Anda di halaman 1dari 9

BAB III

HUMANISME

Humanisme
N. H. DeWitt menulis bahwa humanisme ditujukan sebagai sistem pemikiran yang
menekankan pada manusia sebagai perhatian utamanya; juga pada sistem sosial di mana
manusia seharusnya ditempatkan sebagai penerima manfaat utamanya. Elemen utama
humanism di dalam khazanah Hellenisme klasik, penting disajikan bagaimana karakteristik di
dalam dinamika perkembangannya yang berkelanjutan. Panggung pertama bagi munculnya
humanism adalah wilayah Yunani kuno di mana Mesopotamia dan Mesir yang dilanda
serangkaian despotisme. Semua despotisme di kedua wilayah ini di bangun di dalam
pemerintahan teokratik, di mana, dipahami secara umum bahwa sangsi yang diterapkan
otoritas kerajaan dianggap selalu disetujui dan didukung oleh Tuhan. Aturan hukum di
Hammurapi, Mesopotamia, berasal dari risalah Tuhan. Demikian juga Raja dan Ratu di Mesir
menganggap diri mereka sebagai pasangan ilahi, anak-anak mereka pun merupakan titisan
Tuhan. Alexander the Great dari Yunani dan keturunannya datang menaklukkan mereka
kemudian merancang sistem pseudo-theocracies di wilayah itu1.
Konsep Humanisme memang merupakan konsep yang penuh kontroversial, dapat
dilihat di dalam perdebatan antara Ernesto Grassi dengan Michael C. Leff2.
Falk dan Farrer menyajikan humanisme dalam bentuk dialog. Menurutnya,
humanisme itu bukan yang doktrin sepotong-sepotong dan kering (cut-and-dried): ia adalah
cara berfikir manusia, tempatnya secara alamiah diberbagai bentuk. Pandangan humanisme
telah menjadi fakta sejarah – dapat dilihat di dalam jaringan peradaban Barat. Tetapi tidak
ada satu rumusan humanisme. Ada humanisme renaissans, para sarjana, puisi, dan abdi dalam
istana ~ tempat di mana pengertian dan istilah itu kali pertama berkembang. Jika dirujuk ke
belakang, humanisme telah ada di era klasik ~ Plato, Aristoteles dan Stoa. Ada juga
humanisme Jeremy Bentham, Immanuel Kant, John Stuart Mill. Jika kini saya sebut diri saya
sebagai seorang humanis, semata-mata ingin menempatkan diri di dalam khazanah tradisi
pemikiran itu3. Dari dulu hingga kini, akan terus muncul pertanyaan, bahkan permintaan,
apakah humanisme baik sebagai konsep maupun substansi ideal masih diberi tempat dalam
proses-proses kekuasan agar member tempat bagi urusan kemanusiaan4. Bassam Tibi
menulis, Humanisme Islam dapat dijadikan sebagai alternatif tradisi dari tradisi penalaran
syari’ah yang menjadi arus utama pemikiran kontemporer dalam menyikapi gelombang
demokratisasi di dunia Arab yang dikenal dengan Arab Springs (musim semi di negara-
negara Arab). Warisan intelektual Islam dapat digali dan praktik baik dunia Islam dalam
humanisme dapat dirujuk dalam merisi konsep humanisme Islam itu, dengan
mempertimbangkan segala akibat sosial-politiknya. Terutama kemungkinan negara-negara
Arab Islam Timur Tengah menjadi lebih demokratis dan pluralistik daripada
mempertahankan terus negara teokratis berdasarkan penalaran syari’ah yang dirancang oleh
pemikir islamis5. Arab Saudi lebih melonggarkan sistem sosial-politiknya menjadi lebih
1
N. H. DeWitt, “Greek Humanism”, The Classical Journal, Vol. 28, No. 4 (Jan., 1933), h. 263-270
2
Steven Mailloux, “Humanist Controversies: The Rhetorical Humanism of Ernesto Grassi and Michael Leff”,

Philosophy & Rhetoric, Vol. 45, No. 2, Special Issue: Essays in Honor of Michael C. Leff (2012), h. 134-147
3
W.D. Falk and Austin W. Farrer, “Humanism”, The Personalist Forum, Vol. 5, No. 2, (Fall 1989), h. 69-81
4
Perez Zagorin, “On Humanism Past & Present”, Daedalus, Vol. 132, No. 4, On Science (Fall, 2003), h. 87-92
5
Bassam Tibi, “Islamic Humanism vs. Islamism: Cross-Civilizational Bridging”, Soundings: An Interdisciplinary
Journal, Vol. 95, No. 3 (2012), h. 230-254; Bassam Tibi, “Bridging the Heterogeneity of Civilisations: Reviving the
Grammar of Islamic Humanism”, Theoria: A Journal of Social and Political Theory, Vol. 56, No. 120, The Politics of
plural, dengan memberi tempat pada wanita. Humanisme bahkan juga digunakan sebagai
istilah dan konsep bagi mereka yang menentang dan bersikap anti terhadap kehudupan
humanisme, seperti Nietzsche, T.E Hulme dan W. B. Yeats di dalam teks-teks literatur era
modern6. Juga di dalam pikiran Levinas ~ yang mewakili gerakan pemikiran filsafat dominan
pada 1970an ~ pada bukunya Humanism of the Other yang terbit 1972, yang mempengaruhi
pendidikan Yahudi7.

