Anda di halaman 1dari 25

KREDIT DAN FINANCING (PEMBIAYAAN) PADA PENYALURAN

DANA BANK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Hukum Perbankan

Kelas : Ilmu Hukum 7 HB

Dosen Pengampu : Dr. Nurhasanah, M. Ag.

Disusun oleh Kelompok II:

Fajar Hanif Firdaus (11200480000045)


Saddam Thufail Yusuf (11200480000130)
Dafa Dwi Oktavian (112004800000)
Rosa Amelia (11200480000006)
Muhammad Faqih (11200480000115)
Muhammad Akbar Riyadi (11200480000)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1444 H / 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah memberikan
rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Makalah ini yang
berjudul “Kredit dan Financing (Pembiayaan) pada Penyaluran Dana Bank”. Shalawat serta
salam semoga selalu tercurah limpahkan kepaa baginda Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umatnya menuju jalan yang lurus dan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada selaku dosen Dr. Nurhasanah, M. Ag.
pengampu mata kuliah Hukum Perbankan yang telah memberikan tugas kepada kami
sehingga dapat menambah pengetahuan dan pengalaman kami selama proses pembuatan
makalah.

Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan
dari berbagai pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu, kami sampaikan banyak terima kasih
kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah
ini.

Di luar hal itu, kami sebagai penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh
sebab itu, dengan segala kerendahan hati, kami selaku penyusun menerima segala kritik dan
saran yang membangun dari pembaca. Dengan makalah ini kami berharap dapat membantu
para pembaca dalam menambah pengetahuan tentang tema judul makalah yang kami bahas.

Jakarta, 28 September 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................i
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.................................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
BAB III.....................................................................................................................................................18
PENUTUP................................................................................................................................................18
A. KESIMPULAN...............................................................................................................................18
B. SARAN DAN KRITIK...................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu misi utama bank adalah memfasilitasi aliran dana dalam
perekonomian. Mereka mengumpulkan dana dari nasabah yang memiliki kelebihan uang
dan menyediakan pinjaman atau pembiayaan kepada nasabah yang memerlukan dana untuk
investasi, konsumsi, atau tujuan lainnya. Kredit dan pembiayaan adalah instrumen utama
yang digunakan bank untuk mencapai tujuan ini. Kredit dapat diartikan bentuk utama
penyaluran dana oleh bank. Melalui kredit, bank memberikan pinjaman kepada individu,
bisnis, atau pemerintah untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan keuangan mereka.
Ini dapat mencakup kredit konsumen, kredit bisnis, kredit properti, dan banyak jenis
lainnya.

Pembiayaan, sering kali digunakan secara bergantian dengan kredit, mencakup


penyediaan dana untuk pembelian barang modal seperti peralatan, kendaraan, atau real
estate. Ini berbeda dari pinjaman konvensional karena dalam pembiayaan, aset yang dibiayai
biasanya digunakan sebagai jaminan untuk transaksi tersebut.

Penyaluran dana dalam bentuk kredit atau pembiayaan melibatkan risiko bagi bank.
Risiko utama adalah risiko kredit, di mana peminjam tidak dapat memenuhi kewajiban
pembayaran mereka. Oleh karena itu, bank memiliki tim manajemen risiko yang kuat untuk
menilai, memantau, dan mengelola risiko ini.

Aktivitas kredit dan pembiayaan oleh bank tunduk pada berbagai regulasi dan
pengawasan oleh otoritas keuangan dan pemerintah. Tujuannya adalah untuk memastikan
bahwa bank melakukan penyaluran dana dengan baik dan berkelanjutan serta untuk
melindungi kepentingan nasabah dan stabilitas sistem keuangan.

Seiring berjalannya waktu, produk-produk kredit dan pembiayaan terus berkembang.


Bank mengembangkan produk-produk yang lebih inovatif dan sesuai dengan kebutuhan
pasar. Misalnya, produk pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance) menjadi semakin
penting dalam upaya mendukung proyek-proyek yang berkelanjutan. Kredit dan
pembiayaan memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi. Mereka mendukung
investasi, konsumsi, dan pembangunan infrastruktur yang dapat menggerakkan
perekonomian suatu negara.

B. Rumusan Masalah
1. Penyaluran Dana Pada Bank Konvensional
2. Penyaluran Dana Pada Bank Syariah (Sistem Jual-Beli, Mudharabah, Istishna, Dan
Salam)
3. Penyaluran Dana Pada Bank Syariah (Sistem Perhitungan Margin)

C. Tujuan Penulisan
Untuk memperdalam ilmu serta mempelajari rumusan masalah di atas.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENYALURAN DANA PADA BANK KONVENSIONAL

1. Penyaluran Dana

Sebagai lembaga pemberi jasa keuangan, maka bank memberikan berbagai fasilitas
kepada nasabah. Semua dana yang telah terkumpul disalurkan kembali kepada nasabah
atau pihak yang membutuhkan.

