Anda di halaman 1dari 4

Nama : Anwar Syawali Fitra

Nim : 220501045
Mk : Historiografi

Abad Pencerahan
Zaman Pencerahan adalah periode penting dalam sejarah Eropa yang berlangsung sekitar abad
ke-17 hingga ke-18. Ini adalah periode di mana pemikiran rasional, ilmiah, dan filosofis mulai
mendominasi, menggantikan pandangan dunia yang didasarkan pada tradisi dan dogma agama, Zaman
Pencerahan ditandai oleh beberapa perubahan penting:
I. Pemikiran Rasional: Tokoh-tokoh seperti Descartes, Spinoza, dan Leibniz mempromosikan
pemikiran rasional dan logika sebagai cara untuk memahami dunia. Metode ilmiah yang lebih
sistematis mulai berkembang.
II. Ilmu Pengetahuan: Ilmu pengetahuan modern mulai berkembang pesat. Newton menemukan
hukum gravitasi, Galileo melakukan penelitian tentang gerak benda, dan ilmuwan lainnya
mengembangkan pengetahuan dalam berbagai bidang.
III. Filosofi: Filsuf seperti Voltaire, Rousseau, dan Montesquieu mengembangkan gagasan tentang
hak asasi manusia, kebebasan individu, dan pemisahan kekuasaan. Ini mempengaruhi
perkembangan demokrasi modern.
IV. Literatur: Sastra Zaman Pencerahan mencerminkan nilai-nilai rasionalisme dan pemikiran bebas.
Karya-karya seperti "Candide" karya Voltaire dan "Emile" karya Rousseau mencerminkan
pandangan-pandangan ini.
V. Revolusi: Pemikiran Zaman Pencerahan berkontribusi pada munculnya Revolusi Amerika dan
Revolusi Prancis, yang mengubah tatanan politik di dunia.
VI. Penyebaran Pendidikan: Pendidikan menjadi lebih tersedia bagi banyak orang, bukan hanya
kelas elit. Hal ini membantu memperluas pemikiran rasional dan pemahaman ilmiah.
Zaman Pencerahan adalah periode bersejarah yang penting karena memengaruhi perkembangan
budaya, sosial, politik, dan ilmiah di seluruh dunia Barat. Ini juga membuka jalan bagi perkembangan
masa depan dalam ilmu pengetahuan, filsafat, dan tatanan sosial.