Italia
Italia adalah pintu masuk pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan kuno (al-‘ulum al-
qadimiyyah) dari Andalusia (Spanyol) kemudian menyebar ke berbagai negara-negara Eropa.
Jaringan dan migrasi para sarjana terdidik dan karya-karya di Hungaria dan ke negara-negara
di kawasan Eropa Barat menjadi kunci munculnya renaissans. Sumber jejaring itu adalah
keluarga-keluarga sarjana, jejaring melalui hubungan keluarga dan pertalian darah, kolega
bisnis dan teman komisi ilmu pengetahuan8.
Italia mendapat pengaruh pertama-tama dari Andalusia atau Spanyol. Kota-kota besar
di Andalusia sekaligus menjadi pusat-pusat kajian ilmu filsafat dan pengetahuan berdiri
universitas-universitas. Mulai kota paling selatan di Seville, Granada dan Cordoba kemudian
ke Toledo, Seville, dll. Mereka yang datang menjadi mahasiswa bukan saja mereka yang
tinggal di kota-kota Andalusia seperti kota-kota di atas hingga kota Barcelona di Pantai
Timur, Palma di Pulau Majorca, terutama juga dari kalangan ningrat dan keluarga tuan tanah
(baron dan barones) di Burgos, Leon, hingga di Santiago de Compostela di Pantai Utara-
Barat Daya Spanyol, tetapi juga mereka dari gereja di berbagai wilayah Eropa Barat,
terutama Perancis selatan seperti Albi, Conques, Angouleme, Poitiers, dan Bourges. Perang
Salib yang main batle di Spanyol, membuat mereka kembali ke kampung halamannya
masing-masing ke daerah Perancis Selatan, Italia, Jerman, Belanda kemudian menyeberang
ke Inggris.
Pengaruh kedua terhadap Italia adalah dengan ditaklukkannya Ibukota Kerajaan
Romawi Timur di Konstantinopel pada 29 Mei 1453 oleh Sultan Muhammad II atau Sultan
Muhammad al-Fatih dari Turki Usmani yang baru berusia 21 tahun. Meluas epik 4 bulan
dalam bentuk buku, novel atau film yang menggambarkan bahwa penaklukan Sultnan
Muhammad II atas Kerajaan Romawi-Bizantium yang dipimpin Kaisar Konstantin XI itu
diilhami oleh tokoh penakluk Yunani, Alexander the Great. Setelah ditaklukkan,
Konstantinopel diubah namanya menjadi Instanbul, Ibukota Turki hingga kini. Dengan
takluknya Konstantinopel, ibukota yang dibangun Kaisar Constantin pada 324 M itu, banyak
sarjana Yunani migrasi ke Italia, terutama Venecia, yang bersama Genoa merupakan pesaing
Konstantionpel; meluas juga pengetahuan hellenisme berkembang dan bertemu dengan
warisan peradaban Islam dari Spanyol Islam di wilayah ini9.
Pembelajar dari kalangan istana dan dari keluarga tuan tanah tidak mengembangkan
diskusi yang bersifat analitis dan interpretasi yang gaya dan ekspresinya bersifat akademik-