Menurut Kasmir penyaluran dana merupakan kegiatan menjual dana yang berhasil
dihimpun dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal dengan nama lending. Dana yang telah
berhasil dihimpun dari berbagai sumber tersebut di atas, perlu dikelola secara efektif dan
efisien dengan mempersiapkan strategi penempatan dana berdasarkan rencana yang telah
ditetapkan, karena penempatan dana mempunyai beberapa tujuan yaitu :

Untuk mencapai tingkat profitabilitas yang cukup, dan untuk mempertahankan


kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman. Untuk
mencapai tujuan tersebut, penyaluran dana bank perlu diarahkan sedemikian rupa
sehingga pada saat diperlukan, semua kepentingan nasabah dapat dipenuhi. Penyaluran
dana bank pada prinsipnya dapat diklasifikasikan atas dasar Prioritas penggunaan dana.1

Menurut Dahlan Siamat (1993 : 125), penyaluran dana berdasarkan prioritas


penggunaan terdiri atas :

a. Cadangan primer (primary reserve), merupakan prioritas pertama dan yang paling
utama dalam penyaluran dana bank
b. Cadangan sekunder (secondary reserve), merupakan prioritas kedua dansebagai
pelengkap atau cadangan pengganti bagi cadangan primer.
c. Penyaluran kredit, merupakan prioritas ketiga dalam penyaluran dana setelah
mencukupi cadangan primer serta kebutuhan cadangan sekunder.

1
Kasmir. Dasar-dasar Perbankan. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2002, hlm 32
d. Investasi portofolio, merupakan prioritas terakhir dalam penyaluran dana bank di mana
dana yang dialokasikan dalam kategori ini adalah dana sisa setelah penanaman dana
dalam bentuk kredit telah memenuhi kriteria atau target tertentu.

Penyaluran dana berdasarkan sifat aktiva adalah pengalokasian dana bank kedalam
bentuk-bentuk aktiva, yaitu :

a. Penyaluran dana dalam aktiva produktif, aktiva produktif adalah semua aktiva dalam
rupiah dan valuta asing yang dimiliki bank dengan maksud untuk memperoleh
penghasilan sesuai dengan fungsinya. Komponen aktiva produktif terdiri atas kredit
yang diberikan, penempatan pada bank lain, surat-surat berharga dan penyertaan
modal.
b. Penyaluran dana dalam aktiva tidak produktif, aktiva tidak produktif adalah
penyaluran dana kedalam aktiva yang tidak memberikan hasil bagi bank. Komponen
dana dalam bentuk aktiva tidak produktif terdiri atas alat-alat likuid atau cash asset
serta aktiva tetap dan inventaris.

Liquid asset dana yang dimiliki oleh bank untuk membayar check, giro berbunga,
tabungan dan deposito berjangka milik nasabah yang ingin diuangkan kembali. Selain itu
juga digunakan untuk menutup kebutuhan operasional perusahaan. 2

2. Penyaluran Dana Bank Dalam Bentuk Kredit.

Menurut Moh. Tjoekam (1999 : 1), kata “kredit” berasal dari bahasa Latin yaitu
credere yang berarti percaya atau to believe atau to trust. Maksudnya pemberi kredit
percaya kepada penerima kredit, bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan
dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi penerima kredit berarti menerima
kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar kembali pinjaman
tersebut sesuai dengan jangka waktunya. Oleh karena itu, untuk meyakinkan bank bahwa
nasabah benar-benar dapat dipercaya, maka sebelum kredit diberikan terlebih dulu bank
mengadakan anlisis kredit.

2
Lily Wijayati, “ANALISIS SUMBER DANA DAN PENYALURAN DANA DALAM HUBUNGANNYA
DENGAN LABA BERSIH PT. BANK BUMIPUTERA Tbk, INDONESIA”, hlm 26
Analisis kredit mencakup latar belakang nasabah atau perusahaan, prospek usahanya,
jaminan yang diberikan serta faktor-faktor lainnya. Tujuan analisis ini adalah agar bank
yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar aman.

Pemberian kredit tanpa dianalisis terlebih dulu akan sangat membahayakan bank.
Nasabah dalam hal ini dengan mudah memberikan data-data fiktif kepada bank, sehingga
mungkin saja kredit sebenarnya tidak layak, tetapi malah diberikan oleh bank. Kemudian
jika salah dalam menganalisis, maka kredit yang disalurkan yang sebenarnya tidak layak
menjadi layak sehingga akan berakibat sulit untuk ditagih alias macet. Namun faktor
salah analisis ini bukanlah merupakan penyebab utama kredit macet. Penyebab lainnya
mungkin disebabkan oleh bencana alam yang memang tidak dapat dihindari oleh
nasabah. Misalnya kebanjiran atau gempa bumi atau dapat pula kesalahan dalam
pengelolaan usaha yang dibiayai.

