Anda di halaman 1dari 13

Metode Tafsir Ijmali dan Tahlili Pada Produk Tafsir

Modern-Kontemporer
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Metodologi Tafsir Modern dan Kontemporer

Dosen Pengampu:
Dr. Solehudin, MA

Disusun oleh:

Dzul Adli Muzhoffar Alarifi 1211030049


Fahad Fauzi 1211030056
Gery Hummamul Hafid 1211030064
Imam Musyaffa Mujahadah 1211030079
Khalishah Sajidah 1211030087
Luthfatul Millah 1211030093

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................2

BAB I............................................................................................................................3

PENDAHULUAN........................................................................................................3

1.1. Latar Belakang Masalah.........................................................................................3

1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................3

1.3. Tujuan Penulisan....................................................................................................3

BAB II...........................................................................................................................5

PEMBAHASAN..............................................................52.1. Pengertian Tafsir Ijmali 5

2.2. Pengertian Tafsir Tahlili..........................................52.3. Contoh Penafsiran Ijmali 6

2.4. Contoh Penafsiran Tahlili.......................................................................................6

2.5. Contoh Kitab Tafsir Ijmali dan Tahlili ................................................................10

BAB III ......................................................................................................................12

PENUTUP

3.1. KesimpulanDAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

2
1.1 Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan utama, juga sumber segala sumber syari’at
islam yang mengatur segala aspek hidup dan kehidupan semua bangsa dan seluruh ummat
manusia di dalam semesta ini kapanpun dan dimanapun juga. Mengingat demikian
urgensinya kedudukan AlQur’an bagi manusia maka mengerti dan memahami Al-Qur’an
itu merupakan suatu hal yang tidak bias dielakkan dan bahkan merupakan suatu
keniscayaan, karena tanpa mengerti dan memahami Al-Qur’an tiada mungkin seseorang
akan mampu membumikan dan mengamalkan tuntutan Al-Qur’an dimaksud.
Untuk menggali dan mengungkap isi kandungan Al-Qur’an tersebut, diperlukan
kemampuan memahami dan mengungkap isi serta prinsip-prinsip yang dikandungnya.
Kemampuan dan pemahaman itulah yang diperlukan dalam penafsiran ayat-ayat Al-
Qur’an. Oleh karena itu dikatakan bahwa : tafsir adalah kunci untuk membuka gudang
simpanan yang tertimbun di dalam Al-Qur’an, tanpa tafsir orang tidak akan membuka
gudang simpanan tersebut untuk mendapatkan mutiara dan permata yang ada di
dalamnya.
Metode tafsir adalah kerangka atau kaidah yang digunakan dalam menafsirkan ayat-
ayat al-Qur'an dan seni atau teknik ialah cara yang dipakai ketika menerapkan kaidah
yang telah tertuang di dalam metode, sedangkan metodologi tafsir adalah pembahasan
ilmiah tentang metode-metode penafsiran al-Qur'an. Jika ditelusuri perkembangan tafsir
al-Qur'an sejak dulu sampai sekarang, akan ditemukan bahwa dalam garis besarnya
penafsiran al-Qur'an dibagi empat cara / metode yaitu ijmali (global), tahlili (analitis),
muqarin (perbandingan) dan maudhu'i (tematik). Lahirnya metode-metode tafsir
sebagaimana digambarkan di atas tampak kepada kita lebih banyak disebabkan oleh
tuntutan perkembangan masyakarat yang selalu dinamis.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian Tafsir Ijmali?
2. Apa pengertian Tafsir Tahlili?
3. Bagaimana contoh penafsiran yang menggunakan metode ijmali?
4. Bagaimana contoh penafsiran yang menggunakan metode tahlili?
5. Apa saja kitab-kitab yang menggunakan metode ijmali dan tahlili?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui pengertian Tafsir Ijmali
2. Mengetahui pengertian Tafsir Tahlili
3. Mengetahui contoh penafsiran yang menggunakan metode ijmali
4. Mengetahui contoh penafsiran yang menggunakan metode tahlili
5. Mengetahui kitab-kitab yang menggunakan metode ijmali dan tahlili