a.Voltaire (1694-1778)
Para sejarawan Barat pada umumnya sepakat bahwa Francis Marie Arouet yang dikenal
sebagai Voltaire adalah penulis yang paling representatitf dari Zaman Pencerahan, meskipun
mereka tidak seragam dalam menafsirkan zaman tersebut. Karya-karyanya yang berwawasan
luas dan termasuk genre sastra, menunjukkan nilai-nilai filsafati yang hidup. Untuk mencapai
tingkat keunggulan seperti yang dimiliki Voltaire, diperlukan pengalaman, semangat tinggi,
kerja tanpa kenal lelah, dan juga relasi yang luas. Voltaire dalam sejarah dikenal sebagai
penyair, penulis drama, penulis essay, penulis cerita pendek, filosof, dan sejarawan (Hart,
1982: 397).
Karier panjang Voltaire dimulai dengan pendidikannya di Louis-le-Grand. Ia dikirim ke
Kolese Jesuit oleh orang tuanya yang borjuis sehingga ia memiliki koneksi yang luas.
Kemudian ia masuk ke kalangan bangsawan kehakiman. Sementara itu, Ordo Jesuit
menginginkan murid-nya yang berbakat untuk menjalani latihan yang istimewa dan
mengharapkan muridnya menjadi orang suci yang dihargai. Akan tetapi Voltaire menolak
keinginan orang tua maupun gurunya. Ia hanya ingin mendapat status sebagai penyair. Meski
demikian ia tetap akan mencurahkan
dirinya terhadap karya-karya klasik yang dipergunakannya bukan semata-mata untuk
mempelajari ajaran Kristen. Seperti filsuf sejarah idolanya, David Hume, ia menolak untuk
bersubordinasi belajar dengan membatasi diri pada pengkajian tentang etika yang diterima
sebagai doktrin keagamaan. Perjalanan Voltaire ke Inggris pada tahun 1726, sering dianggap
sebagai langkah awal keluarnya Voltaire dari dunia penyair. Akan te-tapi, kita dapat
mendeteksi filsafatnya dalam puisi-puisi awalnya, dalam karyanya yang panjang dengan judul
Henriade (1728). Kita juga dapat membaca kebenciannya terhadap penyiksaan-penyiksaan
yang dilakukan oleh para rohaniawan abad ke-16 serta toleransinya yang besar dalam
karyanya yang berbentuk surat dengan judul Epitre a Uranie (1722). Sikap Deisme-anti
Kristen-nya mendahului pujiannya terhadap budaya kosmopolitan, seperti tercermin dalam
surat-suratnya dari Negeri Belanda pada tahun 1722. Filsafat menjadi inti puisi-puisi
filosofisnya.
Karya-karya Voltaire yang ditulis setelah perjalanannya ke Inggris, merupakan bom
per-tama yang akan menjatuhkan Rejim Lama (Ancient Regime). Voltaire menyadari kekuatan
dan arti karyanya yang berjudul The Philosophical Letters, sehingga ia berusaha menjaganya
dari peredaran umum. Akan tetapi pada bulan Juni 1734, Parlemen Paris memerintahkan agar
buku itu dibakar dan Voltaire ditangkap. Tidak lama ia dibebaskan dari penjara Bastille
dengan syarat ia harus meninggalkan Paris.
Voltaire amat memuji toleransi beragama serta kebebasan yang dimiliki orang-orang
Inggris. Sebaliknya ia mengecam hirarki gereja yang kaku dan penindasan-penindasan
terhadap kebebasan yang paling mendasar di negerinya sendiri. Ia juga memuji perdagangan
bebas dan sistem egalitarian dalam perpajakan di Inggris; sebaliknya ia menge-cam privilese
(hak-hak istimewa) di Perancis. Secara terang-terangan ia telah mengkritik ketidakadilan yang
kelak membawa ke arah terjadinya Revolusi Perancis, di mana salah satu korbannya adalah
Raja Louis XVI yang mengalami eksekusi. Bahkan dalam hal tertentu, ia lebih menyukai para
filsuf Inggris yang empiris, ia juga mengabaikan prasangka kebangsaan.
Masa-masa yang dihabiskan Voltaire ber-sama isterinya Madame du Chatelet,
merupakan masa produksi intelektualnya yang paling besar. Di tempat tinggalnya di Cirey, ia
menghasilkan karya-karyanya di bidang filsafat, eksperimen-eksperimen di bidang fisika dan
usaha mem-populerkan metafisika Newton, serta menjadi pionir dalam melakukan kritik
terhadap Kitab Injil. Yang terpenting bagi sejarawan, Voltaire-lah yang memulai penulisan