Penyaluran dana bank dalam bentuk surat berharga untuk penyaluran dana dalam
bentuk surat-surat berharga dapat diuraikan sebagai berikut :

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan Treasury bill yang diterbitkan bank
indonesia. SBI dapat diartikan sebagai surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang
diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutangnya.
Untuk saat ini, industri perbankan cenderung lebih menyukai untuk mengalokasikan
dananya kedalam SBI hal ini dikarenakan tingkat suku bunga yang ditawarkan lebih
menarik sehingga tidak ada satu bank pun yang tidak mengalokasikan dananya kedalam
SBI.

Purecase Agreement (Repos), merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh


bank umum, dengan jangka waktu satu hari hingga enam bulan. Dimana bank penerbit
berjanji akan membeli surat berharga tersebut pada tanggal yang ditentukan. Disamping
perusahaan bukan bank, para pembeli surat berharga ini kebanyakan adalah bank umum.

Commercial papers, adalah surat pernyataan hutang yang dikeluarkan oleh


lembaga keuangan atau lembaga non keuangan, untuk menutup kebutuhan penyaluran
dana.
Produk penyaluran dana pada bank MANDIRI:
1. Reksa Dana (Reksa Dana) adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari
investor di masyarakat, yang kemudian diinvestasikan dalam portofolio efek oleh
Manajer Investasi.
2. ORI & SUKUK RITEL. produk investasi syariah yang ditawarkan oleh Pemerintah
kepada individu Warga Negara Indonesia, sebagai pilihan investasi yang aman,
mudah, terjangkau, dan menguntungkan.
3. Bancassurance adalah suatu layanan produk asuransi yang merupakan kerja sama
antara Bank dan perusahaan asuransi seperti asuransi jiwa dan pensiun yang memberi
perlindungan dan produk investasi untuk memenuhi kebutuhan finansial nasabah bank.
4. PDNI atau disebut juga dengan Pengelolaan Dana Nasabah Individu adalah jasa
pengelolaan portofolio efek dan/atau dana yang dilakukan Manajer Investasi kepada
satu nasabah tertentu dimana berdasarkan perjanjian tentang pengelolaan Portofolio
Efek, Manajer Investasi diberi wewenang penuh oleh nasabah untuk melakukan
pengelolaan Portofolio Efek berdasarkan perjanjian dimaksud.
5. Efek Beragun Aset – EBA adalah efek yang diterbitkan menurut kontrak investasi
kolektif yang portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa diantaranya: pemberian
kredit kepemilikan rumah atau apartemen, efek bersifat utang yang dijamin oleh
pemerintah, tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan kartu kredit,
tagihan yang timbul dikemudian hari (future receivable).
6. Treasury & International Banking Merupakan layanan transaksi pengiriman uang dari
Bank Mandiri ke bank koresponden lokal di Indonesia atau sebaliknya dalam valuta
USD tanpa melalui depository koresponden.3

B. Penyaluran Dana Pada Bank Syariah

Penyaluran dana merupakan kegiatan utama perbankan, baik bank konvensional


maupun bank syariah. Dalam bank syariah penyaluran dana juga biasa disebut sebagai
pembiayaan sedangkan pada bank konvensional sering disebut kredit.

3
Produk penyaluran dana Bank Mandiri yang diakses melalui web https://www.bankmandiri.co.id/en/wealth-
management/produk Tanggal 4 Oktober 2023 pukul 12.00 WIB
Pembiayaan merupakan suatu fasilitas yang diberikan bank syariah kepadamasyarakat
yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah dikupulkan oleh bank syariah
dari masyarakat yang surplus dana. Oleh karena itu, bank seharusnya memperhatikan
berbagai faktor dan aspek apa saja yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan terhadap masalah pembiayaan atau penyaluran dana pada masyarakat.4

Bank sebagai lembaga intermediasi keuangan (Financial intermediary institusion)


selain melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat, ia juga akan
menyalurkan dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan.

Dalam perbankan syariah biasanya bank menyediakan pembiayaan dalam bentuk


penyediaan barang nyata (asset) baik yang didasarkan pada konsep jual-beli, sewa
menyewa,ataupun bagi hasil.

Secara garis besar produk penyaluran dana kepada masyarakat adalah berupa
pembiayaan didasarkan pada akad jual beli yang menghasilkan produk murabahah,
salam, dan istishna.5

1. Murabahah
Murabahah adalah istilah dalam Fikih Islam yang berarti suatu bentuk jual beli
tertentu ketika penjual meyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan
biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut dan tingkat
keuntungan (margin) yang diinginkan.6

Landasan Hukum Positif Murabahah

Landasan Hukum Positif Pembiayaan Murabahah Pembiayaan Murabahah


mendapatkan pengaturan dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Ke- tentuan secara teknis dapat dijumpai dalam Pasal 36 huruf b PBI No.6/24/PBI/2004
tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah,
4
Siswati, Analisis Penyaluran Dana Bank Syariah, Vol.4, Jurnal Dinamika Manajemen, 2013. Hal. 1
5
Anshori Abdul Ghofur, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakart: Gadjah Mada University Press :2007),
hal.99
6
Ascarya, Akad dan Produk Syariah, 1(Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2007), hal.81-82
yang intinya menyatakan bahwa bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip
kehati-hatian dalam kegiatan usahanya yang meliputi penyaluran dana melalui prinsip
jual beli berdasarkan akad murabahah.