Inclusion and Exclusion (September 2009), h. 65-80

6
Elizabeth Kuhn, “Toward an Anti-Humanism of Life: The Modernism of Nietzsche, Hulme and Yeats”, Journal

of Modern Literature, Vol. 34, No. 4 (Summer 2011), pp. 1-20


7
Ernst Wolff, Political Responsibility for a Globalised World: After Levinas' Humanism (Transcript Verlag,
2011), h. 83-104 dan 105-146
8
Katalin Prajda, Network and Migration in Early Renaissance Florence, 1378-1433: Friends of Friends in the
Kingdom of Hungary (Amsterdam: Amsterdam University Press, 2018)
9
David Nicolle, Christa Hook, Constantinople 1453: The End of Byzantium (Oxford: Osprey Publishing, 2002)
intelektual, bukan mengedepankan karakternya yang spiritual. Ia menanam bibit di dalam
sejarah ide, bukan di dalam narasi keimanan. Karena itu di dalam diskursus itu lahir
kepemimpinan ilmu dan intelektual yang dipegang oleh mereka yang berafiliasi dengan
gereja, tetapi tidak lagi di mimbar gereja. Mulanya mereka membahas dan berdiskusi tentang
berbagai isu dalam madzhab gagasan dalam sejarah filsafat dan ilmu pengetahuan di ruang-
ruang bangunan gereja dengan para kolega mereka dan mengudang jemaa’at elit terdidik dari
kalangan kelas borjuis, elit sosial-ekonomi (baron-baroness) dan elit politik (pangeran),
lambat laun aktivitas diskusi itu menular kepada tokoh-tokoh seni rupa, lukis, panggung dan
puisi, dan kesusasteraan yang lebih luas. Di mana terdapat gereja dan katedral di bangun di
situ pula madzhab pemikiran filsafat yang meransang petualangan intelek. Lama-lama
muncul sekolah di lingkungan gereja dan katedral yang mengajarkan kurikulum the seven
liberal arts (seven artes liberales): tata bahasa, retorika, logika, aritmatika, geometri, musik,
dan astronomi ~ kepada putera-puteri aristokrat dan baron-barones. Merupakan pandangan
yang sangat biasa, di rumah-rumah mereka, sejak kecil anak-anak memainkan piano, biola,
dan alat musik lainnya. Dengan cara demikian, karena di dalam tradisi Romawi klasik telah
berdiri liberi atau “freemen”, sebuah lembaga pendidikan yang bahan ajarnya telah
disiapkan10. Kristen Eropa kontak dengan sarjana dan intelektual Muslim dan Yahudi yang
kepadanya mengajarkan kedokteran, astronomi, matematika dan filsafat. Di Konstatinnopel,
juga di Sicilia dan Spanyol, kaum Muslim seperti Ibnu Rusydi dan Yahudi seperti
Maimonides yang menawarkan pendekatan rasionalis11 bahu membahu menerjemahkan
filsafat dan ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Latin dan Arab karya-karya berbahasa bahasa
Ibrani dan Yunani kuno. Orang Barat pergi ke Timur untuk belajar filsafat, ilmu pengetahuan
dan termasuk karya Aristoteles dengan bahasanya sendiri12.
Banyak guru-guru ternama mendapatkan peran yang luar biasa, meski dalam banyak
hal mereka mendapatkan resiko disebut sebagai sesat, yang kemudian dihukum bunuh oleh
gereja. Salah satunya yang dianugerahi pikiran cemerlang adalah Abelard yang mengajarkan
metode inquiri. Katanya: “the first key to Wisdom, is issiduous and frequent questioning”.
Sekitar 100 tahun setelah kematiannya, berdiri Universitas di Paris, Orleans and Montpellier
di Perancis; di Bologna dan Padua di Italia dan di Oxford dan Camridge di Inggris13.
Kondisi social politik di Italia pada abad ke-13 dan ke-15 didominasi oleh kaum
despotis. Kebangkitan seni dan susastra di Italia itu didominasi oleh dinasti dari kalangan
keluarga aristokrat dan tuan tanah kaya dan berkuasa. Reputasi gelap dicatat oleh sejarah. Di
Quattrocento Frolence, Medici membeli, merampok dan memeras untuk mencapai puncak
karir; di Ramini, Malatesta melenggang begitu saja dengan kecenderungan megalomania ~
obsesi untuk main-main kekuasaan; terutama demi untuk mendominasi pihak lain ~ yang
bersifat self-destructive dan memiliki kecenderungan brutalitas seperti psikopat; di Milan,
Sfarza terkenal dengan kecenderungan dan perilaku politiknya yang jahat. Namun mereka
tidak sama seperti Borgias. Alfons de Borja (1378-1458), pendiri keluarga Borgias, yang
menjadi Pope Callixtus III hidupnya juga penuh skandal dan korup. Dinasti utama di Italia
menurun pengaruh dan cengkeramannya setelah muncul penentangan terhadap kekuatan
despotis, pada abad ke-15. Pada abad ke-16 sudah mulai kepemimpinan kekuasaan berbentuk
republik sebagai buah pengaruh Dante, Machiaveli ~ seorang yang memandang rendah pada
manusia ~, dll., munculnya pengaruh tokoh-tokoh individu dari filosof, penulis dan sastrawan
10
Anne Fremantle and The Editors of TIME-LIFE Books, Great Ages of Man: A History of the World’s Culture,
