Anda di halaman 1dari 25

Jilid 2

Juara Kejujuran
Kumpulan Cerita Pendek Anak - Jilid 2
Penulis : Arce Day Ngana, Karlina Aprimasyita,
Noviati Maulida Rahmah, Abizar Purnama.
Mentor : Benny Rhamdani
Ilustrator: M. Arief
Design: Satu Imaji
Penyunting naskah : ProVisi Education

Buku ini merupakan salah satu hasil karya peserta


“Anti-Corruption Teacher Supercamp 2016: Guru
Menulis Antikorupsi”, yang penulisannya dibimbing
oleh para mentor yang ahli di bidangnya. Secara
detail karya yang dihasilkan peserta dari kegiatan ini
berjumlah 50 buah, yaitu cerita bergambar (8 judul
buku), cerpen anak (8 judul), komik (18 judul), dan
naskah skenario film remaja (17 judul). Selain itu telah
dihasilkan juga Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) dari masing-masing karya yang harapannya
dapat menjadi inspirasi bagi para guru di Indonesia
dalam implementasi penggunaan masing-masing karya
pada pembelajaran di kelas.

ISBN : 978 602 9488 66 1

Diterbitkan Oleh:
Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia
Jl. Kuningan Persada Kav. 4
Setiabudi, Jakarta 12950
www.kpkp.go.id

Cetakan 1: Jakarta 2017

Buku ini boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya,


diperbanyak untuk tujuan pendidikan dan non komersial,
dan bukan untuk diperjualbelikan.
Daftar Isi
Noken Sapa Punya e................ 5

Rahasia Kopi Ayah ................. 9

Sagoe................................ 15

Sampah-Sampah Taman......... 19

Profil Penulis ...................... 25


Profil Mentor...................... 26
Cerita 1

Noken Sapa Punya e


Ditulis oleh: Arce Day Ngana

“Anak-anak, sampai di sini dulu ya dan perkampungan honai yang terbuat dari
materinya. Besok, jangan lupa datang lagi kayu dan alang-alang.
ke sekolah, ya!” pesan Pak Untung kepada
anak-anak. “Noge, Terinus, kitong pisah sampai
di sini e. Sampai ketemu besok ya di
“Iyo, Pak Guru. Besok kitong sekolah. Yogok1 ,” kata Lakitu, kawan kelas
pasti datang,” jawab para murid sambil mereka seraya berpisah jalan.
merapikan buku dan memasukkannya ke
dalam noken. “Iyo, Yogok. Sampai ketemu juga ya,
besok!” jawab Noge sambil bersalaman.
Noge dan kawan-kawan sekelasnya
keluar dari ruangan kelas menuju gerbang Noge dan adiknya Terinus masih
sekolah yang hanya terbuat dari kayu dan melanjutkan perjalanan. Karena rumah
atapnya alang-alang. Setelah melangkah mereka yang paling jauh dibandingkan
beberapa meter, Terinus pun keluar dari kawan-kawannya yang lain.
kelasnya.
“Adik, kitong harus rajin ke sekolah e
“Kakak …, tunggu saya!” teriak supaya kitong pu masa depan bagus,” kata
Terinus memanggil kakaknya Noge. Noge menasihati adiknya dalam perjalanan
Terinus pun berlari mengejar kakaknya. Dia pulang.
mengangkat celananya yang kusut seperti
kertas diremas. Mereka setiap hari harus “Yo, Kakak,” jawab Nogi singkat.
mendaki gunung dan menuruni lembah
demi mencari ilmu dan mengejar cita-cita. Di tengah jalan, tiba-tiba Nogi
Tidak dipungkiri mereka harus berjalan melihat satu buah tas noken tersangkut di
melewati hutan rimba, kebun yang luas, atas semak belukar. ”Kaka, co2 ko lihat, itu

1 - Yogok menunjukkan sebagai salam perpisahan


2 - Co artinya coba Noken Sapa Punya e 5
apakah?” tanya Nogi sambil menunjuk ke orang yang punya.”
arah tas itu.
“Tapi kitong tra tahu Kaka siapa
“Itu noken, tapi punya siapa e?” pemiliknya.” Sambil menggaruk rambutnya
jawab Noge penasaran. Akhirnya, mereka yang keriting karena kebingungan mencari
memeriksa tas noken itu dan ternyata di ide.
dalamnya ada lembaran uang seratus ribu
terikat rapi dan masih baru. “Begini saja,” kata Noge mencari
ide. “Tas dan semua isinya kitong bawa ke
“Kaka, ada uang dengan HP ne!” rumah, lalu sebentar kitong kasih ke Bapa
kata Terinus. dorang. Bapak kan tahu main HP toh?
Mungkin Bapak nanti bisa cari tahu siapa
“Siapa punya e?” Noge penasaran. pemiliknya.”

“Kaka, kita bawa pulang saja ke “Oke, baik sudah Kaka kalau
rumah, toh?” Terinus menimpali. begitu,” kata Terinus sambil mengelap
ingusnya yang hampir mengenai bibirnya.
“Ah, ko ini. Ini orang punya baru.
Nanti kalau kitong bawa ke rumah, Mama Akhirnya, mereka berdua pun
dorang3 marah. Dipikir kitong mencuri. pulang ke rumah dihantui rasa penasaran.
Lebih bagus kitong kasih kembali saja ke Dengan perjalanan yang cukup panjang dan