Di samping itu Pembiayaan Murahahah juga diatur dalam Fatwa DSN No.
04/DSN-MUI/IV/2000 pada tanggal 1 April 2000 yang intinya menyatakan bahwa dalam
rangka membantu masyarakat guna melangsungkan dan meningkatkan kesejahteraan dan
berbagai kegiatan, bank syariah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang
memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada
pembayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.

Ketentuan Umum Murabahah


a) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang be- bas riba.
b) Barang yang dijual tidak dilarang menurut hukum Islam.
c) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
d) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
e) ank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya
jika pembelian dilakukan secara hutang.
f) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pe- mesan) dengan
harga jual senilai harga beli plus keuntungan- nya. Dalam kaitan ini Bank harus
memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang
diperlukan. g) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut
pada jangka waktu yang disepakati.
g) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan.

Ketentuan Murabahah Kepada Nasabah


a) Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau
asset kepada bank.
b) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu asset
yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
c) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus
menerima (membeli)nya sesuai dengan perjanji- an yang telah disepakatinya,
karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak
harus membuat kontrak jual beli.
d) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang
muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
e) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus di
bayar dari uang muka tersebut.
f) Jika uang muka memakai kontrak 'urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:
 Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal
membayar sisa harga.
 Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar
kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang
muka tidak men- cukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
g) Jaminan dalam murabahah diperbolehkan, agar nasabah serius dengan
pesanannya. Di sini bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan
yang dapat dipegang
h) Hutang dalam murabahah secara prinsip penyelesaiannya tidak ada kaitannya
dengan dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas
berang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan
keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya
kepada bank. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran
berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. Kemudian jika
penjualan barang tersebut menye- babkan kerugian, nasabah harus tetap
menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat
pemba- yaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan
i) Penundaan pembayaran dalam murabahah Bahwa nasabah yang memiliki
kemampuan tidak di benarkan menunda penyelesaian hutangnya. Jika nasabah
menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak menu-
naikan kewajibannya, maka penyelesaiannya di lakukan melalui badan Arbitrase
Syari'ah setelah tidak mencapai kesepakatan melalui musyawarah
j) Bangkrut dalam Murabahah, jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal
menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi
sanggup kembali, atau berda- sarkan kesepakatan.7

2. Salam
Salam merupakan bentuk jual beli dengan pembayaran di muka dan penyerahan
barang di kemudian hari (advanced payment atau forward buying atau future sales)
dengan harga, spesifikasi, jumlah kualitas, tanggal dan tempat penyerahan yang jelas,
serta disepakat sebelumnya dalam perjanjian.
Barang yang diperjualbelikan belum tersedia pada saat transaksi dan harus
diproduksi terlebih dahulu, seperti produk-produk pertanian dan produk-produk fungible
(barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran, dan jumlahnya)
lainnya. Barang-barang non-fungible seperti batu mulia, lukisan berharga, dan lain-lain
yang merupakan barang langka tidak dapat dijadikan objek salam (Al-Omar dan Abdel-
Haq, 1996). Risiko terhadap barang yang diperjualbelikan masih berada pada penjual
sampai waktu penyerahan barang. Pihak pembeli berhak untuk meneliti dan dapat
menolak barang yang akan diserahkan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi awal yang
disepakati.
Salam diperbolehkan oleh Rasulullah Saw. dengan beberapa syarat yang harus
dipenuhi. Tujuan utama dari jual beli salam adalah untuk memenuhi kebutuhan para
petani kecil yang memerlukan modal untuk memulai masa tanam dan untuk menghidupi
keluar- ganya sampai waktu panen tiba. Setelah pelarangan riba, mereka tidak dapat lagi
mengambil pinjaman ribawi untuk keperluan ini sehingga diperbolehkan bagi mereka
untuk menjual produk pertani- annya di muka.
Sama halnya dengan para pedagang arab yang biasa mengekspor barang ke
wilayah lain dan mengimpor barang lain untuk keperluan negerinya. Mereka
membutuhkan modal untuk menjalankan usaha perdagangan ekspor-impor itu. Untuk
kebutuhan modal perdagangan ini, mereka tidak dapat lagi meminjam dari para rentenir
setelah dilarangnya riba. Oleh sebab itulah, mereka diperbolehkan menjual arang di

