Disusun Oleh:
RIFKAH SYAFIQAH
NIS 17986
2022
KATA PENGANTAR
ﺒﺳﻡﺍﷲﺍﺮﺤﻣﻥﺍﺮﺣﻳﻡ
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat sebagai pemenuhan atas tanggungjawab saya dalam mata pelajaran
“Sejarah Indonesia. Makalah ini juga disusun untuk membantu masyarakat agar dapat menambah
referensi tentang bagaimana pengembangan sutera yang ada pada daerah Soppeng saat ini.
Penulis sangatlah menyadari bahwa di dalam penyusunan Makalah ini, masih banyak
terdapat kekurangan, baik dari segi isi maupun teknik penulisan. Untuk itu, saya tetap menerima
saran ataupun kritikan yang membangun demi penyempurnaan pada pembuatan Makalah
berikutnya.
Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin!
Penulis,
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Kesimpulan .............................................................................................9
B. Saran .......................................................................................................9
C. Lampiran gambar.....................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah Kabupaten Soppeng dibagi menjadi delapan kecamatan (BPS, 2010), yaitu:
Citta, Donri-Donri, Ganra, Lalabata, LiliRiaja, Lili Rilau, Mario Riawa dan MarioRiwawo.
Salah satu kecamatan yaitu Kecamatan Donri-donri yang memiliki ocusan desa, salah
satunya adalah Desa Pising. Pising memiliki arti atau bermakna enak, Bahasa bugisnya
Malunra. Pada tahun 1989, Desa Pising dimekarkan menjadi dua desa yaitu Desa Solie dan
Desa Pesse (RPJM Des,2014). Desa Pising merupakan sentra pengembangan sutera yang
memiliki beberapa kelompok masyarakat yang aktif memelihara ulat sutera hingga menjadi
benang.Ciri khas Kabupaten Soppeng yang sangat terkenal selain binatang kelelawar dan
buah pangi nya, adalah benang sutera, yang merupakan bahan dasar untuk pembuatan kain
sutera.
Kain sutera atau lipa’sabbe ini merupakan ciri khas dari suku bugis, yang digunakan
bila ada hajatan resmi seperti pernikahan, pada umumnya masyarakat memakai kain sutera.
Kain sutera memiliki kualitas yang beragam, mulai dari yang ditenun dengan cara
konvensional hingga yang diproduksi dengan mesin tenunan modern. Saat ini, penjualan
kain sutera hanya dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu dengan wilayah pasar
tertentu pula. Selain harganya yang sangat mahal, kain sutera juga kurang diproduksi dalam
jumlah yang banyak, karena alat yang dipakai masih sangat konvensional untuk
menghasilkan kain tenunan kualitas yang tinggi. Selain itu,sekarang ini banyak kain sutera
tiruan yang memiliki mutu yang sangat rendah, tetapi banyak laku dipasaran, hal ini yang
menyebabkan kurang sehatnya alur pemasaran kain sutera ocus/konvensional. Kabupaten
Soppeng hanya penghasil benang sutera, sementara pembuatan kain sutera ada di Kabupaten
Wajo. Permasalahan saat ini yang dihadapi oleh para anggota kelompok masyarakat
pengrajin sutera di Desa Pising adalah rendahnya produktifitas serta harga benang yang
dihasilkan dihargai sangat murah.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas,ocus permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan
ilmiah ini adalah :
1. Bagaimana sejarah pengembangan Sutera pada daerah Soppeng?
2. Bagaimana cara mengoptimalkan pemasaran Sutera saat ini?
3. Bagaimana cara agar kearifan sutera sebagai icon Soppeng tetap terjaga di lingkungan
masyarakat?
1
C. Tujuan Penelitian :
2
BAB II
METODOLOGI
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Pada jenis penelitian ini, prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari salah
satu warga Desa Pising yang juga berprofesi sebagai pembuat sutera. Penelitian kualitatif ini
dilakukan berdasarkan fakta di lapangan.
