tahun 20L0, di mana isinya
pegawai honorer di sejumlah rumah sakit dan menggabungkan pengaturan perawat dengan
puskesmas pemerintah. Bahkan, ada sejumlah tenaga kesehatan lain' Selain itu ada juga
perawat di beberapa kabupaten di sejumlah Perrnenkes No. L48 Tahun 2009, tentang
provinsi menjadi tenaga sukarela yang tidak penyelenggaran ijin praktik perawat. Kebijakan
digaji.la yang ada tersebut masih belum memadai dan
Kondisi ini sangat ironis karena belum memberikan perlindungan bagi perawat.
kebutuhan perawat di Indonesia sebenarnya Selama ini Profesi Perawat masih
masih sangat tinggi. Sebagai pembanding, mengalami keterbatasan wewenang dalam
Jepang yang berpenduduk 130 juta orang menjalankan praktik keperawatan. Sedangkan
memiliki 1,3 juta perawat dan masih meminta penjenjangan pendidikan tidak berpengaruh
perawat dari Indonesia. Sementara lndonesia banyak terhadap kompetensi, pengakuan, dan
yang memiliki 240 juta penduduk hanya kesejahteraan perawat di tempat kerja didalam
melakukan asuhan keperawatan. Tumpang
tindih pada gray area bagi berbagai jenis dan
t Menurut Sekjen PPNl,trdok odo informasi posti ke mono alumni
keperawoton yang tidok terserop posor bekerio. Profil Kesehatan 2010
menyebutkan, lulusan perawat selama lima tahun terakhir mencapai "tt tbid.
L47.347 orang atau rata-rata 26.928 orang per tahun. Jumlah ini hanya Yuti suhartati, "Pandangan Pemerintah Terhadap Urgensi Undang-
yang berasal dari Program Diploma lll Politeknik Kesehatan milik Undang Keperawatan Dalam Mewujudkan Pelayanan Kesehatan
pemerintah dan perguruan tinggi swasta' Lulusan program sarjana dan Berkualitas dan Berwawasan Kelas Dunia", Makalah disajikan dalam
magister tak termasuk dalam jumlah ini. Seminar "Urgensi, Tantangan, dan Harapan dalam RUU Keperawatan",
to
"Lulusan Perawat hanya 4 - 10 Persen", Kompas,3 Desember 2011' Jakarta: sekjen DPR Rl, 21 Oktober 2013.
50 Kajion VoL 79 No. 7 Moret 2014

jenjang perawat maupun dengan profesi dan etika, pelindung dan advokat bagi klien,
kesehatan lainnya merupakan hal yang sering manajer kasus, rehabilitator, komunikator dan
sulit untuk dihindari dalam praktik, terutama pendidik.18
terjadi dalam keadaan darurat maupun karena Di sisi lain, Indonesia sebagai bagian dari
keterbatasan tenaga di daerah terpencil. Dalam masyarakat global, telah turut menandatangani
keadaan seperti ini perawat terpaksa harus kesepakatan di antara 10 negara ASEAN
melakukan tindakan medis yang bukan khususnya di bidang pelayanan kesehatan yang
merupakan wewenangnya demi keselamatan dikenal dengan MRA lMutual Recognition
pasien. Tindakan ini dilakukan perawat tanpa Agreementl, dimana Konsil Keperawatan
adanya delegasi dan protap dari pihak dokter sebagai badan yang independen diperlukan
dan atau pengelola R5. Keterbatasan tenaga untuk mengatur sistem registrasi, lisensi dan
dokter terutama di puskesmas yang hanya sertifikasi bagi praktik perawat. Namun
memiliki satu dokter yang berfungsi sebagai demikian, dalam kancah global, keperawatan di
pengelola puskesmas, sering menimbulkan Indonesia masih tertinggal dibanding dengan
situasi yang mengharuskan perawat melakukan negara-negara di Asia lainnya, terutama dalam
tindakan pengobatan. Tindakan pengobatan hal regulasi tentang praktik keperawatan yang
oleh perawat yang telah merupakan salah satunya karena belum diratifikasinya
pemandangan umum di hampir semua kesepakatan MRA. Di antara 10 negara di Asia
puskesmas terutama yang berada di daerah tenggara, 7 negara telah memiliki undang-
tersebut dilakukan tanpa adanya pelimpahan undang yang mengatur tentang praktik
wewenang dan prosedur tetap yang tertulis. keperawatan, sedangkan negara lainnya 3
Akibatnya apabila timbul permasalahan belum memiliki undang-undang tentang praktik
berkaitan dengan hal tersebut tanggung jawab keperawatan. Adapun 3 negara yang belum
dibebankan secara sepihak kepada perawat. memiliki undang-undang tentang praktik
Hal ini tentunya sangat merugikan profesi keperawatan adalah Indonesia, Laos dan
perawat.lT Vietnam.
Di Indonesia, perawat didesain untuk Selama ini
Indonesia telah mencoba
membantu dokter, sehingga peran dan untuk merambah pasar di negara-negara maju
fungsinya bergeser dari pelayanan seperti Amerika, Australia dan Jepang. Dalam
keperawatan. Hasil penelitian Depkes dan hal ini perjanjian kerjasama mungkin saja sudah
Universitas Indonesia (Ul) menunjukkan lebih dijalin oleh kedua pihak, tapi pengiriman
dari 90o/o perawat melakukan tugas tenaga kerja perawat bukanlah hal mudah
nonkeperawatan (menetapkan diagnosis seperti mengirimkan komoditi ekspor lain. Hal
penyakit, membuat resep obat, melakukan ini perlu persiapan yang matang, kepastian
tindakan pengobatan). Dari perawat yang hukum untuk melindungi para pekerja dari
mefakukan tugas keperawatan (Llo/ol, hanya eksploitasi, gaji yang rendah dan pelanggaran
5O%o yang melakukan asuhan keperawatan hak azasi dari penyedia kerja di luar negri.
sesuai dengan peran dan fungsinya. Padahal Untuk itu keberadaan undang-undang
saat ini perawat memiliki peran yang lebih luas praktik keperawatan (Regulatory Bodyl
dengan penekanan pada peningkatan merupakan salah satu prasyarat untuk ikut
kesehatan dan pencegahan penyakit, juga berperan dalam kancah global, apalagi
memandang klien secara komprehensif. Indonesia telah memproduktenaga
Perawat kontemporer menjalankan fungsi keparawatan dalam jumlah yang besar dan
dalam kaitannya dengan berbagai peran sejak tahun 1980-an perawat Indonesia sudah
pemberi perawatan, pembuat keputusan klinik mulai bekerja di luar negeri di berbagai negara

t'DPR
Rf, Naskah Akodemik Rancongon lJndang-undang Keperowown,
tt
op. cit, Potter, op cit,hlm.14,
61
Tri Rini Pujl Lestari Horopan Atos Profesi....

Timur Tengah seperti Kuwait, Uni Emirat Arab, memberikan pengalaman belajar pada peserta
Taiwan, dan Belanda.le didik untuk menumbuhkan dan membina sikap
serta keterampi la n profesional rTang diperluka n
B. Harapan sebagai seorang perawat.
Pendidikan tenaga keperawatan di
Pelayanan kesehatan yang Indonesia ditujukan untuk menyediakan tenaga
bermutu memang sangat perlu ditunjang oleh kesehatan dalam jumlah dan jenis yang sesuai,
tenaga kesehatan yang berkualitas. Dengan yang memiliki ciri-ciri berbudi luhur, tangguh,
tersedianya tenaga kesehatan dalam jumlah cerdas, terampil, mandiri, memiliki rasa
yang cukup dan berkualitas maka tujuan kesetiakawanan, bekerja keras, produktif,
pembangunan kesehatan bisa terwujud: Tidak kreatif; inovatif, disiplin, serta berorientasi ke
dapat dipungkiri bahwa kualitas tenaga masa depan sesuai dengan asas
kesehatan khususnya perawat sangat profesionalismenya. Di era pasar bebas,
menentukan kualitas pelayanan kesehatan keperawatan merupakan profesi yang memiliki
yang diberikan. masa depan cerah dan menjanjikan. Untuk itu,
Keperawatan sebagai
profesi profesionalisme keperawatan perlu
mensyaratkan pelayanan keperawatan ditumbuhkan sejak dini, agar tenaga perawat
diberikan secara profesional oleh perawat lebih percaya diri
dalam memberikan
dengan kompetensi yang memenuhi standar pelayanan terhadap klien.21
dan memperhatikan kaidah etik dan moral, Penyelenggaraan pendidikan tinggi
sehingga masyarakat terlindungi karena keperawatan harus dilaksanakan dengan
menerima pelayanan dan asuhan keperawatan memperhatikan perkembangan pelayanan dan
yang bermutu. Keperawatan sebagai profesi program pembangunan kesehatan seiring
juga memiJiki body of knowledge yang jelas dengan perkembangan IPTEK bidang
berbeda dengan profesi lain, altruistik, memiliki kesehatan/keperawatan serta diperlukan
wadah profesi, memiliki standar dan etika proses pembelajaran baik institusi di
profesi, akuntabilitas, otonomi, dan pendidikan maupun pengalaman belajar klinik
kesejawatan. Perawat juga
diharuskan di rumah sakit dan komunitas.22
akuntabel terhadap praktik keperawatan yang Selain itu, perkembangan pendidikan
berarti dapat memberikan pembenaran keperawatan juga harus sejalan dengan situasi
terhadap keputusan dan tindakan yang politik yang terjadi. Karena situasi politik di
dilakukan dengan konsekuensi dapat digugat Indonesia, sefama initefah memicu reformasi di
secara hukum apabila tidak melakukan praktik berbagai bidang termasuk pendidikan,
keperawatan sesuai dengan standar profesi; kesadaran masyarakat akan hak-haknya
kaidah etik, dan moral.2o terutama di
bidang Pendidikan, dan
Sebagai profesi, kePerawatan juga diterapkannya desentralisasi/otonomi daerah
dituntut untuk memiliki kemampuan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
intelektual, interpersonal kemampuan teknis 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dan moral. Untuk dapat memberikan pelayanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
keperawatan secara profesional tersebut, Undang Nomor tZ Tahun 2008 tentang
seseorang harus melalui proses pendidikan Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
tinggi keperawatan. Karena pendidikan dapat 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Secara garis besar, dalam rangka
a
Sebagian besar dari mereka bekerja di rumah sakit atau pelayanan merubah perkembangan keperawatan di
kesehatan untuk lansia. Sebagian besar perawat yang bekerja di luar
negeri itu adalah perawat dengan standar pendidikan diploma, selain
itu mereka juga lulus dalam berbagai test baik tes keperawatan " DPR Rl, Naskoh Akademik Roncangon lJnddng-Undang Keperowqtan'
maupun bahasa. op, cit, hlm,32
2t
lskandar, Keperawoton Profesionol, Samarinda: In Media, 2013, hlm.
'DPR Rt, Nqskoh Akademik Roncangon Undong-lJndang Keryrawoton,
opcit,hlm.2. 77.
62 Kojion Vol. 79 No. l Maret 2074

Indonesia menjadi lebih berkualitas sehingga pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat
dapat sejajar dengan perkembangan perawat di dipertanggungjawabkan.
negara berkembang, ada empat hal penting Kedua, perkembangan IPTEK menuntut
yang perlu diperhatikan pada sistem kemampuan spesifikasi dan penelitian bukan
pendidikan keperawatan, yaitu: (1) terjadinya saja agar dapat memanfaatkan IPTEK, tetapi
pergeseran pola masyarakat Indonesia; (21 juga untuk menapis dan memastikan hanya
Perkembangan IPTEK; (3) Globalisasi dalam IPTEK sesuai dengan kebutuhan dan sosial
pelayanan kesehatan; dan (4) Tuntutan tekanan budaya masyarakat lndonesia yang akan
profesi keperawatan.23 diadopsi, disamping tentunya untuk
Pertama, pergeseran pola masyarakat mengembangkan IPTEK baru lainnya. IPTEK juga
agrikultur ke masyarakat industri dan dari berdampak pada biaya kesehatan yang makin
masyarakat tradisional berkembang menjadi tinggi dan pilihan tindakan penanggulangan
masyarakat maju, menimbulkan dampak dalam masalah kesehatan yang makin banyak dan
berbagai aspek kehidupan masyarakat kompleks, selain juga untuk menurunkan
Indonesia, termasuk aspek kesehatan. jumfah hari rawat (Hamid, t997; Jerningan,
Meskipun masih ada masyarakat yang 1988). Penurunan jumlah hari rawat
menderita penyakit terkait dengan kemiskinan mempengaruhi kebutuhan pelayanan
seperti infeksi, penyakit yang disebabkan oleh kesehatan yang lebih berfokus kepada kualitas
kurang gizi dan pemukiman tidak sehat, tetapi bukan hanya kuantitas, serta meningkatkan
penyakit atau kelainan kesehatan akibat pola kebutuhan untuk pelayanan/asuhan
hidup modern juga sudah makin meningkat. keperawatan di rumah dengan
Angka kematian bayi dan angka kematian ibu mengikutsertakan klien dan keluarganya.
sebagai indikator derajad kesehatan, masih Perkembangan IPTEK harus diikuti dengan
tinggi. Peningkatan umur harapan hidup juga upaya perlindungan terhadap hak untuk
mengakibatkan masalah kesehatan yang terkait mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman,
dengan masyarakat lanjut usia seperti penyakit hak untuk diberitahu, hak untuk memilih
generatif. tindakan yang akan dilakukan dan hak untuk
Demikian juga masalah kesehatan yang didengarkan pendapatnya. Oleh karena itu,
berhubungan dengan urbanisasi, pencemaran pengguna jasa pelayanan kesehatan perlu
kesehatan lingkungan dan kecelakaan kerja memberikan persetujuan secara tertulis
cenderung meningkat sejalan dengan sebel u m d ilaku kan tindakan (i nformed ci nse nt).
pembangunan industri. Selain masalah Ketiga, Globalisasi dalam pelayanan
kesehatan yang makin kompleks, pergeseran kesehatan. Pada dasarnya ada dua hal utama
nilai-nilai keluarga pun turut terpengaruh di dari globalisasi yang akan berpengaruh
mana berkembang kecenderungan keluarga terhadap perkembangan pelayanan kesehatan
terhadap anggotanya menjadi berkurang. termasuk pelayanan keperawatan adalah: (1)
Keadaan ini akan sangat berpengaruh terhadap tersedianya alternatif pelayanan; dan (21

kesehatan dan kesejahteraan kelompok lanjut persaingan penyelenggaraan pelayanan untuk


usia yang cenderung meningkat jumlahnya dan menarik minat pemakaijasa pelayanan dengan
sangat memerlukan dukungan keluarga. Selain memberikan jasa pelayanan kesehatan yang
daripada itu,
kesempatan mendapatkan terbaik. Untuk hal ini berarti tenaga kesehatan,
pendidikan yang lebih tinggi dan penghasilan khususnya tenaga keperawatan diharapkan
yang lebih besar membuat masyarakat untuk dapat memenuhi standar global dalam
Indonesia lebih kritis dan mampu membayar memberikan pelayanan/asuhan keperawatan.
Dengan demikian diperlukan perawat yang
23 Nursalam, 'Tantangan Keperawatan Indonesia dalam Proses mempunyai kemampuan profesional dengan
Profesiona[isme",
htto://nsipuns.multiolv.com/iournal/item/22lProfesionalisme Perawat standar internasional dalam aspek intelektual,
, diakes 22 Agustus 20U.
63
Tri Rini Puji Lestori Horopan Atos Profesi:...

interpersonal dan teknikal, bahkan peka kebutuhan objektif klien, mengacu pada
terhadap perbedaan sosial budaya dan standar profesional keperawatan dan
mempunyai pengetahuan transtruktural yang menggunakan etika keperawatan sebagai
luas serta mampu memanfaatkan alih IPTEK. tuntutan utama.
Secara internasional, Indonesia dituntut Di era globalisasi seperti sekarang ini
untuk menyiapkan tenaga keperawatan yang identik dengan era komputerisasi, perawat juga
handal dengan kompetensi global. Oleh karena dituntut untuk menguasai teknologi komputer
itu, perlu dibentuk standar pendidikan profesi didalam melaksanakan MIS (Manogement
keperawatan dengan memperhatikan sistem tnformation Systeml baik di tatanan pelayanan
pendidikan nasional berdasarkan Undang- maupun Pendidikan Keperawatan. Selain itu,
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem perkembangan keperawatan secara global
Pendidikan Nasional serta standar nasional semakin kuat, dampak adanya pasar bebas
pendidikan berdasarkan pada Peraturan dimana perawat luar akan masuk ke dunia kerja
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang di lndonesia, sehingga tenaga keperawatan
Standar Nasional Pendidikan (PP 5NP). Standar dituntut harus mengikuti perkembangan ilmu
pendidikan nasional berdasarkan PP SNP pengetahuan dan teknologi di bidang
meliputi standar kompetensi lulusan, standar keperawatan sehingga perawat Indonesia
isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga dapat bersaing dengan perawat dari luar yang
kependidikan, standar sarana dan prasarana, telah menerapkan konsep, model dan teoridari
standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan ahli-ahli keperawatan.
standar penilaian. Sistem pendidikan di negara maju pada
Fakta bahwa kebutuhan perawat selain umumnya telah didasarkan pada pemenuhan
didalam negeri, perawat juga diperlukan oleh segala tuntutan masyarakat dan kesetaraan
negara lain sebagai bagian dari penambahan profesi perawat dengan tenaga medis lain,
devisa negara. kebutuhan perawat tingkat misalnya dengan dokter. Hal tersebut tercermin
dunia dengan sistem keperawatan Indonesia dalam isi kurikulum yang dikaitkan dengan
yang diakui oleh negara tujuan adalah bagian tingkat pendidikan/jenis pendidikan yang
dari pencitraan dan mengangkat harkat ditempuh oleh calon perawat profesional. ANA
martabat bangsa Indonesia di bidang kesehatan (Americon Nurse Assosiotionl telah
sehingga mampu berperan serta dalam menetapkan bahwa persyaratan perawat
memimpin perkembangan keperawatan dunia. profesional minimal Bachelor in Nursing atau
Selain itu, sistem keperawatan yang diakui Sarjana Keperawatan, sedangkan Diploma
negara lain akan mensejajarkan perawat (lll/lv) adalah staf vokasional yang bertugas
Indonesia dengan perawat dari negara-negara secara teknis, serta di bawah supervisi dari
lain dan sekaligus meningkatkan penghargaan registered nurse/ perawat profesional dan
terhadap perawat Indonesia secara adil dan dafam posisi mereka adalah LPN/Licence
setara dengan negara-negara berkembang Proticol Nurse atau di Australia dan Inggris
lainnya, bahkan negara maju. disebut Enroll Nurse. Oleh karena itu, seluruh
Perawat selaku tenaga Keperawatan organisasi keperawatan di dunia mengacu
harus mempersiapkan diri secara baik dan kepada pernyataan ANA tersebut.2a
menyeluruh, mencakup seluruh aspek keadaan Sistem pendidikan tinggi keperawatan di
dan kejadian atau peristiwa yang terjadi saat lndonesia ke
depan harus melakukan
sekarang dan masa yang akan datang. berbagai persiapan dalam penerapan kurikulum
Keperawatan sebagai pelayanan/asuhan pada proses belajar mengajar, dengan cara
profesional bersifat humanistik dengan mela ku kan kola borasi d engan organisasi profesi
pendekatan holistik dilakukan berdasarkan ilmu
dan kiat keperawatan, berorientasi pada
'n Sri Hindriyastuti, "Rancunya Sistem Pendidikan Keperawatan di
tndonesia", http://ilmiki.wordpress.com/info/' diakes 22 Maret 2014'
64 Kojion Vol. 79 No. 1 Maret 2014

keperawatan di Indonesia untuk menetapkan merugikan. Kemampuan tersebut tidak saja


standar kompetensi pendidikan, melakukan bermanfaat pada saat ini tetapi juga dalam
perbaikan dalam sistem pembelajaran yang jangka waktu yang lebih lama, misalnya ketika
berfokus pada pelajar (student learning ditempatkan di tempat kerja yang berbeda-
centered)sehingga mahasiswa keperawatan beda bagian {saat dirotasi). Dengan demikian,
dilatih untuk belajar mengambil keputusan dan perawat harus tanggap dan dinamis dalam
berpikir kritis, menggunakan kurikulum yang perubahan yang sudah dan akan terus terjadi di
berdasarkan kompetensi, berorientasi pada masa depan.25
perkembangan kebutuhan pelayanan Keempat, tuntutan tekanan profesi
keperawatan secara global, mengikuti keperawatan. Keyakinan bahwa keperawatan
perkembangan dan pelayanan keperawatan merupakan profesi harus disertai dengan
dunia, serta mempersiapkan lulusan untuk bisa realisasi pemenuhan karakteristik keperawatan
bekerja secara nasional dan global, misalnya sebagai profesi yang disebut dengan
dengan peningkatan kemampuan berbahasa profesional. Karakteristik profesi yaitu: (1)
Inggris. Memiliki dan memperkaya tubuh pengetahuan
Perubahan yanB diharapkan terjadi melalui penelitian; (2) Memiliki kemampuan
pada diri perawat di masa depan adalah memberikan pelayanan yang unik kepada orang
sebagai sosok perawat profesional, yang dapat lain; (3) Pendidikan yang memenuhi standar;
dilihat dari perannya. Peran perawat yang (4) Terdapat pengendalian terhadap praktik; (5)
utama di masa depan adalah mempertahankan Bertanggung jawab dan bertanggung gugat
perawat sebagai profesi dengan menjaga citra terhadap tindakan yang dilakukan; (6)
perawat di hati masyarakat dan berpartisipasi Merupakan karir seumur hidup; (7) Mempunyai
aktif dalam pembangunan kesehatan baik fungsi mandiri dan kolaborasi.
tingkat kabupaten, provinsi dan nasional dalam Praktik keperawatan sebagai tindakan
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan pada keperawatan profesional masyarakat
umumnya. penggunaan pengetahuan teoritik yang mantap
Hal ini berkaitan dengan tuntutan dan kokoh dari berbagai ilmu dasar serta ilmu
profesi dan tuntutan global bahwa setiap keperawatan sebagai landasan untuk
perkembangan dan perubahan memerlukan melakukan pengkajian, menegakkan diagnostik,
peran aktif secara profesional dengan menyusun perencanaan, melaksanakan asuhan
memperhatikan setiap perubahan yang terjadi keperawatan dan mengevaluasi hasil tindakan
di Indonesia. Potret perawat masa depan keperawatan serta mengadakan penyesuaian
adalah perawat yang mempunyai enam E, rencana keperawatan untuk menentukan
yaitu: (Ll Environmental sovvy, perawat harus tindakan selanjutnya. Selain memiliki
menyadari dan memahami apa yang terjadi di kemampuan intelektual, interpersonal dan
dalam lembaga pendidikannya baik secara teknikal, perawat juga harus mempunyai
lokal, regional, nasional, dan internasional; (2) otonomi yang berarti mandiri dan bersedia
Excellence, selalu berusaha untuk memberikan menanggung risiko, bertanggung jawab dan
pelayanan terbaik dan menjadi yang terbaik; (3) bertanggung gugat terhadap tindakan yang
Eclecticlsm, memilih yang terbaik dari berbagai dilakukannya, termasuk dalam melakukan dan
sumber; l4l Enthusiasm, selalu bersemangat mengatur dirinya sendiri.
dalam melakukan pekerjaan dan memberikan Sebagai profesi, keperawatan dituntut
pefayanan keperawatan; (5) Effort, selalu untuk memiliki kemampuan intelektual,
berusaha melakukan pekerjaannya dengan baik interpersonal kemampuan teknis dan moral.
dan membuat perubahan yang positif; (6)
Enduronce, harus dapat bertahan terhadap 25
Nursalam, 'Trend of Indonesian Nurse's Role in the Future", Jurnal
segala pengaruh dari luar yang dapat Folio Medica lndonesiond,Vol,259 41, No.4, October-December 2005,
Surabaya: Universitas Airlangga, hlm. 260,
Tri Rini Puji Lestori Harapon Atas Profesi.... 65

Dengan demikian diharapkan terjadi perubahan terbaik dan berpandangan luas didalam
besar yang mendasar dalam upaya menyelesaikan permasalahan. Diharapkan di
berpartisipasi aktif mensukseskan program masa depan perawat mempunyai semangat
pemerintah dan benryawasan yang luas tentang dan motivasi yang tinggi ditunjang dengan
profesi keperawatan. Perubahan tersebut bisa berbagai fasilitas untuk melaksanakan
dicapai apabila pendidikan tinggi keperawatan aktivitas/kegiatan yang dilaksanakan. Ciri khas
tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan yang terpenting perawat harus mempunyai
perkembangan pelayanan dan program daya tahan yang tinggi dan tidak pantang
pembangunan kesehatan seiring dengan menyerah dalam meraih tujuan
perkembangan IPTEK bidang profesionalisme. Seorang perawat, dalam
kesehatan/keperawatan serta
diperlukan segala kondisijuga harus selalu mengutamakan
proses pembelajaran baik institusi pendidikan kepentingan orang lain dalam memberikan
maupun pengalaman belajar klinik di rumah pelayanan keperawatan.
sakit dan komunitas.
Prospek perawat profesional di masa III. KESIMPUIAN
depan sangat ditentukan oleh banyak faktor,
mulai faktor keadaan kestabilan sosial- Keperawatan Indonesia kini
tetah
ekonomi-politik di Indonesia dan faktor internal mengalami pergeseran yang
cukup
pada diriperawat sendiri. Untuk itu, menggembirakan. Sebagai tenaga kesehatan
keperawatan sebagai sebuah profesi yang di dengan jumlah terbesar dibanding tenaga
dafamnya terdapatbody of
knowledgeyang kesehatan lainnya, perawat memiliki peran
jelas, harus memiliki dasar pendidikan yang penting dalam turut meningkatkan status
kuat sehingga dapat dikembangkan setinggi- kesehatan masyarakat. Bagi negara, tenaga
tingginya. Hal ini
menyebabkan profesi keperawatan juga merupakan profesi yang
keperawatan selalu dituntut untuk menguntungkan karena perawat Indonesia
mengembangkan diri dan berpartisipasi aktif yang bekerja di luar negeri bisa mendatangkan
dalam sistem pelayanan kesehatan di lndonesia pemasukan devisa yang menjanjikan.
dalam upaya meningkatkan profesionalisme Lemahnya perlindungan terhadap
keperawatan agar dapat memajukan pelayanan perawat sebagai pemberi pelayanan dan
kesehatan di negeri ini. asuhan keperawatan mengakibatkan perawat
Pelayanan keperawatan di masa dalam menjalankan praktiknya kerap
mendatang harus dapat memberikan consumer menghadapi permasalahan seperti
minded terhadap pelayanan yang diberikan. keterbatasan wewenang. Padahal tuntutan
lmplikasi pelayanan keperawatan akan terus perkembangan globalisasi, seorang perawat
mengalami perubahaan dan hal ini akan dapat selain harus profesional juga harus memiliki
terjawab dengan memahami dan melaksanakan kepastian hukum untuk melindunginya dari
karakteristik perawat profesional dan perawat eksploitasi, gaji yang rendah, dan pelanggaran
milenium. Peran perawat di masa depan harus hak azasi dari penyedia kerja di luar negeri.
berkembang seiring dengan perkembangan Harapan ke depan, tenaga keperawatan
IPTEK dan tuntutan kebutuhan masyarakat, sebagai salah satu komponen utama pemberi
sehingga perawat, dituntut mampu manjawab layanan kesehatan kepada masyarakat harus
dan mengantisipasi terhadap dampak dari bertanggung jawab dan akuntabel terhadap
perubahan, sebagaimana tertera dalam pelayanan keperawatan yang bermutu, aman,
Undang-Undang No. 36 Tahun 2fl)9 tentang dan terjangkau sesuai dengan kompetensi dan
Kesehatan. pendidikan yang dimilikinya. Adapun
Ciri khas lain perawat masa depan penyelenggaraan praktik keperawatan
adalah selalu melaksanakan perannya yang didasarkan kepada kewenangan yang diberikan
66 Kajian Vol. 79 No. 7 Moret 2074

karena keahlian di bidang ilmu keperawatan Selain itu, praktik keperawatan sebagai
yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan bagian integral dari berbagai kegiatan dalam
kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu penyelenggaraan layanan kesehatan harus
pengetahuan, dan tuntutan globalisasi terus menerus ditingkatkan mutunya melalui
sebagaimana tertera dalam Undang-Undang registrasi, sertifikasi, akreditasi, pendidikan,
No. 35 Tahun 2009 tentang Kesehatan. dan pelatihan berkelanjutan serta pemantauan
Ada empat hal penting agar profesi terhadap tenaga keperawatan sesuai dengan
keperawatan di masa depan dapat sejajar dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
bersaing dengan perawat-perawat dari negara teknologi.
lain. Pertama, terjadinya pergeseran pola
masyarakat Indonesia. Kedua, perkembangan
IPTEK. Ketiga, globalisasi dalam pelayanan
kesehatan. Dan keempat, tuntutan tekanan
profesi keperawatan.
67
Tri Rini Puji Lestari Haropon Atas Profesi....