7
Ibid, hal 102-105
muka. Setelah menerima pembayaran tunai tersebut, mereka dengan mudah dapat
menjalankan usaha perdagangan mereka.
Salam bermanfaat bagi penjual karena mereka menerima pembayaran di muka.
Salam juga bermanfaat bagi pembeli karena pada umumnya harga dengan akad salam
lebih murah daripada harga dengan akad tunai.
Transaksi salam sangat populer pada zaman Imam Abu Hanifah (80-150 AH/699-
767 AD). Imam Abu Hanifah meragukan keabsahan kontrak tersebut yang mengarah
kepada perselisihan Oleh karena itu, beliau berusaha menghilangkan kemungkinan
adanya perselisihan dengan merinci lebih khusus apa yang harus diketahui dan
dinyatakan dengan jelas di dalam kontrak, seperti jenis komoditi, mutu, kuantitas, serta
tanggal dan tempat pengiriman.8

Landasan Hukum Positif Salam

Salam sebagai salah satu produk perbankan yang didasarkan pada akad jual beli
telah mendapatkan pengaturan secara intrinsik dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
yakni pada ketentuan umum tentang Prinsip Syariah. Sedangkan dalam tataran teknis
diatur dalam ketentuan Pasal 36 huruf b poin ketiga PBI No.6/24/PBI/2004 tentang Bank
Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yang intinya
menyatakan bahwa bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian
alam kegiatan usahanya yang meliputi penyaluran dana melalui prinsip jual beli
berdasarkan akad salam.

Di samping itu salam juga telah diatur dalam Fatwa DSN No.
05/DSN-MUL/IV/2000 tentang Jual Beli Salam. Adapun ketentuan dari jual beli salam
adalah sebagai berikut:

a) Ketentuan Tentang Pembayaran


1. Alat bayar harus di ketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau
manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang
8
Ibid, hal 90-91
b) Ketentuan Tentang Barang
Barang yang menjadi obyek salam harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
yaitu jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang, harus dapat dijelaskan
spesifikasinya, penyerahannya dilakukan kemudian, waktu dan tempat penyerahan
barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan, pembeli tidak boleh menjual barang
sebelum menerimanya, dan tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuai kesepakatan
c) Penyerahan Barang Sebelum Pada Waktunya
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan
jumlah yang telah disepakati.
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang tinggi, penjual tidak boleh
meminta tambahan harga.
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli
rela menerimanya, maka ia tidak boleh me- nuntut pengurangan harga (diskon).
4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan
syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh
menuntut tambahan harga.
5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau
kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki
dua pilihan, yaitu: Mem-batalkan kontrak dan meminta kembali uangnya atau
menunggu sampai barang tersedia.
6. Pembatalan kontrak. Pada dasarnya pembatalan salam boleh di lakukan, selama
tidak merugikan kedua belah pihak.
7. Perselisihan. Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
persoalannya diselesaikan melalui badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.9

3. Istishna
Istishna adalah memesan kepada perusahaan untuk memproduksi barang atau
komoditas tertentu untuk pembeli/pemesan. Istishna merupakan salah satu bentuk jual

9
Ibid
beli dengan pemesanan yang mirip dengan salam yang merupakan bentuk jual beli
forward kedua yang dibolehkan oleh Syariah. Jika perusahaan mengerjakan untuk
memproduksi barang yang dipesan dengan bahan baku dari perusahaan, maka
kontrak/akad istishna muncul Agar akad istishna menjadi sah, harga harus ditetapkan di
awal sesuai kesepakatan dan barang harus memiliki spesifikasi yang jelas yang telah
disepakati bersama. Dalam istishna pembayaran dapat di muka, dicicil sampai selesai,
atau di belakang, serta istishna biasanya diaplikasikan untuk industri dan barang
manufaktur. Kontrak istishna menciptakan kewajiban moral bagi perusahaan untuk
memproduksi barang pesanan pembeli. Sebelum perusahaan mulai memproduksinya,
setiap pihak dapat membatalkan kontrak dengan memberitahukan sebelumnya kepada
pihak yang lain. Namun demikian, apabila perusahaan sudah memulai produksinya,
kontrak Isrishna tidak dapat diputuskan secara sepihak.
Sebagai bentuk jual beli forward, istishna mirip dengan salam Namun, ada
beberapa perbedaan di antara keduanya, antara lain:
a) Objek istishna selalu barang yang harus diproduksi, sedangkan objek salam bisa
untuk barang apa saja, baik harus diproduksi lebih dahulu maupun tidak
diproduksi lebih dahulu.
b) Harga dalam akad salam harus dibayar penuh di muka, sedangkan harga dalam
akad isrishna tidak harus dibayar penuh di muka melainkan dapat juga dicicil atau
dibayar di belakang.
c) Akad salam efektif tidak dapat diputuskan secara tara dalam istishna akad dapat
diputuskan sebelum perusahaan mulai memproduksi. sepihak, semen
d) Waktu penyerahan tertentu merupakan bagian penting dari akad salam, namun
dalam akad istishna tidak merupakan keharusan