6 Noken Sapa Punya e 3 - Dorang artinya orang


4 - Nogobala artinya ya Tuhan. Ekspresi terkejut untuk orang Papua di Pegunungan
melelahkan, akhirnya mereka pun tiba di Besok paginya, ketika awan mendung
rumah pada sore hari. masih menaungi seluruh desa, perjalanan
pun dimulai. Bahkan, matahari kelihatan
“Bapa, tadi di jalan kita temukan masih enggan menunjukkan batang
noken, co Bapa lihat!” Cepat-cepat, Noge hidungnya. Pace, Noge, dan Terinus pun
memberikan tas noken itu kepada bapaknya keluar dari honai mereka dan berjalan
yang kebetulan sudah berada di rumah. menelusuri hutan-hutan sambil mencari
signal.
“Ini noken siapakah?” tanya
bapaknya Noge terkejut penasaran. “Bapak, kitong temukan noken
pas di sini sudah,” kata Nogi
“Bapak, jangan marah dulu e. Kitong sembari menunjukkan tempat
ju tra tahu siapa pemiliknya,” jelas Noge. awal ditemukannya noken
Lalu bapaknya pun membuka noken dan tersebut.
terkejut.
“Kalau begitu,
“Nogobala , ini uang banyak! Betul
4
Bapak cek dulu
kalian temukan di jalan, kah?” apakah signal sudah
ada atau belum e,”
“Iyo, Bapa. Kitong temukan di jalan, jawab ayahnya.
di dalam noken juga tra ada KTP. Tapi
kitong pikir karena ada HP, mungkin Bapak
bisa lacakkah siapa pemiliknya dari sana?
Soalnya kitong tra tahu main HP,” jawab
Noge sambil mengangkat kedua bahunya
yang menandakan bahwa ia tidak bisa.

Bapak mengambil HP yang


ada di dalam noken, mengotak-
atik dengan maksud mencari
nomor kontak dan kotak
masuk (SMS) yang ada di
dalam HP tersebut.

“Ayiiih, tapi
signal tidak ada oo.
Atau besok saja,
kitong sama-sama
jalan cari signal kah?
Sekalian, Bapak antar
kalian ke sekolah e
soalnya sekarang bapak
lagi sibuk belah kayu
jadi,” kata bapaknya
Noge sambil
mengambil kapak.

Noken Sapa Punya e 7


“Nah, ini baru ada!” Kemudian, ayah “Oh, tidak usah Pak nanti saya
Noge memencet nomor kenalan pemilik ambil sendiri ke rumah Bapak. Tapi saya
HP tersebut. “Halo…? Halo …? Ya, selamat bisa bicara dengan Noge kah?” tanya Pak
pagi, Bapak. Betul ini dengan Pak Gonirum Gonirum.
Wanimbo?” tanya bapak Noge.
“Halo, Pak ini Noge. Bagaimana
“Maaf, ini dengan saudaranya. Ini Bapak?” tanya Noge dengan suara yang
siapa e?” kata saudara dari Pak Gonirum halus.
pemilik Noken itu.
“Noge. Ini dengan Pak Gonirum.
”Ini dengan bapaknya Noge, Pak. Bapak mau kasih ko hadiah karena ko
Sa pu anak ada temukan tas noken berisi sudah ketemu Bapa punya HP dan Noken
uang dan HP. Kita mau kembalikan cuman kemarin,” kata pemilik noken.
tidak tahu alamat, kalau boleh tahu kitong
kembalikan ke manakah?” “Ah …, jangan. Saya ikhlas ko bantu
Bapa,” kata Noge sambil tersenyum.
“Wah, Bapak terima kasih. Itu noken
saya pu saudara. Kalau sudah mencari-cari “Wah … ko baik sekali. Bapa doakan
noken sejak kemarin. Kebetulan dia ada di suatu saat nanti ko jadi orang sukses dan
sini ya, Pak.” selalu punya hati yang bijak,” kata Pak
Gonirum memuji Noge.
“Halo, Pak, ini dengan Pak Gonirum,
ya?” tanya ayah Noge. “Begini, Pak, “Amin … terima kasih ya Pak,
anak saya menemukan noken milik Bapak doanya,” kata Noge sambil tersenyum.
kemarin. Apakah saya punya anak antar ke
rumah Bapak atau bagaimana?” tanya ayah •••
Noge.

8 Noken Sapa Punya e


Cerita 2

Rahasia Kopi Ayah


Ditulis oleh: Karlina Aprimasyita

Huahhh …. Bila ada pesta maupun acara adat


seperti ngopi pay1 maupun nemui nyimah2
Masih ngantuk sekali rasanya. Berat di kampungku, kopi buatan Ayah menjadi
melangkahkan kaki mengambil air wudhu favoritnya para bapak. Beliau punya kedai
pada subuh ini. Suhunya dingin sekali, sih, kopi di dekat pasar. Tidak besar sih, tapi
membuatku malas bergerak dari tempat cukup ramai pengunjungnya.
tidur.
Biasanya yang menjaga kedai adalah
Sebelumnya, perkenalkan, namaku kakak-kakakku. Mereka sudah lulus sekolah,
Amah. Lengkapnya, Siti Amanah. Aku sehingga dapat membantu Ayah di kedai
bungsu dari lima bersaudara. Keempat dan ladang. Karena aku masih dianggap
kakakku laki-laki semua. Cantiklah aku anak kecil, sehingga di kedai, aku hanya
pastinya. Aku tinggal di Padang Cahaya, diizinkan mencuci piring saja. Itu pun, hanya
Kabupaten Lampung Barat, di bawah bisa kulakukan saat pergi ke kampung untuk
kaki gunung Pesagi, Provinsi Lampung. liburan sekolah.
Makanya, udara di tempat tinggalku dingin
sekali, seperti es. Oh iya, saat ini aku duduk di kelas
IV SD Islam kabupaten, jadinya aku harus
Rumahku dekat perkebunan kopi, tinggal di asrama. Senang sih belajar
lho. Soalnya, ayahku adalah petani kopi. mandiri, tapi ada sedihnya juga karena
Beliau petani yang hebat. Bayangkan saja, seluruh kakakku sudah tahu resep kopi
Ayah itu, selain pintar menanam, juga Ayah, sementara aku belum. Ayah bilang,
pandai meracik kopi yang nikmat seperti boleh belajar tentang kopi kalau liburan
para barista yang ada di televisi. Aku saja panjang saja.
sampai ketagihan dengan kopi racikan
Ayah.