3
4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tafsir Ijmali


Para pakar menganggap bahwa metode ijmali merupakan metode yang pertama kali
lahir dalam sejarah perkembangan metodologi tafsir. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa pada era Nabi Muhammad SAW.dan para sahabat, persoalan Bahasa, terutama
Bahasa Arab bukanlah menjadi penghambat dalam memahami al-Qur`an. Tidak saja
karena mayoritas sahabat adalah orang Arab dan ahli Bahasa Arab, tetapi juga mereka
mengetahui secara baik latar belakang turunnya (asbab al-Nuzul) ayat dan bahkan
menyaksikan serta terlibat langsung dalam situasi dan kondisi umat islam ketika ayat Al-
Qur`an turun. Metode tafsir Ijmali adalah metode tafsir yang telah digunakan oleh Nabi
Muhammad sebagai al-Mufassir al-Awwal untuk menafsirkan al-Qur`an dengan cara
singkat dan global, metode ini digunakan agar pesan yang tersirat dalam ayat-ayat al-
Qur`an dapat dipahami dengan mudah dan gampang oleh umat Islam.
Kata Ijmali secara bahasa artinya ringkasan, ikhtisar, global dan penjumlahan.
Dengan demikian tafsir ijmaliy adalah penafsiran Al-Quran yang dilakukan dengan cara
mengemukakan isi kandungan Al-Quran melalui pembahasan yang bersifat umum
(global) tanpa uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak dilakukan
secara rinci. Tafsir ijmali adalah tafsir yang bersifat ringkas dan tidak terlalu mendalam
dalam menjelaskan makna ayat-ayat Al-Quran. Tafsir ijmali biasanya memberikan
penjelasan umum mengenai tema atau maksud dari ayat-ayat tersebut. Contoh kitab tafsir
yang menerapkan metode ini antara lain: Tafsir Jalalain, Shofwah al-Bayan li Ma’ani al-
Quran, dan lain.

2.2 Pengertian Tafsir Tahlili


Secara Harfiah (‫ )التحللي‬berarti menjadi lepas atau terurai. Yang dimaksud dengan Al-
Qur’an yang dilakukan dengan cara mendiskripsikan uraian makna yang terkandung
didalam ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengikuti tertib susunan atau urutan-urutan surat-
surat dan ayat-ayat AlQur’an itu sendiri dengan sedikit banyak melakukan analisis
didalamnya. Metode tafsis tahlili yang juga disebut dengan metode tajzi’I merupakan
metode tafsir yang paling tua usianya. Adalah suatu metode tafsir yang mufasirnya
berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat AlQur’an dari berbagai seginya dengan
memperhatikan urutan ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana yang tercantum didalam
mushaf. Metode tafsir tahlili cara pendekatan dan tafsirnya mengandalkan nalar, sehingga
akan sangat luas pembahasan apabila kita bermaksud menelusuri satu demi satu segala
segi yang dianggap perlu oleh seorang mufasir akan menguraikan bermula kosa kata,
asbab al-nuzul, munasabah, dan lain-lain yang berkenaan dengan teks atau kandungan
ayat.
Dari berbagai pengertian diatas maka metode tafsir tahlili adalah merupakan mengkaji
ayat-ayat Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat dan surat demi surat
sesuai dengan urutan dalam AlQur’an. Untuk dituju dan kandungan ayat, menjelaskan

5
apa yang dapat diistimbatkan ayat serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan
relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya.