“Age of Faith” (Nederland: TIME-LIFE International, 1966), h. 93-94
11
David Berger, Cultures in Collision and Conversation: Essays in the Intellectual History of the Jews (Boston:
Academic Studies Press, 2011) menyebut pendekatan rasionalis Maimonides menyebabkan ironisme, h. 278-288
12
Anne Fremantle and The Editors of TIME-LIFE Books, Great Ages of Man: A History of the World’s Culture,
“Age of Faith” (Nederland: TIME-LIFE International, 1966), h. 95-96
13
Anne Fremantle and The Editors of TIME-LIFE Books, Great Ages of Man: A History of the World’s Culture,
“Age of Faith” (Nederland: TIME-LIFE International, 1966), h. 97-98
sejak abad ke-12 hingga ke-14 yang saat itu telah berfikir universal, merayakan nilai-nilai
kemanusiaan, tidak mementingkan kultus keluarga dan nama baik individu. Beberapa
kecongkakan keluarga kaya dan aristokart di lawan dengan satire, sindiran halus, bukan
cemoohan kasar atau pemberontakan14.
Sejak abad ke-14 reservasi tradisi keilmuan kuno dilakukan dengan membangun
perpustakaan, koleksi buku dan manuskrip klasik, skrip pertunjukan dan penerbitan karya-
karya baru. Seiring dengan munculnya geliat intelektual, mereka menelaah kembali ke tradisi
kesarjanaan klasik dari Yunani kemudian menggabungkannya dengan tradisi dan pandangan
kesarjanaan Ketimuran Islam-Arab, Persia dan Yahudi-Kristen dengan media bahasa Latin.
Pada fase inilah reservasi khasanah tradisi klasik menjadi difusi khazanah pemikiran tersebut
melalui universitas dan madhab pemikiran filsafat ke berbagai belahan dunia.
Tradisi kebangkitan seni dan susastra di Roma Italia oleh Dante, Petrarch, Ubertid,
dll., ini memberi sumbangan besar terhadap renaissans di Jerman yang kemudian
mempengaruhi berbagai pemikiran madzhab filsafat dan kemudian ilmu pengetahuan
modern. Pada 1500 masih muncul kekuasaan despotis minor di Italia, namun kemudian
menurun pelan-pelan. Dibarengi oleh era kebangkitan seni dan sastra oleh Malatesta, Pico,
dan Petruci, pada 1585-1586 di Roma mengalami fenomena sosial dan teknologi seperti yang
disebut Lewis Mumford mirip dengan “megamachine”. Yakni organisasi manusia terstruktur,
bersama-sama mencapai tujuan akhirnya, yang pada umumnya bersifat simbolik dan suci.
Sifat terstruktur itu tercermin pada rancang bangun dan tata operasi, hirarkhi, agenda kerja,
jadwal dan sistem kerja. Megamachine itu lebih sebagai ide, bukan alat, memiliki ekspresi
fisik yang pasti di dalam bagian-bagian aglomerasi, yang terdiri dari benda-benda dan tubuh
manusia, kemudian disatukan, untuk mencapai tujuan yang dicanangkan. Bagian-bagian itu
disatukan di dalam organisasi yang hirarkhis di bawah pemerintahan seorang raja absolut
yang perintah-perintahnya didukung oleh koalisi pemimpin gereja-gereja (priesthood), kaum
bangsawan bersenjata, birokrasi sehingga semua komponen tunduk patuh sepenuhnya.
Megamachine itu tercermin pada sistem Autobahn oleh Hitler di Jerman, perintah
pengeringan daerah rawa-rawa Pontine oleh Mussolini di Italia dan pembangunan jalur MRT
di bawah tanah di Moskow oleh Joseph Stalin di Rusia. Megamcahine bukan hal baru, ia ada
sejak kuno. Pembangunan Piramida di Mesir Kuno, pembangunan kastil dan candi suci di
seluruh dunia mulai dari Mesopotamia hingga Peru, juga candi-candi di Jawa, Indonesia.
Megamachine mengandalkan fungsi organisasi, manusia diatur di dalam kelompok-kelompok
kecil dengan tugas khusus, melakukan pekerjaan berulang-ulang, diawasi secara melekat,
dikendalikan dengan ketat, seperti mirip dengan neurosis obsesif di dalam bahasa
patologisnya. Megamachine bersifat ritualistik, restriktif, kursif, namun produktif. Akan
sebaliknya jika megamachine diterapkan di dalam struktur masyarakat yang indah, tertib dan
kompleks, sebagaimana kita melihat praktek megamachine di Roma pada akhir abad ke-16.
Pembangunan kembali katedral St. Peter dan lingkungan sekitarnya yang diharapkan menjadi
projek pembangunan lingkungan urban termegah di akhir Renaisans15.
Persepsi yang terbentuk di Italia kompleks dan paradox, Paus, Sepak Bola tingkat
dunia tetapi juga pusat mafia kelas kakap dunia. Italia ~ meski tidak sama persis ~ seperti
gambaran Harry Lime di dalam film The Third Man karya Graham Greene. Film itu
memeberkan watak antagonisnya untuk mencapai kebaikan. Di Italia selama 30 tahun di
bawah kepemimpinan Kaisar Rodrigo Borgias atau yang dikenal sebagai Pope Alexander VI
pada 1492, rakyat Vatikan sejahtera, meski penuh terror, suap, seduksi, pembunuhan,
pertumpahan darah, tetapi era itu melahirkan Michelangelo, Leonardo da Vinci dan