1 - Acara minum kopi bersama untuk mengakrabkan satu sama lain, termasuk saat acara adat.
2 - Kewajiban bagi suatu keluarga dari masyarakat Lampung umumnya untuk tetap menjaga silaturahmi.
Rahasia Kopi Ayah 9
Liburan kali ini aku senang. Walau
hanya tiga hari, tak akan kusia-siakan Huh ...! Kelamaan, Ayah.
kesempatan untuk menagih janji Ayah. Aku kesal.

“Ayah, Amah boleh belajar buat “Ah …, Ayah pelit!” cetusku


kopi seperti Adin dan kiyay3 lainnya?” spontan.
tanyaku kepada Ayah yang sedang sibuk
membungkus kopi untuk dijual. Aku berlari ke luar tak tahu arah. Di
jalan, aku berpapasan dengan Minan Wati,
“Naen gaweuh, Amah. Nikew penjual kopi di warung kampung, tapi tidak
selesaikan dulu SD-mu itu, terus belajar selaku kedai ayahku.
masuk MTs. Besar sedikit, baru bener-bener
Ayah ajarin,” jawab Ayah dengan logat Minan4 Wati menatap wajah
kental khas Lampung. manyunku.

Astaga, usiaku sudah sembilan tahun “Oy, ulahnyo pudak nikew


dan aku masih harus menunggu dua tahun gahinow?” tanya Minan Wati
lagi?

10 Rahasia Kopi Ayah 3 - Panggilan untuk kakak laki-laki dalam bahasa Lampung
4 - Panggilan untuk perempuan dewasa atau bibi
“Aku sebel betul sama Ayah. Masak Aku baru ingat, siang tadi sebelum aku
aku minta diajarin bikin kopi aja, Ayah mengamuk kepada Ayah, beliau sempat
enggak mau ngajarin. Kata dia, entar aja menyangrai kopi dan menumbuk di
kalau aku udah lulus SD. Kesel lah aku,” penggilingan belakang.
curhatku kepadanya
Asyik ...! Ini jadi ekperimen
“O, gahinew. Minan tahu caranya terhebatku. Kopi racikan Amah yang
Ayah kamu buat kopi. Mau tahu enggak?” rasanya senikmat buatan Ayah.
selidiknya.
Oke, ayo lakukan Amah!
“Mau, mau!” jawabku tegas dengan
mata berbinar. Kemudian, Minan Wati Semua bahan kuletakkan
berbisik di telingaku. Aku pun tersenyum di baskom ukuran sedang. Kopi
dan menganggukkan kepala, setuju. bubuk, bubuk jagung, dan
beras halus, kumasukkan
Aku berpisah dengan Minan Wati masing-masing satu sendok
di dekat surau. Minan Wati berpesan untuk ke dalam bungkus kopi
membeli bahan-bahan yang kubutuhkan di ukuran 100 gram
toko penjual pakan hewan dekat tikungan berwarna cokelat
poskamling desa. Segera aku ke sana, tak bertuliskan kopi
sabar mempraktikkannya nanti malam. jempol. Wah,
kalau dicampur
Malam itu, rumahku sepi. Hanya begini, ayahku
ada Ibu dan kedua kakakku yang sedang bisa untung
menonton TV di ruang keluarga. Ayah juga banyak
tidak ada, sedang pergi ke pengajian di dong
kampung sebelah. Biasanya aku juga ikut
menonton atau sekadar tidur-tiduran dalam
kamar sendirian. Tapi malam ini, ada misi
hebat yang ingin kulakukan. Aku
berharap, Ayah akan senang
dengan usahaku
membantunya.

Kuendap-
endapkan
langkahku
menuju dapur
produksi kopi.
Kukeluarkan
apa yang sudah
kubeli di toko
pakan ternak
tadi. Tiga bungkus
jagung bubuk dan
beras halus yang
sudah digiling.

Aha ...!

Rahasia Kopi Ayah 11


karena saat ditimbang kesannya jadi berat kopi serta wajah Ayah.
dan banyak … hehe.
Ayah diam.
Aku tersenyum puas. Misiku selesai.
Kubereskan hasil ujicobaku dan kembali ke Selepas salat isya, kami semua
kamar. dikumpulkan di ruang keluarga. Satu-satu
ditanya, siapa yang mencampur jagung dan
Pukul 7 pagi, kedai Ayah sudah bubukan lainnya ke dalam kopi bubuk yang
buka. Satu per satu pembeli berkunjung dijual.
ke kedai. Ada yang beli kopi bubuk, biji
kopinya saja, bahkan ada yang minta “Begini ya, Anak-Anak Ayah yang
dibuatkan untuk diminum di tempat. baik. Kalau kopi murni, tidak ada yang

Kulihat, hasil karyaku semalam mengapung di atas permukaan kopinya.


diletakkan di etalase depan. Coba kita tes, ada apungan bubukan tidak
di kopi yang Ayah buat ini?” ujar Ayah
Ah, senang sekali aku, senyum dalam sambil mempraktikkan teorinya.
hati. Karena baru beberapa jam digelar, dua
puluh bungkus kopi yang dijejerkan hampir Ternyata ada.
ludes terjual.
Kami semua tegang, tapi gerak-
Namun tak lama kemudian, seorang gerikku menimbulkan kekecewaan lainnya.
pembeli kopi datang menghampiri Ayah
sambil marah-marah dan menunjuk-nunjuk “Amah, mengapa mukamu merah

12 Rahasia Kopi Ayah


dan matamu seperti
mau menangis?”
tanya Kiyay Arif, kakak
pertamaku.