Meskipun waktu penyerahan tidak harus ditentukan dalam akad istishna, pembeli
dapat menetapkan waktu penyerahan maksimum yang berarti bahwa jika perusahaan
terlambat memenuhinya, pembel tidak terikat untuk menerima barang dan membayar
harganya. Namun demikian, harga dalam istishna dapat dikaitkan dengan wakan
penyerahan Jadi, boleh disepakati bahwa apabila terjadi keterlambatan penyerahan harga
dapat dipotong sejumlah tertentu per hari keterlambatan Dalam aplikasinya bank syariah
melakukan istishna paralel, yaitu bank (sebagai penerima pesanan/shant) menerima
pesasian barang dar nasabalt (pemesan/mustashni'), kemudian bank (sebagai pemesan
mustashni memesankan permintaan barang nasabah kepada produsen penjual (shani')
dengan pembayaran di muka, cicil, atau di belakang dengan jangka waktu penyerahan
yang disepakati bersama. 10

Landasan Hukum Positif Istishna


Istishna sebagai salah satu produk perbankan yang didasarkan pada akad jual beli
telah mendapatkan pengaturan secara intrinsik dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
yakni da- lam ketentuan umum mengenai Prinsip Syariah.
Dalam tataran teknis diatur dalam ketentuan Pasal 36 huruf b poin kedua PBI
No.6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melak- sanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah, yang intinya menyatakan bahwa bank wajib menerapkan
prinsip syariah dan prin- sip kehati-hatian dalam kegiatan usahanya yang meliputi
penyaluran dana melalui prinsip jual beli berdasarkan akad istishna.
Sebelumnya mengenai istishna ini diatur dalam Fatwa DSN No.
06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna'. Adapun ketentuan dari jual beli
istishna adalah sebagai berikut:
a) Ketentuan tentang Pembayaran
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau
manfaat.
2. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
b) Ketentuan Tentang Barang
1. Harus jelas cirinya dan dapat diakui sebagai hutang
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berda sarkan kesepakatan.

10
Ascarya, Akad dan Produk Syariah, 1(Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2007), hal 96-99
5. Pembeli (mustashni') tidak boleh menjual menjual barang sebelum menerimanya.
Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
6. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kese- pakatan, pemesan
memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
c) Ketentuan lain-lain
1. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepa- katan, hukumnya
mengikat.
2. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku juga
pada jual beli istishna.11

C. Sistem Penghitungan Margin


A. Penentuan Profit Margin Pada Bank Syariah

Metode penentuan profit margin pada bank syariah adalah terdiri dari:

1. Mark-up Pricing Mark-up pricing adalah penentuan tingkat harga dengan melakukan
mark-up biaya produksi komoditas yang bersangkutan.
2. Target-Return Pricing Target-Return Pricing adalah harga jual produk yang bertujuan
mendapatkan tingkat return atas besarnya modal yang diinvestasikan. Dalam bahasan
keuangan dikenal dengan return on investment (ROI). Dalam hal ini perusahaan akan
menentukan berapa return yang akan diharapkan atas modal yang diinvestasikan.
3. Received-Value Pricing Received-Value Pricing adalah penentuan harga dengan tidak
menggunakan variabel harga sebagai harga jual.Harga jual didasarkan pada harga
produk pesaing dimana perusahaan melakukan penambahan atau perbaikan unit untuk
meningkatkan kepuasan pembeli.
4. Value Pricing Value Pricing adalah kebijakan harga yang kompetitif atas barang yang
berkualitas tinggi. Dengan ungkapan ono rego ono rupo, artinya: barang yang baik
pasti harganya mahal.12 Seperti halnya yang lazim orangorang katakan bahwa harga
menentukan kualitas.
11
Anshori Abdul Ghofur, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakart: Gadjah Mada University Press :2007),
hal.108

12
Sri Dewi Anggadini. Penerapan Margin Pembiayaan Murabahah. (Cet. I; Jakarta: Gema Insani, 2009). h.190
Bank syariah menerapkan margin keuntungan terhadap produk-produk pembiayaan
yang berbasis NCC (Natural Certainty Contract), yakni akad bisnis yang memberikan
kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu, seperti pembiayaan
murabahah, ijarah, muntahia bit tamlik, salam, dan istishna. Penetapan besarnya margin
keuntungan dilakukan dengan referensi margin keuntungan, yaitu margin keuntungan
yang ditetapkan dalam rapat ALCO (Assets and Loans Committe) bank syariah. 13
Penetapan margin keuntungan pembiayaan berdasarkan rekomendasi, usul dan saran dari
tim ALCO bank syariah, dengan mempertimbangkan beberapa hal yaitu:

1. Direct Competitor’s Market Rate (DCMR) adalah tingkat margin keuntungan rata-
rata beberapa bank syariah yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai kelompok
kom - petitor langsung, atau tingkat margin keuntungan bank syariah tertentu yang
ditetap - kan dalam rapat ALCO sebagai kompetitor langsung terdekat.
2. Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR) adalah tingkat suku bunga rata-rata
perbankan konvensional, atau tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank
konvensional. Dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai kelompok kompetitor tidak
langsung, atau tingkat rata-rata suku bunga konvensional tertentu yang dalam rapat
ALCO ditetapkan sebagai kompetitor tidak langsung terdekat.
3. Expected Competitive Return for Investors (IECRI) adalah target bagi hasil
kompetitif yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak ketiga.
4. Acquiring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang langsung terkait
dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
5. Overhead Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang tidak langsung terkait
dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.