sejarah modern dalam historiografi Perancis. Karyanya yang terkenal di bidang sejarah adalah
The Age of Louis XIV yang ditulis pada awal tahun 1732.
Kemudian ia merevisinya selama satu dekade di Cirey dan dipublikasikan untuk
pertama kali pada tahun 1751. Karya tersebut baru dinyatakan benar-benar selesai pada
tahun 1768. Sungguh berharga karyanya ini: sekarang orang dapat memahami kebudayaan
Perancis abad ke-17 dengan membaca adikarya yang menggunakan ratusan memoar dan arsip
sebagai sumber. Tujuan Voltaire menulis bukunya itu adalah untuk melukiskan semangat
zaman (zeitgeist), dan ia berhasil. Rekaman tentang peperangan dan intrik-intrik diplomatik
masa itu, meskipun tak dapat diabaikan sama sekali, hanyalah me-rupakan pengantar ke arah
mesin adminsitrasi yang amat kompleks dari Perancis semasa Louis XIV. Kesenian dan
kesusastraan dari periode itu merupakan periode puncak dari kebudayaan Perancis. Penulisan
sejarah kebudayaan ini sesungguhnya merupakan titik awal historiografi modern.
Karya Voltaire yang berjudul The Essay on the Customs and the Spirit of Nations,
secara sengaja ditulis untuk Madame du Chatelet, dipublikasikan untuk pertama kalinya pada
tahun 1756. Voltaire mengalihkan kembali pandangan Kristen tentang masa lalu, yang telah
diterangkan secara fasih oleh Bossuet dan dipopulerkan oleh Rolin, menjadi pandangan yang
sama sekali sekuler dari suatu sejarah umum. Di tangan Voltaire, sejarah tidak lagi
merupakan kisah orang-orang pilihan dari suatu sudut di muka bumi ini, dan Injil tidak lagi
menjadi otoritas historis tertinggi, dan geografi jauh melewati apa yang diketahui oleh kaum
Kristen atau Yahudi. Dalam diskusinya tentang orang-orang Chaldea, India, Hindu, dan Cina,
Voltaire menunjukkan sejarah suci berkurang terus baik dalam ruang maupun waktu. Antara
tahun 1753 hingga 1768, karya Voltaire dicetak ulang tidak kurang dari 16 kali. Pengetahuan
sejarah telah mengalami kemajuan sejak masa Voltaire. Dialah yang menunjukkan kepada
publik terpelajar bahwa sejarah yang profan adalah sejarah manusia dan itu adalah subyek
yang pantas dalam studi sejarah.
Setelah Madame du Chatelet meninggal pada tahun 1749, Voltaire menjadi warga
istana Frederik Yang Agung dari Prusia. Ia menyadari bahwa raja yang lalim itu tidak mudah
diberi penerangan. Pada pertengahan tahun 1750-an, ia pindah ke Jenewa. Pemikirannya
waktu itu adalah bahwa Republik Calvinistis, seperti juga monarki di negerinya atau rejim
militer di Prussia, memerlukan reformasi. Dari rumahnya yang indah di Les Delices, Voltaire
mengadakan kampanye politik melawan penyalahgunaan hukum, politik, agama dari rejim
lama, yang terjadi di mana-mana. Kampanye tumbuh semakin hebat. Pada tahun 1760-an,
tempat tinggalnya yang terakhir di Ferney, Perancis, menjadi ibukota Pencerahan Barat
Berbagai karya Voltaire yang terbit selama 30 tahun terakhir hidupnya, berdasarkan
tujuan penulisan itu, dapat digabungkan menjadi: karya yang mewakili humanitas. Dalam
puisi ataupun prosanya, dalam drama atau cerita pendek, dalam artikel-artikelnya tentang
sejarah atau filsafat, ia mencemooh kefanatikan agama dan kekejaman yang disahkan oleh
sistem peradilan yang ada. Dua adikaryanya dari periode ini yang masih menjadi contoh
cemerlang sekarang adalah Candide (1759) yang merupakan karya sastra satire sosial yang
terbesar; dan Philosophical Dictionary (1764) yang berisi kritik yang tajam terhadap teologi
Kristen. Karya-karya yang lain, secara ringkas dapat dikatakan: berhak mendapat
penghargaan. Hingga meninggalnya pada tahun 1778, Voltaire terkenal dengan usahanya
untuk mewa-kili orang Perancis yang tertindas. Ia menolak pemakaman yang seremonial di
gereja Katolik. Jenazahnya dipindahkan ke pantheon selama Revolusi Perancis.