“Ng ... ng …,
begini, Ayah.” Sambil
menangis kuceritakan kejadian
sebenarnya kepada Ayah dengan
perasaan penuh salah.

“Amah yang saleha, Amah baca


tidak? Pada bungkus kopi ada tulisan Kopi
Asli Lampung, Tanpa Campuran,” kata Ayah
sambil menunjukkan bacaan yang tertera
pada bungkus kopi.
“Tidak
“Ayah tidak marah, justru bersyukur lupa
kamu mau mengakui perbuatanmu. Mau juga, lho,
jujur dan meminta maaf,” ujar Ayah di pengeringan harus
depan kakakku. dilakukan dengan
sempurna agar aromanya
Aku tahu, Ayah pasti menahan lebih harum meski, kopi
kekesalannya kepadaku. tersebut belum diseduh.

Sambil bercerita, Ayah menjelaskan “Coba sini, deh, kamu cium


bahwa jika ingin mendapatkan kopi yang ini,” ujar Ayah sambil meletakkan kopi
nikmat, harus dilakukan sejak pemilihan sangrai di tangannya.
bibit yang unggul. Ladangnya juga harus
tepat, dirawat dengan segenap hati agar Kopi murni, wangi khasnya tercium
tumbuh dengan baik. Saat pemutilan pun harum walaupun belum diseduh. Hmm
harus hati-hati. Bijinya harus benar-benar … nikmat sekali harumnya. Ayah juga
matang di pohon. bilang, bahwa kopi murni, saat diseduh air,
hanya kopinya saja yang terlihat, tidak ada
apungan zat apa pun, sekali pun dicampur
gula.

“Jadi, Amah yang baik, Ayah tadi


kan sedang sibuk sekali di kedai. Kemarin
juga, kemarinnya juga. Tidak diajarkan
sekarang bukan berarti Ayah tidak sayang
sama Amah. Tidak dikasih tahu juga
bukan berarti Ayah pilih kasih. Hanya
waktunya saja, Ayah belum sempat. Ayah
ingin mengajarkanmu kalau hari liburmu
panjang. Kan mau belajar tentang kopi,
pasti Ayah akan mengajakmu ke ladang,
kemudian menumbuknya sampai diseduh.
Itu tidak bisa satu hari sayang,” nasihat
Ayah.

Aku menghela napas sambil


menggigit bibirku.

Rahasia Kopi Ayah 13


•••
“Ayah tahu, kamu berbuat begini
agar kopi yang dijual jadi banyak. Tapi kita
kan berjualan bukan hanya cari untung.
Kita cari keberkahan. Biar apa? Biar hasil
dari jualan kopi-kopi ini bisa dimakan, bisa
dipakai Amah sekolah, atau untuk beli baju.
Nah kalau berkah, insha Allah kita selamat,
kan?” tukas Ayah.

Aguy5 Ayah, nyesel temon6 ikam


berbuat gahinew. Mengapa pula, ngikutin
saran Minan Wati tanpa tanya dulu ke Ibu
dan kakak-kakakku?

Huff .…

Aku mengangguk sadar dan


meminta maaf. Merasa bodoh, karena sok
tahu dan melanggar apa yang dilarang oleh
Ayah. Di dalam hati, aku berjanji tidak akan
mengulangi perbuatanku, tetapi menaati
perintah orangtuaku agar nanti bisa menjadi
seorang ahli kopi yang jujur seperti Ayah.

14 Rahasia Kopi Ayah 5 - Penegasan dalam Bahasa Lampung


6 - Sekali
Cerita 3

Sagoe Buku
Ditulis oleh: Noviati Maulida Rahmah

Namaku Aiza. Aiza Zulifatillah. Yah, jelasku kepada Zauza. Wajahnya tampak
Aiza. Pengurus Pojok Baca SDN 1 Bireuen berubah. Berdiri. Merapikan buku kembali
bersama seorang adik kelas berkulit putih, tanpa bersuara. Menyerah.
bertubuh mini, dan suka jutek sendiri,
Zauza. Bangunan sekolahku tidak terlalu
gagah. Dindingnya abu-abu seperti rok
“Zauza, bisa enggak sih, bukunya kakak-kakak SMA, terbuat dari papan
itu disusun sesuai jenis bukunya? Jangan bekas sumbangan warga kaki Gunung Goh,
dicampur-campur. Ini bukan gado- diselimuti bercak-bercak putih bekas kikisan
gado.” Pipi Zauza memerah bulat macam cat yang lapuk. Lemari bukunya tergantung
badut di pasar malam. Tubuh kecilnya miring kayak jemuran mamak-ku.
membantingkan diri ke dinding. Hidungnya
seperti pinokio, runcing ke depan. Paku di sudutnya copot satu kayak
gigi abusik-ku1 . Bukunya hanya beberapa
“Untuk apa sih sibuk-sibuk? Kita, kan saja tergeletak di situ. Selebihnya,
enggak mungkin menang. Sekolah di kota- dimasukkan ke dalam kotak bekas kardus mi
kota itu lebih bagus. Kita enggak punya instan.
apa-apa, Cuda. Atap sekolah kita aja sudah
mau roboh. Siapa yang peduli? Apalagi Aku lupa, dindingnya seperempat
untuk dinilai. Sudahlah, kita sudah cukup ke bawah juga sudah tak sama lagi dengan
baca aja. Tak usah repot-repot ikut lomba warna di atasnya. Kalau banjir tiba, ruang
Pojok Baca, siterasi, eh …, miterasi eh ....” kelasku seperti kolam bebek Pak Ferry.
Lidah Zauza keseleo.
Setiap sore Pak Ferry membawa
“Literasi, Zauza. Enggak penting bebek-bebeknya mandi di kolam dekat
menang. Yang penting itu usaha. Usaha!” sawah. Kolam yang sengaja dibuat untuk