14
Jacob Burckhardt, The Civilization of the Renaissance in Italy (New York: The New American Library of World
Literature, Inc., 1961), h.
15
Jacob Burckhardt, The Civilization of the Renaissance in Italy (New York: The New American Library of World
Literature, Inc., 1961), h.
Renaissans di Eropa yang pusat episentrumnya di Jerman. Di dalam ranah politik, muncul
tokoh-tokoh ternama seperti Burchard, Priuli, Machiavelli dan Guicciardini yang
pemikirannya cemerlang. Berbeda dengan sementara terjadi di Swis di mana berkembang
ikatan persaudaraan cinta, demokrasi dan kedamaian, tetapi apa yang dihasilkan? Hanya jam
tangan!16.
Muncul dinasti-dinasti agung yang membawa Italia ke puncak kemegahan, seperti
Aragonese di Naples, Visconti terakhir di Milan, Francesco Sforza yang selalu beruntung,
Goleazzo Maria dan Lodivico atau Il Moro, Gonzaga di Mantua, Federigo da Montefeltro
sebagai Duke of Urbino dan Este di Ferrara. Para dinasti inilah yang menggerakkan
perdagangan, bangkit tokoh-tokoh yang memiliki pribadi yang luhur, loyal terhadap
perkembangan kota, ketertiban dan keamanan oleh polisi yang dapat dipercaya, berkembang
simpati rakyat, kehidupan istana yang bijaksana dan patronase Este terhadap perkembangan
seni, sastra dan budaya. Buah baik yang ditanam para dinasti agung ini adalah bangsa Italia
sudah melalui melawan tirani dan konspirator demi bersiap menyambut pandangan
kosmopolit17.
Selain bibit humanisme di Italia yang telah ada pada abad ke-14, pada saat itu telah
berkembang cosmografi dengan maraknya pelayaran laut dengan misi menemukan dunia dan
manusia lain. Yang terkenal di antara mereka adalah Christopher Colombus (Genoa, Italy,
1451 – Valladolid, Spanyol, 20 Mei 1506). Berkembang ilmu-ilmu alam di Itali, yang
tendensi penyelidikannya bersifat empiris, juga botani, kebun raya, zoologi untuk
mengumpulkan binatang-binatang yang mereka temukan dari dunia luar, bahkan Dante yang
menyusun Vita Nouva dan Divine Comedy juga tertarik dengan astronomi, Boccaccio di
samping seorang sastrawan juga seorang advokat, yang sebagian dan kesemuanya memberi
pengaruh terhadap humanisme dan sekaligus mengubah pandangan mereka terhadap gereja.
Sekolah-sekolah melukis yang didirikan oleh kaum Flemish yang ikut menyumbang
perubahan landskap pemikiran Abad Pertengahan di Itali. Penyelidikan ilmu terhadap
dimensi psikologis manusia, mengenal lebih jauh tentang perangainya, untuk menemukan
identitas terpenting manusia18.
Universitas Bologna, Universitas Rome, Universitas Milan, Universitas Sapienza,
Universitas Pisa yang didirikan Lorenzo the Magnificent ~ yang mengajarkan tentang
kebebasan, tempat berdiri learning tower Pisa, tempat eksperimen dan uji coba fisika ilmu
kali pertama ~, Universitas Naples, Universitas Florence (berdiri 1321) dan berbagai
madzhab pemikiran di dalamnya yang menempatkan para humanis sebagai para profesor
terpentingnya. Lembaga itu disubsidi, digagas pula free higher education oleh Vittorino.
Guarino di Ferrara. Diselenggarakan juga pendidikan khusus puteri kaum aristokrat dan
ningrat. Para profesor di universitas-universitas tersebut mendapatkan incame tahunan
sebesar 2.500 florin emas yang berlaku saat itu. Sementara income guru besar di Universitas
Bologna adalah 20.000 ducat. Mereka juga mendatangkan para profesor dari berbagai
universitas tersebut, para pejabat, eklesiastik, fisikawan, dan para sarjana istana untuk
berbicara di forum-forum ilmu di kampus. Diskursus yang hendak diketengahkan di samping
berbagai ilmu juga tentang nobile (noble) dan nobiltà (nobility) dari semua orang di forum-
forum convivio (perjamuan). Di dalam ranah politik mereka merujuk gagasan Cicero,
sementara dalam diskursus ini mereka merujuk pada defini Aristoteles bahwa ”nobility rests
on excellence and inherited wealth” dan “Nobility rests on personal excellence or on that
forefathers”.
16
Jacob Burckhardt, The Civilization of the Renaissance in Italy (New York: The New American Library of World