b. LEOPOLD VON RANKE (1795-1886)


Sejarawan Jerman yang paling berpe-ngaruh pada abad ke-19 ini, lahir pada tanggal 20
Desember 1795 di Wiche. Leluhurnya adalah pendeta-pendeta Lutheran dan ahli hukum. Ketika
sedang menyelesaikan studinya di bidang teologi dan filologi klasik di University of Leipzig, ia
menulis karya pertamanya dalam bahasa Jerman yang kemudian diterjemahkan dengan judul
Histories of the Latin and Germany Nations 1494-1514. Dalam karyanya ini, Ranke menerapkan
metode filologi kritis (The Ency-clopaedia Americana, 198223 : 253). Di samping menulis,
Ranke giat mengajar sejarah di Gymna-sium di Frankfurt.
Ranke yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Sejarah Modern atau sejarah kritis terkenal
dengan pemikirannnya yang menyatakan bahwa sejarah yang ditulis itu haruslah sebagaimana
peristiwa itu terjadi (“wie es eigentlich gewesen Historiografi Barat ist” ). Kepeloporannya
dalam mengembangkan historiografi modern tidak terlepas dari usaha para pendahulunya, seperti
Jean Mabillon yang telah menyumbangkan Ilmu Diplomatika. Mabillon membuat formulasi
kritik eksternal (yaitu untuk menentukan otentisitas sebuah sumber) dengan ilmunya itu,
sedangkan Ranke memperluasnya menjadi kritik eksternal dan kritik internal yang berguna
untuk menguji kredibiltas sebuah sumber. Inilah sumbangan terbesar dari Leopold von Ranke
untuk Ilmu sejarah (Barnes, 1962: 245; lihat juga: Garraghan, 1957).
Ranke sebagai seorang nasionalis mem-perlihatkan sikapnya dalam karya-karyanya ten-
tang sejarah diplomatik dan politik. Ia tidak se-pendapat dengan pandangan romantisisme yang
subur pada waktu itu, yang menekankan unsur estetika (seni) dalam penulisan sejarah. Seorang
sejarawan haruslah berpedoman kepada penga-turan yang ketat, imajinasi sejarawan tidak sama
dengan seniman. Mereka harus tunduk kepada dukungan bukti-bukti nyata dan kritis. Ranke
karenanya dikenal sebagai Bapak Historisisme (Ankersmith, 1987). Historisisme lebih dari
sekedar filsafat sejarah, karena di dalamnya melibatkan mulai dari filsafat hidup, kombinasi
konsep-konsep sains yang berkaitan dengan manusia dan kebudayaannya, hingga konsep tatanan
politik dan sosial (Iggers, 1997:25).
Ranke menolak setiap usaha untuk menulis sejarah dengan menggunakan sumber yang
tidak tergolong sumber primer Seperti juga Thucydides, yang menjadi kajian untuk disertasinya,
Ranke berusaha menggabungkan rekonstruksi kebenaran masa lampau dengan elegansi sastra
(Iggers, 1997: 25). Bagi Ranke, riset ilmiah sangat erat kaitannya dengan penggunaan metoda
kritis. Oleh karena itu, melalui berbagai seminar ia mengadakan pelatihan dalam pengujian
secara kritis sumber-sumber sejarah. Setelah tahun 1848, semua universitas di Jerman telah
mengadopsi metodanya. Setelah tahun 1870, studi sejarah di negara-negara Eropa semakin
meningkat profesionalitasnya. Pada umumnya mereka mengikuti model Jerman. Boleh dikatakan
bahwa Ranke menjadi model untuk pengetahuan sejarah yang professional pada abad ke-19
(Iggers, 1997: 26).
Penghargaan kepada Ranke muncul di mana-mana. Lord Acton dalam English Historical
Review edisi perdana menulis artikel berjudul “German School of History”. Asosiasi Sejarawan
Amerika, yang didirikan pada tahun 1884, mengangkat Ranke sebagai anggota kehormatan
pertama. (Iggers, 1997: 28). Ranke meninggal di Berlin pada tanggal 23 Mei 1886.
Ranke yang sangat berkeinginan menulis sejarah dunia itu banyak menghasilkan tulisan yang
sangat kaya. Karya-karya Ranke yang ditulis dalam bahasa Jerman dan telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris antara lain: History of the Popes; German History in the Age of the Refor-
mation, French History, dan English His

Anda mungkin juga menyukai