DAFTAR PUSTAKA Surat Kabar:


'1-ulusan Perawat hanya 4
10 Persen',
Buku: Kompas, 3 Desember ?OLL.
Darmawan, Deden. (2013). Pengantar "RUU Keperawatan Jamin Perawat Profesional
Keperowoton Profesionol. Yogyakarta: dan Berkualitas", Suara Pembaruon, L5
Gosyen Publishing. Mei 2013.
f skandar. (2013). Keperowotan Profesional.
Samarinda: In Media. lnternet:
Keeling, A. W. dan Ramos, M. C. (1995). Nurs Joe, "sejarah dan Perkembangan Keperawatan
Heolth Care: Perspectives on Dunia",
Community. The Role of Nursing History http ://perawattega l.word press:com/20
in Preporing Nursing for the Future. US: 09/09/09/seiara h-perkem ba ngan-
University of Virginia. keperawatan-di-dunia/ , diakses 14 Juli
Potter, P. A., dan Perry, A.
G. (2005). 2OLL.
Fundomentals of Nursing: Concept, Nursalam,'Tantangan Keperawatan Indonesia
Process, and Practice, /E. (Terj. Yasmin dalam Proses
Asih, dkk). Jakarta: EGC. P rofesio n a ism e", http ://n si p u n g. m u lti p I
I

v.com/iou rnal/item/22lProfesion alisme


Jurnat/Makalah: Perawat. diakses 22 Agustus 201L.
Nursalam, 'Trend of Indonesian Nurse's Role in Nurviyandari, Dwi, "Peluang Kerja Perawat
the Future", Jurnal Folia Medica Indonesia di JePang",
lndonesiano, Vol. 259 4L, No. 4, http://www.io.ppi-
October-December 2005, Surabaya: iepane.orslarticle.php?id=159, diakses
Universitas Airlangga L4 Juli 2OLL.
Azwar, Azrul. "Beberapa Catatan tentang RUU Hindriyastuti, Sri, Rancunya Sistem Pendidikan
Keperawatan", makalah disampaikan Keperawatan di Indonesia,
dalam Diskusi Internal dalam Rangka http ://il m i ki. word press. com/i nfol.
Mendapatkan Masukan untuk diakses 22 Maret 20t4.
Penyusunan Naskah Akademik RUU
Keperawatan, diselenggarakan Biro Lain-lain:
Perancangan Undang-undang Bidang DPR Rf. (2011). Noskah Akodemik Roncongon
Politik, Hukum, Hak Asasi Manusia, dan IJ ndo ng-ll ndong Keperawoton, Jakarta:

Kesejahteraan Rakyat Setjen DPR Rl, Sekjen DPR Rl.


Jakarta 14Juni z}t]-.

Suhartati, Yuti. "Pandangan Pemerintah


terhadap Urgensi Undang-Undang
Keperawatan dalam Mewujudkan
Pelayanan Kesehatan Berkualitas dan
Berwawasan Kelas Dunia", Makalah
disajikan dalam Seminar "Urgensi,
Tantangan, dan Harapan dalam RUU
Keperawatan", Jakarta: Sekjen DPR Rl,
2l Oktober 20L3.
E-ISSN - 2477-6521
Vol 5(1) Februari 2020 (115-125)

Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan


Avalilable Online http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance

Kaleidoskop Menuju Seperempat Abad Pendidikan Keperawatan


di Indonesia
Casman(1*), Anung Ahadi Pradana2, Edianto3, La Ode Abdul Rahman4
a
Departemen Keperawatan Anak, STIKes RS Husada, Jakarta, Indonesia
b
Departemen Keperawatan Komunitas, STIKes Mitra Keluarga, Bekasi, Indonesia
c
Departemen Radio-Onkologi, RSUP H. Adam Malik, Medan, Indonesia
d
Departemen DKKD, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
*email korespondensi: nerscasman@gmail.com

Submitted :14-08-2019, Reviewed:23-08-2019, Accepted:10-09-2019


DOI: http://doi.org/10.22216/jen.v5i1.4291

ABSTRACT
A year left before nursing education in Indonesia was even a quarter century, but some issue is unclear
nowadays, especially the development of nursing education. This article aims to describe the
development of nursing in Indonesia, used education system perspective. Nararative literature review
is the method chosen, by searching non-systematically on google scholar by using keywords “nursing
education in Indonesia”. The results showed nursing education in Indonesia improvement, proved by
84 doctoral graduates and 9 professors in the field of nursing. However, there are need improvementin
some area, such as how to call nurse using “ners”, because the word have no meaning in the dictionary
and not all specialist education has been implemented. Based on existing data, it can be concluded that
the word "ners" has not been registered as a word that has meaning indictionary, and 3 specialist
programs do not yet exist in Indonesia, so it is expected that Ners must be made uniform calls agreed
and implemented throughout Indonesia, this is the fundemental for being known society as a profession.
Keywords: ners; nursing education system; Indonesia

ABSTRAK
Setahun tersisa sebelum pendidikan keperawatan di Indonesia genap berusia seperempat abad, namun
masih banyak hal seputar pendidikan keperawatan yang belum tergambarkan terutama perkembangan
pendidikan keperawatan. Artikel ini bertujuan memamparkan perkembangan keperawatan di Indonesia
dalam perspektif sistem pendidikan yang dimiliki. Nararative literature review adalah metode yang
dipilih, dengan cara mencari secara non sistematik di google scholar dengan menggunakan kata kunci
pendidikan keperawatan di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa pendidikan keperawatan di
Indonesia berjalan menuju perbaikan, terbukti dengam adanya 84 lulusan doktoral dan dikukuhkannya
9 guru besar di bidang keperawatan. Namun, masih ada beberapa yang membutuhkan perbaikan yaitu
belum seragamnya sebutan untuk perawat, disebabkan kata nres belum memiliki makna dalam kamus
serta belum semua pendidikan spesialis terlaksana. Berdasarkan data yang ada, dapat disimpulkan
kata “ners” belum terdaftar sebagai kata yang mempunyai arti dalam KBBI, dan 3 program spesialis
belum ada di Indonesia, sehingga diharapkan Ners wajib dijadikan panggilan seragam yang disepakati
dan dilaksanakan di seluruh Indonesia, ini merupakan dasar untuk dikenal masyarakat sebagai sebuah
profesi.
Kata Kunci: ners; sistem pendidikan keperawatan; Indonesia

PENDAHULUAN
24 tahun sudah berlalu sejak awal keperawatan pertama di Indonesia pada
mandirinya program studi ilmu tahun 1995, namun cita – cita besar
keperawatan menjadi fakultas ilmu keperawatan Indonesia untuk menjadi

LLDIKTI Wilayah X 115


Casman et. all | Kaleidoskop Menuju Seperempat Abad Pendidikan Keperawatan di Indonesia

(115-125)
profesional masih harus melalui jalan
panjang ke depan. Berbagai cara dan upaya 2. METODE
telah dilakukan mulai dari merumuskan 2.1 Desain Studi
undang – undang sampai kepada
standarisasi kualitas lulusan melalui uji Artikel ini merupakan narative
kompetensi. literature review, yang berusaha
Undang – undang keperawatan memberikan pemahaman terhadap
tahun 2014 menyebutkan bahwa perawat topik yang sedang dipelajari, namun
adalah seseorang yang telah lulus tidak melalui tahap sistematik dalam
pendidikan tinggi Keperawatan, baik di pencarian materi atau sumber data yang
dalam maupun di luar negeri yang diakui digunakan (Pare, et al., 2014).
oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Pencarian non-sistematik dalam artikel
Peraturan Perundang-undangan. ini, peneliti mencari materi secara acak
Disebutkan lebih lanjut bahwa yang melalui berbagai sumber literatur resmi
dimaksudkan dengan pendidikan tinggi dan terpercaya yang dapat memberikan
keperawatan terbagi atas 3, yakni informasi seputar pendidikan
pendidikan vokasi, akademik, dan profesi keperawatan Indonesia sejak pertama
keperawatan (Republik Indonesia, 2014). kali berdiri sampai perkembangan
Dalam perkembangannya, pendidikan terkini dengan kata kunci pendidikan
keperawatan telah mengalami pasang surut, keperawatan Indonesia. Adapun situs
jenjang pendidikan yang semula hanya yang dipilih sebagai sumber pencarian
setingkat SMK, kini telah sampai pada yaitu: Google Scholar, Kemenristek,
jenjang tertinggi yaitu doktoral, sampai Kemenkes, dan LibUI. Selain mencari
adanya 9 guru besar di dunia keperawatan secara daring, bentuk non-elektronik
Indonesia saat ini. juga digunakan dalam artikel ini dengan
Keinginan profesi keperawatan syarat versi cetak dipublikasikan oleh
untuk menstandarisasi level pendidikan organisasi resmi berbadan hukum.
setara “ners” sebagai standar minimal 2.2 Analisis Data
perawat Indonesia masih terganjal berbagai
hal dewasa ini, berbagai kepentingan Empat penulis yaitu Casman,
hingga peraturan yang berlaku menjadi Anung Ahadi Pradana, Edianto dan La
salah satu halangan yang muncul. Faktor Ode Abdul Rahman telah
lain dikarenakan lulusan perawat dan mengumpulkan sumber data dari
pendidikan keperawatan yang tersedia di Februari-April 2019. Seluruh dokumen
Indonesia sebagian besar adalah setara yang telah dikumpulkan oleh masing-
vokasi/diploma III. Kemenkes RI (2017) masing peneliti, kemudian ditelaah
menyatakan bahwa pada tahun 2016 dari secara bersamaan oleh empat penulis.
296.870 perawat dari 15.263 instansi Diskusi telah dilakukan sebanyak 4 kali
kesehatan di Indonesia, sebanyak 75,56% sepanjang bulan Mei sampai
(230.262) merupakan perawat non-ners mendapatkan kata sepakat bahwa data
(Diploma-III, IV atau sarjana /S1 tanpa yang digunakan telah tervalidasi
ners), Ners sebesar 10,84% (32.189) dan kebenarannya.
5,17% (15.347) bahkan masih 3. HASIL
berpendidikan sekolah pendidikan
keperawatan (SPK). 3.1 Sejarah Pendidikan Keperawatan
Tujuan artikel ini adalah Indonesia
memaparkan perkembangan keperawatan Perkembangan keperawatan
Indonesia dalam perspektif sistem dan Indonesia tidak terlepas dari sejarah
jenjang pendidikan formal keperawatan penjajahan bangsa oleh Inggris,
sebagai sebuah profesi. Belanda, dan Jepang. Tahun 1799 untuk

LLDIKTI Wilayah X 116


Casman et. all | Kaleidoskop Menuju Seperempat Abad Pendidikan Keperawatan di Indonesia

(115-125)
pertama kalinya didirikan Binnen Fakultas Kedokteran Universitas
Hospital di Jakarta, namun perawat Indonesia dan pada tanggal 15
hanya bertugas sebagai penjaga orang November 1995, sesuai surat keputusan
sakit khusus staf dan tentara Belanda Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(DPR RI, 2011). Keperawatan R.I. nomor 0332/O/1995, PSIK telah
Indonesia mengalami perkembangan disyahkan menjadi Fakultas Ilmu
lebih baik saat periode penjajahan Keperawatan (FIK) Universitas
Inggris, dimana dibawah komando Indonesia. FIK menjadi fakultas ke-13
Rafless, kesehatan adalah milik seluruh dan merupakan fakultas termuda di
manusia termasuk perawatan tahanan, Universitas Indonesia saat itu (FIK UI,
dengan berfokus pada penanganan 2015).
cacar dan kesehatan jiwa. Periode 1816- Pada awalnya berdirinya PSIK,
1942, Indonesia kembali berada terdapat 2 program pendidikan dengan
dibawah kuasa Belanda. Belanda mulai lulusan bergelar Sarjana keperawatan
membangun beberapa rumah sakit (S. Kp.) yakni Program A (regular)
khususnya di Jakarta, salah satunya dikhususkan bagi lulusan SMA dengan
adalah rumah sakit Stadsverband menempuh pendidikan selama 9
(sekarang dikenal sebagai Rumah Sakit semester, dan program B dikhususkan
Cipto Mangunkusumo setelah untuk alih jenjang dari diploma III
dipindahkan ke Salemba). Pada masa keperawatan dengan lama pendidikan 5
ini penduduk mulai dilatih menjadi semester. Pada tahun 1998 program
perawat, sedangkan periode 1942-1945 pendidikan akademik dan program
saat masa kuasa Jepang, keperawatan profesi dipisah, sehingga program A
tidak diperhatikan (Budiono, 2016). menyelesaikan program pendidikan
DPR RI (2011) menjelaskan bahwa akademik selama 8 semester,
setelah Indonesia merdeka, tahun 1952 sedangkan program B menyelesaikan
pertama kali didirikan sekolah pengatur pendidikan akademik selama 4
perawat (SPR) di Rumah Sakit Tantja semester. Adapun pada periode ini
Badak Bandung (sekarang dikenal terjadi perubahan nomenklatur gelar
dengan nama Rumah Sakit Hasan yang diterima. Perubahan tersebut dari
Sadikin), SPR kemudian berubah nama S.Kp menjadi S. Kep. Pada pendidikan
menjadi Sekolah Perawat Kesehatan profesi, setiap calon perawat wajib
(SPK). SPK setara dengan pendidikan menjalani 2 semester tambahan untuk
menengah atas, dimana pendidikan mendapatkan gelar profesi
ditempuh dalam 3 tahun di Jakarta, keperawatan/Ners (Ns.). Pada tahun
Bandung, dan Surabaya. Selain SPR, 2000 terjadi perubahan penyebutan
pada Tahun 1955 dibuka juga Sekolah program A menjadi program reguler,
Djuru Kesehatan (SDK) yang setara dan program B menjadi program
sekolah menengah pertama. Tahun ekstensi (FIK UI, 2018).
1962 didirikan pendidikan Akademi Pendidikan pascasarjana ilmu
Keperawatan pertama dengan nama keperawatan di Indonesia mulai
Centeraal Burgerlijke Ziekenkhuis atau berkembang pada periode millennium.
CBZ (sekarang dikenal dengan nama pada tahun 1999, Jenjang Magister dan
RSCM). Spesialis pertama resmi dibuka di
Pada tahun 1985 akhirnya jenjang Universitas Indonesia yang meliputi 6
sarjana untuk pertama kalinya dibuka di spesialisasi keperawatan dan pada
Indonesia tepatnya di Universitas tahun 2008 program Doktoral ilmu
Indonesia. Selama satu dekade, keperawatan resmi muncul di Indonesia
Program Studi Ilmu Keperawatan (FIK UI, 2018). Standarisasi
(PSIK) ini masih berada di bawah pendidikan merupakan hal penting

LLDIKTI Wilayah X 117


Casman et. all | Kaleidoskop Menuju Seperempat Abad Pendidikan Keperawatan di Indonesia

(115-125)
yang wajib dimiliki dan dilaksanakan pendidikan vokasi (D III Keperawatan),
oleh pendidikan tinggi profesi pendidikan akademik (Sarjana,
keperawatan. Pada tahun 2012, Magister dan Doktoral Keperawatan),
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan pendidikan profesi (ners dan
(Dikti) bersama dengan Kementrian spesialis). Tahapan pendidikan
Kesehatan serta Organisasi Profesi keperawatan dari jenjang D3 sampai S3
(OP) merumuskan kerangka kualifikasi di Indonesia dapat dilihat pada gambar
nasional Indonesia (KKNI) yang 1.
berfungsi sebagai pedoman dasar bagi Pendidikan Keperawatan dapat
pendidikan tinggi keperawatan untuk ditempuh oleh siswa yang telah lulus
menyelenggarakan praktik pendidikan SMA, baik D III maupun S1
(Republik Indonesia, 2012) Keperawatan. Setelah lulus S1,
Disamping perumusan KKNI yang mahasiswa wajib melanjutkan program
dilakukan bersama pemerintah, upaya Ners. Pemerintah kemudian
lain yang dilakukan untuk mewajibkan lulusan D III dan Ners
meningkatkan standar pendidikan lulus uji kompetensi bagi lulusan diatas
keperawatan Indonesia oleh berbagai 01 Agustus 2012 sebagai syarat
institusi pendidikan tinggi keperawatan mendapatkan STR. STR merupakan
adalah membentuk asosiasi pendidikan lisensi seorang perawat dapat merawat
keperawatan yang terpisah kepada 2 pasien secara resmi. Untuk program S2,
asosiasi, Asosiasi Institusi Pendidikan peminatan manajemen keperawatan
Ners Indonesia (AIPNI) yang terbentuk merupakan satu-satunya program S2
pada tahun 2001 (AIPNI, 2011) dan yang tidak mengharuskan mengikuti
Asosiasi Institusi Pendidikan Vokasi program spesialis dan bisa langsung
Indonesia (AIPViKI) yang terbentuk melanjutkan ke program doktoral.
belakangan pada tahun 2011 (AIPVIKI, Sejak tahun 1999 Universitas
2014). Sebelum AIPNI dan AIPViKI Indonesia telah membuka program S2
terbentuk, seluruh perawat ada dalam dengan 6 peminatan yaitu Manajemen
naungan Persatuan Perawat Nasional Keperawatan, Keperawatan Anak,
Indonesia yang lahir per 17 Maret 1974 Keperawatan Medikal Bedah,
(PPNI, 2019). Keperawatan Maternitas, Keperawatan
Komunitas, dan Keperawatan jiwa (FIK
3.2 Perkembangan Terkini Pendidikan UI, 2018). Adapun kampus yang telah
Keperawatan Indonesia membuka prodi S2 Keperawatan
Perjuangan panjang para tokoh sebanyak 17 kampus (BAN-PT, 2019).
keperawatan telah berhasil melahirkan Pada tahun 2019 Universitas
hukum tertulis yang mengakui Muhammadiyah Jakarta telah diberikan
keperawatan sebagai sebuah profesi izin dari kemenristek untuk membuka
dengan diterbitkannya Undang-Undang program spesialis keperawatan medikal
Republik Indonesia Nomor 38 Tahun bedah dan keperawatan komunitas (FIK
2014 tentang Keperawatan pada UMJ, 2019). Program Doktor
tanggal 17 Oktober 2014 oleh presiden keperawatan mulai berkembang setelah
Republik Indonesia (Republik Universitas Indonesia mengadakan
Indonesia, 2014). Republik Indonesia program studi doktor keperawatan pada
(2014) menunjukkan bahwa undang- tahun 2008, menyusul kemudian
undang ini terdiri dari 66 pasal. Jenjang Universitas Airlangga yang membuka
pendidikan keperawatan diatur dalam program doktor keperawatan angkatan
pasal 5-8, dimana pendidikan pertama di tahun 2018 (FK Unair,
keperawatan dibagi menjadi 3 yaitu 2019).

LLDIKTI Wilayah X 118


Casman et. all | Kaleidoskop Menuju Seperempat Abad Pendidikan Keperawatan di Indonesia

(115-125)

(*Belum terbentuk)
Gambar 1. Sistem Pendidikan Keperawatan di Indonesia Berdasarkan KKNI

Adapun seluruh spesialis dan 1. Prof. Dra. Elly Nurachmah, SKp.


doktor keperawatan di Indonesia masih DNSc.
berasal Universitas Indonesia sebagai 2. Prof. Dr. Ratna S. Sudarsono, SKp.,
satu-satunya instansi pendidikan yang M.App.Sc.
telah mempunyai lulusan spesialis dan Keperawatan Jiwa
doktor keperawatan. Data FIK UI per 3. Prof. Achir Yani S. Hamid, D.N.Sc.
Agustus 2018 menunjukkan bahwa 4. Prof. Budi Anna Keliat, SKp.,
jumlah lulusan spesialis yaitu 157 M.App.Sc.
keperawatan maternitas, 184 Keperawatan Maternitas
keperawatan komunitas, 315 5. Prof. Dra. Setyowati, SKp.,
keperawatan medikal bedah, 187 M.App.Sc, PhD.
keperawatan jiwa, 180 keperawatan 6. Prof. Dr. Yati Afyanti, SKp., MN.
anak (FIK UI, 2018), dan jumlah 3 guru besar lain berasal dari universitas
lulusan doktoral sebanyak 84 doktor yang berbeda, yaitu:
keperawatan (FIK UI, 2019). 7. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs. (Hons)
Ada 9 tokoh telah dikukuhkan dari Universitas Airlangga
menjadi guru besar atau profesor Surabaya.
keperawatan di Indonesia yang telah 8. Prof. Suryani, SKp., MHSc., PhD.
diakui pemerintah. 6 guru besar berasal dari Universitas Padjadjaran
dari Universitas Indonesia (FIK UI, Bandung.
2018; FIK Unpad, 2019; FK Unair, 9. Prof. DR. H. Paul Sirait, SKM.,
2019), yaitu: MM., M.Kes. dari STIKes
Keperawatan Medikal Bedah Sumatera Utara.

LLDIKTI Wilayah X 119


Casman et. all | Kaleidoskop Menuju Seperempat Abad Pendidikan Keperawatan di Indonesia

(115-125)
Tabel 1. Beban SKS, Lama Pendidikan, dan Penulisan Gelar Keperawatan
Jenjang Pendidikan Lama Pendidikan SKS Gelar Arti
Vokasi
D III Keperawatan 6 semester (3 tahun) 108 AMd. Kep. Ahli Madya
Keperawatan
D IV 8 Semester
Keperawatan (4 Tahun) 144 S.ST
Sarjana Sains Terapan
Akademik
Sarjana keperawatan/S1 8 semester 144 S. Kep. Sarjana Keperawatan
(4 tahun) bagi SMA
Magister Keperawatan/S2 4 semester (2 tahun) 42 M. Kep. Magister Keperawatan

Doktoral/S3 8 semester 50 Dr. Doktor Keperawatan


(4 tahun)
Profesi
Ners 2 semester 36 Ns. Ners/Profesi
(1 tahun) Keperawatan
Spesialis 2 semester 36 Sp. Kep. Spesialis Keperawatan
(1 tahun) Mat. Sp. Maternitas Spesialis
Kep. Kom. Keperawatan
Komunitas
Sp. Kep. Spesialis Keperawatan
MB. Medikal Bedah
Sp. Kep. Spesialis Keperawatan
An. Anak
Sp. Kep. J. Spesialis Keperawatan
Jiwa
Sp. Kep. Spesialis Keperawatan
On. Onkologi
Sp. Kep. Spesialis Keperawatan
K. Kritis
Sp. Kep. Spesialis Keperawatan
GD. Gawat Darurat
Sumber: AIPViKI, AIPNI, FIK UI

Beban SKS, lama pendidikan dan mantri lebih dikenal masyarakat karena
penulisan gelar tiap jenjang pendidikan adanya program penyuntikan anti cacar
keperawatan di Indonesia dapat dilihat sehingga perawat lebih dikenal dengan
pada tabel 1. nama mantri suntik. Hingga saat ini
penggunaan istilah mantri kesehatan
Sebutan atau panggilan untuk perawat masih dipakai di beberapa daerah
ini tidak terlepas dari masa penjajahan pedalaman Indonesia akibat kurangnya
yang terjadi di Indonesia, sehingga pada pemahaman masyarakat.
tahun 1960-an lebih dari 20 jenis
perawat dengan sebutannya masing- 4. PEMBAHASAN
masing (DPR RI, 2011). Masa 4.1 Tantangan Keperawatan Indonesia
berkuasanya Belanda, perawat lebih
dikenal dengan panggilan Zuster (Zr) Pendidikan keperawatan di
untuk perawat perempuan, dan Bruder Indoneisa sejatinya telah mengalami
(Br) untuk perawat laki-laki. Istilah ini perkembangan yang cukup pesat, mulai
muncul karena upaya keperawatan dari awalnya hanya berfungsi sebagai
lebih banyak dilakukan oleh biarawan pembantu tenaga medis dengan gelar
dan biarawati yang datang dari Belanda. setara sekolah menengah atas hingga
Pada masa kekuasaan Inggris, istilah akhirnya pada tahun 2008 telah dibuka

LLDIKTI Wilayah X 120


Casman et. all | Kaleidoskop Menuju Seperempat Abad Pendidikan Keperawatan di Indonesia

(115-125)
program doktor keperawatan, namun Keperawatan yang berbunyi bahwa
sistem pendidikan keperawatan di perawat asing dapat berpraktik dan
Indonesia masih belum optimal. bekerja di Indonesia atas permintaan
Undang-undang keperawatan telah pengguna / klien.
dengan jelas mengamanatkan bahwa Permasalahan lain adalah
yang disebut sebagai perawat adalah kurangnya kompetensi para perawat
mereka yang resmi lulus dari ners yang ada di Indonesia. Masih
pendidikan tinggi keperawatan dengan banyaknya perawat ners yang tidak
gelar minimal diploma III (D III) dapat membedakan antara pekerjaan
keperawatan. Hal di atas sesungguhnya seorang ners dengan perawat diploma
menjadi peringatan bagi para perawat menjadi salah satu kasus nyata
lulusan SPK yang masih berpraktik kegagalan institusi pendidikan dalam
untuk upgrade ke pendidikan yang menanamkan kualitas dan kapasitas
lebih tinggi. seorang ners pada lulusannya.
Data Kemenkes tahun 2016 Sebagaimana yang tercantum di dalam
menjelaskan bahwa masih ada 15.347 KKNI, perawat ners berada pada level 7
lulusan SPK yang masih aktif bekerja sedangkan seorang perawat diploma
sebagai perawat. Hal ini tentu berada pada level 5 (Kemendikbud RI,
bertentangan dengan undang-undang 2013). Disebutkan bahwa kualifikasi
keperawatan dan dapat menjadi seorang ners adalah mampu untuk (1)
hambatan bagi pengembangan merencanakan, mengelola,
profesionalisme perawat di mata mengevaluasi dan mengembangkan
masyarakat dan juga tenaga kesehatan sumber daya yang berada di bawahnya,
lain (Kemenkes RI, 2017). Surat Tanda (2) mampu memecahkan permasalahan
Registrasi (STR) perawat merupakan melalui pendekatan evidence based
salah satu bukti legal lain yang practice, dan (3) mampu melakukan
menunjukkan bahwa profesi riset dan keputusan strategis dengan
keperawatan bersifat profesional. tanggung jawab penuh atas seluruh
Dalam satu dekade terakhir, PPNI giat aspek yang berada di bawah
melakukan sosialisasi bahwa perawat wewenangnya (Republik Indonesia,
yang melakukan praktik baik di RS 2014). AIPNI juga menambahkan
maupun mandiri wajib memiliki STR. bahwa kapasitas seorang ners adalah
Hal ini bisa menjadi lampu hijau agar menjadi case manager dan advokat
perawat mendapat pengakuan sebagai bagi pasiennya berdasarkan basis
profesional oleh masyarakat. pendidikan yang dimiliki serta mampu
Permasalahan selanjutnya yang mengembangkan ilmu keperawatan
patut untuk dipahami adalah tingginya melalui riset – riset yang dilakukan
tingkat resistensi para perawat lulusan (AIPNI, 2011).
DIII untuk melanjutkan ke pendidikan Masih rendahnya kualitas dari
ners dimana sebagian besar masalah lulusan ners Indonesia khususnya
yang muncul adalah sudah terpatrinya ketika masuk ke dalam dunia kerja baik
para perawat tersebut di zona nyaman di rumah sakit maupun klinik perlu
(comfort zone) dunia pekerjaan. Para menjadi perhatian bagi institusi
perawat diploma ini lupa bahwa sejak pendidikan serta organisasi profesi, niat
2015 telah berlaku kesepakatan untuk meningkatkan batas minimal
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) profesi keperawatan adalah setingkat
yang memberi kesempatan besar bagi ners mendapatkan tantangan dari
perawat dari negara – negara di ASEAN pengguna lulusan yang masih
untuk masuk dan bekerja di Indonesia, menyangsikan kualitas ners yang
hal ini sesuai dengan pasal 25 UU tersedia. Gaberson (2018) dalam

LLDIKTI Wilayah X 121


Casman et. all | Kaleidoskop Menuju Seperempat Abad Pendidikan Keperawatan di Indonesia

(115-125)
bukunya menyebutkan bahwa sejak kurikulum pendidikan keperawatan
tahun 1965, American Nurses dengan kebutuhan dan standar praktik
associations (ANA) sudah merupakan kontribusi yang harus
mempublikasikan bahwa level terendah dilakukan oleh doktor keperawatan.
perawat untuk dapat berpraktek di Dalam bidang politik diharapkan doktor
institusi kesehatan adalah setingkat keperawatan memberi berkontribusi
bachelor of science in nursing atau saat dan mampu mempengaruhi kebijakan
ini sejajar dengan level ners. Masih dalam bidang kesehatan dengan tujuan
tertinggalnya standar mutu kualitas ners meingkatkan mutu asuhan keperawatan
di Indonesia dengan kualitas Bachelor yang diberikan kepada pasien dan
of nursing di Amerika Serikat dapat meningkatkan kesejahteraan perawat.
menjadi peringatan bagi organisasi Tantangan lain muncul dengan
profesi dan pemerintah dalam tidak sejalannya alur pendidikan
meningkatkan level pendidikan ners. keperawatan, penegasan ditutupnya
pendidikan SPK pada tahun 1996 dan
Dalam level pendidikan program pemisahan pendidikan akademik dan
spesialis belum semuanya berhasil profesi pada tahun 1998, tidak sejalan
dibuka, masih ada tantangan untuk dengan pembukaan SMK Kesehatan
membuka program spesialis khususnya jurusan Keperawatan dan D IV
dalam spesifikasi gawat darurat, Keperawatan yang justru mulai dibuka
keperawatan kritis, dan keperawatan pada tahun 2011-2012 sampai saat ini.
onkologi. Sebagaimana yang Penelitian Liaw et al. (2016)
dinayatakan bahwa tenaga perawat menunjukkan bahwa di Negara
kritis sudah sangat dibutuhkan, karena Tiongkok, perkembangan minat untuk
perawat kritis yang ada sudah terampil melanjutkan pendidikan tinggi
namun belum melewati pendidikan keperawatan meningkat drastis dalam 1
formal sehingga pendidikan spesialis dekade terakhir, pendidikan D-III dan
keperawatan kritis menjadi solusi untuk S1 Keperawatan menjadi favorit calon
melegalisir perawat kritis yang telah mahasiswa keperawatan.
ada (Maulana, 2015). Nursalam (2005) menyatakan
Lulusan doktor tersebar di seluruh bahwa banyak tantangan yang dihadapi
Indonesia dan hampir seluruhnya perawat, diantaranya mulai dari
berada di institusi pendidikan. Doktor stereotip bahwa perawat itu perempuan
keperawatan diharapkan dapat menjadi sampai dengan peningkatan pendidikan
pimpinan keperawatan tertinggi tidak serta meningkatkan peran perawat yang
hanya dalam tatanan pendidikan tetapi telah berlisensi. Kenyataan yang ada,
juga dalam praktik keperawatan STR di Indonesia belum setara dan
sehingga dapat menerjemahkan belum diakui oleh negara lain, karena
penelitian keperawatan yang diperoleh untuk menjadi seorang Registered
ke dalam praktik sehingga dapat Nurse (RN), perawat dari Indonesia
meningkatkan hasil asuhan yang harus melakukan ujian RN bukan
diberikan kepada pasien. Selain itu penyetaraan STR. Sebutan Ners yang
doktor keperawatan diharapkan mampu tidak seragam sesama perawat juga
menjadi pembimbing atau mentor menyebabkan tidak seragamnya
dalam lingkungan praktik keperawatan, penyebutan perawat di masyarakat.
mampu mengoptimalkan berbagai Masih rendahnya pengakuan dan
sumber daya yang ada dalam status sosial yang dimiliki oleh profesi
lingkungan praktik keperawatan dan perawat oleh masyarakat Indonesia
menguasai teknologi informasi dapat menjadi salah satu perhatian
keperawatan. Menyelaraskan khusus, profesi perawat masih menjadi

