Anda di halaman 1dari 10

“Mbah, kami datang kesini karena pengen kaya!

“Hahahah… kalian datang ke orang yang tepat!” seru pria paruh baya
dengan tampang menyeramkan sambil tersenyum lebar membuat
pasangan suami isteri di depannya yang nampak ketakutan.

Anton dan Rahayu adalah pasangan suami isteri yang sudah menikah
selama 7 tahun, keduanya memiliki perbedaan usia yang cukup jauh.
Sang suami saat ini berusia 45 tahun sedangkan isterinya baru 23 tahun,
memang Anton menikahi Rahayu saat gadis itu masih duduk sekolah.
Namun karena orang tua Rahayu terlilit hutang, membuatnya rela
menikahkan anaknya.

Awalnya pernikahan mereka bahagia karena Anton adalah anak tungga


dari pemilik sawah yang cukup luas di desa, namun karena penyakit
ibunya menbuat sang ayah menjual semua sawahnya hingga saat ini
hanya tersisa lahan kering.

Anton yang awalnya anak manja, menjadi kesusahan. Apalagi Rahayu


yang sudah terbiasa hidup enak, jadi frustasi. Kedua suami isteri itu
akhirnya sepakat menemui seorang dukun di salah satu desa cukup jauh
dari desa mereka untuk mendapatkan harta.

“Mbah, apa kami bisa kaya?” tanya Rahayu yang tidak sabaran.

“Tentu saja bisa,” jawab Mbah membuat keduanya tersenyum lega,


mereka akhirnya bisa lepas dari kemiskinan ini. “Tapi ada syaratnya.”

Tentu saja Anton dan Rahayu tahu bahwa mereka harus melakukan
sesuatu untuk bisa kaya dengan cepat.
“Apa kalian ingin memelihar tuyul?” tanya Mbah itu dengan tatapan
tertuju ke arah Anton.

“Mau, Mbah!” angguk Rahayu yang paling semangat, wanita itu sudah
muak dengan hidup miskinnya.

“Namun agar tuyul itu patuh pada kalian, mereka harus kalian lahirkan
sendiri.” Kedua pasangan suami isteri itu terdiam sebentar, terutama
Rahayu yang merasa akan mengandung bayi tuyul nanti.

“Apa itu akan berbahaya untuk saya, Mbah?” tanya Rahayu.

“Tentu saja tidak, karena yang hamil adalah suami kamu.” Anton yang
mendengar itu tentu saja terkejut, ia seorang laki-laki normal.
Bagaimana ia bisa hamil?

“Tapi suami saya laki-laki, Mbah,” tutur Rahayu mewakilkan isi hati
suaminya.

“Apa kalian berpikir mengandung tuyul adalah kelahiran biasa? Laki-laki


bisa melakukannya dan hasilnya lebih bagus!”

“Kami bersedia, Mbah!” seru Rahayu cepat, wanita itu bisa dengan cepat
setuju karena yang akan hamil dan melahirkan bukan dirinya, melainkan
suaminya. Anton ingin protes bahwa dia adalah seorang laki-laki yang
mustahil untuk hamil dan melahirkan tapi pria itu juga tidak tahan
dengan hidup miskin sehingga akhirnya hanya bisa mengangguk.

“Tenang saja, kehamilannya hanya berlangsung beberapa hari dan akan


melahirkan tergantung kehendak cabang bayinya.” Setelah menjelaskan
cukup banyak, Mbah itu membacakan sesuatu dan semuanya selesai.
Rahayu memberikan uang sebagai biaya mereka dan langsung menarik
suaminya untuk keluar dari rumah dukun itu dengan semangat.
“Sebentar lagi kita akan kaya, Mas!”

Anton masih merasa resah, namun akhirnya pria paruh baya itu ikut
tersenyum.

—————

“Oekk! Oekk!”

“Mas, Reyhan bangun. Kamu buatin susunya gih, aku ngantuk!” suruh
Rahayu dengan memejamkan mata saat mendengar tangis anaknya yang
berusia 8 bulan.

Anton yang juga sedang tertidur pulas perlahan membuka kelopak


matanya, pria itu sebenarnya ingin menyuruh balik isterinya tapi
mengingat Rahayu bekerja di kantor camat sedangkan dia tidak,
membuatnya perlahan bangun.

“Anak Ayah kok nangis? Lapar ya?” tanya Anton turun dari kasur dengan
sedikit kesusahan, saat hendak menunduk untuk mengambil Rayhan
yang ada di boks kayu dengan pagar yang cukup tinggi, pria paruh baya
itu tiba-tiba mengaduh kesakitan.

“Akhhh!”

Anton langsung menyentuh perutnya, awalnya pria itu masih belum


sepenuhnya bangun namun ketika merasakan ada yang aneh. Anton
langsung membalakan bola matanya. Kenapa perutnya sangat besar
sekarang?!
Pria paruh baya itu langsung menarik kaosnya yang sudah tidak lagi
muat, Anton kembali dibuat terkejut saat melihat perutnya secara
langsung yang nampak sangat bulat dan cukup keras. DUGG!