2.3 Contoh Penafsiran Menggunakan Metode Ijmali


Contoh dalam penafsiran Ijmali ini dapat kita lihat pada tafsir al Jalalain, yang hanya
membutuhkan beberapa baris saja saat menafsirkan lima ayat pertama di dalam surat al
Baqarah. Al Jalalain saat menafsirkan Firman Allah QS al-Baqarah 1 memaparkan “‫”الم‬
misalnya dia berkata Allah Yang Maha Tahu maksudnya.
Demikian pula halnya saat menafsirkan Firman Allah “‫ ”الكتاب‬hanya menyatakan yang
dibaca oleh Muhammad SAW. “‫ه‬SS‫ ”ال ريب في‬berfungsi sebagai predikat dan subjeknya
adalah “‫ “هدى‬.”‫ ”ذالك‬berfurngsi sebagai predikat kedua bagi “‫ ”ذالك‬yang mengandung arti
memberi petunjuk bagi orang yang bertaqwa.
Kemudian imam membahas kata dzalika dan kata kitab. Dalam masalah ini imam
memaparkan penafsirkan dzalika dengaan isyarat kepada Alquran, yang dilakukan oleh
Abu Ubaidah dan Akramah. Megenai kata Kitab, terdapat beberapa pendapat dalam
penafsirannya, diantaranya Dzalika kitab yakni kitab yang telah Aku tulis atas makhluk-
makhluk, dengan berbagai bentuk kesedihan, kegembiraan, ajal rezeki yang tidak ada
keraguan di dalamnya. Ada juga yang berpendapat dzalikal kitabu adalah suatu isyarat
kepada Lauhul Mahfuz. Yang lainnya berpendapat dzalikal kitabu adalah Kitab yang
dijanjikan Allah kepada Nabi-Nya yang tidak akan terhapus oleh air. Juga ada yang
berpendapat maksudnya adalah isyarat kepada apa yang termaktub di dalam Taurat dan
Injil, serta juga ada yang berpendapat kata tersebut maksudnya adalah suatu isyarat akan
apa yang telah diturunkan Allah di Makkah atau yang lazim disebut surat-surat Makkiy.
Serta beragam pendapat lainnya yang tidak dapat ditulis penulis kesemuanya. Dalam
penafsirkan “‫ ”فيه هدي للمتقين‬juga terdapat beberapa permasalahan, dan pada makalah ini
penulis akan memaparkan sebagian dari kesemuanya. Pertama, hudaa adalah petunjuk
yang didapat oleh para Rasul beserta para pengikut mereka. Kedua, ada yang menafsirkan
hudaa disini adalah salah satu nama sungai, karena sungai merupakan suatu tempat yang
sangat dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-harinya, sebagaimana juga
hidayah/petunjuk sangat dibutuhkan manusia untuk menemukan kebahagian hidup.
2.4 Contoh Penafsiran Menggunakan Metode Tahlili
Contoh Penafsiran Sayyid Qutb
Seperti yang telah kita ketahui bahwasanya praktik riba sudah ada sejak sebelum
kemunculan Islam di Arab pada awal abad ke-7 Masehi. Namun, meskipun riba telah
dilarang sejak lama, hingga saat ini praktik riba belum dapat dihilangkan. Dalam
melarang praktik riba, agama Islam melakukannya secara bertahap, hal ini sebagaimana
pengharaman minum khamar. Pelarangan tersebut terdapat dalam ayat al-Qur’an dan
hadis-hadis Nabi. Secara keseluruhan, ayat mengenai praktik dan pelarangan riba
berjumlah 18 ayat: yaitu terdapat dalam surah Al-Baqarah, surah An-Nisa, surah Ali-
Imran, dan dalam surah Ar-Rum.
Surah Al-Baqarah
‫َاَّلِذ ْيَن َيْأُك ُلْو َن الِّر ٰب وا اَل َيُقْو ُم ْو َن ِااَّل َك َم ا َيُقْو ُم اَّلِذ ْي َيَتَخَّبُطُه الَّشْيٰط ُن ِم َن اْلَم ِّۗس ٰذ ِلَك ِبَاَّنُهْم َقاُلْٓو ا ِاَّنَم ا اْلَبْيُع ِم ْثُل الِّر ٰب وۘا َو َاَح َّل‬
‫ٰۤل‬
ۚ‫ُهّٰللا اْلَبْيَع َو َح َّر َم الِّر ٰب وۗا َفَم ْن َج ۤا َء ٗه َم ْو ِع َظٌة ِّم ْن َّرِّبٖه َفاْنَتٰه ى َفَلٗه َم ا َس َلَۗف َو َاْم ُر ٓٗه ِاَلى ِهّٰللاۗ َو َم ْن َع اَد َفُاو ِٕى َك َاْص ٰح ُب الَّن اِر‬
‫ُهْم ِفْيَها ٰخ ِلُد ْو َن‬