LLDIKTI Wilayah X 122


Casman et. all | Kaleidoskop Menuju Seperempat Abad Pendidikan Keperawatan di Indonesia

(115-125)
profesi kelas 2 yang tidak terlalu dukungan, mentoring, dan orientasi
menarik bagi para generasi muda, hal yang dilakukan bagi para perawat
ini memiliki kesesuaian dengan yang pemula, selain itu buruknya sistem
terjadi di beberapa negara lain. Liaw et praktek keperawatan dan masih
al. (2016) dan Wu, Low, Tan, Lopez, tingginya anggapan bahwa profesi
dan Liaw (2015) menyebutkan bahwa perawat merupakan profesi kelas 2
pemerintah masih harus menerapkan menjadi faktor pendukung tingginya
strategi untuk meningkatkan status para lulusan untuk meninggalkan
sosial dan prestise dari profesi perawat, pekerjaannya.
hal ini disebabkan karena beberapa Masyarakat lebih mengenal suster
faktor seperti masih rendahnya yang diambil dari kata Zuster untuk
remunerasi yang didapat, kepastian perawat perempuan, dan mantri untuk
pekerjaan yang dimiliki, kebanggaan perawat laki-laki. Arti kata suster dan
sebagai perawat yang kurang akibat mantri adalah juru rawat dan asisten
stereotipe masyarakat, serta otonomi dokter dalam KBBI. Sehingga tidak
pekerjaan yang minim sebagai perawat salah jika stereotip masyarakat, perawat
menjadi salah satu pertimbangan adalah pembantu dokter, sedangkan
individu dalam memilih profesi perawat kata ners sendiri belum sepenuhnya
sebagai pilihannya. Sementara disepakati oleh para pemangku
Flinkman dan Salantera (2015) kepentingan dan dalam lingkup perawat
menemukan bahwa banyak lulusan sendiri sebagai sebuah panggilan
keperawatan di Finlandia pada akhirnya profesional bagi seorang perawat
meninggalkan pekerjaannya sebagai lulusan ners.
perawat dikarenakan rendahnya
4.2 Keterbatasan Artikel dalam menggunakan istilah dan
nomenklatur ners sebagai sebutan bagi para
Artikel ini berisi opini peneliti
perawat.
berdasarkan kondisi pendidikan
keperawatan yang sekarang terjadi di
UCAPAN TERIMA KASIH
Indonesia berdasarkan pencarian data
yang telah dilakukan. Namun, Terima kasih peneliti ucapkan kepada
pencarian data masih bersifat non- semua pihak yang telah ikut berpartisipasi
sistematik sehingga mengurangi dan mendukung kegiatan penyusunan
kekomperhensifan artikel ini karena sumber data sampai artikel ini bisa
tidak adanya arsip dokumen lengkap diselesaikan sesuai dengan harapan.
yang secara resmi dipublikasikan.
DAFTAR PUSTAKA
5. KESIMPULAN
Asosiasi Institusi Pendidikan Ners
Pendidikan keperawatan telah Indonesia. (2011). Sejarah
berusaha mensejajarkan diri dengan Perkembangan AIPNI. Diakses pada
keilmuan lain dimana jenjang pendidikan tanggal 27 Februari 2019 dari
tertinggi yaitu doktoral telah berhasil http://aipni-
dibuka pada tahun 2008 untuk pertama ainec.com/id/article_view/201505010
kalinya di Indonesia. Namun, masih ada 048/sejarah-perkembangan-aipni.html
beberapa yang perlu di perhatikan, yaitu
Asosiasi Institusi Pendidikan Vokasi
belum adanya spesialis keperawatan kritis,
Keperawatan Indonesia. (2014).
gawat darurat dan onkologi. Yang paling
Kurikulum pendidikan D III
fundamental justru penggunaan kata ners,
Keperawatan Indonesia. Jakarta:
sudah waktunya bagi para perawat di
AIPVIKI.
Indonesia untuk secara bersama satu suara

LLDIKTI Wilayah X 123


Casman et. all | Kaleidoskop Menuju Seperempat Abad Pendidikan Keperawatan di Indonesia

(115-125)
Badan Akreditasi Nasional Perguruan 1050–1057.
Tinggi. (2019). Direktori hasil https://doi.org/10.1111/jonm.12251
akreditas program studi. Diakses pada Gaberson, K. B. (2018). An academic
tanggal 11 Juli 2019 dari educator’s view of nursing
https://www.banpt.or.id/direktori/pro professional development. Journal for
di/pencarian_prodi.php Nurse in Professional Development,
Budiono. (2016). Konsep Dasar 9/10, 295–296.
Keperawatan. BPP SDM Kemenkes https://doi.org/10.1097/NND.000000
RI. 0000000459
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Indonesia. (2011). Naskah Akademik (2017). Situasi Tenaga Keperawatan
Rancangan Undang-Undang Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan
Keperawatan. Jakarta. Informasi Kemenkes.
Fakultas Ilmu Keperawatan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Muhammadiyah Jakarta. (2019). Republik Indonesia. (2013).
Prodi Spesialis Keperawatan Medikal Peraturan mentri pendidikan dan
Bedah. Diakses pada tanggal 12 Maret kebudayaan no. 73 tahun 2013 tentang
2019 dari penerapan KKNI bidang Pendidikan
https://fikumj.ac.id/?page=news_detai Tinggi. Jakarta: Kemendikbud RI.
l&id=A20190327001 Liaw, S. Y., Wu, L. T., Holroyd, E., Wang,
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas W., Lopez, V., Lim, S., & Chow, Y. L.
Indonesia. (2018). Buku Panduan (2016). Why not nursing ? Factors
Pendidikan 2018: FIK-UI. Depok. influencing healthcare career choice
among Singaporean students.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
International Nursing Review, 00(00),
Indonesia. (2019). Laporan
1–9.
sekretariat prodi doktorlal ilmu
keperawatan. Depok: FIK UI. Maulana, A. (2015). Indonesia Butuh
Program Spesialis Keperawatan
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Kritis. Diakses pada tanggal 14 Maret
Padjadjaran. (2019). Guru Besar.
2019 dari
Diakses pada tanggal 15 April 2019
http://www.unpad.ac.id/2015/10/indo
dari http://www.fkep.unpad.ac.id/
nesia-butuh-program-spesialis-
Fakultas Keperawatan Universitas keperawatan-kritis/
Airlangga. (2019). Daftar Dosen -
Nursalam. (2005). Trend of indonesian
Fakultas Keperawatan. Diakses pada
nurse’s role in the future. Folia
tanggal 11 Maret 2019 dari
Medica Indonesiana, 41(4), 259–260.
https://www.unair.ac.id/site/menu/sho
w/52/department/8/fakultas- Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
keperawatan.html?query=nursalam& (2019). Sejarah PPNI. Diakses pada
_token=q9XlNRgZBsf7YU4gP8KK tanggal 13 Maret 2019 dari
QvitErUoLK9JdUje2mFI https://ppni-
inna.org/index.php/public/about/infor
Flinkman, M., & Salantera, S. (2015). Early
mation-history/
career experiences and perceptions – a
qualitative exploration of the turnover Republik Indonesia. (2012). Peraturan
of young registered nurses and presiden RI (perpres) No. 8 Tahun
intention to leave the nursing 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi
profession in Finland. Journal of Nasional Indonesia. Jakarta:
Nursing Management, 2009(23), Kemenristekdikti RI.

LLDIKTI Wilayah X 124


Casman et. all | Kaleidoskop Menuju Seperempat Abad Pendidikan Keperawatan di Indonesia

(115-125)
Republik Indonesia. (2014). Undang-
Undang RI No.38 Tahun 2014
Tentang Keperawatan. Jakarta:
Depkes RI.

Wu, L. T., Low, M. M. J., Tan, K. K.,


Lopez, V., & Liaw, S. Y. (2015).
Why not nursing ? A systematic
review of factors influencing career
choice among healthcare students.
International Nursing Review, 62,
547–562.

LLDIKTI Wilayah X 125


See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/237845334

Pendidikan Dalam Keperawatan

Book · January 2008

CITATIONS READS

3 2,402

2 authors, including:

Ferry Efendi
Airlangga University
39 PUBLICATIONS 41 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

The DHS Fellows Program 2017 View project

Bioethics Issues related to Healthcare View project

All content following this page was uploaded by Ferry Efendi on 10 March 2014.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENDIDIKAN DALAM KEPERAWATAN

Nursalam
Ferry Efendi

2008
PENERBIT: SALEMBA MEDIKA
ISBN: 978-979-3027-66-1
SINOPSIS

Buku teks berbahasa Indonesia yang mengkaji tentang PENDIDIKAN KEPERAWATAN secara
komprehensif masih sangat jarang ditemukan. Buku PENDIDIKAN KEPERAWATAN ini
mengkaji tentang PENDIDIKAN KEPERAWATAN terkini dari berbagai aspeknya melalui
sudut pandang ilmu keperawatan baik secara konsep maupun praktik.

Dunia kesehatan telah mengalami pergeseran yang sangat ekstrim. Persaingan abad industri telah
bergeser menjadi persaingan abad informasi. Langkah awal yang perlu ditempuh adalah
penataan pendidikan keperawatan dan memberikan kesempatan kepada para perawat untuk
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Pengembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan
sangat penting dan sangat berperan dalam pengembangan pelayanan keperawatan professional,
pengembangan teknologi keperawatan, pembinaan kehidupan keprofesian dan pendidikan
keperawatan berlanjut yang dicapai melalui lulusan dengan kemampuan profesional.

Materi yang dibahas dalam buku ini mencakup :

BAB 1. PEMBELAJARAN ORANG DEWASA


BAB 3 PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN
BAB 4. KOMPETENSI PERAWAT (HARD SKILLS & SOFT SKILLS)
BAB 5. KURIKULUM PENDIDIKAN KEPERAWATAN
BAB 6 PEMBELAJARAN PRAKTIKA (LABORATORIUM)
BAB 8 E-LEARNING DALAM KEPERAWATAN
BAB 9 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KEPERAWATAN
BAB 10 PENYUSUNAN SATUAN ACARA PENGAJARAN
BAB 11 GBPP
BAB 12 PENILAIAN BERBASIS KERJA
BAB 13 PEMBELAJARAN PROGRAM PROFESI DI KLINIK DAN LAPANGAN
BAB 14 KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN
BAB 15 PENDIDIKAN KESEHATAN PERENCANAAN PULANG DALAM PERSIAPAN
PERAWATAN DI RUMAH
BAB 16 STRATEGI BELAJAR MENGAJAR DI LINGKUNGAN KLINIK -
PRECEPTORSHIP
BAB 17 METODE RONDE KEPERAWATAN
BAB 18 PENGELOLAAN RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DAN KOMUNITAS
PROFESIONAL
BAB 19 EVALUASI PEMBELAJARAN KEPERAWATAN KLINIK / LAPANGAN
DAFTAR ISI BUKU
PENDIDIKAN DALAM KEPERAWATAN

HALAMAN
BAGIAN JUDUL
BAGIAN 1 KONSEP BELAJAR 1-17

BAB 1. PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

PENDAHULUAN

PENGERTIAN ANDRAGOGI

KEBUTUHAN BELAJAR ORANG DEWASA

PRINSIP PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

KONDISI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

PENGARUH PENURUNAN FAKTOR FISIK DALAM PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

METODE PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

BAB 2. TEORI BELAJAR DAN MOTIVASI 18-44

TEORI BELAJAR

ALIRAN TINGKAH LAKU

KRITIK TERHADAP TEORI TINGKAH LAKU

ALIRAN KOGNITIF

KRITIK TERHADAP TEORI KOGNITIF

ALIRAN HUMANISTIK

KRITIK TERHADAP TEORI HUMANISTIK

ALIRAN SIBERNETIK

KRITIK TERHADAP TEORI SIBERNETIK

MOTIVASI

TEORI MOTIVASI
TEORI ISI MOTIVASI

TEORI PROSES MOTIVASI

MACAM MOTIVASI

MOTIVASI BELAJAR

PERANAN MOTIVASI DALAM BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI BELAJAR

BAGIAN 2 BAB 3 PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN 45-62

PENDIDIKAN KEPERAWATAN SEBAGAI PENDIDIKAN KEPROFESIAN

TUJUAN PENDIDIKAN

KERANGKA KONSEP

FUNGSI PENDIDIKAN

ORIENTASI PENDIDIKAN

HAKIKAT PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN

PERAN PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN

PENATAAN PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN

PENATAAN KOMPETENSI LULUSAN

PENATAAN KUALITAS DAN KUANTITAS TENAGA PENGAJAR

PENATAAN FASILITAS PEMBELAJARAN (AKADEMIK)

PENATAAN METODE PEMBELAJARAN

PENATAAN TEMPAT PRAKTIK

PENATAAN KEJELASAN BATANG TUBUH ILMU KEPERAWATAN

BAGIAN 3 KOMPETENSI DAN KURIKULUM PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN 63-102

BAB 4. KOMPETENSI PERAWAT (HARD SKILLS & SOFT SKILLS)

DEFINISI KOMPETENSI

SOFT SKILLS PERAWAT INDONESIA

KONSEP PENYUSUNAN MODEL STANDAR KOMPETENSI

MODEL STANDAR KOMPETENSI


SKEMA STANDAR KOMPETENSI

KERANGKA DASAR JENJANG KUALIFIKASI

RUANG LINGKUP SKP

PENGELOMPOKKAN UNIT-UNIT KOMPETENSI PADA JENJANG KUALIFIKASI

PENATAAN JENJANG KARIER SESUAI KOMPETENSI YANG DIPERSYARATKAN

MENUJU SERTIFIKASI PROFESI KEPERAWATAN

AKTOR PENGEMBANGAN PROFESI KEPERAWATAN

LAMPIRAN KOMPETENSI GENERALIS

BAB 5. KURIKULUM PENDIDIKAN KEPERAWATAN 103-123

DASAR DAN LANGKAH PENYUSUNAN KURIKULUM LENGKAP PENDIDIKAN


TINGGI KEPERAWATAN
LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN KURIKULUM LENGKAP DAN MUATAN
LOKAL
PENENTUAN MUATAN PELENGKAP
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN LANDASAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM KEPERAWATAN
SIMPULAN
LAMPIRAN PENGEMBANGAN KURIKULUM INSTITUSI
BAGIAN 4 PENGELOLAAN METODE PEMBELAJARAN 124

BAB 6 PEMBELAJARAN PRAKTIKA (LABORATORIUM) 124-144


KONSEP PEMBELAJARAN PRAKTIKA
TUJUAN PEMBELAJARAN PRAKTIKA
STRATEGI PEMBELAJARAN PRAKTIKA
PROSES PEMBIMBINGAN DALAM PEMBELAJARAN PRAKTIKA
KEGIATAN PEMBELAJARAN PRAKTIKA
MODEL PEMBELAJARAN PRAKTIKA
METODA PEMBELAJARAN PRAKTIKA
METODA PEMBELAJARAN LABORATORIUM
BAB 7 PROBLEM BASED LEARNING 145-156
PENDAHULUAN
DEFINISI
TAHAP-TAHAP DALAM PBL
PENULISAN SKENARIO DALAM PBL
PERAN PARTISIPAN DALAM PBL
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DALAM PBL
EVALUASI DALAM PBL
BAB 8 E-LEARNING DALAM KEPERAWATAN 157-165
PENDAHULUAN

KONSEP E-LEARNING

MODEL E-LEARNING
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN E-LEARNING
PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN E-LEARNING YANG EFEKTIF
BAB 9 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KEPERAWATAN 166-172
PENDAHULUAN
PERANCANGAN BAHAN AJAR
BAB 10 PENYUSUNAN SATUAN ACARA PENGAJARAN 173-178
PENDAHULUAN
KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
MEDIA DAN ALAT PENGAJARAN
BAB 11 GBPP 179-190
MENYUSUN PROGRAM PENGAJARAN
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
MENULIS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)
MENULIS POKOK BAHASAN
MENULIS SUB POKOK BAHASAN
MENULIS ESTIMASI WAKTU
MENULIS SUMBER KEPUSTAKAAN
BAB 12 PENILAIAN BERBASIS KERJA 191-197
PENDAHULUAN
PROSES PERAWATAN
VOLUME
PENGUMPULAN DATA
DATABASES ADMINISTRATIF
DIARI/CATATAN KHUSUS
OBSERVASI
PORTOFOLIO
BAB 13 PEMBELAJARAN PROGRAM PROFESI DI KLINIK DAN 198-223
LAPANGAN
KONSEP PROGRAM PROFESI (PBK/L)
JENIS METODE PEMBELAJARAN KLINIK/LAPANGAN
MODEL BIMBINGAN PRAKTIK
SIMPULAN
- LAMPIRAN DOKUMENTASI KEPERAWATAN
BAB 14 KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN 224-252
RUANG LINGKUP
TUJUAN PENDIDIKAN KESEHATAN
POSISI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM MENENTUKAN STATUS
KESEHATAN
DIAGNOSIS PERILAKU
DIAGNOSIS EDUKASIONAL
FORMULASI TUJUAN
METODE PENDIDIKAN KESEHATAN UNTUK MENGUBAH PERILAKU
KESEHATAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES BELAJAR
MODEL PENDIDIKAN KESEHATAN

MEMBUAT RENCANA PENDIDIKAN KESEHATAN DI KOMUNITAS


TEKNIK, MEDIA DAN ALAT PERAGA DALAM METODE PENDIDIKAN KESEHATAN

EVALUASI PENDIDIKAN KESEHATAN


253-262
BAB 15 PENDIDIKAN KESEHATAN PERENCANAAN PULANG DALAM
PERSIAPAN PERAWATAN DI RUMAH
PENDAHULUAN
PENGERTIAN
TUJUAN
MANFAAT
PRINSIP-PRINSIP
JENIS-JENIS
HAL-HAL YANG HARUS DIKETAHUI PASIEN SEBELUM PULANG
ALUR DISCHARGE PLANNING
BAB 16 STRATEGI BELAJAR MENGAJAR DI LINGKUNGAN 263-274

KLINIK - PRECEPTORSHIP

KEUNGGULAN, MASALAH DAN TANTANGAN

MODEL PRECEPTORSHIP

BAB 17 – METODE RONDE KEPERAWATAN 275-285

PENDAHULUAN
PENGERTIAN
TUJUAN
MANFAAT
KRITERIA PASIEN
METODE
ALAT BANTU
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN RONDE KEPERAWATAN
PERAN MASING-MASING ANGGOTA TIM
KRITERIA EVALUASI
BAB 18 PENGELOLAAN RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DAN 286-295
KOMUNITAS PROFESIONAL

PENDAHULUAN

PERSYARATAN TEMPAT PRAKTIK DAN RUMAH SAKIT PENDIDIKAN


AKREDITASI RUMAH SAKIT PENDIDIKAN KEPERAWATAN
KRITERIA RUMAH SAKIT PENDIDIKAN

PROSES TRANFORMASI PERILAKU

MENGAPA PERLU RUMAH SAKIT PENDIDIKAN

JARINGAN TEMPAT PRAKTIK

KOMUNITAS PROFESIONAL

BAGIAN 5 BAB 19 EVALUASI PEMBELAJARAN KEPERAWATAN 295-302

KLINIK / LAPANGAN
KONSEP EVALUASI HASIL BELAJAR PERFORMA KLINIK
ASPEK YANG DIEVALUASI
PENGELOLAAN EVALUASI KLINIK
BAB 1
PEMBELAJARAN ORANG DEWASA
Tujuan :
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat :
1. Menjelaskan penerapan konsep andragogi dalam pendidikan keperawatan
2. Membuat metode pengajaran yang tepat dalam pembelajaran orang dewasa
3. Menjelaskan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa
4. Mendiskusikan beragam model pembelajaran yang tepat bagi orang dewasa
5. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran orang dewasa

Konsep Penting :
1. Andragogi menekankan pada kegiatan belajar dari peserta didik bukan kegiatan mengajar
dosen.
2. Pembelajaran orang dewasa memerlukan pendekatan khusus yang didasarkan pada asumsi
atau pemahaman orang dewasa sebagai peserta didik.
3. Orang dewasa menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai pribadi mandiri dan
memiliki identitas diri.
4. Ada korelasi negatif antara pertambahan usia dengan kemampuan belajar orang dewasa.
5. Prinsip-prinsip dalam pembelajaran orang dewasa diantara partisipatif, berguna bagi diri,
pengulangan yang konsisten, kesempatan berkembang, pengalaman masa lalu dan
intelegensi
6. Pemahaman terhadap karakteristik warga belajar dewasa merupakan kunci keberhasilan
andragogi.

A. Pendahuluan
Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang perlu mendapat perhatian
adalah mengenai konsep pendidikan untuk orang dewasa. Tidak selamanya kita berbicara dan
mengulas seputar peserta didik yang berusia muda (andragogi). Kenyataan di lapangan, bahwa
tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan informal
maupun nonformal, misalnya pendidikan dalam bentuk keterampilan, kursus-kursus,
penataran dan sebagainya. Dalam pendidikan keperawatan sendiri, kita memiliki dua jalur
yaitu program A dari SMA dan B atau khusus dari Diploma 3. Kelas upgrade atau program B
mayoritas didominasi peserta didik dengan kategori usia dewasa. Masalah yang sering muncul
adalah bagaimana kiat dan strategi membelajarkan orang dewasa yang tentunya memiliki
keunikan tersendiri. Dalam hal ini, orang dewasa sebagai peserta didik dalam kegiatan belajar
tidak dapat diperlakukan seperti peserta didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah
tradisional. Oleh sebab itu harus dipahami bahwa orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi
dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada
masa anak-anak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri.
Kematangan psikologi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri
sendiri ini mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan
dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mandiri, bukan diarahkan,
dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain. Dengan begitu apabila orang dewasa menghadapi
situasi yang tidak memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri maka dia akan merasa
dirinya tertekan dan merasa tidak senang. Karena orang dewasa bukan anak kecil, maka
pendidikan bagi orang dewasa tidak dapat disamakan dengan pendidikan anak sekolah. Perlu
dipahami apa pendorong bagi orang dewasa belajar, apa hambatan yang dialaminya, apa yang
diharapkannya, bagaimana ia dapat belajar dengan baik dan sebagainya (Schon DA, 1997).
Pemahaman terhadap perkembangan kondisi psikologi orang dewasa tentu saja
mempunyai arti penting bagi para pendidik atau fasilitator dalam menghadapi orang dewasa
sebagai siswa. Berkembangnya pemahaman kondisi psikologi orang dewasa semacam itu
tumbuh dalam teori yang dikenal dengan nama andragogi. Andragogi merupakan ilmu yang
memiliki dimensi yang luas dan mendalam akan teori belajar dan cara mengajar.
Secara singkat teori ini memberikan dukungan dasar yang esensial bagi kegiatan
pembelajaran orang dewasa. Oleh sebab itu, pendidikan atau usaha pembelajaran orang
dewasa memerlukan pendekatan khusus dan harus memiliki pegangan yang kuat akan konsep
teori yang didasarkan pada asumsi atau pemahaman orang dewasa sebagai peserta didik.
Kegiatan pendidikan baik melalui jalur sekolah ataupun luar sekolah memiliki wilayah dan
kegiatan yang beragam. Oleh sebab itu, kegiatan pendidikan memerlukan pendekatan
tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi kegiatan atau usaha pembelajaran orang
dewasa dalam kerangka pembangunan atau realisasi pencapaian cita-cita pendidikan seumur
hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik atau penggunaan teknologi yang
dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu masalah dalam pengertian andragogi adalah adanya
pandangan yang mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu bersifat transfer pengetahuan.
Tetapi di lain pihak perubahan yang terjadi seperti inovasi dalam teknologi, mobilisasi
penduduk, perubahan sistem ekonomi, dan sejenisnya begitu cepat terjadi. Dalam kondisi
seperti ini, maka pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika ia berumur 21 tahun akan
menjadi usang ketika ia berumur 40 tahun. Apabila demikian halnya, maka pendidikan
sebagai suatu proses transmisi pengetahuan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan modern
(Candy PC, 1991).
B. Pengertian Andragogi
Andragogi berasal dan bahasa Yunani “Andros” artinya orang dewasa, dan “Agogus”
artinya memimpin. lstilah lain yang kerap kali dipakai sebagai perbandingan adalah pedagogi
yang ditarik dan kata “Paid” artinya anak dan “Agogus” artinya memimpin. Maka secara
harfiah Pedagogi berarti seni dan pengetahuan mengajar anak. Karena pedagogi merupakan
seni atau pengetahuan mengajar anak maka apabila memakai istilah pedagogi untuk orang
dewasa jelas kurang tepat sebab mengandung makna yang bertentangan. Sementara itu,
menurut Kartini Kartono (1997), andragogi adalah ilmu membentuk manusia; yaitu
membentuk kepribadian seutuhnya, agar ia mampu mandiri di tengah lingkungan sosialnya.
Pada banyak praktek, mengajar orang dewasa dilakukan sama saja dengan mengajar anak.
Prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan
bagi kegiatan pendidikan orang dewasa. Hampir semua yang diketahui mengenai belajar
ditarik dari penelitian belajar yang terkait dengan anak. Begitu juga mengenai mengajar,
ditarik dari pengalaman mengajar anak-anak misalnya dalam kondisi wajib hadir dan semua
teori mengenai transaksi dosen dan mahasiswa didasarkan pada suatu definisi pendidikan
sebagai proses pemindahan pengetahuan. Namun, orang dewasa sebagai pribadi yang sudah
matang mempunyai kebutuhan dalam hal menetapkan daerah belajar di sekitar masalah
hidupnya.
Kalau ditarik dari pengertian andragogi, maka andragogi secara harfiah dapat
diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun, karena orang
dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi yang
lebih penting adalah kegiatan belajar dari peserta didik bukan kegiatan mengajar dosen.
C. Kebutuhan Belajar Orang Dewasa
Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang
diorganisasikan, baik mengenai bentuk isi, tingkatan status dan metode apa yang digunakan
dalam proses pendidikan tersebut, baik formal maupun non-formal, baik dalam rangka
kelanjutan pendidikan di sekolah maupun sebagai pengganti pendidikan di sekolah, di tempat
kursus, pelatihan kerja maupun di perguruan tinggi, yang membuat orang dewasa mampu
mengembangkan kemampuan, keterampilan, memperkaya khasanah pengetahuan,
meningkatkan kualifikasi keteknisannya atau keprofesionalannya. Hal ini dalam upaya
mewujudkan kemampuan ganda yakni di suatu sisi mampu mengembangangkan pribadi
secara utuh dan dapat mewujudkan keikutsertaannya dalam perkembangan sosial budaya,
ekonomi dan teknologi secara bebas, seimbang dan berkesinambungan. Dalam hal ini terlihat
adanya tujuan ganda bagi perwujudan yang ingin dikembangkan dalam aktivitas kegiatan di
lapangan. Pertama untuk mewujudkan pencapaian perkembangan setiap individu, dan kedua
untuk mewujudkan peningkatan keterlibatannya (partisipasinya) dalam aktivitas sosial dan
setiap individu yang bersangkutan. Begitu pula pendidikan orang dewasa mencakup segala
aspek pengalaman belajar yang diperlukan oleh orang dewasa baik pria maupun wanita
sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuannya masing-masing.
Dengan demikian hal tersebut dapat berdampak positif terhadap keberhasilan pembelajaran
orang dewasa yang tampak pada perubahan perilaku ke arah pemenuhan pencapaian
kemampuan/ketrampilan yang memadai. Di sini setiap individu yang berhadapan dengan
individu lain akan dapat belajar bersama dengan penuh keyakinan.
Perubahan perilaku dalam hal kerjasama berbagai kegiatan merupakan hasil dan
adanya perubahan setelah adanya proses belajar, yakni proses perubahan sikap yang tadinya
tidak percaya diri menjadi perubahan kepercayaan diri secara penuh dengan menambah
pengetahuan atau ketrampilannya. Perubahan perilaku terjadi karena adanya perubahan
(penambahan) pengetahuan atau keterampilan serta adanya perubahan sikap mental yang
sangat jelas, dalam hal pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi
tambahan pengetahuan, tetapi harus dibekali juga dengan rasa percaya yang kuat dalam
pribadinya. Peningkatan pengetahuan yang disertai dengan peningkatan kepercayaan diri
yang kuat niscaya mampu melahirkan perubahan ke arah positif berupa adanya pembaharuan
baik fisik maupun mental secara nyata, menyeluruh dan berkesinambungan.
Perubahan perilaku bagi orang dewasa terjadi melalui proses pendidikan yang
berkaitan dengan perkembangan dirinya sebagai individu, dan dalam hal ini sangat
memungkinkan adanya partisipasi dalam kehidupan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan
diri sendiri maupun kesejahteraan bagi orang lain disebabkan produktivitas yang lebih
meningkat. Bagi orang dewasa pemenuhan kebutuhannya sangat mendasar sehingga setelah
kebutuhan itu terpenuhi ia dapat beralih kearah usaha pemenuhan kebutuhan lain yang lebih
diperlukannya sebagai penyempurnaan hidupnya. Setiap individu wajib terpenuhi
kebutuhannya yang paling dasar (sandang dan pangan) sebelum ia mampu merasakan
kebutuhan yang lebih tinggi sebagai penyempurnaan kebutuhan dasar tadi, yakni kebutuhan
rasa aman, penghargaan, harga diri, dan aktualisasi dirinya. Bilamana kebutuhan paling dasar
yakni kebutuhan fisik berupa sandang, pangan dan papan belum terpenuhi, maka setiap
individu belum membutuhkan atau merasakan apa yang dinamakan sebagai harga diri.
Setelah kebutuhan dasar itu terpenuhi maka setiap individu perlu rasa aman jauh dan rasa
takut, kecemasan, dan kekhawatiran akan keselamatan dirinya sebab ketidakamanan hanya
akan melahirkan kecemasan yang berkepanjangan. Kemudian kalau rasa aman telah
terpenuhi, maka setiap individu butuh penghargaan terhadap hak asasi dirinya yang diakui
oleh setiap individu di luar dirinya. Jika kesemuanya itu terpenuhi barulah individu itu
merasakan mempunyai harga diri. Dalam kaitan ini, tentunya pendidikan orang dewasa yang
memiliki harga diri dan membutuhkan pengakuan akan sangat berpengaruh dalam proses
belajarnya. Secara psikologis, dengan mengetahui kebutuhan orang dewasa sebagai peserta
kegiatan pendidikan/pelatihan maka akan dapat dengan mudah dan dapat ditentukan kondisi
belajar yang harus disediakan, isi materi apa yang harus diberikan, strategi, teknik serta
metode apa yang cocok digunakan. Menurut Schon DA (1997) yang terpenting dalam
pendidikan orang dewasa adalah apa yang dipelajari peserta didik, bukan apa yang diajarkan
pengajar. Artinya, hasil akhir yang dinilai adalah apa yang diperoleh orang dewasa dalam
pertemuan pendidikan/pelatihan, bukan apa yang dilakukan pengajar, pelatih atau
penceramah dalam pertemuannya.

D. Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa

Pertumbuhan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja (adolescence) sampai


dewasa, di mana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan tumbuh kearah
menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain memandang
dirinya sebagai pribadi mandiri yang memiliki identitas diri. Dengan begitu orang dewasa
tidak menginginkan orang memandangnya apalagi memperlakukan dirinya seperti anak-
anak. Dia mengharapkan pengakuan orang lain akan otonomi dirinya dan dijamin privasinya
untuk menjaga identitas dirinya dengan penolakan dan ketidaksenangan akan usaha orang
lain untuk menekan, memaksa dan manipulasi tingkah laku yang ditujukan terhadap dirinya.
Tidak seperti anak-anak yang beberapa tingkatan masih menjadi obyek pengawasan,
pengendalian orang lain yaitu pengawasan dan pengendalian orang dewasa yang berada di
sekeliling terhadap dirinya. Dalam kegiatan pendidikan atau belajar, orang dewasa bukan
lagi menjadi obyek sosialisasi yang seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi untuk
menyesuaikan dirinya dengan keinginan memegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan
tetapi tujuan kegiatan belajar atau pendidikan orang dewasa tentunya lebih mengarah kepada
pencapaian pemantapan identitas dirinya sendiri untuk menjadi diri sendiri. Istilah Rogers
dalam Knowles (1984), kegiatan belajar bertujuan mengantarkan individu untuk menjadi
pribadi atau menemukan jati dirinya. Dalam hal belajar, pendidikan merupakan process of
becoming a person. Bukan proses pembentukan atau process of being shaped yaitu proses
pengendalian dan manipulasi untuk menyesuaikan dengan orang lain atau kalau meminjam
istilah Maslow (1966), belajar merupakan proses untuk mencapai aktualiasi diri (self
actualization).
Seperti telah dikemukakan diatas bahwa dalam diri orang dewasa sebagai mahasiswa
sudah tumbuh kematangan konsep dirinya timbul kebutuhan psikologi yang mendalam yaitu
keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi utuh yang mengarahkan
dirinya sendiri. Namun tidak hanya orang dewasa tetapi juga pemuda atau remaja juga
memiliki kebutuhan semacam itu. Sesuai teori Piaget (1959) mengenai perkembangan
psikologi, usia 12 tahun ke atas individu sudah dapat berpikir dalam bentuk dewasa yaitu
dalam istilah dia sudah mencapai perkembangan pikir formal operation. Dalam tingkatan
perkembangan ini individu sudah dapat memecahkan segala persoalan secara logis, berpikir
secara ilmiah, dapat memecahkan masalah-masalah verbal yang kompleks atau secara
singkat sudah tercapai kematangan fungsi kognitifnya. Dalam periode ini individu mulai
mengembangkan pengertian akan diri (self) atau identitas (identitiy) yang dapat
dikonsepsikan terpisah dari dunia luar di sekitamya. Berbeda dengan anak-anak, di sini orang
dewasa tidak hanya dapat mengerti keadaan benda-benda di dekatnya tetapi juga
memprediksi kemungkinan keadaan benda-benda. Dalam masalah nilai-nilai, remaja mulai
mempertanyakan dan membanding-bandingkan nilai-nilai yang diharapkan selalu
dibandingkan dengan nilai yang aktual. Proses semacam ini akan terus terjadi dan berjalan
sampai mencapai kematangan. Dengan begitu jelaslah kiranya bahwa remaja ataupun dewasa
memiliki kemampuan memikirkan dirinya sendiri, dan menyadari bahwa terdapat keadaan
yang bertentangan antara nilai-nilai yang dianut dan tingkah laku orang lain. Oleh karena itu,
dapat dikatakan sejak pertengahan masa remaja individu mengembangkan apa yang
dikatakan “Pengertian diri” (sense of identity).
Knowles (1984) mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang
berbeda dengan pedagogi. Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang bermula dari konsep
diri dan ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Secara singkat dapat
dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep
dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan
penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia
menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan
timbul reaksi tidak senang atau menolak. Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang
akan banyak pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang
kaya, dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang
baru. Oleh sebab itu dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik transmital
seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih mengembangkan teknik pengalaman
(experimental technique). Maka penggunaan teknik diskusi, kerja laboratorium, simulasi,
pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai.
Asumsi ketiga, pendidikan secara langsung atau tidak langsung, secara implisit atau eksplisit,
pasti memainkan peran besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa untuk
memperjuangkan eksistensinya di tengah masyarakat. Karena itu, kampus dan pendidikan
menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi sosial di tengah
masyarakat. Sejalan dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka
kesiapan untuk belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan
biologisnya, tetapi lebih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan
peranan sosialnya. Dengan kata lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan
tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai perawat,
orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata
karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran
sosialnya. Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan
untuk menghadapi masalah hidupnya. Secara umum prinsip-prinsip pembelajaran untuk orang
dewasa dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Orang dewasa belajar dengan baik apabila dia secara penuh ambil bagian dalam kegiatan-
kegiatan
2. Orang dewasa belajar dengan baik apabila menyangkut mana yang menarik bagi dia dan ada
kaitan dengan kehidupannya sehari-hari.
3. Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila apa yang ia pelajari bermanfaat dan praktis
4. Dorongan semangat dan pengulangan yang terus menerus akan membantu seseorang belajar
lebih baik
5. Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila ia mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan
secara penuh pengetahuannya, kemampuannya dan keterampilannya dalam waktu yang cukup
6. Proses belajar dipengaruhi oleh berbagai pengalaman lalu dan daya pikir dari peserta didik
7. Saling pengertian yang baik dan sesuai dengan ciri-ciri utama dari orang dewasa membantu
pencapaian tujuan dalam belajar.

E. Kondisi Pembelajaran Orang Dewasa


Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif jika pengajar tidak
terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar
individu orang dewasa itu mampu menemukan alternatif-alternatif untuk mengembangkan
kepribadian mereka. Pengajar yang baik harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan
menerima gagasan seseorang, kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang diajukan
mereka. Orang dewasa pada hakekatnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang
mampu menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya ini
diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut.
Di samping itu orang dewasa dapat dikondisikan lebih aktif apabila mereka merasa ikut
dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila mereka dilibatkan memberi
sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga
diri di depan sesama temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila
pendapat pribadinya dihormati dan akan lebih senang kalau ia bisa memberikan pemikiran
dan mengemukakan ide pikirannya, daripada pengajar hanya memberikan teori dan
gagasannya sendiri kepada mereka. Oleh karena sifat belajar bagi orang dewasa bersifat
subyektif dan unik, maka terlepas dari benar atau salah, ungkapan pendapat, perasaan,
pikiran, gagasan, teori, sistem ataupun nilai yang dianut perlu dihargai. Tidak menghargai
mereka hanya akan mematikan motivasi belajar orang dewasa. Namun demikian
pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dari pengajarnya dan pada
akhirnya mereka harus mempunyai kepercayaan pada diri sendiri. Tanpa kepercayaan diri
tersebut maka suasana belajar yang kondusif tak akan pernah terwujud.
Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang
berbeda pula. Dengan terciptanya suasana belajar yang baik, mereka akan dapat
mengemukakan ide dan pikirannya tanpa rasa takut dan cemas walaupun mereka saling
berbeda pendapat.
Orang dewasa setidaknya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar
yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa dirinya
terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan, ditertawakan, cemoohan dll).
Keterbukaan seorang pengajar sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam
mengembangkan potensi pribadinya di kelas atau di tempat pelatihan. Sifat keterbukaan
untuk mengungkapkan diri dan terbuka untuk mendengarkan gagasan akan berdampak baik
bagi kesehatan psikologis, dan psikis mereka. Di samping itu harus dihindari segala bentuk
tindakan yang akan membuat orang dewasa mendapat ejekan, hinaan, atau dipermalukan.
Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal, sehingga
berbagai alternatif kebebasan mengemukakan ide/gagasan dapat diciptakan.
Tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali harus diakui
sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang diambil tidak harus selalu sama
dengan pribadi orang lain. Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu harus sama dalam
pribadi sebab akan sangat membosankan jika terdapat suasana yang seakan hanya mengakui
satu kebenaran tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh sebab itu
latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan dan pengalaman masa lampau
masing-masing individu dapat memberi warna yang berbeda pada setiap keputusan yang
diambil.
Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas
yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda, dapat berlaku
dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh. Walaupun
sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun kesalahan, dan
kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dalam proses belajar.
Pada akhirnya orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi
orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya.
Dengan demikian diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok
dirasakannya berharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi
dirinya dan orang lain yang bisa saja memiliki perbedaan persepsi.
F. Pengaruh Penurunan Faktor Fisik dalam Pembelajaran Orang Dewasa
Proses belajar manusia berlangsung hingga akhir hayat (long life education). Namun
ada korelasi negatif antara pertambahan usia dengan kemampuan belajar orang dewasa,
artinya setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya akan semakin sukar baginya
belajar (aspek kemampuan fisiknya semakin menurun). Beberapa faktor yang secara
psikologis dapat menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan
diantaranya:

1. Tajam penglihatan yang mulai menurun,


2. Diperlukan penerangan yang bagus dan mencukupi,
3. Perlu digunakan warna-warna cerah yang kontras untuk alat-alat peraga,
4. Kemampuan pendengaran berkurang,
5. Kemampuan membedakan bunyi makin berkurang dengan bertambahnya usia. Dengan
demikian bicara orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkap.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang dewasa dalam situasi belajar sehingga
perlu diperhatikan hal-hal tersebut di bawah ini:

1. Terciptanya proses belajar adalah suatu proses pengalaman yang hendak diwujudkan oleh
orang dewasa. Oleh sebab itu kita berkewajiban memotivasi/mendorong orang dewasa untuk
belajar pengetahuan yang lebih tinggi.
2. Setiap individu dewasa dapat belajar secara efektif bila individu tersebut mampu menemukan
makna pribadi bagi dirinya dan memandang makna yang baik itu berhubungan dengan
keperluan pribadinya.
3. Kadangkala proses pembelajaran orang dewasa kurang kondusif, hal ini dikarenakan belajar
hanya diorientasikan terhadap perubahan tingkah laku, sedang perubahan perilaku saja tidak
cukup kalau perubahan itu tidak mampu menghargai budaya bangsa yang luhur di samping
metode berpikir tradisional yang sukar diubah.
4. Proses pembelajaran orang dewasa merupakan hal unik dan khusus serta bersifat individual.
Setiap individu dewasa memiliki kiat dan strategi sendiri untuk mempelajari dan menemukan
pemecahan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran tersebut. Dengan adanya peluang
untuk mengamati kiat dan strategi individu lain dalam belajar diharapkan hal itu dapat
memperbaiki dan menyempurnakan gaya belajar yang efektif.
5. Faktor pengalaman masa lampau sangat berpengaruh pada setiap tindakan yang akan
dilakukan sehingga pengalaman yang baik perlu digali dan ditumbuhkembangkan ke arah
yang lebih bermanfaat.
6. Pengembangan intelektualitas seseorang melalui suatu proses pengalaman secara bertahap
dapat dikembangkan. Optimalisasi hasil belajar dapat dicapai apabila setiap individu dapat
memperluas pola pikirnya.

Di satu sisi belajar dapat diartikan sebagai suatu proses evolusi, artinya penerimaan ilmu
tidak dapat dipaksakan sekaligus begitu saja, tetapi dapat dilakukan secara bertahap melalui
suatu urutan proses tertentu. Dalam kegiatan pendidikan, umumnya pendidik merencanakan
materi pengetahuan dan ketrampilan yang akan diberikan jauh hari sebelumnya. Mereka
mengatur materi ke dalam unit-unit, kemudian memilih alat yang paling efisien untuk
menyampaikan unit-unit dan materi tersebut, misalnya ceramah, membaca, laboratorium, audio-
video dan lain-lain. Selanjutnya mengembangkan suatu rencana untuk menyampaikan unit-unit
isi ini dalam suatu bentuk urutan. Dalam andragogi, pendidik atau fasilitator mempersiapkan
dengan matang satu perangkat prosedur untuk melibatkan siswa, selanjutnya dalam prosesnya
melibatkan elemen-elemen sebagai berikut: (a) menciptakan iklim yang mendukung belajar, (b)
menciptakan mekanisme untuk perencanaan bersama, (c) diagnosis kebutuhan-kebutuhan
belajar, (d) merumuskan tujuan-tujuan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar,
(e) merencanakan pola pengalaman belajar, (f) melakukan pengalaman belajar ini dengan teknik-
teknik dan materi yang memadai, dan (g) mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali
kebutuhan-kebutuhan belajar (Dryden at all., 1994).

G. Metode Pendidikan Orang Dewasa


Dalam pembelajaran orang dewasa banyak metode yang diterapkan. Untuk
keberhasilan pembelajaran semacam ini, apapun metode yang diterapkan seharusnya
mempertimbangkan faktor sarana dan prasarana yang tersedia untuk mencapai tujuan akhir
pembelajaran, yakni agar peserta dapat memiliki suatu pengalaman belajar yang bermutu.
Merupakan suatu kekeliruan besar bilamana dalam hal ini, pembimbing secara kurang wajar
menetapkan pemanfaatan metode hanya karena faktor pertimbangannya sendiri yakni
menggunakan metode yang dianggapnya paling mudah, atau hanya disebabkan oleh
keinginannya agar dikagumi oleh peserta di kelas itu ataupun mungkin ada kecenderungan
hanya menguasai satu metode tertentu saja (Supriadi, 2006). Penetapan pemilihan metode
seharusnya mempertimbangkan aspek tujuan yang ingin dicapai, yang dalam hal ini mengacu
pada garis besar program pengajaran yang dibagi dalam dua jenis:
1. Rancangan proses untuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi
pengalaman baru dengan berpedoman pada masa lampau yang pernah dialami, misalnya
dengan latihan keterampilan, melalui tanya jawab, wawancara, konsultasi, latihan
kepekaan, dan lain-lain, sehingga mampu memberi wawasan baru pada masing-masing
individu untuk dapat memanfaatkan apa yang sudah diketahuinya.
2. Proses pembelajaran yang dirancang untuk tujuan meningkatkan transfer pengetahuan
baru, pengalaman baru, keterampilan baru, untuk mendorong masing-masing individu
dewasa dapat meraih semaksimal mungkin ilmu pengetahuan yang diinginkannya, apa
yang menjadi kebutuhannya, ketrampilan yang diperlukan, misalnya belajar
menggunakan program komputer yang dibutuhkan di tempat ia bekerja.
Baik metode pembelajaran kuliah, seminar/diskusi/presentasi, praktikum/studi lapangan,
computer aided learning dan belajar mandiri hasilnya akan kurang optimal jika tidak berfokus
pada kompetensi yang akan dicapai oleh peserta didik. Unsur-unsur lain yang perlu diperhatikan
dalam memilih metode pembelajaran adalah sarana/prasarana, bahan kajian atau materi ajar serta
tingkat kemampuan mahasiswa. Terdapat beragam model pembelajaran dengan pendekatan
student centre learning yang bisa diaplikasikan diantaranya :
1. Small Group Discussion
2. Role-Play & Simulation
3. Case Study
4. Discovery Learning (DL)
5. Self-Directed Learning (SDL)
6. Cooperative Learning (CL)
7. Collaborative Learning (CbL)
8. Contextual Instruction (CI)
9. Project Based Learning (PjBL)
10. Problem Based Learning and Inquiry (PBL)

Dalam menentukan metode pembelajaran yang sesuai maka perlu dilakukan kajian mendalam
terhadap kebutuhan peserta didik dengan mengintegrasikan konsep andragogi di atas. Berikut ini
uraian ringkas beberapa ciri model belajar di atas yaitu:

Model Belajar Yang Dilakukan Peserta Yang Dilakukan Pengajar


Didik
Small Group Discussion  Membentuk kelompok (5-  Membuat rancangan bahan
10 orang) dikusi dan aturan diskusi
 Memilih bahan diskusi  Menjadi mderator dan
 Mepresentasikan paper dan sekaligus mengulas pada
mendiskusikan di kelas setiap akhir sesion diskusi
mahasiswa
Simulasi  Mempelajari dan  Merancang
menjalankan suatu peran situasi/kegiatan yang mirip
yang ditugaskan dengan yang
kepadanya. sesungguhnya, bisa berupa
 Mempraktekan/mencoba bermain peran, model
berbagai model (komputer) komputer, atau berbagai
yang telah disiapkan. latihan simulasi.
 Membahas kinerja
mahasiswa.
Discovery Learning  Mencari, mengumpulkan,  Menyediakan data, atau
dan menyusun informasi petunjuk (metode) untuk
yang ada untuk menelusuri suatu
mendeskripsikan suatu pengetahuan yang harus
pengetahuan. dipelajari oleh mahasiswa.
 Memeriksa dan memberi
ulasan terhadap hasil
belajar mandiri
mahasiswa.
Self-Directed Learning  Merencanakan kegiatan  Sebagai fasilitator.
belajar, melaksanakan, dan
menilai pengalaman
belajarnya sendiri.
Cooperative Learning  Membahas dan  Merancang dan dimonitor
menyimpulkan masalah/ proses belajar dan hasil
tugas yang diberikan dosen belajar kelompok
secara berkelompok. mahasiswa.
 Menyiapkan suatu
masalah/ kasus atau
bentuk tugas untuk
diselesaikan oleh
mahasiswa secara
berkelompok.
Collaborative Learning  Bekerja sama dengan  Merancang tugas yang
anggota kelompoknya bersifat open ended.
dalam mengerjakan tugas  Sebagai fasilitator dan
 Membuat rancangan proses motivator.
dan bentuk penilaian
berdasarkan konsensus
kelompoknya sendiri.
Contextual Instruction  Membahas konsep (teori)  Menjelaskan bahan kajian
kaitannya dengan situasi yang bersifat teori dan
nyata mengkaitkannya dengan
 Melakukan studi lapang/ situasi nyata dalam
terjun di dunia nyata untuk kehidupan sehari-hari, atau
mempelajari kesesuaian kerja profesional, atau
teori. manajerial, atau
entrepreneurial.
 Menyusun tugas untuk
studi mahasiswa terjun ke
lapangan
Project Based Learning  Mengerjakan tugas (berupa  Merancang suatu tugas
proyek) yang telah (proyek) yang sistematik
dirancang secara sistematis. agar mahasiswa belajar
 Menunjukkan kinerja dan pengetahuan dan
mempertanggung jawabkan ketrampilan melalui proses
hasil kerjanya di forum. pencarian/ penggalian
(inquiry), yang terstruktur
dan kompleks.
 Merumuskan dan
melakukan proses
pembimbingan dan
asesmen.
Problem Based Learning  Belajar dengan menggali/  Merancang tugas untuk
mencari informasi (inquiry) mencapai kompetensi
serta memanfaatkan tertentu
informasi tersebut untuk  Membuat
memecahkan masalah petunjuk(metode) untuk
faktual/ yang dirancang mahasiswa dalam mencari
oleh dosen . pemecahan masalah yang
dipilih oleh mahasiswa
sendiri atau yang
ditetapkan.

Supaya dapat memberikan pengajaran yang optimal maka kita perlu memahami karakter dari
peserta didik dewasa yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Orang dewasa mempunyai pengalaman-pengalaman yang berbeda-beda
2. Orang dewasa lebih suka menerima saran dari pada digurui
3. Orang dewasa lebih memberi perhatian pada hal-hal yang menarik bagi dia dan menjadi
kebutuhannya
4. Orang dewasa lebih suka dihargai dari pada diberi hukuman atau disalahkan
5. Orang dewasa yang pernah mengalami putus sekolah, mempunyai kecenderungan untuk
menilai lebih rendah kemampuan belajarnya
6. Apa yang biasa dilakukan orang dewasa, menunjukkan tahap pemahamannya
7. Orang dewasa secara sengaja mengulang hal yang sama
8. Orang dewasa suka diperlakukan dengan kesungguhan iktikad yang baik, adil dan masuk akal
9. Orang dewasa sudah belajar sejak kecil tentang cara mengatur hidupnya. Oleh karena itu ia
lebih cenderung tidak mau tergantung dengan orang lain
11. Orang dewasa menyukai hal-hal yang praktis
12. Orang dewasa membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat akrab dan menjalin hubungan
dekat dengan teman baru.
Keberhasilan andragogi juga ditentukan oleh kemampuan pengajar dalam menciptakan suasana
kelas yang kondusif. Keyakinan pengajar akan potensi manusia dan kemampuan semua peserta
didik untuk belajar dan berprestasi merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Pengajar
harus memahami bahwa perasaan dan sikap peserta didik akan terlibat dan berpengaruh kuat
pada proses belajarnya. Secara umum karakteristik pengajar orang dewasa diantaranya:
1. Menjadi bagian dari kelompok yang diajar
2. Mampu menciptakan iklim untuk belajar mengajar
3. Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi, rasa pengabdian dan idealisme untuk
kerjanya
4. Menirukan/mempelajari kemampuan orang lain
5. Menyadari kelemahannya, tingkat keterbukaannya, kekuatannya dan tahu bahwa di
antara kekuatan yang dimiliki dapat menjadi kelemahan pada situasi tertentu.
6. Dapat melihat permasalahan dan menentukan pemecahannya
7. Peka dan mengerti perasaan orang lain, lewat pengamatan
8. Mengetahui bagaimana meyakinkan dan memperlakukan orang
9. Selalu optimis dan mempunyai iktikad baik terhadap orang
10. Menyadari bahwa "perannya bukan mengajar, tetapi menciptakan iklim untuk belajar"
11. Menyadari bahwa segala sesuatu mempunyai segi positif dan negatif.

PERTANYAAN ULANGAN
1. Jelaskan pengertian dari andragogi!
2. Jelaskan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa!
3. Jelaskan pengaruh penurunan faktor fisik dalam pembelajaran orang dewasa!
4. Jelaskan metode yang bisa digunakan dalam pembelajaran orang dewasa!

DAFTAR PUSTAKA

Candy PC. 1991. Self-direction for Lifelong Learning: A Comprehensive Guide to Theory and
Practice. San Francisco: Jossey-Bass
Dryden at all. 1994. The Learning Revolution. New York : Jalmar Press
Knowles MS. 1984. Andragogy in action: applying modern principles of adult learning. San
Francisco: Jossey-Bass
Schon DA. 1997. Educating The Reflective Practitioner: Toward A New Design For Teaching
and Learning in The Professions. San Francisco: Jossey-Bass,
Supriadi. 2006. Sebuah Konsep Teoritik. Tidak Dipublikasikan : STAIN Bukittinggi
BAB 2
TEORI BELAJAR DAN MOTIVASI

Tujuan :
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat :
1. Mendiskusikan kelebihan dan kekurangan beberapa teori belajar
2. Menjelaskan beberapa teori motivasi
3. Menjelaskan timbulnya motivasi belajar
3. Menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar

Konsep Penting :
1. Proses belajar akan mengarahkan pada perubahan aspek pengetahuan, sikap dan praktik.
2. Teori belajar Behaviorisme menekankan pada hasil dari proses belajar.
3. Teori belajar Kognitivisme menekankan pada proses belajar.
4. Teori belajar Humanistik menekankan pada isi atau apa yang dipelajari.
5. Teori belajar Sibernetik menekankan pada sistem informasi yang dipelajari.
6. Motivasi didefinisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak,
mendorong kita menuju tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu
7. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa keinginan berhasil, dorongan
kebutuhan belajar, adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, kegiatan belajar yang
menarik dan harapan akan cita-cita.
8. Beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah cita-cita dan aspirasi, kemampuan dan
kondisi peserta didik, kondisi lingkungan belajar, unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran dan
upaya yang dilakukan pengajar.

A. TEORI BELAJAR
Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia berkat adanya
interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih
mampu beriteraksi dengan lingkungannya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
seseorang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku baik dalam
aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Teori belajar pada
umumnya dibagi menjadi 4 golongan, yaitu teori belajar Behaviorisme, teori belajar Kognitivisme, teori
belajar Humanistik dan teori belajar Sibernetik. Aliran tingkah laku menekankan pada hasil dari proses
belajar. Aliran kognitif menekankan pada proses belajar. Aliran humanis menekankan pada isi atau apa
yang dipelajari. Dan aliran sibernetik menekankan pada sistem informasi yang dipelajari.
Dengan mempelajari teori tersebut pendidik diharapkan dapat memahami dasar proses belajar
beserta konsep teorinya sehingga pendidik dapat memanajemen proses belajar mengajar. Teori belajar
adalah teori yang pragmatik dan eklektik. Teori dengan sifat demikian ini hampir dipastikan tidak pernah
mempunyai sifat ekstrim. Tidak ada teori belajar yang secara ekstrim memperhatikan aspek mahasiswa
saja, atau teori belajar yang hanya mementingkan aspek dosen saja, kurikulum saja dan sebagainya. Titik
fokus yang menjadi pusat perhatian suatu teori berbeda-beda, ada yang lebih mementingkan proses
belajar, ada yang lebih mementingkan sistem informasi yang diolah dalam proses belajar dan lain-lain.
Namun faktor-faktor lain diluar titik fokus itu juga selalu diperlukan untuk menjelaskan seluruh
persoalan belajar yang dibahas.
Konsekuensi lain, taksonomi teori-teori tentang belajar seringkali bervariasi antara
penulis satu dengan lainnya. Ada yang mengelompokkan teori belajar menurut berbagai aliran
psikologi yang mempengaruhi teori-teori tersebut. Ada pula yang mengelompokkannya
menurut titik fokus dari teori-teori tersebut. Bahkan ada yang menggolongkan teori belajar
menurut nama-nama ahli yang mengembangkan teori-teori itu. Walaupun terdapat berbagai
macam taksonomi tetapi tak lain tujuannya adalah untuk menyederhanakan permasalahan
serta mempermudah pembahasannya.