3
BAB III
PEMBAHASAN
Masalah yang ada pada umumnya terkait pemasaran, produktifitas yang rendah dan
pemanfaatan limbah, baik kokon maupun tanaman murbei (Tabel 1). Pemasaran yang bersifat
monopoli membuat harga benang yang dihasilkan sangat rendah. Kabupaten Soppeng hanya
memproduksi benang sutera sehingga harga jual tidak dapat meningkat karena keterbatasan daya
jual. Produktifitas yang rendah disebabkan oleh adanya ketergantungan akan bibit impor dan
produk yang dihasilkan tidak standar. Proses produksi yang dilakukan masyarakat masih jauh
dari standar yang seharusnya. Dari beberapa permasalahan yang diidentifikasi pada Tabel 1,
terdapat beberapa poin yang diberikan solusinya melalui kegiatan pengabdian yang
dilaksanakan.
Kegiatan pengabdian yang dilaksanakan antara lain adalah transfer ilmu pengetahuan terkait
kewirausahaan, pelatihan dan demo pemeliharaan ulat sutra dan pengembangan teknik eco print.
Materi kewirausahaan yaitu peningkatan pengetahuan terkait alur pemasaran sehingga nilai daya
jual benang yang dimiliki oleh petani saat ini dapat meningkat. Kualitas dari benang yang akan
dihasilkan sangat menentukan keberhasilan dalam peningkatan daya jual. Oleh karena itu, para
petani diajak untuk selalu memperhatikan dan melaksanakan prosedur mulai dari pemilihan
tanaman murbei, bibit ulat sutera, pemeliharaan ulat, pemintalan benang hingga tenunan kain
6
Kegiatan pengabdian lainnya yaitu pelatihan kepada kedua kelompok tani mitra terkait
pemeliharaan ulat sutera. Dari hasil pengamatan pada saat tahap kedua, pemeliharaan ulat sutera
yang dilakukan oleh petani tidak sesuai standar khususnya dari segi kebersihan tempat
pemeliharaan.
8
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil data dan pembahasan hasil penelitian tentang pesuteraan alam di
Kabupaten Soppeng, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sejarah Perkembangan Persuteraan Alam oleh Perum Perhutani dalam hal ini
Pegusahaan Sutera Alam (PSA) berawal pada tahun 1986 dan pada tahun 1990
membuat sejarah yang pantastik dimana Persuteraan Alam Kabupaten Soppeng
pengadaan kokon mencapai 89.548 kg, dengan hasil benang Sutera 11.450 kg/tahun
dan penjualan telur Ualat Sutera mencapai 35.633 box/tahun, dan tahun 1991 produksi
Telur Ulat Sutera mencapai 54.374 box. Walaupun sejak tahun 1999-2013 mati suri
namun tahun 2015-2017 bangkit kembali dimana harga kokon Rp.60.000/kg dengan
harga Benang Sutera Rp. 650.000/kg.
2. Pengembangan sutera di Desa Pising, Kabupaten Soppeng perlu sinergitas antara
berbagai pihak agar petani dapat menghasilkan benang yang berkualitas tinggi
sehingga dapat meningkatkan nilai jual dan pengembangan produk lainnya seperti eco
print perlu terus dilakukan.
3. Sutera merupakan warisan budaya yang harus dijaga kelestariannya.Meskipun
keberadaan sutera tersebut hasil kreatifitas budaya sebagai hasil difusi kebudayaan,
namun kain sutera adalah identitas serta icon budaya bagi Kota Soppeng. Identitas ini
sudah membentuk struktur masyarakatsejak ratusan tahun sebagai etnik yang memiliki
peradaban budaya. Keberadaan Sutera secara holistik selain sebagai identitas, juga
menopang perekonomian sejak proses pembuatan hingga pada
pemasaran hasil produksi sehingga perlunya kesadaran bagi seluruh masyarakat sekitar
untuk terus menjaga kearifan local sutera yang dimiliki.
B. Saran
1. Karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, segala usul, saran dan
kritik yang sifatnya membangun, akan saya tampung demi penyempurnaan pada
pembuatan Makalah berikutnya.
2. Semoga Makalah ini dapat membantu masyarakat dalam rangka menambah wawasan
dan referensi tentang “Sentra Pengembangan Sutera”
9
C. Lampiran gambar
10
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/ohamge319
https://kanaldesa.com/artikel/ulat-sutra-di-kolong-rumah-orang-pising
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kimap/article/download/
4583/4014
https://journal.unhas.ac.id/index.php/jdp/article/download/
10238/5327/30572
HALAMAN PENGESAHAN
Bismillahirrahmanirrahim...
Normawati, S.Pd,M.Si
Nip.19740508 199903 2 008
ii