6
275. Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri,
kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu
terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya
peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah
diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang
mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.
Ayat ini menjelaskan tentang ancaman yang menakutkan dan ilustrasi yang
mengerikan. Tidak ada ancaman yang lebih mengintimidasi dibandingkan ancaman
dengan gambaran tersebut, yaitu gambaran tentang orang-orang yang kerasukan dan
kejang. Sehingga para pelaku riba takut dan terguncang perasaaanya. Guncangan terhadap
perasaan itu dilakukan agara mereka keluar dari kebiasaan yang mereka lakukan di dalam
riba tersebut. Metode ilustrasi sseperti ini merupakan salah satu cara dalam menciptakan
dampak yang efektif dalam konteksnya.
Sebagian kitab-kitab tafsir terdahulu menyebutkan yang dimaksud qiyam (berdiri) di
dalam ilustrasi yang menakutkan ini adalah bangkit dan berdiri pada Hari Kebangkitan
nanti. Akan tetapi menurut Sayyid Qutb, ilustrasi ini sesuai dengan realitas yang terjadi
dalam kehidupan manusia di bumi. Pada masa sekarang, kita dapat mengetahui bahwa
ayat tersebut telah terbukti dalam realitas kehidupan. Orang-orang yang melakukan
praktik riba pada masa Rasulullah saw sangat menolak karena menurut mereka tidak ada
alasan bagi pengharaman praktik riba dan penghalalan aktivitas perdagangan. Karena
mereka menyamakan jual beli dan riba berdasarkan pada asumsi bahwa jual beli itu untuk
mencapai manfaat dan keuntungan, sama halnya dengan riba.
Menurut Sayyid Qutb semua aktivitas perdangangan mempunyai potensi untuk
untung dan rugi, hal itu sesuai dengan keterampilan juga kesungguhan sang pedagang,
berbeda halnya dengan riba, orientasinya hanya terbatas pada untung dalam kondisi apa
pun. Dari jual beli banyak faktor lain yang menjadikannya bermanfaat bagi kehidupan
manusia, sedangkan unsur riba pada dasarnya merusak kehidupan manusia.

‫ِاَّن اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َو َع ِم ُلوا الّٰص ِلٰح ِت َو َاَقاُم وا الَّص ٰل وَة َو ٰا َتُو ا الَّز ٰك وَة َلُهْم َاْج ُر ُهْم ِع ْنَد َر ِّبِه ْۚم َو اَل َخ ْو ٌف َع َلْيِهْم َو اَل ُهْم‬
‫َيْح َز ُنْو َن‬
277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, beramal saleh, menegakkan salat, dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih.
Sayyid Qutb menjelaskan bahwa secara kontekstual, ayat ini ingin memaparkan sifat-
sifat orang mukmin dan pola hidup masyarakat beriman. Kemudian memaparkan bentuk
kemanan, ketenangan hidup, dan ridha terhadap Tuhan yang memberikan kemakmuran.
Sesungguhnya zakat merupakan kaidah hidup masyarakat yang saling membantu dan
solider. Yaitu, sebuah kaidah yang tidak lagi membutuhkan penjaminan dari sistem riba
di berbagai aspek kehidupannya.

Surah Ali-Imran
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْأُك ُلوا الِّر ٰب ٓو ا َاْض َعاًفا ُّم ٰض َعَفًةۖ َّو اَّتُقوا َهّٰللا َلَعَّلُك ْم ُتْفِلُح ْو َۚن‬

7
130. Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda118) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
118) Riba dalam ayat ini dimaksudkan sebagai utang-piutang yang ketika tidak bisa
dibayar pada waktu jatuh tempo, pengutang diberi tambahan waktu, tetapi dengan ganti
berupa penambahan jumlah yang harus dilunasinya. Menurut para ulama, riba nasiah ini
haram, walaupun jumlah penambahannya tidak berlipat ganda.
Sayyid Qutb menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kata berlipat ganda disini
adalah deskripsi bagi fakta, bukan sebagai syarat yang berhubungan dengan hukum. Teks
yang terdapat pada surat Al-baqarah dibawah ini mengandung kepastian pengharaman
sumber riba, apapun itu, tanpa batas dan tanpa ikatan. Allah SWT berfirman:
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنوا اَّتُقوا َهّٰللا َو َذ ُرْو ا َم ا َبِقَي ِم َن الِّر ٰب ٓو ا ِاْن ُكْنُتْم ُّم ْؤ ِمِنْيَن‬
278. Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin.
Menurut Sayyid Qutb pada hakikatnya riba tidak hanya atribut sejarah bagi praktik-
praktik riba yang terjadi di jazirah Arab. Lebih dari itu, yang dimamksud dengan hakikat
pelanggaran di sini adalah esensi riba itu sendiri. Yaitu karakteristik yang melekat pada
sistem riba, berapapun nilai bunganya.
Sistem riba mempunyai pengertian pengaturan sirkulasi perputasran uang. Yang
berarti bahwa praktik-praktik riba tidak hanya praktik personal saja dan bukan pula
praktik yang sederhana. Lebih dari itu, di satu sisi riba adalah praktik yang berulang-
ulang, dan di sisi yang lain riba adalah praktik yang kompleks. Praktik tersebut muncul
dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman, selalu berulang, dan sangat
kompleks. Tujuan utama sistem ini adalah untuk merusak kehidupan moral, selain itu hal
ini juga dapat merusak kehidupan ekonomi dan plitik. Dari itu semua menjadi jelas
keterkaitan sistem riba dengan kehidupan umat manusia dan dampaknya, yaitu membuat
sengsara mereka semua (Qutb, 1995).

