Anda di halaman 1dari 4

Pengalaman Baru bersama Anak-anak Pelosok

Pada pagi hari yang cerah, Nana bersiap-siap untuk piknik ke hutan. Dia memasukkan
barang-barangnya ke dalam ransel.

“Nana, sudah siap belum? Sudah ada Kiki di sini!” Mama memanggilnya.

“Eh, iya Ma! Ini mau keluar,” jawab Nana sambil beranjak dari kasur.

Terdengar obrolan Kiki dan Mama di lantai bawah, Nana langsung menuruni anak
tangga dengan cepat.

“Ayo Ki! Nanti panas duluan,” ajak Nana. “O iya Ma, kita berangkat dulu ya,”

“Iya Tante, terima kasih untuk kuenya tadi, enak!” Kiki melanjutkan.

“Sama-sama, hati-hati ya. Barangnya jangan sampai hilang atau ketinggalan di


hutan!” Mama mengingatkan.

Mereka mulai berjalan sambil mengobrol santai. Waktu dari desa untuk menuju hutan
kira-kira satu setengah jam.

Kiki sudah tersengal-sengal, padahal waktu baru setengah jam berlalu. Mereka pun
beristirahat di bawah pohon besar selama 15 menit.

Setibanya mereka di hutan, terdengar suara yang sedang mengeja bacaan. Ternyata,
ada sekelompok anak kecil. Kiki pun berlari ke arah mereka.

“ Hai adik-adik! Kakak boleh ikut belajar tidak?” tanya Kiki dengan antusias..

“Eee ... “ anak-anak itu terkejut, “ka-kakak siapa?”

“Ah, kalian takut ya, perkenalkan nama kakak Kiki. Dan ini teman Kakak, namanya
Nana. Kalian siapa namanya?” Kiki memperkenalkan diri dengan ramah.

“Aku Helen, Kak. Ini Drio, Fielda, dan Liben.” Anak berambut ikal menjawab
pertanyaan Kiki sambil tersenyum.

“Wah, salam kenal semuanya! Jadi, boleh tidak kakak ikut belajar dengan kalian?”

“Boleh Kak! Ayo belajarnya di rumah kami saja! Sini kami antar,” Helen dengan
semangat menuntun mereka.
“Pssttt, Kiki. Bukankah kita ingin piknik? Kenapa kau malah menawarkan hal ini
pada anak-anak pedalaman?” bisik Nana.

“Piknik bisa lain waktu, Nana. Tapi mengajari anak di pelosok membaca mungkin
tidak bisa terulang lagi. Lagipula kita juga membagikan ilmu, ayo nikmati saja!” jawab Kiki
bijak.

Nana pun menurutinya.

Sesampainya di sana, Kiki dan Nana langsung mencari alat-alat untuk belajar
bersama. Mereka juga berniat untuk mengajari mereka, dengan benda-benda alam yang
sederhana, seperti batu, dedaunan, dan ranting pohon.

“Mmm, hai semua! Nama kakak Nana, apa kalian mau tahu cara berhitung?” Ucap
Nana gugup.

Tapi, anak-anak tampak sangat senang. “Mau Kak! Mau!”

Nana menulis soal di tanah menggunakan batu, kemudian menjelaskan cara


menyelesaikannya pada mereka. Liben berhasil menjawab 5 soal yang diberikan.

Ketika sedang asyik-asyiknya belajar, Ayah dari mereka memanggil. “Anak-anak, sini
masuk! Eh, siapa kalian?! Jangan ganggu anak-anakku!” intonasinya langsung berubah ketika
melihat Nana dan Kiki.

“Perkenalkan saya Kiki dan ini teman saya Nana, Pak. Kami tak sengaja melihat
anak-anak bapak sedang belajar, saat perjalanan ke hutan. Kami pun berniat mengajari
mereka, lalu kami diajak kesini. Mohon maaf jika kami tak sopan.” Kiki langsung
menjelaskan maksudnya dan membungkuk sebagai tanda hormat.

“Oh, benarkah begitu? Bapak minta maaf ya, Nak. Dan terima kasih atas niat baik
kalian, sebagai gantinya kalian boleh menginap di sini selama beberapa hari.” Ucap pria
bertubuh tinggi itu. “Kenalkan, nama saya Bima. Panggil saja Pak Bima.”

“Terima kasih, Pak Bima. Maaf jika merepotkan.” Kiki berujar, dan Pak Bima
membalas dengan senyuman.

Pengajaran pun dilanjutkan dengan semangat yang masih tinggi.

Tiga hari telah usai dihabiskan Kiki dan Nana bersama anak-anak pelosok. Artinya,
ini sudah waktunya mereka kembali ke desa.
“Kakak, jangan lupakan kami ya! Terima kasih untuk ajaran yang telah diberikan,
kami takkan melupakan Kakak. Kapan-kapan jangan lupa mampir kesini ya, Kak!” Drio,
Fielda, dan Liben, serta Helen berebutan menyampaikan salam perpisahan pada Kiki dan
Nana.

Pak Bima pun ikut berucap, “Nak, terima kasih ya untuk tiga hari terakhir ini. Maaf
kalau mereka sulit diatur.”

“Ah, tidak kok Pak. Malahan mereka sangat cepat menangkap pelajaran. Siapa sangka
dalam waktu tiga hari, ilmu-ilmu dasar sudah bisa dikuasai. Itu hebat sekali loh!” jawab Kiki
bijak.

“Hehe, sama-sama Pak, juga adik-adik sekalian. Kakak juga senang atas semangat
kalian yang membara. Lain kali kita pasti akan main lagi kesini.” Nana melanjutkan dan
melambaikan tangan kepada mereka.

“Dadah Kakak!”

Pengalaman baru di hutan berakhir sampai hari ini. Bagi mereka, pengalaman ini
sangat berharga. Ada banyak pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini.
Hai semuanya! Aku Asyifa Nurmaulida, biasa dipanggil Syifa. Hobiku mengarang
cerita dan membaca tentunya! Cita-citaku ingin menjadi dokter sekaligus penulis profesional.
Salam kenal ya semua.

Anda mungkin juga menyukai