“Shhhh…” Anton lagi-lagi kaget ketika merasakan tendangan dari dalam,


seketika ia sadar bahwa saat ini sedang ada yang tumbuh di dalam
perutnya. Dan itu adalah bayi tuyul.

Awalnya Anton agak skeptis tentang Dukun itu karena sudah dua hari
sejak mereka kesana, tidak ada perubahan apapun terjadi padanya. Tapi,
ternyata hal itu benar-benar terjadi, Anton yang merupakan seorang pria
bisa hamil.

Oekk! Oekkk!

“Oh astaga, maaf ya sayang…” sentak kaget Anton mengambil putranya


namun karena batasan boks kayu masih tinggi, pria itu hanya bisa
menekan perutnya dan mengeluh.

“Ayo kita bikin susu dulu,” ajak Anton pada bayinya dan segera membuat
susu.

Tidak lama kemudian susu untuk putranya sudah jadi, Andon


menggedong putranya dengan meletakan pantat si bayi diatas perut
besarnya dan segera memberikan susu itu lewat dot. Sebenarnya Anton
lebih ingin anak-anaknya bisa menyusu langsung dengan Rahayu namun
karena jarang memberikan susu dan sering menggunakan susu formula,
membuat payudara isterinya menjadi kering.

Anton sebenarnya masih tidak percaya bahwa sekarang ia hamil, apalagi


dengan bentuk perut yang sudah seperti 7 bulan. Tapi, saat merasakan
tendangan dan beberapa gerakan diperutnya, pria itu tidak bisa
mengelaknya lagi.

Rayhan akhirnya terlelap dengan perut yang sudah kenyang, Anton


kembali meletakan putranya ke tempat tidur bayi.

“Sssh.. akhh!” Anton terkejut ketika bayinya menendang lebih kencang,


pria tua itu mengusap-usap perut besarnya dan perlahan berjalan ke
arah cermin yang ada di kamar.

Anton meneguk ludahnya susah payah sebelum perlahan menarik


kaosnya sampai ke ujung dada. Lagi-lagi ia terkejut saat melihat perutnya
yang nampak begitu bulat, tangannya perlahan menyelesuri perutnya
dan kembali meringgis ketika merasakan tendangan yang lebih kuat.

Huhhhhhhh….

Tiba-tiba suasana di kamar Anton terasa sangat sunyi dan hening, hanya
sayup-sayup suara angin yang terdengar di luar dan ranting-ranting yang
bergerak. Anton seketika menjadi merinding, namun rasanya lelaki itu
tidak perlu takut karena saat ini yang dia kandung adalah bayi gaib.

Anton kembali mendudukan tubuhnya di kasur dan seketika merasa


nafasnya agak tersendat, pria paruh baya itu juga tidak bisa merapatkan
kakinya karena terhalang perut besarnya.

“Huhh..” Anton mengusap-usap perutnya, dimana menurut pria


berumur 45 tahun itu sangat menakjubkan. Ternyata seperti ini rasanya
hamil, namun yang membuat pria itu khawatir sekarang adalah
bagaimana ia keluar dengan perut sebesar ini?

Sebenarnya tidak ada masalah dengan pekerjaan, toh, pria paruh baya
itu menganggur. Sejak dulu memang Anton tidak pernah bekerja bahkan
setelah menikah dan punya anak, itulah yang membuatnya tidak
sanggup hidup dalam kemiskinan dan memutuskan untuk menemui
Dukun.

Rahayu pun awalnya tidak bekerja namun karena mereka butuh uang,
wanita itu pun bekerja di kantor camat. Jadi sehari-hari yang mengurus
rumah dan menjaga dua anak mereka adalah Anton.

Anton kembali melirik perutnya, jika dilihat memang cukup aneh. Namun
ada beberapa pria paruh baya di desa yang memiliki perut besar seperti
Andon dan itu penuh dengan lemak. Setidaknya untuk saat ini, Anton
masih bisa beralasan bahwa dia jarang berolahraga.

Keesokan paginya, Rahayu ikut heboh saat melihat perut suaminya,


namun bukannya khawatir. Wanita itu girang karena sebentar lagi
mereka akan kaya.

“Kamu harus jaga bayinya baik-baik, Mas,” ujar Rahayu menepuk-nepuk


perut suaminya sebelum berangkat kerja.

“Ayahhhh!” seru seorang anak laki-laki di dalam kamarnya. Anton yang


mendengar putra sulungnya memanggil, segera berjalan kesana dengan
satu tangan menyangga pinggangnya. Padahal masih pagi, tapi keringat
sudah memenuhi dahinya.

“Jangan teriak-teriak, Bang. Adek nanti bangun,” ujar Anton saat melihat
putra sulungnya—Abi masih duduk dipinggiran kasur.

