Modern-Kontemporer
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Metodologi Tafsir Modern dan Kontemporer
Dosen Pengampu:
Dr. Solehudin, MA
Disusun oleh:
DAFTAR ISI................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................3
PENDAHULUAN........................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................5
PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.1 Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan utama, juga sumber segala sumber syari’at
islam yang mengatur segala aspek hidup dan kehidupan semua bangsa dan seluruh ummat
manusia di dalam semesta ini kapanpun dan dimanapun juga. Mengingat demikian
urgensinya kedudukan AlQur’an bagi manusia maka mengerti dan memahami Al-Qur’an
itu merupakan suatu hal yang tidak bias dielakkan dan bahkan merupakan suatu
keniscayaan, karena tanpa mengerti dan memahami Al-Qur’an tiada mungkin seseorang
akan mampu membumikan dan mengamalkan tuntutan Al-Qur’an dimaksud.
Untuk menggali dan mengungkap isi kandungan Al-Qur’an tersebut, diperlukan
kemampuan memahami dan mengungkap isi serta prinsip-prinsip yang dikandungnya.
Kemampuan dan pemahaman itulah yang diperlukan dalam penafsiran ayat-ayat Al-
Qur’an. Oleh karena itu dikatakan bahwa : tafsir adalah kunci untuk membuka gudang
simpanan yang tertimbun di dalam Al-Qur’an, tanpa tafsir orang tidak akan membuka
gudang simpanan tersebut untuk mendapatkan mutiara dan permata yang ada di
dalamnya.
Metode tafsir adalah kerangka atau kaidah yang digunakan dalam menafsirkan ayat-
ayat al-Qur'an dan seni atau teknik ialah cara yang dipakai ketika menerapkan kaidah
yang telah tertuang di dalam metode, sedangkan metodologi tafsir adalah pembahasan
ilmiah tentang metode-metode penafsiran al-Qur'an. Jika ditelusuri perkembangan tafsir
al-Qur'an sejak dulu sampai sekarang, akan ditemukan bahwa dalam garis besarnya
penafsiran al-Qur'an dibagi empat cara / metode yaitu ijmali (global), tahlili (analitis),
muqarin (perbandingan) dan maudhu'i (tematik). Lahirnya metode-metode tafsir
sebagaimana digambarkan di atas tampak kepada kita lebih banyak disebabkan oleh
tuntutan perkembangan masyakarat yang selalu dinamis.
3
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
apa yang dapat diistimbatkan ayat serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan
relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya.
6
275. Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri,
kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu
terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya
peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah
diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang
mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.
Ayat ini menjelaskan tentang ancaman yang menakutkan dan ilustrasi yang
mengerikan. Tidak ada ancaman yang lebih mengintimidasi dibandingkan ancaman
dengan gambaran tersebut, yaitu gambaran tentang orang-orang yang kerasukan dan
kejang. Sehingga para pelaku riba takut dan terguncang perasaaanya. Guncangan terhadap
perasaan itu dilakukan agara mereka keluar dari kebiasaan yang mereka lakukan di dalam
riba tersebut. Metode ilustrasi sseperti ini merupakan salah satu cara dalam menciptakan
dampak yang efektif dalam konteksnya.
Sebagian kitab-kitab tafsir terdahulu menyebutkan yang dimaksud qiyam (berdiri) di
dalam ilustrasi yang menakutkan ini adalah bangkit dan berdiri pada Hari Kebangkitan
nanti. Akan tetapi menurut Sayyid Qutb, ilustrasi ini sesuai dengan realitas yang terjadi
dalam kehidupan manusia di bumi. Pada masa sekarang, kita dapat mengetahui bahwa
ayat tersebut telah terbukti dalam realitas kehidupan. Orang-orang yang melakukan
praktik riba pada masa Rasulullah saw sangat menolak karena menurut mereka tidak ada
alasan bagi pengharaman praktik riba dan penghalalan aktivitas perdagangan. Karena
mereka menyamakan jual beli dan riba berdasarkan pada asumsi bahwa jual beli itu untuk
mencapai manfaat dan keuntungan, sama halnya dengan riba.