Surah An-Nisa
‫َفِبُظْلٍم ِّم َن اَّلِذ ْيَن َهاُد ْو ا َح َّر ْم َنا َع َلْيِهْم َطِّيٰب ٍت ُاِح َّلْت َلُهْم َو ِبَص ِّد ِهْم َعْن َس ِبْيِل ِهّٰللا َك ِثْي ًر ۙا َّو َاْخ ِذِهُم الِّر ٰب وا َو َق ْد ُنُه ْو ا َع ْن ُه‬
‫َو َاْك ِلِهْم َاْمَو اَل الَّناِس ِباْلَباِط ِل ۗ َو َاْعَتْد َنا ِلْلٰك ِفِر ْيَن ِم ْنُهْم َع َذ اًبا َاِلْيًم ا‬
160. Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami mengharamkan atas mereka
(makanan-makanan) yang baik yang (dahulu) pernah dihalalkan bagi mereka; juga karena
mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah,
161. melakukan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya; dan memakan
harta orang dengan cara tidak sah (batil). Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara
mereka azab yang sangat pedih.
Melalui ayat ini seolah Allah SWT berkata kepada kita, “Maka karena kezaliman
orang-orang Yahudi, kami halangi mereka dari makan-makanan yang baik yang
sebenarnya dihalalkan bagi mereka. Hal itu juga karena kebanyakan mereka berpaling
dari jalan Allah SWT. Dan memakan harta riba yang sungguh telah dilarang bagi mereka.
Mereka juga memakan harta manusia dengan cara yang batil. Maka karena itu semua,
kami persiapkan siksa yang menyakitkan bagi orang-orang yang ingkar di anatara
mereka”.

8
Dalam ayat ini Sayyid Qutb memaparkan tentang kemungkaran-kemungkaran orang
Yahudi. Selain itu dalam ayat ini juga dijelaskan bagaimana karakter asli orang-orang
Yahudi yaitu seperti kesombongan mereka, penolakan mereka terhadap ajakan para
Rasul, serta kebengisan mereka.
Diantara kemungkaran mereka adalah mereka tetap mengambil bagian dari harta riba,
yang mana hal itu sudah dilarang oleh Allah SWT. Mereka memakan banyak harta orang
lain dengan batil, yaitu dengan menggunakan praktik riba yang penuh dengan
kecurangan. Kemungkarang yang mereka lakukan ini menyebabkan pengharaman
makanan yang dahulunya dihalalkan. Dan Allah telah menyiapkan siksa yang pedih untuk
orang-orang kafir dari golongan mereka.

Surah Ar-Rum
‫ٰۤل‬
‫َفٰا ِت َذ ا اْلُقْر ٰب ى َح َّقٗه َو اْلِمْسِك ْيَن َو اْبَن الَّس ِبْيِۗل ٰذ ِلَك َخ ْيٌر ِّلَّلِذ ْيَن ُيِر ْيُد ْو َن َو ْج َه ِهّٰللاۖ َو ُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْفِلُح ْو َن َو َم ٓا‬
‫ٰۤل‬
‫ٰا َتْيُتْم ِّم ْن ِّر ًبا ِّلَيْر ُبَو ۟ا ِفْٓي َاْمَو اِل الَّناِس َفاَل َيْر ُبْو ا ِع ْنَد ِهّٰللاۚ َو َم ٓا ٰا َتْيُتْم ِّم ْن َز ٰك وٍة ُتِر ْيُد ْو َن َو ْج َه ِهّٰللا َفُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْض ِع ُفْو َن‬
38. Oleh karena itu, beri kerabat dekat haknya, juga orang miskin, dan orang yang dalam
perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. Mereka
itulah orang-orang yang beruntung.
39. Riba yang kamu berikan agar berkembang pada harta orang lain, tidaklah
berkembang dalam pandangan Allah. Adapun zakat yang kamu berikan dengan maksud
memperoleh keridaan Allah, (berarti) merekalah orang-orang yang melipatgandakan
(pahalanya).
Dalam penafsirannya mengenai ayat ini , Sayyid Qutb menjelaskan bahwasanya Allah
memberikan arahan kepada para pemilik harta yang telah dipilih-Nya, agar mereka
amanah dalam menggunakan harta yang dimilikinya sehingga harta tersebut dapat
berkembang dan bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Cara untuk mengembangkan
harta tersebut adalah dengan memberikan atau menginfakkannya nkepada kerabat dekat,
orang-orang miskin, dan orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan.