1 - Panggilan kakek dalam frasa Aceh


Sagoe Buku 15
memanjakan bebek-bebeknya. menggulung. Semangatku dan Zauza
belum padam. Kuperbaiki rak buku.
Kelasku juga begitu. Akan Disusun berdasar jenisnya. Bukunya sudah
jadi tempat bermain kodok kalau air lapuk. Keseringan dibaca. Ada beberapa
merendam lantai. Kalau air sudah surut, yang sobek. Hanya bisa dilem dengan
tinggallah lumpur. Kami akan ramai-ramai perekat biasa. Kami bersama mengucap
membersihkannya. Namun baunya tetap syukur. Nanti sore tim penilai datang dan
menyengat. mengumumkan yang terbaik.

Banjir semusim jelas saja menjadikan “SAGOE? Kok, Sagoe? Namanya


lomba ini mengocok-ngocok perutku, enggak keren. Enggak beken. Terlalu
Nona Aiza yang super, sok kuat. Aku harus kampungan.” Zauza mengeluh.
memutar otak, menyulap pojok baca ini
menjadi colorful. Tentu saja yang terbaik “Tidak Zauza. Sagoe itu bahasa kita.
untuk sekolahku. Bahasa Aceh. Artinya pojok atau sudut. Kita
lestarikan bahasa kita. Okelah kita tambah
Pelan-pelan awan hitam jadi SAGOE BUKU. Gimana, ayo?” jelasku.

16 Sagoe Buku
Zauza sedikit menyunggingkan bibirnya. Sikapnya nyaris merenggut semangatku.
Zauza mulai berkaca-kaca di ujung matanya.
Ketukan batu di sebuah plakat besi Aku hanya menarik napas. Menanti sore
menandakan waktu pulang. Tapi aku dan penuh teka-teki tiba.
Zauza tetap di sekolah. Untung tadi pagi
aku sempat membantu Abi menarik lembu •••
dan memberinya lalapan dengan menu
rumput susu. Seluruh peserta lomba dari berbagai
sekolah berkumpul di halaman sempit
Di pagar depan sekolah terdengar sekolahku. Entah kenapa sekolah kecil ini
teriakan. Aku dan Zauza keluar. Berlari ke dipilih jadi tuan rumah acara puncak literasi
pagar. ini. Yah, entahlah.

“Hei, anak kampong. Enggak usah “Assalamu ‘alaikum, Anak-Anak.


capek-capek kalian hias pojok baca. Malu Ini sekolah hebat. Pojok Baca ’Sagoe
dong. Sadar diri. Mana mungkin kalian Buku‘-nya luar biasa,” kata-kata ibu
menang lawan kami. Nyerah aja. Nanti penilai terpotong. Ia menatapku.
kutraktir kalian, makan pangsit jumbo
Apilin. Kalian tahu kan Apilin? Pangsit yang “Kamu Aiza Zulifatillah,
satu piring lima belas ribu itu. Hahaha ….” ketua pengurus Pojok Baca?”
Mulut Agil bulat. Suaranya meninggi. lanjutnya.

“Tuh kan, apa kubilang? Kita nyerah Aku mengangguk. Ia


aja!” Zauza bertingkah. Menarik-narik melambaikan tangannya
bajuku. kepadaku. Mengajakku
ke arah depan kelas.
“Hahaha .... Sagoe? Jelek sekali. Aku bangkit gontai.
Kalian tidak akan menang. Jurinya sudah Ia menanyakanku
pasti memenangkan sekolah kami. Ayahku beberapa
itu kenal sama jurinya. Kemarin ayahku pertanyaan.
memberikan hadiah sama jurinya. Hahaha!”
Agil menginjak gas sepeda motornya.
Meninggalkan noda lumpur di baju kami.

Aku berusaha tetap


tenang. Agil memang orang
yang sombong. Maklum
dia anak bapak PNS di
dinas pendidikan. Dia
bersekolah di kota.
Jauh dari sini. Usianya
sama denganku.
Masih kelas enam SD.
Tapi dia sudah dapat
motor kayak anak-
anak kuliahan.

Ternyata,
dia mengintip
pekerjaanku
dan Zauza.

Sagoe Buku 17
“Ibu penilai, Aiza mau tanya. Pengumuman pun tiba. Wajah-wajah
Lomba ini enggak curang, kan? Kemarin mengernyit. Sebagian memaksa senyum.
ada seseorang yang mengatakan bahwa Zauza sibuk menggosok-gosok tangannya.
Ibu menerima hadiah agar salah satu Agil menjulurkan lidahnya beberapa kali
sekolah menang. Benar enggak ya, Bu?” kepada Zauza.
Pertanyaanku mendadak membuat kelas
hening. Aku membalas dengan diam dan
menarik Zauza untuk menjauh. Mikrofon
Ibu penilai tersenyum. Senyumnya dinyalakan. Suaranya hilang-hilang timbul.
ramah. Sedikit menenangkan hati. Suara salam ibu penilai dijawab lantang.
Deretan pemenang dibacakan. Jantung
“Aiza, ini pasti soal salah seorang mulai berlomba dengan detik jam.
peserta yang ayahnya memberikan sesuatu
kepada saya. Namun jangan khawatir, saya Tarrrraaa! Akhirnya, nama sekolahku
tolak hadiah itu. Bagi saya, lomba tetaplah muncul sebagai pemenang. Agil menatap
lomba. Teman tetaplah teman. Yang paling sangar. Zauza berteriak kencang. Dan bola
dinilai adalah minat baca kalian. Bukan mata agil semakin menajam.
mewah atau tidaknya. Tenang saja, ya. Tim
penilai pasti sudah tahu mana yang layak. •••
Yang terpenting semua sudah memulai.”