Literature, Inc., 1961), h.
17
Jacob Burckhardt, The Civilization of the Renaissance in Italy (New York: The New American Library of World
Literature, Inc., 1961), h.
18
Jacob Burckhardt, The Civilization of the Renaissance in Italy (New York: The New American Library of World
Literature, Inc., 1961), h.
Para promotor ide humanisme muncul Niccoli dari kalangan warga Florentina.
Manetti pendahulu Medici. Para puteri raja yang mengggalakkan pendidikan untuk
penyadaran kaum perempuan, mulai dari Popes yang berkuasa saat itu hingga Popes Nicholas
V. Tokoh Alfonso dari Naples, Frederigo dari Urbino, Storza dan Este juga Sigismonda
Malatesta.
Studi-studi epistolografi digalakkan di Italia di dalam kerangka memperkaya
khazanah pemikiran Italia dengan mereproduksi khazanah pemikiran klasik. Mutu karya tulis
meningkat, glosari istilah menjadi kaya dan gagasan yang dituangkan di dalam karya tulis
memiliki mutu dan penuh gizi tinggi. Bahasa Latin berkembang pesat dengan dituturkan oleh
kelas sosial politik yang berbeda, digunakan sebagai bahasa diplomasi dan artikulasi politik,
orasi publik, bahasa akademik dan militer, dialog imajiner, yang kesemuanya memicu
bangkitnya retorika, gramatika juga kutipan menggugah dari sang tokoh panutan dengan
subyek dan karakter yang membanggakan. Sumbernya adalah dari khazanah klasik. Seiring
dengan bangkitnya karya tulis itu, penghargaan terhadap bahasa lisan menurun19.
Banyak ikhtisar filsafat dan berbagai ilmu pengetahuan dalam bahasa Latin. Bahasa
ini kemudian menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan filsafat mendampingi kekayaan glosari
bahasa Yunani. Muncul pemikiran kritis. Studi-studi abad pertengahan diketengahkan dalam
upaya untuk menghubungkan dengan sejarah Italia sendiri. Mulai beredar nama-nama tokoh
filsafat dan ilmu pengetahuan era klasik yang kemudian mengalami adaptasi, akulturasi dan
vernakularisasi dalam bahasa Latin. Begitu mengesankan era ini mereka mengklaim adanya
supremasi bahasa, angka dan simbol Latin dibanding dengan bahasa lain, terutama Yunani.
Bahasa latin kemudian menjadi bahasa harian, tidak lagi elitis di kalangan aristokrat tetapi
juga di kalangan masyarakat luas20. Karya seni dan sastra seperti puisi-puisi, elegi, dan
semacamnya berfungsi mengasah halus budi dan kehidupan ruhani masyarakat luas.
Pada abad ke-16, humanisme jatuh. ++
Berbeda dengan suasana Abad Pertengahan, agama-agama memberi dukungan
terhadap munculnya semangat renaisans. Pribadi-pribadi yang berbudi tinggi, memiliki
orientasi tinggi melampaui prestasi yang dapat dicapai oleh manusia, menyelidiki tema
bahasan yang berorientasi pada Tuhan seperti pentingnya kebebasan berkehendak pada
manusia, pada kebajikan dan nilai-nilai abadi. Pada satu sisi Islam menekankan pada
toleransi, artikulasi ajaran Islam yang bertemu dengan khazanah Yunani dan Romawi klasik
dapat diandalkan sebagai penjaga moral berdasar al-Qur’an dan perilaku Nabi Muhammad
SAW agar perilaku Muslim dijadikan rujukan ~ misalnya mengharamkan hidup foya-foya
seperti berjudi, minum-minuman keras, hidup bebas dan perendahan derajat wanita. Semua
agama di Italia memiliki kedudukan yang sama sebagai sumber moral. Diskursus tentang
kebebasan berkehendak manusia mengeleminasi ajaran tentang fatalism manusia. Muncul ke
permukaan para humanis yang saleh karena mereka pada hakikatnya juga pemuka agama.
Nilai moral demikian menjadi alternatif pegangan publik di saat kehidupan Italia sangat
glamor seperti dicontohkan oleh Casanova.
Repuroduksi khazanah kebudayaan klasik – epistolografy – namun dengan orasi Latin
++
Dalam suratnya kepada King Maximilian II (1848-1864) di Bavaria, Jerman, Jacob
Burckhardt (1818-1897) bahwa Renaissans telah digambarkan, sejauh ini pemikiran,
kepekaan dan bentuknya adalah ibu sekaligus sumber peradaban manusia modern.
Tampaknya ia menggabungkan dua gerakan besar secara paralel memadukan sejarah seni
yang berlangsung di Italia dan sejarah peradaban di berbagai belahan wilayah Eropa