Allah SWT berfirman:


‫ٰۤل‬
‫ٰذ ِلَك َخْيٌر ِّلَّلِذ ْيَن ُيِرْيُد ْو َن َو ْج َه ِهّٰللاۖ َو ُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْفِلُحْو ن‬
38. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. Mereka itulah
orang-orang yang beruntung.
Sayyid Qutb menjelaskan bahwa ada sebagian orang mencoba mengembangkan
hartanya dengan cara memberikannya kepada orang kaya sebagai hadiah, supaya orang
kaya itu membalasnya berkali lipat. Dari peristiwa tersebut, Allah SWT menjelaskan
bahwa cara seperti itu bukanlah cara mengembangkan harta yang sejati. Allah berfirman:

‫َو َم ٓا ٰا َتْيُتْم ِّم ْن ِّرًبا ِّلَيْر ُبَو ۟ا ِفْٓي َاْم َو اِل الَّناِس َفاَل َيْر ُبْو ا ِع ْنَد ِهّٰللا‬
39. Riba yang kamu berikan agar berkembang pada harta orang lain, tidaklah
berkembang dalam pandangan Allah.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa cara ini (memberi dan mengharap balasan) sama
sekali tidak baik. Allah SWT menjelaskan pada waktu yang sama tentang cara
mengembangkan harta yang baik dan benar. Allah SWT berfirman:

9
‫ٰۤل‬
‫َو َم ٓا ٰا َتْيُتْم ِّم ْن ِّرًبا ِّلَيْر ُبَو ۟ا ِفْٓي َاْم َو اِل الَّناِس َفاَل َيْر ُبْو ا ِع ْنَد ِهّٰللاۚ َو َم ٓا ٰا َتْيُتْم ِّم ْن َز ٰك وٍة ُتِرْيُد ْو َن َو ْج َه ِهّٰللا َفُاو ِٕىَك ُهُم‬
‫اْلُم ْض ِع ُفْو َن‬
39. Riba yang kamu berikan agar berkembang pada harta orang lain, tidaklah
berkembang dalam pandangan Allah. Adapun zakat yang kamu berikan dengan maksud
memperoleh keridaan Allah, (berarti) merekalah orang-orang yang melipatgandakan
(pahalanya).
Sayyid Qutb menjelaskan mengenai hal ini bahwa cara untuk melipatgandakan harta
adalah meberikan harta tanpa mengaharap ganti juga tanpa menunggu pengembalian dan
balasan dari manusia. Namun yang harus dilakukan adalah adalah semata-mata hanya
karena Allah SWT. Allah akan melipatgandakan rezeki bagi orang-orang yang
menginfakkan harta mereka semata-mata karena Allah SWT, dan Allah akan mengurangi
harta orang-orang yang melakukan prak tik riba yang tujuannya hanya mencari perhatian
dihadapan manusia (Lestari & Vera, 2021).