Aku tersenyum tenang. Mulai bisa


menyeimbangkan diri kembali. Penting
bagiku, menjadi juara secara terhormat dan
apabila kalah bisa berlapang dada. Aku
melempar senyum optimis kepada Zauza.

18 Sagoe Buku
Cerita 4

Sampah-Sampah Taman
Ditulis oleh: Abizar Purnama

“Aduuuhhh …, Sakiitt sakit!!” Ia sekitar taman. Ia tidak menemukan tempat


mengerang kesakitan sambil memegangi sampah. Satu pun tidak ada. Sejauh
bagian atas tubuhnya. Teriakan itu bukan memandang, mengamati sekitar. Ke kanan,
dari salah satu anak-anak pengunjung ke kiri, lalu ke belakang.
taman. Bukan.
Di dalam kebingungan itu, lamat-
“Tolong akuuu! Tolooong!” lamat terdengar suara dari kejauhan.
Krisik, krisik, krisik. Betapa terkejutnya
Betapa mengejutkannya. Ternyata, ia. Di sela pegangan besi kursi taman,
teriakan kesakitan itu adalah berasal dari terselip Bungkus Permen. Kotak Susu
Kotak Susu. Ia tergeletak di salah satu ruas mendekatinya. “Bagaimana kamu bisa ada
jalan berbata di taman. Meronta-ronta. di situ?” tanya Kotak Susu.
Bagian atas tubuhnya sedikit penyok karena
terjatuh tadi. “Ah, biasalah! Aku ini korban
manusia yang tidak peduli terhadap
Seluruh isi Kotak Susu telah habis lingkungan. Seenaknya saja aku dilipat, lalu
diteguk oleh seorang anak kecil. Lalu, diselipkan di sini,” terang Bungkus Permen.
dilempar dan jatuh terguling-guling di atas
jalan bata. Sakit sekali. Habis manis, sepah “Sudah berapa lama kamu di sini?”
dibuang seenaknya. Kotak Susu penasaran.

“Kalau saja anak kecil itu “Aku menyaksikan lampu taman


memasukkanku ke dalam tempat sampah. dinyalakan dan dipadamkan masing-masing
Amanlah aku. Tapi ….” Sayangnya, tiga kali. Jadi, kurang lebih sudah tiga hari
harapan itu seperti asap yang perlahan aku di sini.”
hilang ke langit. Kotak Susu mengamati

Sampah-Sampah Taman 19
“Haaahhh??” Kotak Susu terperanjat, Kotak Susu semakin heran. Ia berujar,
“Lalu, kamu diam saja di sini?” “Hai, Kawan! Tadi aku amati sekitar. Tak
kutemukan tempat sampah. Bagaimana bisa
“Bukan begitu kelihatannya di taman kota seperti ini tidak ada tempat
bagaimana? Aku juga ingin masuk ke kita benda itu?”
tempat sampah. Tapi lihat keadaanku!
Bagaimana aku bisa aku bergerak dalam “Tiga hari lalu aku lihat petugas
keadaan terjepit seperti ini? Lekas bebaskan kebersihan mengambil seluruh tempat
aku!” sampah di taman ini. Banyak yang rusak.
Berlubang di bagian bawahnya. Namun,
Kotak Susu menarik lembaran tubuh hingga kini belum ada tempat sampah
berbahan plastik milik Bungkus Permen. pengganti,” jawab Bungkus Permen.
Hiyaaattt … Ah, berhasil.!
“Aha! Aku punya ide. Ayo! Jangan
“Terima kasih, Kotak Susu,” ujar sia-siakan waktu kita dengan mengeluh! Kita
Bungkus Permen lega. ajak kawan-kawan yang lain berkumpul,”

20 Sampah-Sampah Taman
ajak Kotak Susu penuh percaya diri. Hadirin memanggut-manggut.
Masing-masing mengamati tubuh kawan
Bungkus Permen terperanjat, namun di sebelahnya. Semua kusut, kusam, dan
tetapi ia ikuti saja apa yang dilakukan Kotak kotor.
Susu.
“Kita semua yakin, para manusia
Dengan sigap, mereka datangi sudah tahu bagaimana aturan membuang
satu per satu sampah yang terlihat. Stik Es sampah. Bagaimana caranya?” teriak Kotak
Krim, Botol Air Mineral, dan Gelas Plastik Susu bertanya kepada hadirin.
Teh. Di bawah lampu taman, para sampah
berkumpul. Mereka penasaran dengan “Di tempat sampah!!” jawab
ajakan Kotak Susu. Bungkus Permen. Yang lainnya
terlihat geram dan marah dengan
“Ehem!” Kotak Susu berdehem. Ia kelakuan manusia itu.
memandangi para sampah teman-teman
barunya, lalu meninggikan suaranya, “Keindahan taman ini pun
“Kawan-kawan, mohon dengarkan nantinya perlahan akan sirna
sejenak!” Semuanya sekejap membisu. Para bila kita berserakan,” tambah
sampah memperhatikan Kotak Susu. Botol Air Mineral.