19
Jacob Burckhardt, The Civilization of the Renaissance in Italy (New York: The New American Library of World
Literature, Inc., 1961), h.
20
Jacob Burckhardt, The Civilization of the Renaissance in Italy (New York: The New American Library of World
Literature, Inc., 1961), h.
berikutnya21. Pemikiran sosial-politik Jacob Burckhardt bersama John Stuart Mill (…) and
Alexis de Tocqueville (…) menggambarkan pandangan liberal dari kalangan aristokrat 22.
Abad Pertengahan yang dikenal Middle Age itu merupakan sejarah Eropa > Golden
Age
Peralatan mesin dan teknologi memberi dampak menggerakkan imajinasi. Kesadaran
kultural dan imajinasi di Eropa yang dicerminkan oleh kebangkitan seni dan kesusasteraan.
Kebangkitan mesin dan teknologi di Eropa memicu diskursus, apakah ini tanda kejatuhan
dimensi kemanusiaan dari keadaan alaminya yang tidak bersalah atau tanda kemajuan dan
penguasaan manusia atas alam semesta dunia. Sawday mengupas peningkatan peran mesin
dan teknologi dengan membalutnya dengan fenomena kebangkitan seni, budaya dan sastra.
Perkembangan puisi, filsafat, seni dan ilmu rekayasa pada masa itu agar ditemukan kembali
manusia yang meminggir di tengah-tengah deru mesin dan teknologi di dalam peradaban pra-
industri Renaisans Eropa. Sawday juga mengungkap dimensi estetika dan intelektual
bersamaan dengan semakin menyeruaknya mesin dan teknologi menarik perhatian tokoh-
tokoh utama ilmu pengetahuan seperti Shakespeare, Francis Bacon23, Montaigne, dan
Leonardo da Vinci serta sejumlah penulis, seniman dan filosof lain yang kurang dikenal pada
abad ke-16 dan ke-17. Keterlibatan filosof, ilmuwan dan intelektual dengan mesin dan
teknologi di era Renaissans Eropa memunculkan sikap dan pandangan baru terhadap gender,
pekerjaan dan pekerja. Bahkan juga muncul ilmu-ilmu pengetahuan baru tentang kehidupan
dan akal buatan (artificial life and reason) yang akan dikejaar untuk ditelaah oleh tokoh-
tokoh seperti Rene Descartes, Thomas Hobbes, Leibnis pada abad ke-17. Para penulis,
filosof, ilmuwan dan seniman memiliki reaksi yang beragam dalam hal sikap, pandangan dan
pemikiran. Seringkali bertentangan dengan mesin dan teknologi yang mencerminkan sikap
paradox antara kemajuan modern dengan nilai-nilai tradisional. Menggarisbawahi terhadap
perasaan antusias terhadap dan akibat dari dunia yang digerakkan oleh mesin (a machine-
driven world) muncul kisah-kisah tentang kehilangan dan malapetaka. Sikap kontradiktif ini
adalah bagian dari warisan tradisi Renaisans Eropa, seperti halnya drama Shakespeare dan
puisi John Milton. Warisan sejarah filsafat, ilmu pengetahuan, seni dan sastra itu semua
membantu menjelaskan sikap manusia terhadap mesin dan teknologi yang mengelilingi kita,
menopang kehidupan kita, meski acapkali membingungkan ~ bahkan menggerus dimensi
kemanusiaan ~ kita di dunia modern24.