2.5 Contoh Kitab-Kitab Yang Menggunakan Metode Ijmali dan Tahlili


Contoh kitab-kitab yang menggunakan metode tahlili pada zaman modern-
kontemporer:
kitab tafsir tahlili bil-ma‟tsur adalah
a. Jami‟ al-Bayan‟an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an karangan Ibn Jarir al-Thabari.
b. Ma‟alim al-Tazil karangan al-Baghawi.
c. Tafsir al-Qur‟an al-‟Azhim karangan Ibn Katsir.
d. Ad-Durr al-Mantsur fi al-tafsir bi al-Ma‟tsur karangan al-Suyuthi.
Diantara tafsir tahlili bir-Ra‟y adalah
a. Tafsir Lubāb al-ta‟wīl fī ma„ānī al-tanzīl karya Imam al-Khāzin.
b. Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta‟wil karangan al-Baydhawi.
c. Al-Kasysyaf karangan al-Zamakhsyari.
d. ‟Arais al-Bayan fi Haqaiq al-Qur‟an karangan al-Syirazi.
e. At-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib karangan al-Fakhr al-Razi.
f. Madārik al-Tanzīl wa haqā‟iq al-ta‟wīl karya al-Nasafī.
g. Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur‟an karangan Thanthawi Jauhari.
h. Irshād al-„aql al-Salīm ilā mazāya al-Kitāb al-karīm karya Abū Sa„ūd.
i. Tafsir al-Manar karangan Muhammad Rasyid Ridha.

Contoh kitab-kitab yang menggunakan Metode Ijmali pada zaman modern-


kontemporer:
a) Tafsir Al-jalalain, karya Jalal al-Din al-Suyuthi dan Jalal alDin al-Mahally.
b) Tafsir Al-Qur`an al-Azhim karya Muhammad Farid Wajdi.
c) Shafwah al-bayan li Ma`any Al-Qur`an karya Syaikh Hasanain Muhammad
Makhluf
d) Tanwir al-Miqbas min tafsir Ibnu Abbas karya Ibnu Abbas yang dihimpun al-
Fairuz abady
e) Tafsir al-Wasith, produk lembaga Pengkajian Universitas alAzhar Mesir, karya
suatu komite Ulama
f) Al-Tafsir al-Muyassar karya Syaikh Abd al-jalil Isa

10
g) Al-Tafsir al-Mukhtashar, produk Majelis Tinggi Urusan Umat Islam, karya suatu
komite ulama.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Metode tafsir Ijmali adalah metode tafsir yang telah digunakan oleh Nabi Muhammad
sebagai al-Mufassir al-Awwal untuk menafsirkan al-Qur`an dengan cara singkat dan global,
metode ini digunakan agar pesan yang tersirat dalam ayat-ayat al-Qur`an dapat dipahami
dengan mudah dan gampang oleh umat Islam.
Dengan demikian tafsir ijmaliy adalah penafsiran Al-Quran yang dilakukan dengan
cara mengemukakan isi kandungan Al-Quran melalui pembahasan yang bersifat umum
(global) tanpa uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak dilakukan secara
rinci.
Metode tafsir tahlili cara pendekatan dan tafsirnya mengandalkan nalar, sehingga
akan sangat luas pembahasan apabila kita bermaksud menelusuri satu demi satu segala segi
yang dianggap perlu oleh seorang mufasir akan menguraikan bermula kosa kata, asbab al-
nuzul, munasabah, dan lain-lain yang berkenaan dengan teks atau kandungan ayat.
Dan sebagaimana yang telah dipaparkan pada materi diatas, bahwa kedua metode ini
memiliki kitab nya masing-masing.

12
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Mutawali. (2021). Tafsir Ijmali Sebagai Metode Tafsir Rasulullah. Jurnal
Pemikiran Dan Hukum Islam, 07, 5–7.

Elhany, H. (2018). Metode Tafsir Tahlili dan Maudhu’i. Jurnal Institut Agama Islam Negeri Metro
Lampung.

Abdullah, M. Amin (2015). Tafsir Al-Quran Al-Karim: Terjemahan dan Tafsir Lengkap 30 Juz.
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafii.

Al-Qurtubi, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad (2012). Tafsir Al-Qurtubi: Jilid 1. Jakarta:
Pustaka Azzam.

Al-Wahidi, Abu Bakr Muhammad bin ‘Ali (2017). Asbabun Nuzul: Sebab-sebab Turunnya Ayat-Ayat
Al-Quran. Jakarta: Pustaka Azzam.

Saleh, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman,
(Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007).

Izzah. (2015). metodologi penafsiran. Academia.Edu, 16.1.2015.

Lestari, M., & Vera, S. (2021). Metodologi Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an Sayyid Qutb.
Jurnal Iman Dan Spiritualitas, 1(1), 47–54.

13

Anda mungkin juga menyukai