Aliran Tingkah Laku


Menurut aliran tingkah laku, perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi
antara stimulus dan respon atau perubahan yang dialami mahasiswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan
respon. Meskipun semua penganut aliran ini setuju dengan premis dasar ini, namun mereka
berbeda pendapat dalam beberapa hal penting. Berikut ini merupakan uraian dari beberapa
penganut aliran ini diantaranya Thorndike, Watson, Hull, Guthrie, dan Skinner.
Thorndike
Menurut Thorndike yang merupakan salah satu pendiri aliran tingkah laku, belajar
adalah proses interaksi antara stimulus (berupa pikiran, perasaan atau gerakan) dan respon
(yang juga bisa berbentuk pikiran, perasaan atau gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike
perubahan tingkah laku itu boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang
non-konkret (tidak dapat diamati). Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimana caranya
mengukur berbagai tingkah laku yang non-konkret itu (pengukuran adalah salah satu hal yang
menjadi obsesi semua penganut aliran tingkah laku), tetapi teori Thorndike ini telah banyak
memberikan inspirasi kepada pakar lain yang datang sesudahnya. Teori Thorndike ini juga
disebut sebagai aliran “Koneksionis” (Connectionism).
Watson
Namun menurut Watson, pelopor lain yang datang sesudah Thorndike, stimulus dan
respon tersebut harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (Observeable). Dengan kata
lain Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan
menganggapnya sebagai faktor yang tak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan
mental yang terjadi dalam benak mahasiswa tidak penting. Semua itu penting tetapi faktor-
faktor tersebut tidak dapat menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.
Hanya dengan asumsi demikianlah, kata Watson kita dapat meramalkan perubahan apa
yang bakal terjadi pada mahasiswa. Dengan asumsi ini pula psikologi dan ilmu tentang belajar
dapat disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi
pada pengalaman empiris. Kita lihat disini, penganut aliran tingkah laku lebih senang memilih
untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak dapat diukur meskipun mereka tetap mengakui
bahwa semua hal itu penting. Teori Watson ini juga disebut sebagai aliran tingkah laku
(Behaviourism).
Tiga pakar lain adalah Clark Hull, Edwin Guthrie dan B. F. Skinner. Seperti kedua pakar
terdahulu ketiga orang yang terakhir ini juga menggunakan variabel stimulus-respon untuk
menjelaskan teori-teori mereka. Namun, meskipun ketiga apakar ini mendapatkan julukan yang
sama yaitu pendiri aliran tingkah laku baru (Neo behaviourist), mereka berbeda satu sama lain
dalam beberapa hal prinsipil.
Clark Hull
Clark Hull sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi
Hull seperti dalam teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga
kelangsungan hidup. Karena itu dalam teori Hull, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan
biologis menempati posisi sentral. Stimulus hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis
ini, meskipun respon mungkin bermacam-macam bentuknya. Teori ini terutama setelah Skinner
memperkenalkan teorinya ternyata tidak banyak digunakan dalam dunia praktis, meksipun
sering digunakan dalam berbagai eksperimen dalam laboratorium.
Edwin Guthrie
Menurut Edwin Guthrie stimulus tidak harus berbentuk kebutuhan biologis. Hal penting dalam
teori Guthrie adalah bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung bersifat
sementara. Karena itu diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan itu menjadi
lebih langgeng. Selain itu, suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) bila
respon tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus. Itu sebabnya mengapa
kebiasaan merokok sulit ditinggalkan. Seringkali terjadi perbuatan merokok tidak hanya
berhubungan dengan satu macam stimulus (misalnya kenikmatan merokok), tetapi juga dengan
stimulus-stimulus lain seperti minum kopi, berkumpul dengan teman-teman, ingin nampak
gagah dan lain-lain. Maka setiap kali salah satu (atau lebih) stimulus ini muncul maka segera
pula keinginan merokok itu timbul. Guthrie juga percaya bahwa “hukuman” memegang peran
penting dalam proses belajar. Menurut Guthrie suatu hukuman yang diberikan pada saat yang
tepat akan mampu merubah kebiasaan seseorang. Kelak faktor hukuman ini tak lagi dominan
dalam teori-teori tingkah laku, terutama setelah Skinner makin mempopulerkan ide tentang
penguat atau reinforcement.
Skinner
Skinner yang datang kemudian mempunyai pendapat yang ternyata mampu
mengungguli teori-teori Hull dan Guthrie. Hal ini mungkin karena kemampuan Skinner dalam
menyederhanakan kerumitan teorinya serta menjelaskan konsep-konsep yang ada dalam
teorinya itu. Menurut Skinner, deskripsi hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan perubahan tingkah laku dalam hubungannya dengan lingkungan menurut versi
Watson tersebut diatas adalah deskripsi yang tidak lengkap. Respon yang diberikan oleh
mahasiswa tidaklah sesederhana itu. Sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan
berinteraksi satu dengan yang lainnya, dan interaksi ini akhirnya mempengaruhi respon yang
dihasilkan tersebut. Sedangkan respon yang diberikan ini juga menghasilkan berbagai
konsekuensi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku mahasiswa. Karena itu
untuk memahami tingkah laku mahasiswa secara tuntas kita harus memahami hubungan antara
satu stimulus dengan stimulus lainnya, memahami respon itu sendiri dan berbagai konsekuensi
yang diakibatkan oleh respon tersebut (Bell Gredler, 1986).
Skinner juga menjelaskan bahwa perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk
menjelaskan tingkah laku hanya akan membuat segala sesuatunya menjadi bertambah rumit.
Sebab “alat” itu akhirnya juga harus dijelaskan lagi. Misalnya bila kita mengatakan bahwa
“seorang mahasiswa berprestasi buruk sebab mahasiswa ini mengalami frustasi” akan
menuntut kita untuk menjelaskan “apa itu frustrasi”. Dan penjelasan tentang frustrasi ini besar
kemungkinan akan memerlukan penjelasan lain, begitu seterusnya.
Dari semua pendukung teori tingkah laku, mungkin teori Skinner-lah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa program pembelajaran seperti
Teaching Machine,Mathematics atau program-program lain yang memakai konsep stimulus,
respon dan faktor penguat (reinforcement) adalah contoh-contoh program yang
memanfaatkan teori Skinner ini.
Kritik Terhadap Teori Tingkah Laku
Teori tingkah laku dikritik karena sering tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang
kompleks, sebab banyak hal didunia pendidikan yang tidak dapat diubah menjadi sekedar
hubungan stimulus dan respon. Kita ambil contoh, suatu saat seorang mahasiswa mau belajar
giat setelah diberi stimulus tertentu . Tetapi karena sebab lain, mahasiswa tersebut tiba-tiba
tidak mau belajar lagi, padahal mahasiswa tersbut sudah diberikan stimulus yang sama atau
yang lebih baik dari itu. Ternyata teori tingkah laku ini dianggap tidak mampu menjelaskan
alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon tersebut. Tentu saja
kita dapat mengganti stimulus dengan stimulus lain sampai kita mendapatkan respon yang kita
inginkan Tetapi kita tahu hal ini belum menjawab pertanyaan yang sebenarnya. Disamping itu
teori belajar ini dianggap cenderung mengarahkan mahasiswa untuk berpikir linier, konvergen
dan tidak kreatif. Dengan prosesnya yang disebut “pembentukan” (shaping), mahasiswa
digiring untuk sampai kesuatu target tertentu, padahal banyak hal dalam hidup ini yang tidak
sesederhana itu. Skinner dan ahli-ahli lain penyokong teori ini memang tidak menganjurkan
adanya “hukuman” digunakan dalam proses belajar. Tetapi apa yang mereka sebut “penguat
negatif” (negative reinforcement) cenderung membatasi keleluasaan mahasiswa untuk
berimajinasi dan berpikir.
Menurut Guthrie, “hukuman” memegang peranan penting dalam proses belajar. Skinner
tidak percaya pada asumsi Guthrie ini karena tiga alasan, Pertama, pengaruh hukuman
terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara. Kedua, dampak psikologis yang
buruk mungkin akan terkondisi dan menjadi bagian dari jiwa si terhukum bila hukuman
berlangsung lama. Ketiga, hukuman mendorong si terhukum mancari cara lain (meskipun salah
dan buruk) agar ia terbebas dari “hukuman”. Dengan kata lain hukuman dapat mendorong si
terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan pertama
yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Hal ini tidak
sama dengan hukuman. Ketidaksamaan tersebut adalah bila hukuman harus diberikan (sebagai
stimulus) agar respon yang timbul berbeda dari biasanya ada, sedangkan “penguat negatif”
(sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya
seorang mahasiswa perlu dihukum untuk suatu kesalahan yang dibuatnya (teori Guthrie). Jika
mahasiswa masih bandel, maka hukuman harus ditambah. Tetapi jika sesuatu yang tidak
mengenakkan si mahasiswa itu dikurangi (bukan malah ditambah), dan pengurangan ini
mendorong mahasiswa itu untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut
“penguat negatif” (Teori Skinner).
Lawan dari penguat negatif adalah “penguat positif” (positive reinforcement).
Keduanya bertujuan memperkuat respon. Namun bila penguat positif harus ditambah maka
penguat negatif harus dikurangi agar memperkuat respon.

Aliran kognitif
Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi
penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.
Belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Teori ini sangat erat berhubungan
dengan teori Sibernetik. Pada masa awal mulai diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba
menjelaskan bagaimana mahasiswa mengolah stimulus dan bagaimana mahasiswa tersebut
dapat sampai ke respon tertentu. Namun lamban laut perhatian tersebut mulai bergeser. Saat
ini perhatian mereka terpusat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru berasimilasi
dengan ilmu yang sebelumnya lebih dikuasasi oleh mahasiswa. Menurut teori ini, ilmu
pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan tersendiri, terpisah-pisah tetapi
proses ini merupakan suatu rangkaian yang saling terkait.
Piaget
Menurut Jean Piaget proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan yakni asimilasi,
akomodasi dan equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan
(pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak mahasiswa.
Proses akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi yang baru sedangkan
proses equilibrasi adalah penyesuaian kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Katakanlah seorang mahasiswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan. Jika dosennya
memperkenalkan prinsip perkalian maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan
(yang sudah ada dibenak mahasiswa) dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru), inilah
yang disebut proses asimilasi.
Jika mahasiswa ini diberi sebuah soal perkalian, maka situasi ini disebut akomodasi, yang dalam
hal ini berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan
spesifik. Agar mahasiswa tersebut dapat terus mengembangkan dan menambah ilmunya serta
sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya maka diperlukan proses penyeimbangan.
Proses inilah yang disebut equilibrasi yaitu proses penyeimbangan antara “dunia luar” dan
”dunia dalam”. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan
berjalan tidak teratur (disorganizer). Dalam hal ini, dua orang yang mempunyai jumlah
informasi yang sama di otaknya mungkin mempunyai kemampuan equilibrasi yang berbeda.
Seseorang dengan kemampuan equilibrasi yang baik akan mampu “menata” berbagai informasi
ini dalam urutan yang baik, jernih dan logis. Sedangkan rekannya yang tidak memiliki
kemampuan equilibrasi sebaik itu akan cenderung menyimpan semua informasi yang ada
secara kurang teratur, karena itu orang ini juga cenderung mempunyai alur berpikir tidak
sistematis, tidaklogis dan berbelit-belit.
Menurut Piaget proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
yang dilalui mahasiswa yang dalam hal ini Piaget membaginya menjadi empat tahap, yaitu
tahap sensorimotor (ketika anak berumur 1,5 sampai 2 tahun), tahap praoperasional (3 sampai
7 tahun), tahap operasional konkret (8 sampai 13 tahun), dan tahap operasional formal
(14tahun atau lebih). Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu
berbeda dengan proses belajar yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua
(praoperasional) dan berbeda pula dengan apa yang dialami anak lain yang telah sampai
ketahap yang lebih tinggi (operasional konkret dan operasional formal). Secara umum semakin
tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berpikirnya.
Dengan demikian dosen seyogyanya memahami tahap-tahap perkembangan mahasiswa serta
memberikan materi pelajaran dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan tahap-tahap
tersebut.
Dosen yang mengajar tetapi tidak menghiraukan tahapan-tahapan ini akan cenderung
menyulitkan mahasiswanya. Misalnya saja mengajarkan konsep-konsep abstrak tentang
Pancasila kepada sekelompok mahasiswa kelas dua SD tanpa adanya usaha untuk
“menkonkretkan” konsep-konsep tersebut justru akan lebih membingungkan anak didik.
Ausubel
Menurut Ausubel, mahasiswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “pengatur
kemajuan belajar” (advance organizers) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan
tepat kepada mahasiswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang
memadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada mahasiswa. Ausubel
percaya bahwa “advance organizers” dapat memberikan tiga macam manfaat yakni :
1. Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi pelajaran yang akan
dipelajari oleh mahasiswa,

2. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari
mahasiswa “saat ini” dengan apa yang “akan” dipelajari,

3. Mampu membantu mahasiswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.

Untuk itu, pengetahuan dosen terhadap isi mata pelajaran harus sangat baik. Hanya dengan
demikian seorang dosen akan mampu menemukan informasi yang menurut Ausubel sangat
abstrak, umum dan inklusif yang mewadahi apa yang akan diajarkan itu. Selain itu logika
berpikir dosen juga dituntut sebaik mungkin. Tanpa memiliki logika berpikir yang baik ,maka
dosen akan kesulitan memilah-milah materi pelajaran serta merumuskannya dalam rumusan
yang singkat dan padat dan mengatur materi demi materi itu kedalam struktur urutan yang
logis dan mudah dipahami.
Bruner
Bruner mengusulkan teorinya yang disebut free discovery learning. Menurut teori ini
proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika dosen memberi kesempatan kepada
mahasiswa untuk menemukan suatu aturan termasuk konsep, teori, definisi dan sebagainya
melalui contoh-contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya. Dengan kata
lain mahasiswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Untuk
memahami konsep “kejujuran” misalnya mahasiswa tidak semata-mata menghafal definisi kata
kejujuran tersebut, melainkan dengan mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran
dan dari contoh-contoh itulah mahasiswa dibimbing untuk mendefinisikan kata kejujuran.
Lawan dari pendekatan ini disebut ekspositon (belajar dengan cara menjelaskan). Dalam hal ini
mahasiswa disodori sebuah informasi umum dan diminta untuk menjelaskan informasi tersebut
melalui contoh-contoh khusus dan konkret. Dalam contoh diatas maka mahasiswa pertama-
tama diberi definisi tentang kejujuran dan dari definisi itulah mahasiswa diminta untuk mencari
contoh-contoh konkret yang dapat menggambarkan makna kata tersebut. Proses belajar ini
jelas berjalan secara deduktif.
Kritik Terhadap Teori Kognitif
Teori kognitif terutama teori yang dikembangkan oleh Piaget sering dikritik karena sukar
dipraktekkan (terutama di tingkat-tingkat lanjut). Selain itu, beberapa konsep tertentu (seperti
intelegensia, belajar atau pengetahuan) yang mendasari teori ini sukar dipahami dan
pemahaman itu sendiri pun masih belum tuntas.

Aliran Humanistik
Bagi penganut teori ini proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu
sendiri. Dari keempat teori belajar, teori humanistic inilah yang paling abstrak dan paling
mendekati dunia filsafat daripada dunia pendidikan. Meskipun teori ini sangat menekankan
pentingnya “isi” dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang
pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini
lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa
adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam dunia keseharian. Wajar jika teori ini sangat
bersifat eklektik. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal bertujuan untuk memanusiakan
manusia mencapai aktualisasi diri dapat tercapai. Dalam praktek teori ini antara lain terwujud
dalam pendekatan yang diusulkan oleh Ausubel yang disebut “belajar bermakna” atau
meaningful learning. Sebagai catatan teori Ausubel ini juga dimasukkan kedalam aliran kognitif.
Teori ini juga terwujud dalam teori Bloom dan Krathwohi dalam bentuk Taksonomi Bloom.
Selain itu empat pakar lain yang juga termasuk kedalam kubu teori ini adalah Kolb, Honey,
Mumford,serta Habermas.
Bloom dan Krathwohi
Bloom dan Krathwohi menunjukkan apa yang mungkin dipelajari oleh mahasiswa yang tercakup
dalam tiga domain yaitu:
1. Kognitif, yang terdiri dari enam tingkatan :

- Pengetahuan (mengingat, menghafal)

- Pemahaman (menginterpretasikan)

- Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah)

- Analisis (menjabarkan suatu konsep)

- Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)

- Evaluasi (membandingkan nilai-nilai, ide, metode dan sebagainya)

2. Psikomotor, yang terdiri dari lima tingkatan :

- Peniruan (menirukan gerak)

- Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)

- Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)


- Perangkaian (melakukan beberapa gerak sekaligus secara benar)

- Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)

3. Afektif, yang terdiri dari lima tingkatan :

- Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)

- Merespon (aktif berpartisipasi)

- Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu)

- Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai)

- Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup)

Taksonomi Bloom, seperti yang telah kita ketahui berhasil memberi inspirasi kepada banyak pakar
lain untuk mengembangkan teori-teori belajar dan pembelajaran. Pada tingkatan yang lebih praktis,
taksonomi ini telah banyak membantu praktisi pendidikan untuk memformulasikan tujuan-tujuan
belajar dalam bahasa yang mudah dipahami, operasional, serta dapat diukur. Dari beberapa taksonomi
belajar, mungkin taksonomi Bloom inilah yang paling popular. Selain itu teori Bloom ini juga banyak
dijadikan pedoman untuk membuat butir-butir soal ujian, bahkan oleh orang-orang yang sering
mengkritik taksonomi tersebut.

Kolb

Sementara itu, seorang ahli lain yang bernama Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat
yaitu :

1. Pengalaman konkrit

2. Pengalaman aktif dan reflektif

3. Konseptualisasi

4. Eksperimentasi aktif

Pada tahap paling dini dalam proses belajar, seorang mahasiswa hanya sekedar mampu ikut mengalami
suatu kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran tentang hakekat kejadian tersebut. Dia pun belum
mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian terjadi seperti itu. Inilah yang terjadi pada tahap
pertama proses belajar.

Pada tahap kedua, mahasiswa tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi aktif terhadap
kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya. Inilah yang kurang lebih terjadi pada
tahap pengamatan aktif dan reflektif.

Pada tahap ketiga, mahasiswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau teori tentang sesuatu hal
yang pernah diamatinya. Pada tahap ini, mahasiswa diharapkan sudah mampu untuk membuat aturan-
aturan umum (generalisasi) dari berbagai contoh kejadian yang meskipun nampak berbeda-beda tetapi
mempunyai landasan aturan yang sama. Pada tahap terakhir (eksperimentasi aktif), mahasiswa sudah
mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. Dalam dunia matematika misalnya
mahasiswa tidak banyak memahami asal-usul sebuah rumus, tetapi ia mampu memakai rumus untuk
memecahkan sutau masalah yang belum pernah ia temukan sebelumnya.

Menurut Kolb, siklus belajar semacam itu terjadi berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran
si pelajar. Dengan kata lain, meskipun dalam teorinya kita mampu membuat garis tegas antara tahap
satu dengan tahap lainnya, namun dalam praktik peralihan dari satu tahap ke tahap lainnya itu seringkali
terjadi begitu saja, sulit kita tentukan kapan beralihnya.

Honey dan Mumford

Berdasarkan teori Kolb ini, Honey dan Mumford membuat penggolongan mahasiswa. Menurut
mereka, ada empat macam mahasiswa atau tipe mahasiswa, yakni aktivis, reflektor, teoris dan
pragmatis. Mahasiswa tipe aktivis adalah mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman-
pengalaman baru. Mereka cenderung berpikiran terbuka dan mudah diajak berdialog. Namun
mahasiswa semacam ini biasanya kurang skeptik terhadap sesuatu. Ini kadangkala identik dengan sifat
mudah percaya. Dalam proses belajar, mereka menyukai metode yang mampu mendorong seseorang
menemukan hal-hal baru, seperti brainstorming atau problem solving. Tetapi mereka cepat merasa
bosan dengan hal-hal yang memerlukan waktu lama dalam implementasi.

Mahasiswa tipe reflektor cenderung sangat berhati-hati mengambil langkah. Dalam proses pengambilan
keputusan, mahasiswa tipe ini cenderung konservatif, dalam arti mereka lebih suka menimbang-
nimbang secara cermat baik buruk suatu keputusan. Mahasiswa tipe teoris biasanya sangat kritis,
senang menganalisis, dan tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subyektif. Bagi mereka,
berpikir secara rasional adalah sesuatu yang sangat penting. Mereka biasanya juga sangat skeptis dan
tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif. Mahasiswa tipe pragmatis menaruh perhatian besar
pada aspek-aspek praktis dari segala hal. Bagi pragmatis sesuatu dikatakan ada gunanya dan baik hanya
jika bisa dipraktekkan.

Habermas

Habermas percaya bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi baik dengan lingkungan maupun
dengan sesama manusia. Berdasarkan asumsi ini, dia membagi tipe belajar menjadi tiga macam yaitu:

1. Belajar teknis (technical learning)

2. Belajar praktis (practical learning)

3. Belajar emansipatoris (emansipatori learning)

Dalam “belajar teknis” mahasiswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya. Mereka
berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan untuk itu. Dalam “belajar praktis”, mahasiswa juga belajar berinteraksi, tetapi pada tahap ini
yang lebih dipentingkan adalah interaksi antara mahasiswa dengan orang-orang di sekelilingnya. Pada
tahap ini, pemahaman mahasiswa terhadap alam tidak berhenti sebagai suatu pemahaman yang kering
dan terlepas kaitannya dengan manusia. Tetapi pemahaman terhadap alam justru relevan jika berkaitan
dengan kepentingan manusia.

Sedangkan dalam belajar emansipatoris, mahasiswa berusaha mencapai pemahaman dan


kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan (transformasi) kultural dari suatu lingkungan. Bagi
Habermas, pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi kultural dengan tahap belajar yang paling
tinggi, sebab transformasi kultural dianggap sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi.

Kritik Terhadap Teori Humanistik

Teori humanistik sering dikritik karena sifatnya yang terlalu deskriptif lain dengan teori
pembelajaran atau disebut juga instruksional yang lebih bersifat preskriptif. Kelemahan lain adalah
sukarnya menterjemahkan teori ini ke langkah-langkah yang lebih praktis dan konkrit.
Tetapi karena sifatnya yang deskriptif itulah maka teori ini seolah memberi arah proses belajar. Semua
tujuan pendidikan bersifat ideal dan teori humanistik inilah yang menjelaskan bagaimana tujuan ideal
itu seharusnya.

Seperti teori-teori belajar yang lain, teori humanistik akan sangat membantu kita memahami
proses belajar serta melakukan proses belajar dalam dimensi yang lebih luas jika kita mampu
menempatkannya pada konteks yang tepat. Kalaupun teori ini sukar diterjemahkan ke dalam langkah-
langkah praktis proses belajar, namun ide-ide, konsep-konsep dan taksonomi-taksonomi yang dibahas
dalam teori ini telah membantu kita untuk lebih memahami hakekat jiwa manusia. Dan pada gilirannya
akan membantu kita menentukan strategi belajar yang tepat secara lebih sadar dan terarah, dan tidak
semata-mata tergantung pada intuisi kita.

Aliran Sibernetik

Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar
adalah pengolahan informasi. Sekilas teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang
mementingkan proses. Proses memang penting dalam teori Sibernetik. Namun yang lebih penting lagi
adalah sistem informasi yang diproses itu. Informasi inilah yang akan menentukan proses. Asumsi lain
dari teori sibernetik ini adalah bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi
yang cocok untuk semua mahasiswa. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari seorang mahasiswa
dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari mahasiswa lain
melalui proses belajar yang berbeda.

Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori ini misalnya telah dikembangkan oleh Landa (dalam
pendekatan yang disebut algoritmik dan heuristik), Pask dan Scott (dengan pembagian mahasiswa tipe
menyeluruh/wholist dan tipe serial/serialist), atau pendekatan-pendekatan lain yang berorientasi pada
pengolahan informasi.

Landa

Menurut Landa, ada dua macam proses berpikir. Pertama disebut proses berpikir algoritmik
yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu target tertentu. Kedua adalah cara berpikir
heuristik yakni cara berpikir divergen, menuju ke beberapa target sekaligus. Proses akan berjalan
dengan baik jika apa yang hendak dipelajari itu atau masalah yang hendak dipecahkan diketahui ciri-
cirinya. Satu hal lebih tepat disajikan dalam urutan teratur, linier, sekuensial, satu hal lain lebih tepat
disajikan dalam bentuk terbuka dan memberi keleluasaan kepada mahasiswa untuk berimajinasi dan
berpikir.

Misalnya agar mahasiswa mampu memahami sebuah rumus matematika, mungkin akan lebih
efektif jika informasi tentang rumus ini disajikan secara algoritmik. Alasannya adalah, sebuah rumus
matematika biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu
target tertentu. Namun untuk memahami makna suatu konsep yang luas dan banyak memiliki
interpretasi (misalnya konsep sindroma), maka akan lebih baik jika proses berpikir mahasiswa dibimbing
kearah yang menyebar (heuristik) dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak
tunggal, monoton, dogmatis, linier.

Pask dan Scott

Pendekatan serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scoot itu sama dengan pendekatan algoritmik.
Namun cara berpikir menyeluruh tidak sama dengan heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir
yang cenderung melompat kedepan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat
melihat lukisan bukan detail-detail yang kita amati lebih dahulu, tetapi seluruh lukisan itu sekaligus baru
sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih kecil. Pendekatan yang berorientasi pada pengelolaan informasi
menekankan beberapa hal seperti ingatan jangka pendek (short term memory), ingatan jangka panjang
(long term memory) dan sebagainya yang berhubungan dengan apa yang terjadi dalam otak kita dalam
proses pengolahan informasi. Kita lihat pengaruh aliran Neurobiologis sangat terasa disini. Namun
menurut teori Sibermetik ini, agar proses belajar berjalan seoptimal mungkin bukan hanya cara kerja
otak kita yang perlu dipahami, tetapi juga lingkungan yang mempengaruhi mekanisme itu pun perlu
diketahui.

Kritik Terhadap Teori Sibernetik

Teori Sibernetik dikritik sebab tidak membahas proses belajar secara langsung sehingga hal ini
menyulitkan penerapannya. Karena alasan ini pula maka kita mendapat kesulitan untuk menggolongkan
apakah teori sibernetik ini lebih dekat ke teori konformis atau ke teori liberal.

Jika teori humanis lebih dekat kedunia filsafat, teori sibernetik ini lebih dekat ke psikologi dan informasi.
Selain itu pemahaman kita terhadap mekanisme kerja otak yang masih terbatas mengakibatkan
pengetahuan kita tentang bagaimana informasi itu diolah juga menjadi sangat terbatas. Karena alasan
ini pula maka banyak pakar mendapat ide untuk mengembangkan teori kognitif. Jika teori sibernetik
lebih tertarik pada kerja otak, teori kognitif lebih tertarik kepada hasil kerja otak itu. Seperti kata
seorang pakar kognitif “untuk menemukan perhitungan akar 437, apakah kita perlu tahu lebih dahulu
bagaimana sebuah kalkulator bekerja?” Jelasnya untuk mengembangkan suatu teori belajar, kita tak
harus mengetahui seluk beluk kerja otak kita sampai ke detil-detilnya.

B. Motivasi

Menurut Weiner (1990) yang dikutip Elliott et al (2000), motivasi didefinisikan sebagai kondisi

internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita menuju tujuan tertentu, dan

membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut Uno (2007), motivasi dapat diartikan

sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan (1) adanya

hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan, (2) adanya dorongan dan kebutuhan untuk melakukan

kegiatan, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan penghormatan atas diri, (5) adanya

lingkungan yang baik, dan (6) adanya kegiatan yang menarik. Motivasi adalah tentang apa yang

membuat seseorang bertindak (Sargent, dikutip oleh Howard, 1999). Motivasi merupakan akibat dari

interaksi seseorang dengan situasi yang dihadapinya (Siagian, 2004). Motivasi menjadi suatu kekuatan,

tenaga atau daya, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk

bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari (Makmun, 2003).

Teori Motivasi

Dari beberapa pendekatan mengenai motivasi, Swansburg (2001), mengklasifikasikan motivasi ke dalam
teori-teori isi dan teori-teori proses.

Teori Isi Motivasi

Teori teori isi motivasi berfokus pada faktor-faktor atau kebutuhan dalam diri seseorang untuk

menimbulkan semangat, mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan perilaku.

1. Teori Motivasi Kebutuhan (Abraham A. Maslow)

Maslow menyusun suatu teori tentang kebutuhan manusia secara hierarkial, yang sebenarnya

terdiri dari dua kelompok, yakni kelompok defisiensi dan kelompok pengembangan. Termasuk di dalam

kelompok defisiensi, secara hierarkis adalah fisiologis, rasa aman, kasih sayang dan penerimaan, dan

kebutuhan akan harga diri. Kelompok pengembangan mencakup kebutuhan aktualisasi diri (Ahmadi&

Supriyono, 1991).

Mangkunegara (2005), menjabarkan hierarki Maslow sebagai berikut.

 Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan akan pemenuhan unsur biologis, kebutuhan makan, minum,

bernafas, seksual dan lain sebagainya. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling mendasar.

 Kebutuhan akan rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan dari ancaman, dan bahaya lingkungan.

 Kebutuhan akan kasih sayang dan cinta, yaitu kebutuhan untuk diterima dalam kelompok,

berafiliasi, berinteraksi, mencinta dan dicintai.

 Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai.

 Kebutuhan akan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan

potensi, berpendapat dengan mengemukakan penilaian dan kritik terhadap sesuatu.

Aktualisasi diri

Harga diri

Kasih sayang

Rasa aman
Fisiologis

Gambar 1. Bagan hierarki kebutuhan menurut Abraham A. Maslow (Mangkunegara, 2005).

2. Teori ERG (Alderfer’s ERG theory)

Teori ERG (Existence, Relatedness and Growth), dikembangkan oleh Clayton Alderfer. Menurut

teori ini, komponen existence adalah mempertahankan kebutuhan dasar dan pokok manusia.

Merupakan kebutuhan setiap manusia untuk mempertahankan eksistensinya secara terhormat. Hampir

sama dengan teori Maslow, kebutuhan dasar manusia itu selain kebutuhan fisiologis, termasuk di dalam

komponen “existence”, juga kebutuhan akan keamanan. Relatedness tercermin dari sifat manusia

sebagai insan sosial yang ingin berafiliasi, harga diri dan penerimaan oleh lingkungan sosial. Growth

lebih menekankan kepada keinginan seseorang untuk tumbuh dan berkembang, mengalami kemajuan

dalam kehidupan, pekerjaan dan kemampuan, serta mengaktualisasikan diri (Siagian, 2004).

3. Teori Motivasi Dua Faktor (Frederick Herzbeg’s Two Factors theory)

Herzberg, seorang psikolog yang berusaha mengembangkan kebenaran teorinya melakukan

penelitian kepada sejumlah pekerja untuk menemukan jawaban dari, “Apa yang sebenarnya diinginkan

seseorang dari pekerjaannya?” Timbulnya keinginan Herzberg untuk meneliti adalah karena adanya

keyakinan bahwa terdapat hubungan yang mendasar antara seseorang dengan pekerjaannya dan karena

itu sikap seseorang terhadap pekerjaannya akan sangat mungkin menentukan tingkat keberhasilan dan

kegagalannya (Siagian, 2004).

Dalam teori motivasi dua faktor, mendasarkan motivasi pada kepuasan dan ketidakpuasan kerja

pada dua faktor yang melatarbelakanginya, yakni faktor pemeliharaan (maintenance factors) yang juga

disebut dissatisffiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi administrasi dan
kebijakan perusahaan, hubungan dengan subordinat, kualitas pengawasan, upah, kondisi kerja, dan

status. Faktor yang lain adalah faktor pemotivasian (motivational factors) yang disebut pula satisfier,

motivators, job content, intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan,

work it self, kesempatan berkembang, dan tanggung jawab (Mangkunegara, 2005).

4. Teori Motivasi Berprestasi (n-ach, oleh David McClelland)

Seseorang mempunyai motivasi untuk bekerja karena adanya kebutuhan untuk berprestasi.

Motivasi merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu (1) harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil,

(2) persepsi tentang nilai tugas, dan (3) kebutuhan untuk sukses.

Kebutuhan berprestasi ini bersifat intrinsik dan relatif stabil. Orang dengan n-ach yang tinggi

dicirikan dengan keinginan tinggi untuk menyelesaikan tugas dan meningkatkan penampilan mereka,

menyukai tantangan, dimana hasil kerja mereka akan dibandingkan dengan prestasi orang lain

Mereka dengan n-ach tinggi menyukai tantangan yang sedang, realistis dan tidak untung-

untungan. Mereka tidak menyukai pekerjaan yang mudah dan juga pekerjaan yang mereka yakini sangat

sulit untuk diselesaikan dengan baik. Keberhasilan mengerjakan tugas menjadi aspirasi mereka untuk

mengerjakan tantangan yang lebih sulit. Hal ini berkebalikan pada orang dengan n-ach yang rendah.