Humanisme ~ Latin dan Yunani


Sudah lazim pada saat paham filsafat mengemuka akan ditelusuri geneologi spirit di
dalam konsep tersebut.
Istilah humanisme dapat ditelusuri asal-usulnya dari humanitas, konsep Latin yang
berarti “pendidikan manusia”. Dapat dipadankan dengan konsep paideia di dalam bahasa
Yunani yang berarti ”pendidikan yang didukung oleh manusia-manusia yang hendak
menempatkan seni liberal sebagai materi atau sarana utamanya”. Terdapat perbedaan sense
antara dua konsep di atas, tentu saja, hal ini karena gagasan humanisme belum muncul di era
Latin Romawi maupun di era Yunani klasik.
Abad pertengahan (midle Ages) antara 476-1453 ~ orang mengikuti filsafat skolastik
~ yang berprinsip segala sesuatu dikembalikan kepada agama.
21
Jacob Burckhardt, The Civilization of the Renaissance in Italy (New York: The New American Library of World
Literature, Inc., 1961), h.
22
Alan S. Kahan, Aristocratic Liberalism: The Social and Political Thought of Jacob Burckhardt, John Stuart Mill
and Alexis de Tocqueville (Routledge: Routledge and Kegan Paul, 1992)
23
Jonathan Sawday, Engines of the Imagination: Renaissance Culture and the Rise of the Machine (Routledge:
Routledge and Kegal Paul, 2007), h. 210-2015
24
Jonathan Sawday, Engines of the Imagination: Renaissance Culture and the Rise of the Machine (Routledge:
Routledge and Kegal Paul, 2007)
Dark Age
Humanisme pada filsafat
 Viator mundi – peziarah, traveler
 Vaber mundi – pencipta dunianya sendiri
Humanisme pada Renaisance Art dengan ekspresi pada seni lukis – Michael Anggelo,
dengan ekspresi pada pertunjukan teater – Dante Alighieri dengan Divine Comedy dll, dan
ekspresi media patung – dll25. Untuk menggugah kesadaran dan meningkatkan pemahaman
terhadap dirinya sendiri sebagai manusia. Menjadi makhluk bebas yang tidak terkungkung
oleh otoritas atau kekuatan di luar dirinya. Dengan seni liberal, mereka akan dapat bangun
dan sadar bahwa mereka adalah manusia yang memiliki potensi besar dan dengan potensi
besar itu mereka tidak dibelenggu oleh doktrin, pemahaman, pandangan yang diproduksi oleh
gereja. Demikian juga Francesco Petrarca (1304-1374) dan Giovcanni Boccaccio (1313-
1375) dengan karyanya Decameron.
Meskipun menekankan pada dimensi human dengan esensi (misalnya, akal, intelek,
pikiran, dll) dan segala atributnya (beragama, bermoral, sadar, dll), mereka masih melihat
manusia memiliki spirit. Istilah spirit berasal dari Spiritus dalam bahasa Latin, yang berarti
”menyala” (menerangi pikiran, menyadarkan, mencerdaskan akal budi) dan ”bernafas”
(hidup, memicu daya-daya jiwa).
Kosmologi yang dibangun diarahkan kepada kehidupan harmonis dua arah atau
diadik, antara dirinya dengan Tuhan. Namun pada perkembanganya mengembangkan arah
kehidupan yang triadik: Tuhan, dirinya sendiri sebagai manusia dan dunia yang diciptakan
oleh diri manusia melalui karya-karyanya di dalam filsafat, seni lukis, patung, panggung,
puisi, dan karya sastra lain.
Jika dipadangkan dengan Islam, relasi diadik plus itu tercermin di dalam hubungan
antara manusia dengan Tuhan (hablun min Allah) dan antara manusia dengan sesamanya
(hablun min al-nas) agar agama menjamin rahmat bagi seluruh alam (rahmatan li
al-‘alamin).
Humanisme yang melejit terlecut oleh karya seni (lukis, patung, panggung, fashion),
kesusasteraaan (puisi, sajak, novel, roman, sejarah), arsitektur dan restorasi agama26 tersebut
kemudian ditransformasikan pada renaissance of art and letters ke Renaissance atau yang
dalam bahasa Jerman disebut aufklärung yang sebenarnya. Yakni kebangkitan seni dan
kesastraan ~ antara abad ke-14 sampai abad ke-16 ingin mengembalikan filsafat dan
penyelidikan kebudayaan dari pengaruh agama di bawah pengaruh model-model pemikiran
filsafat klasik.

Humanisme dan Turunan Faham Filsafat Lain


 Marxisme – Marx – Das Capital
 Marxisme - Komunisme
 Marxisme – Leninisme – ‘’Revolusi’’ – Tsar Rusia
 Marxisme – Stalinisme
 Pragmatisme – manusia berjalan ke depan dengan lengah, namun ia khawatir, karena itu
manusia melihat terlalu fokus kepada kepentingan jangka pendek dan keselamatan dirinya
sendiri. Lupa masa lalunya dan tujuan hidup (sangkan paraning dumadi), lupa Dia yang di
atas (Tuhan), lupa akan sesamanya (hablun min al-nas) dan lupa di mana tempat ia
berpijak (rahmatan li al-‘alamin). Perilakunya kapitalis, mengumpulkan dan meraup

25
Bernadine Barnes, “Metaphorical Painting: Michelangelo, Dante, and the Last Judgment”, The Art Bulletin, Vol.
77, No. 1 (Mar., 1995), h. 64-81
26
Philip M. Soergel, Arts & Humanities - Through the Eras: Renaissance Europe 1300–1600 (Detroit: Thomson
& Gale, 2005
sumber-sumber kapital di mana saja, gampang berang, over-protective, sangat sensitif
terhadap barang milik dan kepentingannya.
 Eksistensialisme – konsisten berdiri pada ranah filsafat yang menekankan pada sisi
keberadaan manusia, kemudian mempengaruhi cara pandang dan perilaku negara
terhadap manusia. Dalam kesehatan, keselamatan, keamanan, kesejahteraan, dan ilmu
pengetahuan

Humanisme, Humaniora dan Psikologi


 Dilthey membagi :
o Geisteswissenschaften - proses mental > verstehen (pemahaman)
o Naturwissenschaften – penjelasan kausal > erklaren tanpa melibatkan
subyektivitasnya
 Einstein – Spinoza
Pada saat diinterview oleh William Hermanns, Einstein meyakini pandangan
dengan mengucap kalimat: „science without religion is lame, religion without
science is blind“.
 Maslow
 Erich From
 Carl Rogers

Para ilmuwan seperti Albert Einstein, Isaac Asimov, E.M. Forster, Bertrand Russell, and
Gloria Steinem kesemuanya menyatakan bahwa diri mereka humanis 27.

27
Richard Norman, On Humanism (London: Routledge, 2004)

Anda mungkin juga menyukai