“Gending, Yah…” pinta Abi sambil menjulurkan tangannya yang cukup


membuat Anton bingung. Jika dulu biasanya ia akan langsung
menggendong Abi tapi kini mengingat perut besarnya membuat Anton
ragu.
“Ayah pegang aja tangannya, nanti ayah yang mandiin. Abang mau
sekolah kan?”

“Mau! Tapi, Ayah gendong!” rengek Abi membuat Anton menghela


nafasnya, putra sulungnya memang sangat menja membuat Anton
seperti mengingat dirinya sendiri.

“Ayo sini Ayah gendong!” Anton menarik putra sulungnya ke dalam


pelukan, saat kaki Abi di berada diperurnya buru-buru pria tua itu
memindahkannya.

“Perut Ayah kok besar?” tanya Abi heran meletakan tangannya di atas
perut sang Ayah yang membuncit. Karena penasaran anak itu menepuk-
nepuknya cukup kencang membuat Anton kawalahan.

“Ssshh… jangan dipukul, Bang. Sakit…”

Abi hanya mengangguk, anak laki-laki itu lalu melingkarkan tangannya di


leher sang Ayah saat dibawa ke kamar mandi. Seperti biasa, Anton akan
memandikan Abi dan membantunya bersiap ke sekolah. Pria tua itu pagi
ini adalah pagi yang paling melelahkan.

“Wah, kok gerak yah?” tanya Abi ketika menyentuh kulit perut Ayahnya
secara langsung karena Anton menaikan kaosnya sebab tidak lagi muat.

Anton yang sedang mengancingi baju sekolah Abi akan bingung


mengatakannya, ia tidak mungkin mengatakan ada bayi. Abi pasti akan
menceritakannya pada orang lain dan itu akan sangat gawat. “Itu cacing,
Bang.”

DUAGG!
“Ughhh… ughh.. awhhh!” Anton berseru kesakitan ketika mendapatkan
tendangan yang sangat keras, bayi di dalam kandungannya mungkin
tidak terima disebut cacing.

Untung saja Abi tidak lagi bertanya dan hanya memakan sarapannya,
sedangkan Anton kembali ke kamarnya karena Rayhan sudah bangun.
Pria itu meletakan bayi itu ke atas kasur yang sudah dilapisi alas untuk
mengganti popoknya.

Rayhan yang kembali lapar segera diberikan susu oleh Anton, pria tua itu
menggendong putra bungsunya sambil melihat anak sulungnya yang
sedang sarapan.

“Yah, Abang pergi dulu!” seru Abi bersalaman dengan Anton.

“Hati-hati,” ujar Anton memperhatikan putranya yang pergi ke sekolah


bersama teman-temannya dan tak lama kembali masuk ke dalam rumah.

“Sssshh… “ Anton merasakan pinggangnya seperti baru saja mengangkat


beras 35 kilo, pria tua itu tidak tahan dan langsung duduk di lantai ruang
tamunya.

Rumah yang ditinggali Anton dan keluarganya sangat sederhana, hanya


ada dua kamar, satu ruang tamu sekaligus ruang keluarga dan dapur
yang menyatu dengan kamar mandi. Bagian pintu belakang langsung
terhubung dengan area hutan yang cukup ribun.

Anton dan isterinya tinggal di desa yang cukup jauh dari kota namun
setiap hari minggu ada pasar yang sangat ramai, tak jauh dari sana. Disini
masih banyak hutan dan jarak antara rumah cukup jauh.

Untungnya, rumah orang tua Anton tidak jauh dari sini. Hanya berajak
100 meter, sedangkan rumah mertuanya cukup jauh, kira-kira satu jam.
Anton sekarang tengah pusing memikirkan bagaimana jika orang tua dan
mertuanya datang dan melihat keadaannya, mereka mungkin tidak akan
percaya jika Anton memiliki perut besar karena tidak pernah olahraga.
Apa yang akan dikatakan Anton nanti?

Tok! Tok!

Anton tersentak kager dari lamunannya saat mendengar ketukan pintu,


pria itu kembali melihat ke arah Rayhan yang sudah kembali tidur
dipelukannya. Dengan menekan dinding, Anton perlahan bangun walau
agak kesulitan.

Tok! Tok!

“Ugh… tunggu sebentar.”

Anton bingung siapa yang datang, kedua orang tua dan mertuanya yang
paling sering datang ke rumah sangat jarang hadir jam segini. Jadi siapa?

Clekkk!

Sshhhhhhhhhuuuu….

Anton tiba-tiba merinding ketika tidak ada siapapun di depan rumahnya,


hanya angin yang cukup kencang namun tidak mungkin itu kan yang
mengetuk. Pria tua itu segera menutup pintunya dan masuk ke dalam
kamar, memeluk Rayhan sambil meredam rasa takutnya.

Anda mungkin juga menyukai