“Nasib kita saat ini sama. Sangat Semuanya


tidak nyaman bila terlantar seperti ini. Kita celingukan,
baru akan nyaman bila sudah berada di mengamati
tempat sampah,” ujar Kotak Susu membuka sekeliling
pidatonya. taman.

“Betul …!” pekik panjang Stik Es


Krim berbarengan dengan yang lain.

Kotak Susu maju selangkah, menarik


sehela napas, lalu berkata, “Apalagi,
kata Bungkus Permen, tempat sampah
yang lama sudah rusak. Sedangkan,
penggantinya belum tersedia.”
Bergetarlah suara Kotak Susu,
membahana, membuat
keadaan semakin hening.

“Lihat tubuhku
yang penyok ini! Lihat
betapa kusutnya Bungkus
Permen! Sudah tiga hari ia
terjepit di pegangan kursi
taman! Aku yakin keadaan
sampah yang lainnya
pun tak jauh
berbeda.”

Sampah-Sampah Taman 21
Mereka berbisik-bisik, kasak-kusuk. “Betul kawan kita yang lain, yang berserakan dan
juga,” celetuk Gelas Plastik Teh. terlantar.”

“Tapi, kita tidak boleh tinggal “Siap! Ayo!” jawab Bungkus Permen
diam. Sekali lagi, kita tidak boleh tinggal disambung teriak semangat sampah yang
diam!” semakin bergetar suara Kotak Susu, lain.
semakin membahana, membuat keadaan
mulai riuh semangat. “Ajak semua sampah itu berkumpul
di sini!” seru Kotak Susu dengan tegas
Bungkus Permen mengangkat ujung berapi-api.

jarinya, hendak bertanya, “Lalu, setelah ini, Ziiingg! Semuanya diam, hening.
apa yang harus kita perbuat? Kalau pun Sontak terkaget-kaget saat Bungkus
tersedia tempat sampah, tidak mungkin kita Permen berteriak lantang, “Tunggu apa
mampu memanjat sendiri untuk masuk ke lagi? Ayo kita laksanakan!”
tempat sampah, kan?”
Suasana tiba-tiba riuh ramai.
“Betul. Kita perlu bantuan manusia,” Dengan cepat, mereka menyebar ke segala
tambah Gelas Plastik Teh. penjuru. Tidak terkecuali Kotak Susu yang
melontarkan ide dan perintah. Tidak ada
Dengan yakin, Kotak Susu yang tinggal diam lagi.
bersemangat, “Tenang saja! Aku punya
ide bagus. Tolong semuanya menyebar Selang beberapa saat, cahaya jingga
ke seluruh sudut taman! Kita cari kawan- di langit barat perlahan hilang. Lampu-

22 Sampah-Sampah Taman
lampu
taman
dinyalakan.
Benda-benda
sampah itu kembali
berkumpul. Bedanya,
saat berangkat tadi
mereka sendirian saja.
Kini, mereka datang
dengan diiringi
sampah-sampah
lain.

Mereka
bergerak kompak
kembali menuju bawah
lampu. Bisa dibayangkan,
ratusan sampah dari segala
penjuru taman kini berkumpul.
Pemandangan taman kembali tidak indah,
malah semakin menjijikkan. Bagaimana
bisa taman kota berubah seperti tempat
pembuangan sampah akhir.

Bau anyir tak sedap tercium di mana-


mana. Membuat mual. Baunya memancing
Mereka
isi perut keluar. Yeeiikks!
menelungkupkan
telapak tangannya ke
Bungkus Permen dan Kotak Susu
hidung.
datang paling akhir. Mereka berarak-
arakan dengan puluhan ribuan sampah
“Kawan, lihatlah! Para
lain. Bahkan, beberapa di antaranya adalah
manusia itu pergi dari taman
sampah-sampah yang terjebak di kolam
dengan wajah kesal,” kata Kotak
air mancur yang kotor. Sengatan baunya
Susu.
semakin menambah mulas.
Bungkus Permen mulai mengerti
Kotak Susu kembali bersuara,
maksud Kotak Susu, “Aku tahu! Bila kita
“Kawan-kawanku semua! Kini, tugas kita
tergeletak sendirian, mungkin sangat sedikit
hanyalah berkumpul di sini. Tunggu saja!”
orang yang peduli dengan kita. Namun,
kalau kita semua berkumpul di tempat yang
Sejenak ratusan sampah itu saling
seharusnya bersih dari sampah, mereka
memandang, heran. Tidak tahu apa maksud
pasti terganggu.”
Kotak Susu.
Langit semakin gelap. Bintang-
Para manusia yang sedari tadi
bintang mulai bertebaran. Namun,
berada di taman terkejut. Mereka bergegas
keindahan di langit itu jauh berbeda
menyingkir, menjauh pergi dari taman kota.
dengan pemandangan di taman.

Sampah-Sampah Taman 23
Eits, sebentar. Dari kejauhan Manusia-manusia mulai peduli dan
terdengar gemuruh langkah kaki manusia. sadar di mana tempat yang seharusnya
Semakin lama, semakin jelas suaranya. sampah-sampah itu berada. Mereka tak
ingin taman kota yang mereka cintai
Wah, rupanya keyakinan Kotak Susu menjadi tidak indah karena sampah.
tidak salah! Para manusia berbondong- Semuanya harus berada di tempat sampah.
bondong kembali menuju taman.
Istimewanya, masing-masing membawa Di dalam kantong plastik hitam,
sapu dan cikrak. Beberapa di antaranya Bungkus Permen memeluk erat Kotak Susu.
membawa kantong plastik hitam besar. “Terima kasih, Kotak Susu. Kamu berhasil
Tak lama berselang, sebuah truk berwarna memberi kami semangat untuk berusaha.
kuning terparkir di sisi taman. Brum ... Brum Kini, kita sudah berada di tempat yang
brum .... seharusnya.”