Bank syariah menerapkan nisbah bagi hasil pembiayaan ditentukan dengan


mempertimbangkan referensi tingkat margin keuntungan dan perkiraan tingkat
keuntungan bisnis/ proyek referensi tingkat margin keuntungan yang ditetapkan oleh
rapat ALCO. Menurut Adiwarman A. Karim, tingkat biaya pembiayaan (margin
keuntungan) berpengaruh terhadap jumlah permintaan pembiayaan syariah. Bila tingkat
margin keuntungan lebih rendah daripada rata-rata suku bunga perbankan nasional, maka
13
Adiwarman A. Karim, Bank Islam; Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010),
h.67
perbankan syariah semakin kompetitif.14 Sedangkan tingkat suku bunga akan
berpengaruh terhadap jumlah kredit di pasar perbankan.15

Bank syariah menggunakan akad murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka


pendek kepada kliennya untuk membeli barang walaupun klien tersebut mungkin tidak
memiliki uang tunai untuk membayar. Murabahah, sebagaimana digunakan dalam
perbankan Islam, ditemukan terutama berdasarkan dua unsur: harga membeli dan biaya
yang terkait, dan kesepakatan berdasarkan keuntungan. Adapun kelebihan kontrak
murabahah (pembayaran yang ditunda) adalah sebagai berikut:

1. Pembeli mengetahui semua biaya yang semestinya serta mengetahui harga pokok
barang dan keuntungan yang diartikan sebagai prosentase harga keseluruhan dan
ditambah biaya-biayanya;
2. Subyek penjualan adalah barang atau komoditas;
3. Subyek penjualan hendaknya memiliki penjualan dan dimiliki olehnya dan ia
seharusnya mampu mengirimkannya kepada pembeli;
4. Subyek penjualan memiliki penjual dan dimiliki olehnya dan ia hendaknya mampu
mengirimkannya kepada pembeli;

Murabahah sebagai penjualan pembayaran tertunda, dapat (i) melawan harga tunai,
menghindari margin yang berkenaan dengan waktu yang diperkenankan untuk
membayar, (ii) melawan harga tunai ditambah margin berkenaan dengan waktu yang
diperkenankan untuk membayar.16 (iii) pemberian harga margin diatur sesuai jangka
waktu pengajuan pembiayaan nasabah.

Sistem pemberian margin pada nasabah bank syariah yaitu mengacu pada memo yang
dikeluarkan setiap 2 (dua) kali seminggu dari rapat ALCO (Assets and Loan Committee).
Yang termasuk dalam anggota ALCO (Assets dan Loan Committee) adalah:

1. Dewan Direksi, yang merupakan wakilwakil yang ditunjuk oleh para pemegang
saham untuk mengelola Bank Muamalat pada khususnya.
14
Ibid.

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Edisi Keempat, (Jakarta, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
15

Universitas Indonesia, 2004), h. 23


16
Abdullah Saeed. Bank Islam dan Bunga. (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2004). h. 140
2. Divisi Treasury, yang merupakan bagian manajemen keuangan pada Bank Muamalat.
3. Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang merupakan pengawas dari setiap
keputusankeputusan yang ditetapkan dalam rapat ALCO, apakan sesuai dengan
ekonomi Islam atau tidak.

Penentuan profit margin yang ditetapkan dalam rapat ALCO merupakan acuan setiap
bank syariah dalam menentukan harga jual kepada nasabah yang ingin mengajukan
pembiayaan. Misalkan saja ALCO menentukan margin 16 %, maka harga itu akan
menjadi acuan penentuan harga jual kepada nasabah, tergantung dari kantornya yang mau
menjual dengan harga diatas ALCO atau memilih untuk menjual sesuai dengan harga
ketentuan. Bank syariah biasanya akan melakukan musyawarah dengan nasabahnya
sesuai dengan kemampuan mereka melakukan pembayaran angsuran setiap bulannya.
Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia sistem pemberian angsuran kepada nasabah
yaitu menggunakan sistem efektif dimana bank mengambil margin lebih banyak di depan
dibandingkan dengan utang pokonya karena untuk menghindari adanya kredit macet.