Menurut Sayyid Qutb semua aktivitas perdangangan mempunyai potensi untuk
untung dan rugi, hal itu sesuai dengan keterampilan juga kesungguhan sang pedagang,
berbeda halnya dengan riba, orientasinya hanya terbatas pada untung dalam kondisi apa
pun. Dari jual beli banyak faktor lain yang menjadikannya bermanfaat bagi kehidupan
manusia, sedangkan unsur riba pada dasarnya merusak kehidupan manusia.
ِاَّن اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َو َع ِم ُلوا الّٰص ِلٰح ِت َو َاَقاُم وا الَّص ٰل وَة َو ٰا َتُو ا الَّز ٰك وَة َلُهْم َاْج ُر ُهْم ِع ْنَد َر ِّبِه ْۚم َو اَل َخ ْو ٌف َع َلْيِهْم َو اَل ُهْم
َيْح َز ُنْو َن
277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, beramal saleh, menegakkan salat, dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih.
Sayyid Qutb menjelaskan bahwa secara kontekstual, ayat ini ingin memaparkan sifat-
sifat orang mukmin dan pola hidup masyarakat beriman. Kemudian memaparkan bentuk
kemanan, ketenangan hidup, dan ridha terhadap Tuhan yang memberikan kemakmuran.
Sesungguhnya zakat merupakan kaidah hidup masyarakat yang saling membantu dan
solider. Yaitu, sebuah kaidah yang tidak lagi membutuhkan penjaminan dari sistem riba
di berbagai aspek kehidupannya.
Surah Ali-Imran
ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْأُك ُلوا الِّر ٰب ٓو ا َاْض َعاًفا ُّم ٰض َعَفًةۖ َّو اَّتُقوا َهّٰللا َلَعَّلُك ْم ُتْفِلُح ْو َۚن
7
130. Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda118) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
118) Riba dalam ayat ini dimaksudkan sebagai utang-piutang yang ketika tidak bisa
dibayar pada waktu jatuh tempo, pengutang diberi tambahan waktu, tetapi dengan ganti
berupa penambahan jumlah yang harus dilunasinya. Menurut para ulama, riba nasiah ini
haram, walaupun jumlah penambahannya tidak berlipat ganda.
Sayyid Qutb menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kata berlipat ganda disini
adalah deskripsi bagi fakta, bukan sebagai syarat yang berhubungan dengan hukum. Teks
yang terdapat pada surat Al-baqarah dibawah ini mengandung kepastian pengharaman
sumber riba, apapun itu, tanpa batas dan tanpa ikatan. Allah SWT berfirman:
ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنوا اَّتُقوا َهّٰللا َو َذ ُرْو ا َم ا َبِقَي ِم َن الِّر ٰب ٓو ا ِاْن ُكْنُتْم ُّم ْؤ ِمِنْيَن
278. Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin.
Menurut Sayyid Qutb pada hakikatnya riba tidak hanya atribut sejarah bagi praktik-
praktik riba yang terjadi di jazirah Arab. Lebih dari itu, yang dimamksud dengan hakikat
pelanggaran di sini adalah esensi riba itu sendiri. Yaitu karakteristik yang melekat pada
sistem riba, berapapun nilai bunganya.
Sistem riba mempunyai pengertian pengaturan sirkulasi perputasran uang. Yang
berarti bahwa praktik-praktik riba tidak hanya praktik personal saja dan bukan pula
praktik yang sederhana. Lebih dari itu, di satu sisi riba adalah praktik yang berulang-
ulang, dan di sisi yang lain riba adalah praktik yang kompleks. Praktik tersebut muncul
dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman, selalu berulang, dan sangat
kompleks. Tujuan utama sistem ini adalah untuk merusak kehidupan moral, selain itu hal
ini juga dapat merusak kehidupan ekonomi dan plitik. Dari itu semua menjadi jelas
keterkaitan sistem riba dengan kehidupan umat manusia dan dampaknya, yaitu membuat
sengsara mereka semua (Qutb, 1995).