Tugas yang sangat mudah akan mereka kerjakan, karena yakin benar tugas tersebut dapat diselesaikan

dengan baik. Sebaliknya tugas yang sangat sulit yang gagal dikerjakan tidak membawa arti apapun,

karena sejak semula sudah diketahui bahwa tugas tersebut akan gagal dikerjakan.

Teori Proses Motivasi

1. Teori Penguatan (Skinner’s Reinforcement theory)

Skinner mengemukakan suatu teori proses motivasi yang disebut operant conditioning.

Pembelajaran timbul sebagai akibat dari perilaku, yang juga disebut modifikasi perilaku. Perliaku

merupakan operant, yang dapat dikendalikan dan diubah melalui penghargaan dan hukuman. Perilaku
positif yang diinginkan harus dihargai atau diperkuat, karena penguatan akan memberikan motivasi,

meningkatkan kekuatan dari suatu respons atau menyebabkan pengulangannya.

2. Teori Pengharapan (Victor H. Vroom ‘s Expectancy theory)

Teori harapan dikembangkan oleh Vroom yang diperluas oleh Porter dan Lawler. Inti dari teori

harapan terletak pada pendapat yang mengemukakan bahwa kuatnya kecenderungan seseorang

bertindak bergantung pada harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan

terdapat daya tarik pada hasil tersebut bagi orang yang bersangkutan (Siagian, 2004).

3. Teori Keadilan (Adam’s Equity theory)

Teori keadilan yang dikembangkan oleh Adam, didasarkan pada asumsi bahwa puas atau

tidaknya seseorang terhadap apa yang dikerjakannya merupakan hasil dari membandingkan antara

input usaha, pengalaman, skill, pendidikan dan jam kerjanya dengan outcome atau hasil yang didapatkan

dari pekerjaan tersebut (Mangkunegara, 2005).

4. Teori Penetapan Tujuan (Edwin Locke’s theory)

Dalam teori ini, Edwin Locke mengemukakan kesimpulan bahwa penetapan suatu tujuan tidak

hanya berpengaruh terhadap pekerjaan saja, tetapi juga mempengaruhi orang tersebut untuk mencari

cara yang efektif untuk mengerjakannya (Mangkunegara, 2005). Kejelasan tujuan yang hendak dicapai

oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya akan menumbuhkan motivasi yang tinggi. Tujuan yang

sukar sekalipun apabila ditetapkan sendiri oleh orang yang bersangkutan ataupun ditentukan oleh

organisasi yang membawahinya tetapi dapat diterima sebagai tujuan yang pantas dan layak dicapai,

akan menyebabkan prestasi yang meningkat (Siagian, 2004).

Macam Motivasi

Motivasi seseorang dapat timbul dan tumbuh berkembang melalui dari dalam diri sendiri

(intrinsik), dan datang dari lingkungan atau ekstrinsik (Elliot et al, 2000; Sue Howard, 1999). Motivasi
intrinsik bermakna keinginan dari diri sendiri untuk bertindak tanpa adanya rangsangan dari luar (Elliott,

2000). Motivasi intrinsik akan lebih menguntungkan dan memberikan keajegan dalam belajar. Motivasi

ekstrinsik dijabarkan sebagai motivasi yang datang dari luar individu yang tidak dapat dikendalikan oleh

individu tersebut (Sue Howard, 1999). Elliott et al (2000), mencontohkannya dengan nilai, hadiah dan

atau penghagaan yang digunakan untuk merangsang motivasi seseorang.

Motivasi Belajar

Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa keinginan berhasil, dorongan

kebutuhan belajar, dan harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya

penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik (Uno, 2007).

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), motivasi belajar dapat diartikan sebagai dorongan mental yang

menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia untuk belajar. Di dalam motivasi terdapat tiga

komponen utama, yaitu (1) kebutuhan, (2) dorongan, dan (3) tujuan. Kebutuhan terjadi apabila individu

merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang telah dimiliki dengan yang diharapkan. Dorongan

merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan atau tujuan.

Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti motivasi. Menurut Hull, dorongan

atau motivasi berkembang untuk memenuhi kebutuhan organisme, yang menjadi penggerak utama

perilaku belajar yang juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal belajar.

Tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh seseorang yang mengarahkan perilaku belajar. Tujuan

merupakan pemberi arah pada perilaku dan menjadi titik akhir sementara pencapaian kebutuhan. Jika

kebutuhan terpenuhi, maka orang menjadi puas dan dorongan mental untuk berbuat terhenti

sementara (Dimyati dan Mudjiono, 2002).

Adanya motivasi dalam belajar dapat disimpulkan dari observasi tingkah laku. Ciri manifestasi

mahasiswa yang mempunyai motivasi positif dipaparkan oleh Worrel & Stilwell (1981, dikutip oleh
Soekamto dan Winataputra, 1997) sebagai berikut:

a. Memperlihatkan minat, mempunyai perhatian, dan ingin ikut serta dalam belajar dan pembelajaran,

b. Bekerja keras, serta memberikan waktu kepada usaha tersebut, dan

c. Terus bekerja sampai tugas terselesaikan.

Motivasi belajar merupakan konstruksi psikologis yang penting yang mempengaruhi tindakan

belajar setidaknya melalui empat cara (Elliott et al, 2000), yaitu:

1. Motivasi meningkatkan tingkat aktivitas dan energi seseorang (Pintrich, Marx, & Boyle,1993).

2. Motivasi menggerakkan seseorang kepada tujuan tertentu (Eccles & Wigfield,1985).

3. Motivasi meningkatkan minat terhadap aktivitas tertentu, termasuk belajar dan menjaga keajegan

terhadap aktivitas tersebut (Stipek, 1998).

4. Motivasi mempengaruhi strategi dan proses kognitif dari seseorang (individual employs) (Dweck &

Elliott,1983). Hal ini juga mengandung maksud bahwa akan meningkatkan minat seseorang untuk

mencari bantuan seseorang bila ia menghadapi kesulitan (Elliott et al, 2000).

Peranan Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran

Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu

yang sedang belajar. Uno (2007), menjelaskan peranan penting motivasi dalam belajar sebagai berikut:

1. Memberikan penguatan terhadap belajar. Motivasi menguatkan dalam pembelajaran seseorang jika

dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan. Motivasi akan mendorong seseorang untuk

mencari cara, alat, atau apapun yang dapat membantunya memecahkan masalah tersebut.
2. Memperjelas tujuan belajar. Motivasi berkaitan erat dengan kemaknaan belajar. Motivasi belajar

seseorang akan bertambah jika sesuatu yang dipelajarinya sedikitnya sudah dapat diketahui atau

dinikmati kemanfaatannya.

3. Menentukan keajegan dan ketekunan belajar. Seseorang yang termotivasi untuk belajar sesuatu,

akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang

lebih baik.

Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Menurut Suciati dan Prasetya (2001), beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar

diantaranya:

1. Cita-cita dan aspirasi

Cita-cita merupakan faktor pendorong yang dapat menambah semangat dalam belajar dan

sekaligus memberikan tujuan yang jelas pada belajar. Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar

intrinsik maupun ekstrinsik, karena terwujudnya cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri. Cita-cita

yang bersumber dari dalam diri sendiri seseorang akan membuat seseorang tersebut mengupayakan

lebih banyak, yang dapat diindikasikan dengan:

 Sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas,

 Kreativitas yang tinggi,

 Berkeinginan untuk memperbaiki kegagalan yang pernah dialami,

 Berusaha agar teman dan guru memiliki kemampuan bekerja sama,

 Berusaha menguasai seluruh mata pelajaran, dan

 Beranggapan bahwa semua mata pelajaran penting.


2. Kemampuan peserta didik

Kemampuan peserta didik akan mempengaruhi motivasi belajar. Kemampuan yang dimaksud

adalah segala potensi yang berkaitan dengan intelektual atau intelegensi. Kemampuan psikomotor juga

akan memperkuat motivasi.

3. Kondisi peserta didik

Keadaan peserta didik secara jasmaniah dan rohaniah akan mempengaruhi motivasi belajar.

Kondisi jasmani dan rohani yang sehat akan mendukung pemusatan perhatian dan gairah dalam belajar.

4. Kondisi lingkungan belajar

Kondisi lingkungan belajar dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan,

kemasyarakatan, dan lingkungan institusi penyelenggara pendidikan. Kondisi lingkungan belajar juga

termasuk hal yang penting untuk diperhatikan. Lingkungan yang kondusif akan turut mempengaruhi

minat dan kemauan belajar seseorang.

5. Unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran

Peserta didik memiliki perasaan, perhatian, ingatan, kemauan, dan pengalaman hidup yang akan

turut secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi minat dan motivasi dalam belajar.

6. Upaya pengajar dalam membelajarkan peserta didik

Pengajar merupakan salah satu stimulasi yang sangat besar pengaruhnya dalam memotivasi

peserta didik untuk belajar. Kemampuan merancang bahan ajar, dan perilaku juga termasuk upaya

pembelajaran.

PERTANYAAN ULANGAN

1. Jelaskan beberapa teori yang mendasari proses belajar!


2. Jelaskan kelebihan dan kekurangan teori-teori belajar tersebut!
3. Jelaskan konsep motivasi!
4. Jelaskan macam motivasi dan motivasi belajar!
5. Jelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar!

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A., & Supriyono, W., 1991. Psikologi Belajar, Jakarta: PT Rineka Cipta
Ardhana, Wayan. 1997. “Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik : Pemecahan Masalah Belajar di
Abad XXI., Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran, di Malang, 26
Juni 1997.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Elliott, et al. 2000. Educational Psychology: Efective Teaching, Efective Learning (3 rd ed). United States of
America: McGraw Hill Companies

Rogers, A. 2003. What is the difference? a new critique of adult learning and teaching, Leicester: NIACE.
Makmun, A.S. 2003. Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: Rosdakarya

Mangkunegara. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Refika Aditama

Newman, F. and Holzman, L. 1997. The End of Knowing. A new developmental way of learning, London:
RoutledgeRetallick,
J., Cocklin, B. and Coombe, K. 1998. Learning Communities in Education, London: Cassell.
Nursalam, 2007. Manajemen keperawatan. Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Ritandiyono. 1998. Psikologi Belajar - Seri Diktat Kuliah. Jakarta : Universitas Gundarama
Siagian, S. 2004. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta

Sue Howard. 1999. The Practitioner As Teacher; 2nd edition. London: Royal College of Nursing, Bailliere
Tindall

Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta
Suciati & Prasetya. 2001. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta : Depdiknas
Swansburg, R. 2001. Pengembangan Staff Keperawatan; Suatu Komponen Pengembangan SDM. Jakarta:
EGC

Uno, H.B. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
BAB 19

EVALUASI PEMBELAJARAN KEPERAWATAN


KLINIK / LAPANGAN

Tujuan :
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian dan prinsip dasar evaluasi klinik
2. Menjelaskan cirri-ciri evaluasi klinik
3. Menjelaskan aspek-aspek yang dievaluasi dalam evaluasi klinik
4. Menjelaskan pengelolaan evaluasi klinik
5. Menjelaskan teknik pemberian nilai

Konsep Penting :
1. Evaluasi klinik pada dasarnya adalah kegiatan evaluasi hasil pendidikan yang dilaksanakan
di klinik atau di tempat pengalaman belajar klinik mahasiswa.
2. Suatu tes dikatakan baik sebagai suatu alat pengukur bila memenuhi ciri : valid, reliable,
objektif, praktis, dan ekonomis.
3. Aspek yang perlu dievaluasi pada performa klinik meliputi kemampuan sosial,
berkomunikasi, praktik dan pengambilan keputusan
4. Metode evaluasi klinik dapat dikelompokkan menjadi metode observasi, tertulis/laporan,
lisan dan OSCE
5. Pemberian nilai dilakukan secara bertahap sepanjang kegiatan pengalaman belajar klinik
berlangsung, sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam program evaluasi klinik pada mata
ajaran tertentu.

E
valuasi Program Profesi merupakan komponen utama dalam menilai

kemampuan peserta didik pada pendidikan tinggi keperawatan. Pengujian


klinik / lapangan merupakan peran kunci dalam pengkajian kompetensi
mahasiswa keperawatan. Lulus dari ujian program profesi merupakan keharusan
dan sebagai standar sejauh mana kompetensi sudah dicapai oleh mahasiswa.
Oleh karena itu evaluasi hasil belajar pada performa klinik/lapangan perlu
disusun dengan baik, berkelanjutan, dan memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk menampilkan kemampuan professional yang optimal.
Sehingga kompetensi yang harus dicapai setiap tahap/ tingkat dapat terpenuhi.
Metode evaluasi klinik/lapangan dapat dibedakan : tertulis, observasi,
wawancara, dan penerapan OSCE (Objective Structured Clinical Examination).
Pada bab ini akan dibahas tentang konsep evaluasi klinik, metode evaluasi
klinik, pemberian penilaian dan pengambilan keputusan pencapaian kompetensi
yang diharapkan.

A. KONSEP EVALUASI HASIL BELAJAR PERFORMA


KLINIK

1. PENGERTIAN
Evaluasi klinik pada dasarnya adalah kegiatan evaluasi hasil pendidikan
yang dilaksanakan di klinik atau di tempat pengalaman belajar klinik
mahasiswa. Evaluasi adalah proses stimulasi untuk menentukan keberhasilan.
Evaluasi hasil pendidikan adalah proses sistematis untuk mencapai tingkat
pencapain tujuan pendidikan yang terdiri dari kegiatan mengukur dan menilai.
Mengukur adalah kegiatan mengamati penampilan peserta didik
berdasarkan indikator yang telah ditetapkan dan menggunakan alat dan metode
pengukuran tertentu. Menilai adalah membandingkan hasil pengukuran
penampilan peserta didik dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan.

2. PRINSIP DASAR EVALUASI BELAJAR


Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes
hasil belajar agar tes tersebut benar-benar dapat mengukur tujuan belajar, atau
mengukur kemampuan dan atau keteramplan peserta didik yang diharapkan
setelah peserta didik menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu.
1. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang
telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. Sebelumnya telah
disinggung bahawa tujuan merupakan landasan dan sekaligus sebagai
penentuan kriteria penilaiannya. Jika tujuan tidak jelas, maka penilaian
terhadap hasil belajarpun tidak akan terarah sehingga hasil penilaian tidak
mencerminkan isi pengetahuan atau keteramplan peserta didik yang
sebenarnya. Dengan kata lain, maka hasil penilaian menjadi tidak valid,
yaitu tidak mengukur apa yang sebenarnya harus diukur. Untuk dapat
menyusun tes yang baik, setiap pengajar harus dapat merumuskan tujuan
dengan jelas sehingga mempermudah tujuan dengan jelas sehingga
mempermudah penyusunan soal yang relevan.
2. Mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan bahan
pelajaran yang telah diajarkan. Kita telah mengetahui bahwa bahan
pelajaran yang telah diajarkan dalam kurun waktu tertentu baik dalam
satu jam pertemuan ataupun beberapa lama tidak mungkin dapat diukur
atau dinilai keseluruhannya. Atau dengan kata lain hasil belajar yang
diperoleh peserta, hanya dapat diambil beberapa sample dari hasil belajar
yang dianggap penting dan dapat “mewakili” seluruh kinerja yang telah
diperoleh selama peserta didik mengikuti seluruh mata ajaran. Dengan
demikian tes yang kita susun harus mencakup soal-soal yang dianggap
dapat mewakili seluruh kinerja hasil belajar peserta didik, sesuai dengan
tujuan instruksional yang dapat dirumuskan.

3. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk


mengukur hasil belajar yang diinginkan dengan tujuan. Untuk mengukur
bermacam-macam kinerja hasil belajar yang sesuai dengan hasil
pengajaran yang diharapkan, diperlukan kecakapan menyusun berbagai
bentuk soal dan alat evaluasi. Untuk mengukur hasil belajar yang berupa
keteramplan, tidak tepat bila menggunakan bentuk essay test yang
jawabannya hanya menguraikan. Demikian pula untuk mengukur
kemampuan analisis suatu prinsip tidak cocok jika digunakan untuk
bentuk soal objektif yang hanya menuntut jawaban dengan singkat.
Setiap jenis alat evaluasi dan setiap macama bentuk soal hanya cocok
untuk mengukur jenis kemampuan tertentu pula. Penyusunan suatu tes
harus disesuaikan dengan jenis kemampuan hasil belajar yang hendak
diukur dengan tes tersebut.

4. Didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang


diinginkan. Masing-masing jenis tes memiliki karakteristik tertentu :
tingkat kesukaran, daya pembeda, bobot, maupun cara pengolahannya.
Penyelenggaraan tes harus disesuaikan dengan tujuan dan fungsinya
sebagai alat evaluasi.

5. Dibuat seandal (reliable) mungkin sehingga mudah diinterpretasikan


dengan baik. Suatu alat evaluasi dikatakan andal jika alat tersebut dapat
menghasilkan gambaran (hasil pengukuran) yang benar-benar dapat
dipercaya. Suatu tes dapat dikatakan andal jika tes itu dikatakan berulang-
ulang terhadap objek yang sama hasilnya akan tetap atau relatif sama.

6. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar peserta didik dan cara


mengajar pengajar. Pada prinsip no.4 di atas telah diuraikan bahwa salah
satu jenis tes adalah tes formatif, yaitu tes yang berfungsi untuk mencari
umpan balik atau feedback yang berguna dalam usaha memperbaiki cara
mengajar yang dilakukan oleh pengajar dan cara peserta didik.

Evaluasi merupakan proses yang berlangsung terus menerus selama


kegiatan belajar mengajar. Terdiri dari evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
a) Evaluasi formatif :

- Mengenali kekurangan peserta didik untuk bahan dan dasar


pemberian bimbingan

- Dilakukan sepanjang proses belajar

b) Evaluasi sumatif :

- Menentukan derajat keberhasilan (nilai) peserta didik

- Dilakukan pada akhir unit peserta belajar atau akhir proses belajar

3. CIRI-CIRI EVALUASI YANG BAIK


Suatu tes dikatakan baik sebagai suatu alat pengukur bila memenuhi ciri :
valid, reliable, objektif, praktis, dan ekonomis.
1) Validitas

Sebuah tes tersebut valid apabila tes tersebut dapat mengukur


apa yang hendak diukur. Untuk mendapatkan tes yang valid,
dengan demikian isi dan kedalaman tes perlu disesuaikan
dengan tujuan atau sasaran belajar. Kesesuaian isi tes dengan
tujuan belajar validitas isi atau “content validity” validitas
dapat diupayakan dengan cara menyusun kisi -kisi soal ataupun
blueprint.
2) Reliabilitas

Kata reliabilitas berasal dari bahasa Inggris reliable yang


berarti dapat dipercaya. Jadi tes yang mempunyai reliabilitas
berarti tes tersebut mempunyai sifat dapat dipercaya apabila
memberikan hasil yang tetap bila diujikan berkali -kali. Sebuah
tes dikatakan reliable apabila hasil tersebut menunjukkan
ketetapan. Dngan kata lain jika kepada para peserta didik
diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka
setiap peserta didik akan tetap berada dalam urutan (ranking)
yang sama dalam kelompoknya.
3) Obyektifitas

Dalam pengertian sehari-hari telah diketahui bahwa objektif


berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Suatu
tes dikatakan memiliki objektifitas apabila dalam
melaksanakan tes itu tidak ada faktor luar yang mempengaru hi.
Hal ini terutama terjadi pada sistem scoring menekankan
ketetapan (consistency) pada sistem scoring. Sedangkan
reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes.
4) Praktikabilitas (Practicability)

Sebuah tes dikatakan memiliki praktibilitas yang tingg i apabila


tes tersebut bersifat praktis, mudah melaksanakan, mudah
diperiksa dan petunjuk teknisnya jelas.
5) Ekonomis

Yang dimaksud ekonomis adalah pelaksanaan tes tersebut tidak


membutuhkan biaya yang mahal, tenaga yang banyak maupun
waktu yang lama.

B. ASPEK YANG DIEVALUASI


Seperti telah diuraikan sebelumnya evaluasi hasil pendidikan harus dapat
mengukur secara jelas hasil belajar yang harus dicapai mahasiswa. Setiap jenis
dan tingkat hasil belajar akan diukur menggunakan metode evaluasi yang sesuai
metode tes tertulis dan lisan digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif,
tes penampilan atau metode observasi digunakan untuk kemampuan psikomotor
dan sikap/ perilaku kemampuan yang harus dicapai pada pengalaman belajar
klinik cukup kompleks, meliputi kemampuan kognitif tingkat tinggi (problem
solving) maupun kemampuan psikomotor serta sikap dengan demikian metode
evaluasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan klinik terdiri dari
berbagai metode, termasuk penugasan tertulis, kemampuan klinik terdiri dari
berbagai metode, termasuk penugasan tertulis, lisan (diskusi) dan observasi.
Menurut Bradshaw (1989), aspek yang perlu dievaluasi pada performa
klinik meliputi 4 keterampilan :

1. Kemampuan Sosial

• Bekerja dengan sejawat

• Kesadaran diri

2. Keteramplan berkomunikasi:

• Berbicara dan mendengar

• Membaca dan menulis

3. Keteramplan Praktik

• Penggunaan alat

• Teknik aseptik
• Pemberian obat

4. Kemampuan mengambil keputusan

• Asuhan Keperawatan

• Manajemen

• Pendidikan kesehatan

Menurut Nursalam (2002) aspek yang dievaluasi pada saat mahasiwa


melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien di Rumah Sakait dapat
dibedakan menjadi 4 intervensi keperawatan, yaitu: DETR (1) Diagnostik; (2)
Edukatif, (3) Terapeutik, dan (4) Referal/mengambil keputusan untuk merujuk.
1) Kompetensi diagnostik

2) Kompertensi edukatif

3)Kompetensi terapeutik

4) Merujuk/mengambil suatu keputusan untuk kolaboratif

Pemberian penilaian beranjak dari tingkat dasar (Basic Level) sampai ke


tingkat tertinggi (Highest Level)
Level 1(dasar) : Sudah pernah melihat/melakukan 1 kali tetapi masih
memerlukan bimbingan lebih lanjut, pengalaman dan
supervisi.

Level 2 : Pengembangan kompetensi padat dengan bantuan dan


supervisi

Level 3 : Kompeten, hampir tidak membutuhkan bantuan dan


membutuhkan supervisi yang minimal

level 4 (highest) : Kompeten, tidak perlu bantuan dan dapat membantu


dan mengajar yang lain (Keterangan lebih lanjut pada
lampiran)

C. PENGELOLAAN EVALUASI KLINIK


Mengingat kompleksitas evaluasi klinik maka evaluasi klinik perlu dikelola
dengan baik sehingga pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik pula.
Evaluasi klinik biasanya dikaitkan dengan mata kuliah klinik tertentu,
dengan demikian penanggung jawab atau koordinator mata kuliah harus
bertanggung jawab tentang pengolahan evaluasi klinik. Bersama tim pengelola
mata kuliah, perlu disusun suatu program evaluasi klinik yang berisi.
- Tujuan pengalaman belajar klinik (tujuan instruksional)

- Metode dan aspek yang dievaluasi setiap metode

- Kriteria evaluasi termasuk pembobotan dan kelulusan

1. PELAKSANAAN EVALUASI KLINIK


Evaluasi klinik dilaksanakan sesuai dengan metode evaluasi yang telah
disepakati untuk menilai setiap aspek penampilan klinik. Seperti yang telah
diungkapkan sebelumnya bahwa setiap jenis kemampuan (domain) harus
dievaluasi dengan metode yang sesuai.

Kemampuan yang dicapai mahasiswa cukup komplek, berupa perpaduan


antara aspek pengetahuan, keteramplan dan sikap. Pengetahuan yang dimaksud
minimal pada jenjang aplikasi (cognitive domain 3). Seluruh aspek perlu
dievaluasi secara proporsional dan metode evaluasi yang sesuai.

2. MODEL EVALUASI KLINIK


Metode evaluasi klinik dapat dikelompokkan menjadi metode :
1. Observasi

2. Tertulis/laporan

3. Lisan (viva – voce)

4. OSCE

1) Observasi
Metode observasi ini adalah metode yang paling sering digunakan dalam
evaluasi klinik, mengingat kemampuan utama yang harus dimiliki melalui
pengalaman belajar klinik adalah kemampuan melaksanakan tindakan.
Metode observasi adalah metode yang digunakan untuk mengevaluasi
penampilan psiomotor, sikap perilaku, interaksi baik verbal maupun non verbal.
Penggunaan metode observasi banyak dipengaruhi oleh latar belakang dan
ekspektasi pengamat. Dengan demikian dapat mempengaruhi riabilitas
(keajegan) dan objektifitas evaluasi. Pada dasarnya evaluasi menggunakan
metode observasi memiliki kecenderungan terjadinya subjektifitas.
Untuk mengurangi kecenderungan subjektifitas dan “fair” metode observasi
perlu didukung dengan perangkat evaluasi berupa :
a. Kejelasan aspek yang diobservasi dan pemberian nilai (score). Hal ini
diupayakan dengan membuat formulir penilaian berisikan aspek yang
dievaluasi secara jelas.

b. Pemberian umpan balik (feed back) dilakukan segera setelah observasi


dilaksanakan disertai proses diskusi. Hal ini dimaksudkan untuk
divalidasi dan klasifikasi terhadap kualitas penampilan yang dievaluasi.
Alat evaluasi yang digunakan berupa daftar cek keteramplan, dan catatan
anekdot.

2) Tertulis
Metode tertulis digunakan untuk mengevaluasi kemampuan kognitif, yaitu
pada jenjang aplikasi dan pemecahan masalah (problem solving) melalui proses
analisa sintesa dan metode ini dilaksanakan dengan cara memberi penugasan
pada peserta didik untuk menuliskan hasil pengamatan, hasi rangkaian kegiatan
melakukan tindakan atau asuhan keperawatan berupa laporan tertulis.
Tulisan mahasiswa yang dijadikan bahan evaluasi dapat berupa :
1. Rencana keperawatan

2. Laporan studi kasus

3. Laporan proses keperawatan

4. Rencana pendidikan kesehatan

5. Catatan studi obat/cairan

Melalui metode tertulis ini selain dapat dievaluasi perlu ditetapkan dengan
jelas. Dengan demikian dapat dijamin objektifitas metode evaluasi dan “Fair”
bagi para mahasiswa

3) Lisan (Viva-Voce)
Metode evaluasi secara lisan atau oral dimaksudkan untuk terjadinya tanya
jawab dan dialog terhadap pertanyaan yang diajukan oleh penguji. Seperti
halnya pada metode observasi, pada metode lisan ini akan terjadi interaksi
langsung antara penguji dan mahasiswa yang dapat mempengaruhi objektifitas
dan reabilitas evaluasi. Dengan demikian metode lisan perlu didukung dengan
perangkat evaluasi yang dapat digunakan evaluator untuk mengajukan
pertanyaan dan memberi nilai.
Secara spesifik metode ini digunakan pada:
1. Saat pembimbing melakukan validasi terhadap data yang dikumpulkan
dalam penyusunan renpra.
2. Menilai alasan (justifikasi) yang digunakan mahasiswa untuk melakukan
tindakan.

3. Menilai kemampuan mahasiswa terhadap dan perkembangan kasus.

4) OSCE (Obyektif Structur Clinical Evaluation)


OSCE adalah metode evaluasi untuk menilai penampilan/kemampuan
klinik secara terstruktur dan bersifat objektif. Melalui OSCE dapat secara
bersamaan dievaluasi kemampuan pengetahuan, psikomotor, sikap.
Secara spesifik aspek yang dapat dievaluasi dan tahapan persiapan dan
pelaksanaan OSCE, serta contoh OSCE pada gangguan sistem pernafasan akan
diuraikan berikut ini.

Aspek yang dapat dievaluasi dengan OSCE :


- Pengkajian riwayat hidup

- Pemeriksaan fisik

- Laboratorium

- Identifikasi masalah

- Merumuskan/ menyimpulkan data

- Interpretasi pemeriksaan

- Menetapkan pengelolaan klinik

- Mendemonstrasikan prosedur

- Kemajuan berkomunikasi

- Pemberian pendidikan keperawatan

Tahapan :
1. Identifikasi area kemampuan yang akan dievaluasi

2. Tentukan jenis kemampuan (C/P/A) yang akan dievaluasi

3. Tetapkan cara evaluasi yang akan dilakukan pada tiap jenis kemampuan
yang akan dievaluasi

4. Siapkan soal, instruksi dan petunjuk untuk tiap kemampuan yang akan
dievaluasi (max. untuk 90 menit @ 5 menit), yaitu 90/ 5 = 18 terminal.
Terdiri dari 16 soal dan 2 terminal istirahat.
5. Siapkan sarana yang diperlukan : Alat, Pasien/ Klien, Model, Gambar,
Data

6. Identifikasi staf yang akan diperlukan untuk evaluasi penampilan/


observasi

7. Tetapkan ketentuan pelaksanaan OSCE

8. Koordinasikan program evaluasi dengan pihak terkait, termasuk


mahasiswa

9. Tentukan ruang tempat pelaksanaan OSCE

Pelaksanaan OSCE
1. Tempatkan secara terpisah di ruang evaluasi (10 terminal )

- Soal / instruksi

- Klien

- Alat

- Staf (bila perlu)

2. Beri nomor urut setiap terminal.

Tentukan 2 terminal istirahat jumlah terminal = 12

3. Penanggung jawab memonitor pelaksanaan OSCE: Setiap terminal harus


dilalui dalam waktu 5 menit

10 terminal + 2 terminal istirahat memerlukan = 12 x 5 menit = 60 menit

- Pada awal/ mulai dengan :12 orang mahasiswa menempati 12 terminal

- Setiap 5 menit penanggung jawab memberi tanda untuk mahasiswa


berpindah terminal sesuai arah jarum jam

- Sebelum meninggalkan ruang evaluasi mahasiswa menyerahkan jawaban


tertulis kepenanggung jawab

3. PEMBERIAN NILAI (SCORE)


Proses pemberian nilai (scoring) merupakan yang amat penting dalam
evaluasi. Pemberian nilai dilakukan secara bertahap sepanjang kegiatan
pengalaman belajar klinik berlangsung, sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam
program evaluasi klinik pada mata ajaran tertentu.
Setiap aspek diberi nilai sesuai teknik dan menggunakan instrumen evaluasi
serta berpatokan pada nilai/ angka yang telah ditentukan. Patokan nilai dapat
berupa nilai maksimal yang dapat diperoleh bila penampilan tersebut dilakukan.
Selain menggunakan patokan nilai maksimal, pemberian nilai perlu pula
memperhatikan pembobotan. Bobot yang diberi pada setiap jenis penampilan
klinik yang dievaluasi harus dijadikan dasar pada saat merekapitulasi nilai.
Dengan demikian perlu dibuatkan suatu formulir yang berisi seluruh jenis.
Pada dasarnya kegiatan evaluasi klinik harus didukung dengan sarana
pencatatan yang baik. Sehingga memungkinkan bagi tim pengajar untuk
mendapatkan data tentang penampilan mahasiswa menganalisanya dan
menetapkan nilai atau tingkat keberhasilan mahasiswa serta membuat
keputusan.