B. Sistem Perhitungan Profit Margin

Adapun contoh sistem perhitungan penentuan profit margin yaitu:

AT = P x m AM = OS x m

1 – 1 AP = AT -AM

(1+m)n Osn = OSn-1-AP

Keterangan :

 AT = Angsuran Total
 P = Pokok Pembiayaan Perbulan
 n = Jangka waktu pembiayaan
 AM = Angsuran Margin
 AP = Angsuran Pokok
 M = Margin (%)
 OS = Outstanding Pembiayaan
Dalam pelaksanaan murabahah, pihak bank diperbolehkan untuk meminta jaminan
yang dapat dipegang dari nasabah agar nasabah serius dengan pesanannya.

Utang yang dimiliki oleh nasabah adalah kewajiban yang harus dilunasi oleh nasabah
kepada bank syariah. Dalam fatwa juga ditentukan mengenai hal ini, bahwa apabila
nasabah menjual kembali barang tersebut kepada pihak ketiga dengan keuntungan
ataupun kerugian, nasabah tetap harus melunasi utang tersebut kepada bank syariah.
Pelunasan utang ini sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati baik mengenai
jumlah harga maupun waktu pelunasannya. Meskipun penjualan barang tersebut oleh
nasabah menyebabkan kerugian, nasabah tidak boleh memperlambat pembayaran
angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan. 17 Setelah bank men-dropping dana
ke nasabah maka pada saat itu nasabah wajib membayar kewajiban angsurannya kepada
bank setiap bulannya, jika nasabah menunggak/ kredit macet, maka jaminan nasabah
akan didaftarkan ke lembaga lelang untuk dijual, dan jika jaminan tersebut laku terjual
maka selisih dari harga dan utang pokok akan dikembalikan kepada nasabah.

Selain pendapatan bank syariah diperoleh dari margin ada beberapa hal sumber
pendapatan lainnya berupa:

1. Bagian bagi hasil yang diperoleh dari penggunaan fasilitas pembiayaan bagi hasil
murabahah dan musyarakah.
2. Sewa yang diperoleh dari fasilitas sewa beli dan jaminan gadai.
3. Fee yang diperoleh dari penggunaan jasajasa yang tersedia pada bank syariah.
4. Biaya administrasi dari penggunaan fasilitas pembiayaan kebajikan.18

Bank syariah sangat berhati-hati dalam penentuan margin karena produk-produk yang
dikeluarkan bank syariah haruslah betul-betul bebas dari riba, oleh karena itu peran
Dewan Pengawas Syariah sangat penting.

17
Widyaningsih. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. (Cet. II; Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005). h.106
18
Ibid. hal.44
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bank konvensional menggunakan sistem bunga sebagai dasar pembiayaan mereka, yang
dapat menghasilkan keuntungan stabil tetapi juga berisiko terhadap nasabah yang tidak dapat
membayar bunga. Sementara itu, bank syari'ah menerapkan prinsip-prinsip syariah Islam
yang melarang riba (bunga) dan mempromosikan keadilan dan berbagi risiko. Mereka
menggunakan berbagai instrumen pembiayaan berbasis aset dan berusaha untuk mendukung
proyek riil yang sesuai dengan nilai-nilai syariah. Dengan demikian, pembiayaan bank
syari'ah memiliki potensi untuk menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih adil dan
berkelanjutan, sambil tetap berusaha mencapai keuntungan yang sah. Memahami perbedaan
antara kedua pendekatan ini penting bagi para pemangku kepentingan perbankan untuk
memilih model yang sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan bisnis mereka.
B. SARAN DAN KRITIK
Kami paham bahwasanya makalah yang disusun oleh kelompok 2 terdapat banyak
kekurangan sehingga kritik dan saran sangat diperlukan dari pembaca agar kedepannya kami
dapat menjadi lebih baik lagi ketika menyusun paper.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Kasmir (2002). Dasar-dasar Perbankan. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Ascarya (2007). Akad dan Produk Syariah. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Saeed, Abdullah. 2004. Bank Islam dan Bunga. Pustaka Belajar Offset: Yogyakarta.
Anggadini Dewi, Sri. 2009. Penerapan Margin Pembiayaan Murabahah. Jakarta: Gema Insani
Karim, Adiwarman A. 2010. Bank Islam; Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Siamat, Dahlan. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Edisi Keempat, Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Artikel
Wijayanti, Lily. Analisis Sumber Dana Dan Penyaluran Dana Dalam Hubungannya Dengan
Laba Bersih Pt. Bank Bumiputera Tbk, Indonesia.
Abdul Ghofur, Anshori. 2007. Perbankan Syariah di Indonesia.Yogyakart: Gadjah Mada
University Press.
Website
Bank Mandiri. Produk penyaluran dana Bank Mandiri.
https://www.bankmandiri.co.id/en/wealth-management/produk
Jurnal
Siswati. 2013. Analisis Penyaluran Dana Bank Syariah. Vol 4, Jurnal Dinamika Manajemen
Anshori Abdul Ghofur, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakart: Gadjah Mada University Press :2007),
hal.108

Anda mungkin juga menyukai