Surah An-Nisa
َفِبُظْلٍم ِّم َن اَّلِذ ْيَن َهاُد ْو ا َح َّر ْم َنا َع َلْيِهْم َطِّيٰب ٍت ُاِح َّلْت َلُهْم َو ِبَص ِّد ِهْم َعْن َس ِبْيِل ِهّٰللا َك ِثْي ًر ۙا َّو َاْخ ِذِهُم الِّر ٰب وا َو َق ْد ُنُه ْو ا َع ْن ُه
َو َاْك ِلِهْم َاْمَو اَل الَّناِس ِباْلَباِط ِل ۗ َو َاْعَتْد َنا ِلْلٰك ِفِر ْيَن ِم ْنُهْم َع َذ اًبا َاِلْيًم ا
160. Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami mengharamkan atas mereka
(makanan-makanan) yang baik yang (dahulu) pernah dihalalkan bagi mereka; juga karena
mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah,
161. melakukan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya; dan memakan
harta orang dengan cara tidak sah (batil). Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara
mereka azab yang sangat pedih.
Melalui ayat ini seolah Allah SWT berkata kepada kita, “Maka karena kezaliman
orang-orang Yahudi, kami halangi mereka dari makan-makanan yang baik yang
sebenarnya dihalalkan bagi mereka. Hal itu juga karena kebanyakan mereka berpaling
dari jalan Allah SWT. Dan memakan harta riba yang sungguh telah dilarang bagi mereka.
Mereka juga memakan harta manusia dengan cara yang batil. Maka karena itu semua,
kami persiapkan siksa yang menyakitkan bagi orang-orang yang ingkar di anatara
mereka”.
8
Dalam ayat ini Sayyid Qutb memaparkan tentang kemungkaran-kemungkaran orang
Yahudi. Selain itu dalam ayat ini juga dijelaskan bagaimana karakter asli orang-orang
Yahudi yaitu seperti kesombongan mereka, penolakan mereka terhadap ajakan para
Rasul, serta kebengisan mereka.
Diantara kemungkaran mereka adalah mereka tetap mengambil bagian dari harta riba,
yang mana hal itu sudah dilarang oleh Allah SWT. Mereka memakan banyak harta orang
lain dengan batil, yaitu dengan menggunakan praktik riba yang penuh dengan
kecurangan. Kemungkarang yang mereka lakukan ini menyebabkan pengharaman
makanan yang dahulunya dihalalkan. Dan Allah telah menyiapkan siksa yang pedih untuk
orang-orang kafir dari golongan mereka.
Surah Ar-Rum
ٰۤل
َفٰا ِت َذ ا اْلُقْر ٰب ى َح َّقٗه َو اْلِمْسِك ْيَن َو اْبَن الَّس ِبْيِۗل ٰذ ِلَك َخ ْيٌر ِّلَّلِذ ْيَن ُيِر ْيُد ْو َن َو ْج َه ِهّٰللاۖ َو ُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْفِلُح ْو َن َو َم ٓا
ٰۤل
ٰا َتْيُتْم ِّم ْن ِّر ًبا ِّلَيْر ُبَو ۟ا ِفْٓي َاْمَو اِل الَّناِس َفاَل َيْر ُبْو ا ِع ْنَد ِهّٰللاۚ َو َم ٓا ٰا َتْيُتْم ِّم ْن َز ٰك وٍة ُتِر ْيُد ْو َن َو ْج َه ِهّٰللا َفُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْض ِع ُفْو َن
38. Oleh karena itu, beri kerabat dekat haknya, juga orang miskin, dan orang yang dalam
perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. Mereka
itulah orang-orang yang beruntung.
39. Riba yang kamu berikan agar berkembang pada harta orang lain, tidaklah
berkembang dalam pandangan Allah. Adapun zakat yang kamu berikan dengan maksud
memperoleh keridaan Allah, (berarti) merekalah orang-orang yang melipatgandakan
(pahalanya).
Dalam penafsirannya mengenai ayat ini , Sayyid Qutb menjelaskan bahwasanya Allah
memberikan arahan kepada para pemilik harta yang telah dipilih-Nya, agar mereka
amanah dalam menggunakan harta yang dimilikinya sehingga harta tersebut dapat
berkembang dan bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Cara untuk mengembangkan
harta tersebut adalah dengan memberikan atau menginfakkannya nkepada kerabat dekat,
orang-orang miskin, dan orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan.