4. KEPUTUSAN DAN PEMBERIAN PREDIKAT


Tahap terakhir dari rangkaian evaluasi adalah membuat keputusan, apakah
mahasiswa dapat dikatakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tingkat
keberhasilannya. Untuk itu perlu ditetapkan ketentuan atau batas kelulusan.
Seperti kita ketahui, pengalaman belajar klinik merupakan bagian dari kegiatan
pembelajaran mata ajaran keperawatan yang terdiri dari komponen teori dan
praktik.
Secara profesional kedua aspek ini harus dipenuhi atau dimiliki oleh
peserta didik atau dengan kata lain, mahasiswa harus lulus pada kedua aspek
tersebut. Dalam kebijakan penetapan keputusan dan pemberian predikat tingkat
keberhasilan perlu pula ditetapkan bobot pembandingan antar teori dan praktik.
Pemberian penilaian pada program profesi meliputi kompeten dan tidak
kompeten atau lulus tidak lulus.

CONTOH KASUS
Anda adalah seorang pimpinan di PendidikanTinggi Keperawatan. Anda
akan melakukan suatu perbaikan berbagai hal, khususnya yang berhubungan
dengan kegiatan akademik

PERTANYAAN ULANGAN
1. Buatlah suatu RENSTRA pengelolaan pengembangan kurikulum?
(perhatikan faktor-faktor yang berpengaruh dan pergunakan prinsip
pengembangan dengan memperhatikan visi, misi institusi dan kurikulum
inti)?

2. Buat suatu langkah-langkah dalam penerapan pembelajaran praktika?


(perhatikan prinsip dan teori pembelajaran praktika)
3. Susun suatu RENSTRA pemilihan tempat praktik bagi mahasiswa pada
program profesi? (perhatikan syarat-syarat rumah sakit/tempat praktik
untuk mahasiswa keperawatan?

4. Buat suatu strategi evaluasi yang tepat pada pembelajaran klinik dan
lapangan? Perhatikan prinsip validitas dan reliabilitas? Berikan contoh
instrumen!

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1999, Kurikulum Nasional


program DIII Keperawatan di Indonesia. Jakarta
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1983, Pola Pengembangan
Belajar Lapangan Pendidikan Dokter Indonesia. Jakarta
Dorothy E Reilly, Marilyn H. Oermann, 1985 The Clinical Field, its use in
Nursing Education, Appleton – Century Crofts, Sidney
Gafur, 1982, Disain Instruksional, Tiga Serangkai, Solo
Gagne, Brigs, Walter, 1988, Principles of Instructional Design, 3rd. Ed,.
Sounders Collage Publishing, Philadelphia.
Kemp, 1977, Instructional Design, A plant for Unit and Cours Development,
Second Edition, Fearon-Pimant Publisher, Inc. California
Rheba de Tornyag, Martha A. Thomson, 1987 Strategies for Teaching Nursing,
3rd Ed,. John Willy and sons, Inc. Philadelphia
Ruth White, Christine Evans, 1991, Clinical Teaching in Nursing, First Edition,
Chapman and Hall. London
Sandra De Young, 1990. Teaching Nursing. Cummings publishing,

California

View publication stats


PPNI, 2 Februari 2013

STANDAR KOMPETENSI
PERAWAT INDONESIA

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)


Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI)
Asosiasi Institusi Pendidikan Diploma Keperawatan Indonesia (AIPDiKI)
Jakarta, 2013

Standar Kompetensi Perawat Indonesia_Edisi IV_2013 | 0


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan


kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus
diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya pelayanan/asuhan kesehatan yang
berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Pelayanan/asuhan keperawatan merupakan
bagian integral dari pelayanan/asuhan kesehatan ditujukan kepada individu, kelompok
dan masyarakat yang memiliki masalah fisik, mental maupun sosial di berbagai tatanan
pelayanan/asuhan kesehatan.

Kesehatan sebagai hak asasi manusia merupakan tanggung jawab pemerintah dan seluruh
elemen masyarakat, harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan
melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) adalah organisasi profesi yang merupakan
bagian dari elemen masyarakat turut berkontribusi dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Undang Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 63 ayat (2)
menyebutkan bahwa; Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan
pengendalian, pengobatan dan atau perawatan; pada ayat (3) Pengendalian, dan atau
perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan, atau cara
lain yang dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatan dan keamanannya; ayat (4)
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu
keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu. Pasal 24, ayat (1); Tenaga kesehatan harus memenuhi kode etik,
standar profesi, hak pengguna pelayanan/asuhan kesehatan, standar pelayanan/asuhan,
dan standar prosedur operasional; ayat (2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar
profesi diatur oleh organisasi profesi. Pasal 27 ayat (1) Tenaga kesehatan berhak

Standar Kompetensi Perawat Indonesia_Edisi IV_2013 | 1


mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya.

Pelayanan keperawatan adalah pelayanan profesional yang komprehensif mencakup


aspek fisiologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural yang diberikan kepada klien
karena keterbatasan kemampuan, kemauan dan pengetahuan dalam memenuhi kebutuhan
dasar aktual maupun potensial. Secara universal tanggungjawab perawat yang sangat
mendasar adalah memenuhi kebutuhan dasar dalam upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemulihan kesehatan.

Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan/asuhan kesehatan harus


mengikuti perkembangan pasar global. Oleh karena itu tantangan utama saat ini dan masa
mendatang adalah meningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif di sektor
keperawatan, Seiring dengan hal tersebut diperlukan Standar Kompetensi yang disusun
dengan memperhatikan kebutuhan Masyarakat/Klien.

SURVEI tim Keperawatan - HPEQ Dikti yang dilakukan pada tahun 2010 dan 2011 di 32
Propinsi tentang Standar Kompetensi Perawat di berbagai wilayah Indonesia
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran kebutuhan masyarakat/klien tentang
Keperawatan. Survei dilakukan terhadap Direktur RS, Jajaran Manajemen RS, Perawat
Pelaksana dan Klien/masyarakat yang dirawat di Rumah Sakit dan di Puskesmas
diperoleh hasil 97,4% menyatakan bahwa Perawat yang diinginkan adalah Perawat yang
memiliki kompetensi Perawat Profesional.

Untuk menjamin pelayanan/asuhan/asuhan keperawatan yang aman dan berkualitas bagi


masyarakat, maka perlu ditetapkan standar kompetensi perawat Indonesia. Standar
kompetensi ini terdiri dari standar kompetensi perawat Ahli madya, Ners dan Ners Spesilis
yang dapat digunakan dalam menetapkan kebijakan secara makro.

Standar Kompetensi ini terdiri dari area kompetensi yang dijabarkan ke dalam kompetensi inti,
komponen kompetensi dan dilengkapi daftar keterampilan tindakan keperawatan.

Proses penyusunan standar kompetensi ini memakan waktu yang cukup lama karena melalui
beberapa tahapan kajian dan melibatkan seluruh komponen keperawatan dan stakeholder

Standar Kompetensi Perawat Indonesia_Edisi IV_2013 | 2


diantaranya Institusi Pendidikan Keperawatan, Organisasi Profesi (PPNI), Asosiasi Institusi
Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI), Kolegium Keperawatan Indonesia, Kementerian Kesehatan,
serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Sebagai acuan berbagai pihak tentang Perawat yang kompeten.
2. Tujuan Khusus
a. Pedoman bagi perawat dalam menjalankan peran profesinya.
b. Pedoman bagi institusi pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi
keperawatan.
c. Pedoman bagi industri atau dunia usaha bidang kesehatan dalam menentukan
perencanaan, pendayagunaan dan pengembangan karir perawat.
d. Pedoman bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan bidang
keperawatan/kesehatan.

C. Pengertian dan Ruang Lingkup

1. Pengertian
a. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan/asuhan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan/asuhan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik
sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
b. Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan baik langsung atau tidak langsung diberikan kepada sistem klien di
sarana dan tatanan kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah
keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan.
Asuhan keperawatan langsung merupakan tindakan yang ditetapkan dan dilakukan
oleh perawat secara mandiri atas dasar justifikasi ilmiah keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan dasar klien maupun tindakan kolaborasi yang merupakan
tindakan dari hasil konsultasi dengan profesi kesehatan lain dan atau didasarkan
pada keputusan pengobatan oleh tim medik. Asuhan keperawatan tidak langsung
merupakan kegiatan yang menunjang dan memfasilitasi keterlaksanaan asuhan
keperawatan.
Standar Kompetensi Perawat Indonesia_Edisi IV_2013 | 3
c. Perawat adalah seseorang yang lulus pendidikan tinggi Keperawatan baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah RI sesuai dengan
peraturan perundangan dan telah disiapkan untuk memiliki kompetensi yang
ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia serta teregistrasi.
d. Perawat terdiri dari Perawat Ahli Madya, Ners dan Ners spesialis.
e. Perawat Ahli Madya adalah perawat yang telah menyelesaikan Pendidikan
Jenjang Diploma Tiga (D III) Keperawatan.
f. Ners adalah Perawat profesional yang telah menyelesaikan pendidikan profesi
dalam bidang keperawatan umum dan memiliki kemampuan sebagai perawat
profesional jenjang pertama ( first professional degree).
g. Ners spesialis adalah Perawat yang telah menyelesaikan pendidikan Spesialis
Keperawatan
h. Klien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya atau
membutuhkan pelayanan/asuhan kesehatan dari perawat.

2. Ruang Lingkup
Standar kompetensi perawat yang dirumuskan terutama bagi perawat ditatanan
pelayanan klinik langsung, terdiri dari kompetensi Perawat Ahli Madya, Ners dan
Ners Spesialis. Standar kompetensi perawat mencakup; 1) Kerangka kerja kompetensi
perawat Indonesia, meliputi praktik profesional, etis, legal dan peka budaya,
pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan, dan pengembangan kualitas
personal dan profesional; 3) Rincian unit kompetensi dengan kodifikasinya; 4)
Penjabaran kompetensi perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

D. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009, tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/2010 tentang Ijin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat.
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1796/Menkes/SK/VIII/2011 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan.
6. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012, tentang Pendidikan Tinggi

Standar Kompetensi Perawat Indonesia_Edisi IV_2013 | 4


7. Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2012, tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia

Standar Kompetensi Perawat Indonesia_Edisi IV_2013 | 5


BAB II
RUANG LINGKUP KEPERAWATAN

Ruang lingkup Keperawatan ini menjelaskan tentang cakupan praktik keperawatan, tim yang
terlibat, dan pendekatan dalam praktik Keperawatan.

A. Cakupan Praktik Keperawatan

Praktik keperawatan diberikan melalui asuhan keperawatan untuk Klien individu,


Keluarga, Masyarakat dan Kelompok khusus dalam menyelesaikan masalah kesehatan
sederhana sampai komplek baik sehat maupun sakit sepanjang rentang kehidupan
manusia. Praktik Keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan pada
berbagai tingkat pelayanan kesehatan (primer, sekunder dan tersier). Praktik Keperawatan
yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) Perawat.

Pelayanan Keperawatan merupakan rangkaian tindakan yang dilandasi aspek etik legal
dan peka budaya untuk memenuhi kebutuhan Klien. Kegiatan tersebut meliputi tindakan
prosedural, pengambilan keputusan klinik yang memerlukan analisis kritis serta kegiatan
advokasi dengan menunjukkan Perilaku Caring.

Pengelolaan pelayanan keperawatan merupakan kewenangan dan tanggung jawab


perawat yang memiliki kompetensi sebagai manager. Pelayanan keperawatan yang
diberikan kepada klien berfokus pada pelayanan berbasis bukti. untuk mewujudkan
pelayanan tersebut diperlukan banyak penelitian yang dilakukan oleh perawat yang
memiliki kompetensi peneliti.

Pelayanan keperawatan terdiri dari komponen tenaga keperawatan yang salah satunya
adalah mahasiswa keperawatan. Untuk menjamin kinerja mahasiswa keperawatan agar
sejalan dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan maka diperlukan
pendidik keperawatan klinik maupun akademik yang kompeten.

Standar Kompetensi Perawat Indonesia_Edisi IV_2013 | 6


B. Tim dalam praktik Keperawatan

Asuhan keperawatan dilakukan melalui tindakan keperawatan mandiri dan atau


kolaborasi oleh tim Keperawatan (Perawat Ahli Madya, Ners dan Ners Spesialis) maupun
dengan tim Kesehatan lainnya. Dalam pelaksanaannya, tindakan oleh tim Keperawatan
dilakukan sesuai dengan batasan Kewenangan dan Kompetensi masing-masing jenis
tenaga Perawat.

Perawat Ahli Madya mampu menguasai sain keperawatan dasar; melakukan asuhan
keperawatan yang telah direncanakan secara terampil dalam upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif untuk memenuhi kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual secara
holistik dan berdasarkan pada standar asuhan keperawatan, standar prosedur operasional;
memperhatikan keselamatan pasien, rasa aman dan nyaman; mampu bekerjasama dengan
tim keperawatan.

Ners mampu menguasai sain keperawatan lanjut; mengelola asuhan keperawatan secara
terampil dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk memenuhi
kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual secara holistik dan berdasarkan pada standar asuhan
keperawatan serta standar prosedur operasional; memperhatikan keselamatan pasien, rasa
aman dan nyaman; menggunakan hasil riset; Mampu bekerjasama dengan tim
keperawatan maupun dengan tim kesehatan lain.

Ners Spesialis mampu menguasai sain keperawatan lanjut; mengelola asuhan


keperawatan secara terampil dan inovatif dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif untuk memenuhi kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual secara holistic dan
berdasarkan pada standar asuhan keperawatan serta standar prosedur operasional;
memperhatikan keselamatan pasien, rasa aman dan nyaman; melakukan riset berbasis
bukti klinik dalam menjawab permasalahan sain, teknologi dalam bidang spesialisasinya;
mampu bekerja sama dengan tim keperawatan lain (Perawat Peneliti/doctoral
keperawatan) dan berkolaborasi dengan tim kesehatan lain.

Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan tehnologi kesehatan termasuk


ilmu keperawatan, dimana diperlukan kemampuan kepakaran yang lebih tinggi dalam
mengatasi masalah keperawatan yang lebih komplek, maka diperlukan peran Ners
Standar Kompetensi Perawat Indonesia_Edisi IV_2013 | 7
Spesialis yang dapat berfungsi sebagai pusat rujukan bagi tenaga keperawatan
dibawahnya. Pengakuan sebagai pusat rujukan keperawatan ditunjukan melalui
kemampuan sebagai Ners Konsultan.

Ners Manajer mampu menerapkan konsep, prinsip, teori manajemen dalam proses
pelayanan keperawatan dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen keperawatan,
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengerakan dan pengendalian
sumber-sumber dalam organisasi dalam meningkatkan efisiensi dan efektifiatas kerja.
Ners Manajer berperan dalam pengelolaan pelayanan keperawatan yang mencakup level
bawah (Front line manager), level tengah (Midle Manager), dan level puncak (Top
Manager)

C. Peran Perawat

Peran perawat secara umum adalah memberi pelayanan/asuhan (care provider),


pemimpin kelompok (community leader), pendidik (educator), pengelola (manager) dan
peneliti (researcher)
1. Pemberi asuhan (Care provider): Menerapkan keterampilan berfikir kritis dan
pendekatan sistem untuk penyelesaian masalah serta pembuatan keputusan
keperawatan dalam konteks pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan
holistik berlandaskan etik profesi dan aspek legal.
2. Pemimpin Kelompok (Community leader): Menjalankan kepemimpinan di berbagai
komunitas, baik komunitas profesi maupun komunitas sosial.
3. Pendidik (Educator): Mendidik Klien dan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya
4. Pengelola (Manager): Mengaplikasikan kepemimpinan dan manajemen keperawatan
dalam asuhan klien.
5. Peneliti (Researcher): Melakukan penelitian keperawatan dengan cara menumbuhkan
keingintahuan dalam mencari jawaban terhadap fenomena keperawatan dan kesehatan
yang terjadi dan menerapkan hasil kajian dalam upaya dalam mewujudkan praktik
berbasis bukt (Evidence Based Nursing Practice).

Standar Kompetensi Perawat Indonesia_Edisi IV_2013 | 8


D. Pendekatan dalam Praktik Keperawatan

Praktik keperawatan diselenggarakan dengan menggunakan pendekatan proses


keperawatan yang dinamis dan berkesinambungan meliputi pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi pada klien dengan berbagai kondisi, baik sehat maupun sakit
sepanjang rentang kehidupan.

Pengkajian keperawatan dilakukan secara komprehensif ditujukan untuk mengenali


masalah kesehatan yang dihadapi klien dan penyebab timbulnya masalah tersebut.
Dikenalinya masalah dan penyebabnya dengan tepat akan mendasari penyusunan rencana
penanggulangannya agar efektif dan efisien.

Rencana tindakan keperawatan dibuat berdasarkan kebutuhan klien. Pelaksanaan praktik


keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah disepakati bersama antara klien
dan keluarganya dengan Ners. Pelaksanaan praktik keperawatan harus berpedoman pada
standar profesi.

Tindakan mandiri keperawatan mencakup observasi keperawatan, intervensi


keperawatan, tindakan keperawatan komplementer, tindakan keperawatan modalitas,
penyuluhan kesehatan, advokasi, edukasi dan konseling dalam rangka penyelesaian
masalah kesehatan untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya
memandirikan klien dan mengatasi masalah kesehatan serta melaksanakan program
pemerintah bidang kesehatan.

Tindakan kolaborasi keperawatan dilakukan dengan tim kesehatan lain dalam pemberian
asuhan keperawatan, perencanaan terhadap upaya penyembuhan serta pemulihan
kesehatan klien. Kolaborasi keperawatan dapat juga dilakukan secara lintas sektoral untuk
pengembangan dan pelaksanaan program kesehatan dalam upaya peningkatan kesehatan
individu, keluarga dan masyarakat, Proses maupun hasil asuhan keperawatan harus selalu
dievaluasi dan dimonitor secara terus menerus dan berkesinambungan, kemudian
diadakan perbaikan dan modifikasi sesuai dengan hasil evaluasi dan monitoring serta
tujuan yang telah ditetapkan bersama klien. Tujuan yang telah ditetapkan dapat berupa
hilangnya gejala, menurunnya resiko, tercegahnya komplikasi, meningkatnya

Standar Kompetensi Perawat Indonesia_Edisi IV_2013 | 9


pengetahuan dan kemampuan mengatasi masalah kesehatan serta mempersiapkan klien
agar meninggal dengan damai dan bermartabat.

Praktik keperawatan yang memenuhi kebutuhan dan harapan dapat diselenggarakan pada
semua sarana/tatanan pelayanan/asuhan kesehatan, meliputi di rumah sakit umum
maupun khusus, puskesmas, praktik keperawatan di rumah (home care), nursing
home/residential health care, praktik keperawatan berkelompok (klinik bersama), dan
praktik keperawatan perorangan, serta praktik keperawatan fasilitas pelayanan/asuhan
kesehatan bergerak (mobile/ambulatory). Praktik keperawatan diselenggarakan dengan
memperhatikan keterjangkauan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan/asuhan/asuhan
keperawatan dalam kontek pelayanan/asuhan kesehatan.

Praktik keperawatan profesional mencakup kegiatan-kegiatan mulai dari yang sangat


sederhana hingga komplek. Praktik keperawatan dilakukan dengan mengutamakan
kualitas, efektifitas dan efisiensi, agar tetap terjangkau oleh masyarakat serta berfokus
pada keselamatan Klien. Dalam melaksanakan praktik keperawatan untuk tindakan
keperawatan yang sederhana dan tidak berisiko, Ners dapat bekerja sama dengan perawat
vokasi.

Disamping berperan sebagai perawat praktisi yang dilakukan oleh Perawat ahli madya,
Ners dan Ners Spesialis, perawat juga berperan sebagai perawat manajer oleh Ners
manajer dengan kompentensi pengembangan dan pengelolaan manajemen pelayanan
keperawatan. Dan dalam pengembangan keilmuan keperawatan dikembangkan pula
perawat peneliti dengan kompetensinya yang berfokus pada penelitian untuk
pengembangan keilmuan keperawatan. Peran ini dilakukan oleh magister dan doktor
keperawatan.

Standar Kompetensi Perawat Indonesia_Edisi IV_2013 | 10


BAB III
STANDAR KOMPETENSI PERAWAT INDONESIA

A. Pengertian
Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati, sedangkan kompetensi
dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup
pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas
dengan standar kinerja (performance) yang ditetapkan.

Standar kompetensi perawat merefleksikan kompetensi yang harus dimiliki oleh Perawat
untuk memberikan asuhan keperawatan profesional. Standar Kompetensi Perawat
Indonesia setara dengan standar internasional. Dengan demikian Perawat Indonesia
mendapatkan pengakuan yang sama dengan Perawat dari Negara lain.

B. Area Kompetensi Perawat Indonesia


Kerangka Kompetensi Perawat dikelompokkan dalam tiga (3) Area Kompetensi sebagai
berikut ;
1. Praktik Profesional, etis, legal dan peka budaya
2. Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan.
3. Pengembangan kualitas personal dan profesional
Setiap area kompetensi dijabarkan menjadi kompetensi inti

C. Penjabaran Area Kompetensi, Kompetensi Inti dan Kompetensi


Setiap area kompetensi dijabarkan menjadi kompetensi inti, sebagai berikut:
1. Area Praktik Profesional, etis, legal dan peka budaya
Kompetensi Inti:
1.1 Bertanggung gugat terhadap praktik profesional
1.2 Melaksanakan praktik keperawatan dengan prinsip etis dan peka budaya
1.3 Melaksanakan praktik secara legal
2. Area Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan.
Kompetensi Inti:
2.1 Menerapkan prinsip dasar dalam pemberian asuhan keperawatan dan
pengelolaannya

Standar Kompetensi Perawat Indonesia_Edisi IV_2013 | 11


2.1.1 Melaksanakan upaya promosi kesehatan dalam pelayanan maupun asuhan
keperawatan
2.1.2 Melakukan pengkajian keperawatan
2.1.3 Menyusun rencana keperawatan
2.1.4 Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana
2.1.5 Mengevaluasi asuhan tindakan keperawatan.
2.1.6 Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal dalam
pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan
2.2 Menerapkan kepemimpinan dan manajemen dalam pengelolaan pelayanan
keperawatan
2.2.1 Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman
2.2.2 Membina hubungan interprofesional dalam pelayanan maupun asuhan
keperawatan
2.2.3 Menjalankan fungsi delegasi dan supervisi baik dalam pelayanan maupun
asuhan keperawatan
3. Area Pengembangan kualitas personal dan profesional
Kompetensi inti:
1.1 Melaksanakan peningkatan profesional dalam praktik keperawatan
1.2 Melaksanakan peningkatan mutu pelayanan maupun asuhan keperawatan
1.3 Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab profesi

Secara skematis uraian Area Kompetensi digambarkan dalam kerangka kerja kompetensi
Perawat Indonesia seperti pada skema huruf D.

Standar Kompetensi Perawat Indonesia_Edisi IV_2013 | 12


D. Kerangka Kerja Kompetensi Perawat Indonesia

PRAKTIK PROFESIONAL, ETIS, LEGAL, PEKA BUDAYA

AKUNTABILITAS PRAKTIK ETIS PEKA BUDAYA

PRAKTIK LEGAL

PEMBERIAN ASUHAN DAN MANAJEMEN

PRINSIP ASUHAN KEPERAWATAN

PROMOSI KESEHATAN PENGKAJIAN

PERENCANAAN IMPLEMENTASI

EVALUASI HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN

PELAYANAN KESEHATAN
INTERPROFESIONAL
DELEGASI DAN SUPERVISI

KESELAMATAN LINGKUNGAN

PENGEMBANGAN KUALITAS PERSONAL & PROFESIONAL

PENGEMBANGAN PROFESI PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN BERKELANJUTAN

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 13


E. Penjabaran Kompetensi sesuai Kategori Perawat Indonesia
Masing-masing kompetensi inti dilaksanakan oleh setiap perawat sesuai dengan kategori perawat (Perawat Ahli Madya, Ners, Ners
Spesialis).

Pada tabel 1 dijabarkan kompetensi inti praktik professional, etis, legal dan peka budaya berdasarkan kategori perawat, sebagai berikut:
Tabel 1: Penjabaran kompetensi Praktik professional, etis, legal dan peka budaya berdasarkan kategori perawat
No
No Kompetensi Inti Butir Perawat Ahli Madya Ners Ners Spesialis
Menerima tanggung gugat terhadap Menerima tanggung gugat dan tanggung
Menerima tanggung gugat terhadap
1 Bertanggung gugat terhadap keputusan tindakan profesional hasil jawab yang lebih besar terhadap
keputusan dan tindakan profesional
praktik profsional 1 asuhan keperawatan dan kompetensi keputusan, tindakan profesional dan
sesuai dengan lingkup praktik, dan
(Akuntabilitas) lanjutan sesuai dengan lingkup kompetensi lanjut sesuai dengan lingkup
hukum/peraturan perundangan
praktik, dan peraturan perundangan praktik, hukum/peraturan perundangan
Melaksanakan praktik Menerapkan prinsip etik dalam Menerapkan prinsip etik dalam Menerapkan prinsip etik dalam
2 keperawatan dengan prinsip 2 keperawatan sesuai dengan Kode Etik keperawatan sesuai dengan Kode Etik keperawatan sesuai dengan Kode Etik
etis dan peka budaya Perawat Indonesia Perawat Indonesia Perawat Indonesia
Menerapkan sikap menghormati hak Menerapkan sikap menghormati hak Menerapkan sikap menghormati hak
3 privasi, nilai budaya yang dianut dan privasi, nilai budaya yang dianut dan privasi, nilai budaya yang dianut dan
martabat klien martabat klien martabat klien
Menerapkan sikap menghormati hak Menerapkan sikap menghormati hak
Menerapkan sikap menghormati hak
klien untuk memperoleh informasi, klien untuk memperoleh informasi,
klien untuk memilih dan menentukan
4 memilih dan menentukan sendiri memilih dan menentukan sendiri asuhan
sendiri asuhan keperawatan &
asuhan keperawatan & kesehatan yang keperawatan & kesehatan yang
kesehatan yang diberikan,
diberikan diberikan
Menjaga kerahasiaan dan keamanan Menjaga kerahasiaan dan keamanan Menjaga kerahasiaan dan keamanan
5 informasi tertulis, verbal dan elektronik informasi tertulis, verbal dan informasi tertulis, verbal dan elektronik
yang diperoleh dalam kapasitas sebagai elektronik yang diperoleh dalam yang diperoleh dalam kapasitas sebagai
seorang perawat (Ahli Madya Kep) kapasitas sebagai seorang Nurse seorang profesional
Melakukan praktik keperawatan
Melakukan praktik keperawatan sesuai Melakukan praktik keperawatan
3 Melaksanakan Praktik secara 6 profesional sesuai dengan peraturan
(Kewenangan perawat ahli madya) profesional sesuai (Kewenangan
Legal perundangan termasuk area khusus
dengan peraturan perundangan Nurse) dengan peraturan perundangan
praktik spesialis

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 14


Pada tabel 2 berikut ini dijabarkan kompetensi inti menerapkan prinsip dasar dalam pemberian asuhan keperawatan dan pengelolaannya
berdasarkan kategori perawat (Perawat ahli madya, Ner, Ners Spesialis).