Terlihat pula anak kecil yang tadi “Mudah-mudahan tempat sampah


membuang Kotak Susu seenaknya. Ia ikut yang baru lekas tersedia di taman,” ujar
bergotong-royong memunguti sampah. Kotak Susu.
Lalu, memasukkannya ke kantong plastik.
Hingga tak ada satu pun sampah yang Semua sampah melonjak-lonjak
terlihat. Kantong-kantong plastik itu girang mengikuti irama mesin truk yang
ditampung di dalam bak truk kuning. baru dinyalakan. Mereka semua lega,
bahagia.
“Hore …!” teriak Stik Es Krim yang
serentak diikuti yang lain. •••

24 Sampah-Sampah Taman
Profil Penulis

Noviati Maulida R. Karlina Aprimasyita

Aceh Bandar Lampung

Noviati Maulida Rahmah, lahir di Binjai pada 9 Karlina Aprimasyita, merupakan lulusan Jurusan
November 1987. Sekarang bekerja di SDN 1 Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Pertanian,
Bireuen. Aktif sebagai pembina Asosiasi Guru Universitas Sriwijaya. Semasa kuliah, Karlina
Penulis Indonesia (Agupena) Provinsi Aceh dan pernah pernah menjadi redaktur pelaksana di pers
Dewan Kesenian Bireuen. mahasiswa (persma). Setelah lulus kuliah, pada
2013 sampai 2014 mengabdikan diri sebagai
Prestasi yang pernah diraihnya di antaranya jurnalis di Lampung Post (salah satu surat kabar
sutradara film “Kanot Bu”’dalam Anti-Corruption lokal, grup Media Indonesia) dan pernah aktif di
Film Festival (Acffest) KPK, Sutradara film Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung.
“Meretas Ada di Kaki Gunung Goh”’ dalam Aceh
Documentary competition. Dia juga merupakan Saat ini, Karlina menjadi guru di Sekolah Alam
pendiri Lembaga Pendidikan Seni dan Sastra Lampung dan relawan Komunitas Jendela
(Rangkang Sastra) Aceh. Lampung, dan mengajar anak-anak pemulung di
Tempat Pembuangan Sampah Bakung, Bandar
Lampung.

Arce Day Ngana Abizar Purnama


Tiom, Papua Gresik,
Jawa Timur
Arce Day Ngana, S.Pd. yang lahir pada 22 Abizar Purnama, akrab disapa Abi, lahir di pesisir
Februari 1988 di Sumba Timur, Nusa Tenggara Gresik, 28 November 1985. Lulusan sarjana sastra
Timur, merupakan lulusan dari Jurusan Pendidikan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Saat ini
Biologi FKIP Universitas Kristen Artha Wacana sebagai pendidik di SD Muhammadiyah 2 Gresik.
Kupang pada 2014. Arce aktif mengajar di Papua Selain itu, juga menjabat Ketua II Dewan Kesenian
sejak 2015 di bawah naungan Yayasan Indonesia Gresik, di samping sebagai bendahara Lembaga
Cerdas. Saat ini juga aktif di komunitas Aku Guru Seni Budaya dan Olahraga Muhammadiyah Gresik.
Anti Korupsi (AGASI) wilayah Pegunungan Papua Bergiat di Kelompok Seni Cager dan Teater Sangha
dan Gerakan Peduli Pendidikan Papua (GP3), serta Gresik. Banyak bergelut di dunia anak, terutama di
pengasuh di Majalah Pintar Kabupaten Lanny Jaya. bidang literasi dan teater.

“Anti-Corruption Teacher Supercamp 2016: Guru Menulis Antikorupsi” merupakan


wahana pengembangan kapasitas para guru kreatif yang memiliki minat dalam penulisan,
terutama terkait konten antikorupsi dengan memuat nilai kearifan lokal. Kegiatan yang
diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini diikuti oleh 50 guru terpilih
dari seluruh Indonesia sebagai bentuk partisipasi para guru dalam upaya implementasi
pendidikan antikorupsi tingkat TK-SMA (sederajat). Berbagai kegiatan pengembangan
kapasitas di antaranya seminar pendidikan antikorupsi, workshop penulisan cerita dalam
format cerita bergambar (cergam), cerita pendek (cerpen) anak, komik, dan skenario
film pendek, workshop pembuatan panduan rencana pembelajaran, dan kegiatan team
building dilaksanakan selama lima (5) hari di Nusa Dua, Bali.

Profil 25
Profil Mentor

Benny Rhamdani

Benny Rhamdani, sejak 2005 menjadi editor di


Mizan Publishing untuk buku anak dan remaja.
Menulis mulai kelas 3 SMP di majalah Bobo.
Kemudian merambah ke majalah HAI, Aniat
Cemerlang, Kawanku, Aneka Yes, Gadis, dan lain-
lain.

Menulis puluhan buku anak dan remaja, baik


dengan nama asli maupun samaran. Novel anaknya
yang bestseller adalah Garuda di Dadaku dan
Mimpi Sang Garuda. Pernah meraih Penghargaan
Adikarya IKAPI (2001) dan memenangkan berbagai
lomba cerpen anak-anak dan remaja, serta lomba
blog. Saat ini juga pengisi tetap rubrik cerita anak
Koran Berita pagi (Palembang) dan mengelola
pelatihan menulis cerita anak bernama Kelas Ajaib.

26 Profil

Anda mungkin juga menyukai