َو َم ٓا ٰا َتْيُتْم ِّم ْن ِّرًبا ِّلَيْر ُبَو ۟ا ِفْٓي َاْم َو اِل الَّناِس َفاَل َيْر ُبْو ا ِع ْنَد ِهّٰللا
39. Riba yang kamu berikan agar berkembang pada harta orang lain, tidaklah
berkembang dalam pandangan Allah.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa cara ini (memberi dan mengharap balasan) sama
sekali tidak baik. Allah SWT menjelaskan pada waktu yang sama tentang cara
mengembangkan harta yang baik dan benar. Allah SWT berfirman:
9
ٰۤل
َو َم ٓا ٰا َتْيُتْم ِّم ْن ِّرًبا ِّلَيْر ُبَو ۟ا ِفْٓي َاْم َو اِل الَّناِس َفاَل َيْر ُبْو ا ِع ْنَد ِهّٰللاۚ َو َم ٓا ٰا َتْيُتْم ِّم ْن َز ٰك وٍة ُتِرْيُد ْو َن َو ْج َه ِهّٰللا َفُاو ِٕىَك ُهُم
اْلُم ْض ِع ُفْو َن
39. Riba yang kamu berikan agar berkembang pada harta orang lain, tidaklah
berkembang dalam pandangan Allah. Adapun zakat yang kamu berikan dengan maksud
memperoleh keridaan Allah, (berarti) merekalah orang-orang yang melipatgandakan
(pahalanya).
Sayyid Qutb menjelaskan mengenai hal ini bahwa cara untuk melipatgandakan harta
adalah meberikan harta tanpa mengaharap ganti juga tanpa menunggu pengembalian dan
balasan dari manusia. Namun yang harus dilakukan adalah adalah semata-mata hanya
karena Allah SWT. Allah akan melipatgandakan rezeki bagi orang-orang yang
menginfakkan harta mereka semata-mata karena Allah SWT, dan Allah akan mengurangi
harta orang-orang yang melakukan prak tik riba yang tujuannya hanya mencari perhatian
dihadapan manusia (Lestari & Vera, 2021).
10
g) Al-Tafsir al-Mukhtashar, produk Majelis Tinggi Urusan Umat Islam, karya suatu
komite ulama.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Metode tafsir Ijmali adalah metode tafsir yang telah digunakan oleh Nabi Muhammad
sebagai al-Mufassir al-Awwal untuk menafsirkan al-Qur`an dengan cara singkat dan global,
metode ini digunakan agar pesan yang tersirat dalam ayat-ayat al-Qur`an dapat dipahami
dengan mudah dan gampang oleh umat Islam.
Dengan demikian tafsir ijmaliy adalah penafsiran Al-Quran yang dilakukan dengan
cara mengemukakan isi kandungan Al-Quran melalui pembahasan yang bersifat umum
(global) tanpa uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak dilakukan secara
rinci.
Metode tafsir tahlili cara pendekatan dan tafsirnya mengandalkan nalar, sehingga
akan sangat luas pembahasan apabila kita bermaksud menelusuri satu demi satu segala segi
yang dianggap perlu oleh seorang mufasir akan menguraikan bermula kosa kata, asbab al-
nuzul, munasabah, dan lain-lain yang berkenaan dengan teks atau kandungan ayat.
Dan sebagaimana yang telah dipaparkan pada materi diatas, bahwa kedua metode ini
memiliki kitab nya masing-masing.
12
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Mutawali. (2021). Tafsir Ijmali Sebagai Metode Tafsir Rasulullah. Jurnal
Pemikiran Dan Hukum Islam, 07, 5–7.
Elhany, H. (2018). Metode Tafsir Tahlili dan Maudhu’i. Jurnal Institut Agama Islam Negeri Metro
Lampung.
Abdullah, M. Amin (2015). Tafsir Al-Quran Al-Karim: Terjemahan dan Tafsir Lengkap 30 Juz.
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafii.
Al-Qurtubi, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad (2012). Tafsir Al-Qurtubi: Jilid 1. Jakarta:
Pustaka Azzam.
Al-Wahidi, Abu Bakr Muhammad bin ‘Ali (2017). Asbabun Nuzul: Sebab-sebab Turunnya Ayat-Ayat
Al-Quran. Jakarta: Pustaka Azzam.
Saleh, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman,
(Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007).
Lestari, M., & Vera, S. (2021). Metodologi Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an Sayyid Qutb.
Jurnal Iman Dan Spiritualitas, 1(1), 47–54.
13