Tabel 2: Penjabaran kompetensi inti pemberian asuhan berdasarkan kategori perawat


No
Kompetensi Perawat Ahli Madya
No Butir Ners Ners Spesialis
Menerapkan keterampilan berpikir kritis dan
Mampu menggunakan metode Mampu menyelesaikan masalah serta pendekatan sistem untuk penyelesaian
Prinsip Pemberian
1 1 penyelesaian masalah sebagai pembuatan keputusan keperawatan masalah serta pembuatan keputusan
Asuhan
pedoman dalam praktik berdasarkan pemikiran pendekatan sistem keperawatan dalam konteks pemberian
asuhan keperawatan spesialis
2 Prinsip Asuhan
Mengelola promosi kesehatan melalui
Mampu merencanakan, melaksanakan dan
Mampu melakukan penyuluhan kerjasama dengan sesama perawat,
mengevaluasi promosi kesehatan, melalui
2.1 Promosi Kesehatan 2 kesehatan dalam upaya profesional lain kelompok masyarakat serta
kerjasama dengan sesama perawat,
meningkatkan pola hidup sehat kelompok khusus tertentu untuk mengurangi
profesional lain serta kelompok masyarakat
dalam lingkungan yang sehat, rasa sakit, meningkatkan gaya hidup dan
untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan
menurunkan angka kesakitan dalam lingkungan yang sehat dalam area praktik
gaya hidup dan lingkungan yang sehat
tim spesialis
Melakukan pengkajian dengan sistematis Mengumpulkan data obyektif dan subyektif
2.2 Pengkajian 3 Mengumpulkan data obyektif dan dalam melengkapi data obyekyif dan yang akurat dan relevan yang dibutuhkan
subyektif serta menyajikan informasi subyektif yang akurat dan relevan untuk praktik di area khusus melalui
pasien untuk digunakan sbg bahan pengkajian kesehatan dan keperawatan yang
kajian asuhan kesehatan” sistematik, mengajukan permintaan
pemeriksaan dan prosedur diagnostik yang
diperbolehkan dalam lingkup praktik
spesialis dan peraturan perundangan
Mengorganisasikan, mensintesis, Mengorganisasikan, mensintesis,
Mengidentifikasi penyimpangan data menganalisis, menerjemahkan data hasil menganalisis, menerjemahkan data dari
4 yang berpotensi terjadinya masalah pengkajian dari berbagai sumber, untuk berbagai sumber untuk menegakkan
kesehatan menegakkan diagnosis keperawatan dan diagnosis keperawatan dan menetapkan
menetapkan rencana asuhan keperawatan rencana asuhan
Mampu mencatat, melaporkan data Mampu sharing data temuan secara akurat Berbagi temuan dan mendokumentasikan-
5 temuan secara akurat dan tepat waktu dan tepat waktu yang sesuai dengan standar nya secara akurat dan tepat waktu sesuai
sesuai dengan standar praktik dan praktik dan kebijakan pelayanan kesehatan dengan standar profesi dan kebijakan

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 15


No
Kompetensi Perawat Ahli Madya
No Butir Ners Ners Spesialis
kebijakan pelayanan/asuhan organisasi
kesehatan
Merumuskan rencana asuhan yang Merumuskan rencana asuhan yang
komprehensif dengan hasil asuhan yang komprehensif dengan hasil asuhan yang
6 teridentifikasi berdasarkan diagnosis teridentifikasi berdasarkan diagnosis
Mampu menyiapkan rencana
2.3 Perencanaan keperawatan, hasil pengkajian keperawatan keperawatan, hasil pengkajian keperawatan
berdasarkan hasil pengkajian
dan kesehatan, masukan dari anggota tim dan kesehatan, masukan dari anggota tim
kesehatan lain, dan standar praktik kesehatan lain, dan standar praktik
keperawatan keperawatan
Menetapkan prioritas asuhan melalui Menetapkan prioritas asuhan melalui
Menetapkan prioritas tindakan
7 kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dan kolaborasi dengan pemberi asuhan lain dan
keperawatan bersama nurse
klien. klien
Melibatkan klien (atau keluarga) apabila Melibatkan klien apabila memungkinkan,
Memberikan informasi yang akurat
memungkinkan, dalam rencana asuhan dalam rencana asuhan untuk menjamin klien
kepada klien tentang rencana
8 untuk menjamin klien mendapatkan mendapatkan informasi akurat, dapat
tindakan keperawatan yang menjadi
informasi akurat, dapat dimengerti, sebagai dimengerti, sebagai dasar persetujuan asuhan
tanggung jawabnya (anggota tim)
dasar persetujuan asuhan yang diberikan yang diberikan
Melibatkan seorang penasehat atau Melibatkan seorang penasehat apabila klien,
pendamping apabila klien, keluarga atau keluarga atau pemberi asuhan meminta
Melibatkan penasehat atau
pemberi asuhan meminta dukungan atau dukungan atau memiliki keterbatasan
pendamping dalam membuat
9 memiliki keterbatasan kemampuan dalam kemampuan dalam membuat keputusan,
keputusan, memberikan persetujuan,
membuat keputusan, memberikan memberikan persetujuan, atau mengalami
atau mengalami hambatan bahasa
persetujuan, atau mengalami hambatan hambatan bahasa
bahasa
Mengkaji kembali dan merevisi rencana Mengkaji kembali dan merevisi rencana
Berkoordinasi dengan nurse,
asuhan secara reguler, jika diperlukan asuhan secara reguler, apabila
mengkaji kembali dan merevisi
10 berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan memungkinkan berkolaborasi dengan tim
rencana asuhan secara regular
Klien kesehatan lain dan klien
Mencatat rencana asuhan terkini Menjaga kelangsungan rencana asuhan Menjaga kelangsungan rencana asuhan yang
11 secara akurat sesuai tanggung yang terkini, akurat dan catatan terkait terkini, akurat dan catatan terkait
jawabnya
Melaksanakan serangkaian prosedur, Melaksanakan serangkaian prosedur,
Melaksanakan tindakan keperawatan
2.4 treatment dan intervensi yang berada dalam treatment dan intervensi yang berada dalam
Implementasi mandiri yang direncanakan sesuai
12 lingkup praktik keperawatan bagi Nurse lingkup praktik spesialis dan sesuai dengan
dengan standar asuhan keperawatan
dan sesuai standar asuhan keperawatan standar praktik keperawatan spesialis
Mendokumentasikan intervensi dan Mendokumentasikan intervensi dan respon Mendokumentasikan intervensi dan respon

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 16


No
Kompetensi Perawat Ahli Madya
No Butir Ners Ners Spesialis
13 respon klien secara akurat dan tepat klien secara akurat dan tepat waktu klien secara akurat dan tepat waktu
waktu
Mengidentifikasi dan melaporkan Merespon situasi perubahan yang cepat atau
Merespon perubahan kondisi Klien yang
14 situasi perubahan yang memperburuk yang tidak diharapkan secara cepat dan tepat
tidak diharapkan secara cepat dan tepat
kondisi pasien
Bertanggung jawab pengelolaan tim Merespon situasi gawat darurat/ bencana
Melaksanakan prosedur bantuan
15 emergensi pada situasi gawat secara cepat dan tepat, mengambil peran
hidup dasar pada situasi gawat
darurat/Bencana sesuai dengan standar kepemimpinan dalam triage dan koordinasi
darurat/bencana
Pelayanan Keperawatan asuhan klien sesuai kebutuhan asuhan khusus
Memonitor dan menganalisis kemajuan Memonitor dan mendokumentasikan
Memonitor dan mendokumentasikan
2.5 16 perkembangan kemajuan hasil asuhan yang diharapkan
Evaluasi kemajuan hasil intervensi yang
hasil asuhan secara akurat dan lengkap secara akurat dan lengkap
diharapkan secara akurat dan lengkap
Mengevaluasi kemajuan hasil asuhan Mengevaluasi kemajuan hasil asuhan
17 Memberikan kontribusi kepada tim terhadap pencapaian yang ditargetkan, terhadap pencapaian yang ditargetkan,
dalam evaluasi kemajuan terhadap dengan melibatkan klien, keluarga dan/atau dengan melibatkan klien, keluarga dan/atau
hasil/pencapaian yang ditargetkan pemberi pelayanan/asuhan, serta anggota pemberi pelayanan, serta anggota tim
tim kesehatan lain kesehatan lain
Memberikan kontribusi data evaluasi Menggunakan data evaluasi dari berbagai Menggunakan data evaluasi untuk
18 dan saran perbaikan terhadap rencana macam sumber untuk modifikasi memodifikasi rencana asuhan
asuhan kepada nurse rencana asuhan
Mengkomunikasikan secara jelas, Mengkomunikasikan secara jelas, konsisten Mengkomunikasikan secara jelas, konsisten
Komunikasi
2.6 19 konsisten dan akurat informasi baik dan akurat informasi baik verbal, tertulis dan akurat informasi baik verbal, tertulis
Terapeutik-Hubungan
verbal, tertulis maupun elektronik, maupun elektronik, sesuai tanggung jawab maupun elektronik, sesuai tanggung jawab
Interpersonal
sesuai tanggung jawabnya profesionalnya (Wat.Ns.2.PAK.25) profesionalnya
Berinteraksi dengan cara menghargai dan Berinteraksi dengan cara menghargai dan
Berinteraksi pada Klien, Keluarga
20 menghormati budaya klien,keluarga, menghormati budaya klien, keluarga,
dan teman sejawat dengan
dan/atau pemberi pelayanan/asuhan dari dan/atau pemberi pelayanan dari berbagai
memperhatikan norma, etik serta
berbagai latar belakang budaya latar belakang budaya
budaya
(Wat.Ns.2.PAK.26)
Mengkomunikasikan dan berbagi informasi Mengkomunikasikan dan berbagi informasi
Menyelesaikan konflik dengan yang relevan, mencakup pandangan klien, yang relevan, mencakup pandangan klien,
21 pendekatan manajemen Keperawatan keluarga dan/atau pemberi keluarga dan/atau pemberi pelayanan dengan
serta memperhatikan perilaku pelayanan/asuhan dengan anggota tim anggota tim kesehatan lain yang terlibat
organisasi kesehatan lain yang terlibat dalam dalam pemberian pelayanan kesehatan.
pemberian pelayanan/asuhan kesehatan.

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 17


Pada tabel 3 berikut ini djabarkan kompetensi inti menerapkan kepemimpinan dan manajemen dalam pengelolaan pelayanan keperawatan
berdasarkan kategori perawat (Perawat ahli madya, Ner, Ners Spesialis), sebagai berikut:

Tabel 3: Penjabaran kompetensi kepemimpinan & manajemen pengelolaan pelayanan keperawatan berdasarkan kategori perawat
No
Kompetensi Perawat Ahli Madya
No Butir Ners Ners Spesialis
Kepemimpinan dan Memberikan kontribusi untuk Memberikan advokasi dan berbertindak
Memberikan advokasi dan bertindak untuk
1 Manajemen 1 menciptakan lingkungan kerja yang dalam rentang kendalinya untuk menciptakan
menciptakan lingkungan kerja yang Positif
Keperawatan positif lingkungan keja yang positif
Memahami kebutuhan pendekatan dan Menyesuaikan pendekatan dan gaya
Menyesuaikan pendekatan dan gaya
2 berbagai gaya kepemimpinan dalam kepemimpinan dalam situasi khusus di area
kepemimpinan dalam situasi yang berbeda
situasi yang berbeda praktik spesialis
Menghadapi konflik dengan cara yang
Memahami manajemen penanganan Menyelesaikan konflik dengan pendekatan
3 bijaksana, menggunakan ketrampilan
konflik yang disesuaikan mekanisme manajemen Keperawatan serta
komunikasi yang efektif dan mekanisma
organisasi khususnya kode etik Perawat memperhatikan perilaku organisasi
yang ada untuk mencapai solusi
Memahami dan menghargai peran, Memahami dan menghargai peran, Memahami dan menghargai peran,
Pelayanan/asuhan
2 pengetahuan dan ketrampilan anggota pengetahuan dan keterampilan anggota tim pengetahuan dan ketrampilan anggota tim
Keperawatan
4 tim kesehatan yang berkaitan dengan kesehatan yang berkaitan dengan tanggung kesehatan yang berkaitan dengan tanggung
Interprofesional
tanggung jawabnya. jawabnya jawabnya
Berkolaborasi dengan professional kesehatan
Berkolaborasi dengan tim sejawat, ataupun
5 Bekerjasama untuk mempertahankan lain untuk meningkatkan pelayanan
nakes lainnya guna meningkatkan kualitas
kerja tim multi dispilin secara efektif. keperawatan dan kesehatan yang diberikan
pelayanan keperawatan
dalam area khusus.
Menggunakan pengetahuan tentang Menggunakan pengetahuan tentang praktik Menggunakan pengetahuan tentang praktik
6 praktik kerja inter dan intra profesional kerja inter dan intra profesional yang kerja inter dan intra profesional yang efektif
yang efektif efektif
Memaparkan pandangan klien, keluarga,
7 Berkontribusi terhadap pengambil Memaparkan dan mendukung pandangan dan/atau pemberi pelayanan dalam
keputusan (tim inter-profesional klien, keluarga, dan/atau pemberi pembuatan keputusan oleh tim inter
pelayanan/asuhan selama pembuatan profesional dan membantu dalam
keputusan oleh tim inter professional menegosiasikan keputusan yang disepakati
bersama
Merujuk klien kepada nurse untuk Menerima rujukan untuk memastikan klien Merujuk klien dan menerima rujukan dari
8 menjamin klien mendapatkan mendapatkan intervensi terbaik yang pemberi pelayanan kesehatan lain untuk

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 18


No
Kompetensi Perawat Ahli Madya
No Butir Ners Ners Spesialis
intervensi pelay askep yang baik. tersedia. menjamin klien mendapatan intervensi
terbaik yang tersedia
3 Delegasi-Supervisi 9 *) **) ***)
Mendelegasikan kepada orang lain, kegiatan
sesuai dengan kemampuan, tingkat
Menerima kegiatan yang didelegasikan Memberikan dan atau menerima
persiapan, keahlian dan lingkup praktik legal,
sesuai dengan ruang lingkup tanggung pendelegasian selama proses Pelayanan
10 Menerima kegiatan yang didelegasikan
jawabnya Asuhan Keperawatan
sesuai dengan tingkat keahliannya dan
lingkup praktik legal
Memonitor dan menggunakan serangkaian Memonitor dan menggunakan serangkaian
Memberikan umpan balik kepada orang
11 strategi pendukung termasuk precepting strategi pendukung termasuk precepting dan
yang mendelegasikan/ menugaskan
ketika pengawasan dan/atau monitoring mentoring ketika pengawasan dan/atau
kegiatan
asuhan didelegasikan monitoring asuhan didelegasikan
Mempertahankan akuntabilitas Mempertahankan akuntabilitas dan Mempertahankan akuntabilitas dan
12 terhadap hasil kegiatan yang tanggung jawab kepada Tim Pelayanan tanggung jawab saat mendelegasikan aspek
didelegasikan Asuhan Keperawatan asuhan kepada orang lain
Memberikan kontribusi terhadap
Memberikan kontribusi terhadap
4 pengembangan panduan dan kebijakan yang
Keselamatan pengembangan panduan dan kebijakan
13 *) berkaitan dengan pendelegasian tanggung
Lingkungan yang berkaitan dengan pendelegasian
jawab klinik yang khusus pada praktik
tanggung jawab klinik.
spesialis.
Menggunakan alat pengkajian yang tepat Menggunakan alat pengkajian yang tepat
Mengidentifikasi dan melaporkan
14 untuk mengidentifikasi risiko actual dan untuk mengidentifikasi risiko actual dan
situasi yang dapat membahayakan
potensial terhadap keselamatan dan potensial terhadap keselamatan dan
keselamatan klien dan lingkungannya.
melaporkan kepada pihak yang berwenang. melaporkan kepada pihak yang berwenang.
Mengambil tindakan segera dengan Mengambil tindakan segera dengan
menggunakan strategi manajemen risiko, menggunakan strategi manajemen risiko
15 peningkatan kualitas untuk menciptakan peningkatan kualitas untuk menciptakan dan
Mempertahankan lingkungan
dan menjaga lingkungan asuhan yang menjaga lingkungan asuhan yang aman dan
Pelayanan Askep yang menjaga
aman dan memenuhi peraturan nasional, memenuhi peraturan nasional, persyaratan
Kesehatan dan keselamatan kerja
persyaratan keselamatan dan kesehatan keselamatan dan kesehatan tempat kerja,
tempat kerja, serta kebijakan dan serta kebijakan dan prosedur.
prosedur.
Menyimpan bahan-bahan pengobatan Menjamin keamanan dan ketepatan Menjamin keamanan dan ketepatan
16 dengan memperhatikan keamanan dan penyimpanan, pemberian dan pencatatan penyimpanan, pemberian dan pencatatan
keselamatan bahan-bahan pengobatan. bahan-bahan pengobatan

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 19


No
Kompetensi Perawat Ahli Madya
No Butir Ners Ners Spesialis
Memberikan obat termasuk dosis yang tepat,
Memberikan obat, mencatat, mengkaji cara, frekuensi, berdasarkan pengetahuan
Memberikan dan mencatat obat sesuai
17 efek samping dan mengukur dosis yang yang akurat tentang efek farmakologis,
dengan yang didelegasikan.
sesuai dengan resep yang ditetapkan. karakteristik klien dan terapi yang disetujui,
sesuai dengan resep yang ditetapkan.
Memenuhi prosedur pencegahan infeksi Memenuhi prosedur pencegahan infeksi dan
Melakukan prosedur pencegahan dan mencegah terjadinya pelanggaran mencegah terjadinya pelanggaran dalam
18 infeksi. dalam praktik yang dilakukan para praktisi praktik yang dilakukan para praktisi lain.
lain.

Pada tabel 4 berikut ini djabarkan kompetensi inti pengembangan kualitas personal dan professional berdasarkan kategori perawat (Perawat ahli
madya, Ner, Ners Spesialis)
Tabel 4: Penjabaran kompetensi pengembangan kualitas personal dan profesional berdasarkan kategori perawat
No
No Kompetensi Inti Perawat Ahli Madya Ners Ners Spesialis
Butir
Mengetahui tanggung jawab dan prosedur Mengidentifikasi dan merencanakan langkah-
Pengembangan Berperan serta aktif dalam melakukan
1 1 yang harus diikuti pada saat dinyatakan langkah khusus yang diperlukan untuk menangani
Profesi tindakan penanggulangan bencana.
terjadi bencana klien di area praktik khusus dalam kondisi bencana.
Meningkatkan deseminasi, penggunaan, monitoring
2 Menerapkan standar profesi selama Meningkatkan deseminasi, penggunaan, , penelaahan standar profesi spesialis dan pedoman
pelayanan askep sesuai tanggung monitoring dan penelaahan standar praktik terbaik, serta berpartisipasi dalam
jawab perawat profesi serta pedoman praktik terbaik mengembangkan dan menyesuaikan standar dalam
kontek praktik
Meningkatkan praktik keperawatan spesialis
Meningkatkan dan mempertahankan Meningkatkan dan mempertahankan citra
3 sebagai bagian esensial dari pemberian pelayanan
citra keperawatan yang positif keperawatan yang positif
kesehatan
Bertindak sebagai role model bagi Bertindak sebagai model peran yang efektif bagi
Bertindak sebagai role model bagi
4 mahasiswa keperawatan dan mahasiswa dan dalam tim pemberi asuhan
mahasiswa dan dalam tim pemberi asuhan
lingkungannya
Bertindak sebagai sumber informasi Bertindak sebagai nara sumber bagi Bertindak sebagai nara sumber di area spesialis bagi
5 bagi mahasiswa keperawatan dan mahasiswa, anggota tim kesehatan lain mahasiswa, anggota tim kesehatan lain, perencana
lingkungannya sesuai tanggung dan masyarakat kesehatan dan masyarakat

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 20


No
No Kompetensi Inti Perawat Ahli Madya Ners Ners Spesialis
Butir
jawabnya
Melaksanakan penelitian dalam Memberikan kontribusi dalam pengembangan
6 Memanfaatkan hasil penelitian memberikan kontribusi pada pengetahuan dan praktik keperawatan klinis
sebagai dasar melakukan tindakan pengembangan keperawatan dan spesialis melalui identifikasi dan pelaksanaan
keperawatan menggunakan hasil penelitian sebagai alat penelitian sesuai kebutuhan
untuk meningkatkan standar asuhan
Memberikan advokasi dan berpartisipasi untuk
7 mendapatkan pengakuan pimpinan, hukum dan
*) **) masyarakat terhadap kualifikasi spesialis,
perlindungan hak sebagai perawai spesialis dan
lingkup praktik terkait
Mengenali lingkungan praktik dan Menganalisa lingkungan praktik dan Mengamati lingkungan praktik dan literatur
8 literatur keperawatan untuk literatur keperawatan untuk keperawatan spesialis untuk mengidentifikasi
mengidentifikasi kecenderungan mengidentifikasi kecenderungan (trend) kecenderungan (trend) dan issu yang muncul
(trend) dan issu yang muncul dan issu yang muncul
Berperan serta dalam kegiatan Ikut serta dalam kegiatan advokasi Ikut serta dalam kegiatan advokasi melalui
9 advokasi melalui organisasi profesi melalui organisasi profesi untuk organisasi profesi untuk mempengaruhi kebijakan
untuk mempengaruhi kebijakan mempengaruhi kebijakan pelayanan kesehatan dan sosial serta pemberian
pelayanan/asuhan kesehatan pelayanan/asuhan kesehatan pelayanan di area spesialisnya
Melaksanakan kegiatan Mengikuti pedoman praktik terbaik dan Menggunakan dan berkontribusi dalam penelitian
Peningkatan
2 10 pengembangan keprofesian berdasarkan pembuktian (evidence-based) untuk memperoleh pembuktian guna praktik yang
Kualitas
berkelanjutan bagi dirinya dalam melakukan praktik keperawatan. aman, efektif dan efesien, di area spesialisasinya.
Berperan serta dalam peningkatan Melakukan telaah secara sistematik untuk
Bepartisipasi dalam kegiatan peningkatan
11 kualitas dan prosedur penjaminan meningkatkan kepuasan dan hasil asuhan sesuai
kualitas dan penjaminan mutu.
mutu area spesialisnya.
Melakukan kajian secara teratur tentang Melakukan kajian secara teratur tentang praktik
Melakukan kajian secara teratur
3 Pendidikan 12 praktik yang dilaksanakannya dengan yang dilaksanakannya dengan cara refleksi, telaah
tentang praktik yang dilaksanakannya
Berkelanjutan cara refleksi, telaah kritis, dan evaluasi kritis, dan evaluasi serta peer review
dengan cara refleksi dan peer review
serta peer review
Bertanggung jawab untuk belajar Bertanggung jawab untuk belajar seumur Memikul tanggung jawab untuk belajar seumur
13 seumur hidup, pengembangan hidup, pengembangan profesional dan hidup, pengembangan profesional dan
profesional dan meningkatkan meningkatkan kompetensi yang mempertahankan kompetensi yang dimilikinya
kompetensi yang dimilikinya dimilikinya
Belajar bersama orang lain untuk Belajar bersama orang lain untuk Berpartisipasi dalam proses belajar mengajar pada
14 memberikan kontribusi terhadap memberikan kontribusi terhadap bidang keilmuan yang sama maupun multidisiplin
asuhan keperawatan pelayanan kesehatan

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 21


BAB IV

PENUTUP

Peningkatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan termasuk keperawatan


serta tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan/asuhan kesehatan yang berkualitas
telah memberikan implikasi disusunnya suatu standar kompetensi perawat Indonesia.
Standar kompetensi perawat bertujuan menjamin masyarakat memperoleh
pelayanan/asuhan yang aman dan berkualitas oleh perawat kompeten. Standar kompetensi
perawat perlu dikaji secara berkala sesuai perkembangan keilmuan dan teknologi
keperawatan terkini.

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 22


TIM PENYUSUN

1. Dewi Irawaty, MA. PhD (PPNI – FIK UI)


2. Dra. Junarsih Sudibyo, SMIP (PPNI)
3. Prof. Achir Yani S.Hamid, DNSc. (PPNI – FIK UI)
4. Dra. Murni H. Suliantoro, SKp.M.Si.(PPNI – STIK Sint Carolus)
5. Yeni Rustina, SKp, MAppSc., PhD (PPNI-FIK UI)
6. Rita Sekarsari, SKp,. MHSM,. (PPNI-RSJHK)
7. Prof Elly Nurachmah (AIPNI-FIKUI)
8. Muhammad Hadi, SKM., M.Kep (AIPNI-UMJ)
9. Ns Sunardi, M.Kep., Sp.KMB (PPNI-Poltekes Jakarta 3)
10. Yupi Supartini, SKp., MSc. (AIPDiKI-Poltekkes Jakarta 3)

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 23


KONTRIBUTOR
1. Dra. Junaiti Sahar, SKp., MappSc., PhD (PPNI-FIK UI)
2. Harif Fadhilah, SKp, SH. (PPNI-RSIJ)
3. Tien Gartinah, MN (PPNI-UINJ)
4. Meidiana Dwidyanti, SKp,. MSc (PPNI-UNDIP)
5. MarIyono Sedyowinarso, SKp. MSi (PPNI – UGM)
6. Edy Wuryanto, SKp. M.Kep (PPNI – UNIMUS)
7. Gunawan Irianto, SKp, M.Kep., Sp.Kom (PPNI-UNIMAL)
8. Astuti Yuni, SKp., MN (PPNI-FIK UI)
9. Emiliana Tarigan, SKp., M.Kes (AIPNI-STIK St Carolus)
10. Kusnanto, SKp., M.Kes (AIPNI-UNAIR)
11. Ns.Darmawati, M.Kep., Sp.Mat (AIPNI-UNSYIAH)
12. Eni Noviastari, SKp., MSN (AIPNI-FIK UI)
13. Ns. Ema Madyaningrum, M.Kes (AIPNI-UGM)
14. Helwiyah Ropi, SKp., MCPN (AIPNI-UNPAD)
15. Ns. Janno Sinaga, M.Kep., Sp.KMB (AIPNI-MI)
16. Ahmad Farid Rivai, MPH (AIPDiKI-Akper Muhammadiyah Cirebon)
17. DR. Aryanti Saleh, S.Kp., M.Kes. (AIPNI-UNHAS)
18. IGN Ketut Sukardana, S.Kp., M.Kes. (PPNI-Bali)
19. Her Basuki (AIPDiKI-Akper Patria Husada)
20. Heru Supriyatno (AIPDiKI-Poltekkes Semarang)
21. Michiko, SKp., MbioMed (AIPDiKI-Stikes UMJ)
22. Heni Nurhaeni, SKp., MKM (AIPDiKI-Poltekkes Jakarta I)
23. Kanti Winarsih, SKp., MSc. (AIPDiKI-Poltekkes Jakarta 3)
24. Ns. Setiadi, SKep,Mkep (AIPDiKI-Stikes Hang Tuah Surabaya)
25. Ns. Imam Subiyanto, M.Kep., Sp.KMB (AIPDiKI-Akper Panca Bhakti
Lampung)
26. Perwakilan Direktorat Keperawatan Kemenkes RI
27. Perwakilan Pusat Diklat Nakes PPSDMK Kemenkes RI
28. Perwakilan Asosiasi Kepala Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 24


Daftar Pustaka

Berger K.J. (1992), Collaborating for Optimal Health, First Edition, Appleton & lange

Bandman E.L. & Bandman B. (1990). Nursing Ethics Through The Life Span. 2nd Ed.
Prentice Hall-Int. Editiorn.

Black, J.M. & Jacobs, E.M (1997). Medical Surgical Nursing. Philadelphia : W.B. Sauders.

Buxhaum B.S.. et al. (1994). Illustrated Manual of Nursing Practice. 2nd Ed. Springhouse.

Canadian Nerss Association. Everyday Rthics-Putting The Code Into Practice.

Craven Ruth (1996). Human Health & Function, Sconde edtion, Lippincote

Departemen Pendidikan Nasional R.I. (2003). Undang-undang Republik Indonesia No.20


tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta,

Departemen Tenaga Kerja R.I (2003). Undang-undang Republik Indonesia No.13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, Penerbit Cetira Lembora, Bandung.

Departemen Pendidikan Nasional R.I. (2004). Kerangka Acuan Kerja Penyusunan Standar
Kompentensi Nasional, Dikemenjur, Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I. (1992). Undang-undang No.23/1992 tentang Kesehatan

Departemen Tenaga kerja Transmigrasi R.I. (2003). Keputusan Menteri Tenaga kerja dan
Transmigrasi No. Kep.227/men/2003 Tentang Tata Cara Penetapan Standar
Kompetensi Kerja Nasional

Departemen Kesehatan R.I. (1997). Pedoman Hak dan Kewajiban Klien, Dokter dan Rumah
Sakit. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan/asuhan Medik Nomor :
YM.02.04.3.5.2504 Tanggal 10 Juni 1997.

Departemen Kesehatan R.I. (1998). Hak dan Kewajiban Perawat dan Bidan di Rumah Sakit.
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan/asuhan Medik Nomor :
YM.00.03.2.6.956 Tanggal 19 Oktober 1998.

Ellis J.R & Hartley C.L. (1988). Nursing in Today’s World-Challenges Issues and Trends.
3nd Edition. Philadelphia : JB. Lippincott Co.

Guido G.W. Concepts and Issues in Nursing Practice. 2nd Ed.

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 25


International Council of Nerss (2003), ICN Framework of Competencies for the Generalis
Ners, Geneva.

International Council of Nerss (2008), Nursing Care Continum , Framework and


Competensis

International Council of Nerss (2000). Code of Ethics for Nerss.

Judy, T. (1996), Intravenous Therapy; Clinical Prinsiples and Practices, Philadelpia, WB


Saunders.Co.

Kementerian Kesehatan RI (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


HK.02.02/Menkes/148/2010 tentang Ijindan Penyelenggaraan Praktik Perawat.

Kementerian Kesehatan RI (2010). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 161/


Menkes/PER/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
Kozier, B (2000), Concept, Processes and Practice, Sconde edition, Multimedia

Kozier B & Erb G. (1988). Concepts and Issues Nursing Practice. California : Addison
Wesley Publ. Co.

Kozier B & Erb G. Blais K. (1997). Profesional Nursing Practice-Concepts and


Perspectives, 3nd Edition. Addison-Wesley.

Koltz, C.J. (1979). Private in Nursing Development and Management. Aspen Publ.

Lowa Outcome Project (2000), Nursing Outcomes Classification (NIC), Third Editions,
Mosby Company

Notter L.E & Spalding E.G. (1976). Profesional Nursing : Foundation, Prespective and
Relationship. 9th Ed.Philadelphia : J.B. Lippincott Co.

National Training Information Services-Australia, http;//www.ntis.gov.au

Undang-undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen

Potter, PA and Perry, AG (1990). Clinical Nursing Skill & Techniques, sconde edition, st
Louis

Potter, Patricia A (1995). Concept, Processes and Practice, Mosby Company

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2000). Kode Etik Keperawatan Indonesia, Keputusan
Munas VI.

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 26


Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2009). Standar Profesi dan Kode Etik Perawat
Indonesia, Keputusan PP PPNI.

Thompson J.B & Thompson H.O. (1981). Ethics in Nursing. Macmillan Publ.Co.

Taylor (1989). The Art of Sciences of Nursing, Lipincotte

Wolff, Luverne (1983). Fundamental of Nursing, Sevent edition-Lippincote

Standar Kompetensi Perawat Indonesia 27

Anda mungkin juga menyukai