Juara Kejujuran
Kumpulan Cerita Pendek Anak - Jilid 2
Penulis : Arce Day Ngana, Karlina Aprimasyita,
Noviati Maulida Rahmah, Abizar Purnama.
Mentor : Benny Rhamdani
Ilustrator: M. Arief
Design: Satu Imaji
Penyunting naskah : ProVisi Education
Diterbitkan Oleh:
Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia
Jl. Kuningan Persada Kav. 4
Setiabudi, Jakarta 12950
www.kpkp.go.id
Sagoe................................ 15
Sampah-Sampah Taman......... 19
“Anak-anak, sampai di sini dulu ya dan perkampungan honai yang terbuat dari
materinya. Besok, jangan lupa datang lagi kayu dan alang-alang.
ke sekolah, ya!” pesan Pak Untung kepada
anak-anak. “Noge, Terinus, kitong pisah sampai
di sini e. Sampai ketemu besok ya di
“Iyo, Pak Guru. Besok kitong sekolah. Yogok1 ,” kata Lakitu, kawan kelas
pasti datang,” jawab para murid sambil mereka seraya berpisah jalan.
merapikan buku dan memasukkannya ke
dalam noken. “Iyo, Yogok. Sampai ketemu juga ya,
besok!” jawab Noge sambil bersalaman.
Noge dan kawan-kawan sekelasnya
keluar dari ruangan kelas menuju gerbang Noge dan adiknya Terinus masih
sekolah yang hanya terbuat dari kayu dan melanjutkan perjalanan. Karena rumah
atapnya alang-alang. Setelah melangkah mereka yang paling jauh dibandingkan
beberapa meter, Terinus pun keluar dari kawan-kawannya yang lain.
kelasnya.
“Adik, kitong harus rajin ke sekolah e
“Kakak …, tunggu saya!” teriak supaya kitong pu masa depan bagus,” kata
Terinus memanggil kakaknya Noge. Noge menasihati adiknya dalam perjalanan
Terinus pun berlari mengejar kakaknya. Dia pulang.
mengangkat celananya yang kusut seperti
kertas diremas. Mereka setiap hari harus “Yo, Kakak,” jawab Nogi singkat.
mendaki gunung dan menuruni lembah
demi mencari ilmu dan mengejar cita-cita. Di tengah jalan, tiba-tiba Nogi
Tidak dipungkiri mereka harus berjalan melihat satu buah tas noken tersangkut di
melewati hutan rimba, kebun yang luas, atas semak belukar. ”Kaka, co2 ko lihat, itu
“Kaka, kita bawa pulang saja ke “Oke, baik sudah Kaka kalau
rumah, toh?” Terinus menimpali. begitu,” kata Terinus sambil mengelap
ingusnya yang hampir mengenai bibirnya.
“Ah, ko ini. Ini orang punya baru.
Nanti kalau kitong bawa ke rumah, Mama Akhirnya, mereka berdua pun
dorang3 marah. Dipikir kitong mencuri. pulang ke rumah dihantui rasa penasaran.
Lebih bagus kitong kasih kembali saja ke Dengan perjalanan yang cukup panjang dan
“Ayiiih, tapi
signal tidak ada oo.
Atau besok saja,
kitong sama-sama
jalan cari signal kah?
Sekalian, Bapak antar
kalian ke sekolah e
soalnya sekarang bapak
lagi sibuk belah kayu
jadi,” kata bapaknya
Noge sambil
mengambil kapak.
1 - Acara minum kopi bersama untuk mengakrabkan satu sama lain, termasuk saat acara adat.
2 - Kewajiban bagi suatu keluarga dari masyarakat Lampung umumnya untuk tetap menjaga silaturahmi.
Rahasia Kopi Ayah 9
Liburan kali ini aku senang. Walau
hanya tiga hari, tak akan kusia-siakan Huh ...! Kelamaan, Ayah.
kesempatan untuk menagih janji Ayah. Aku kesal.
10 Rahasia Kopi Ayah 3 - Panggilan untuk kakak laki-laki dalam bahasa Lampung
4 - Panggilan untuk perempuan dewasa atau bibi
“Aku sebel betul sama Ayah. Masak Aku baru ingat, siang tadi sebelum aku
aku minta diajarin bikin kopi aja, Ayah mengamuk kepada Ayah, beliau sempat
enggak mau ngajarin. Kata dia, entar aja menyangrai kopi dan menumbuk di
kalau aku udah lulus SD. Kesel lah aku,” penggilingan belakang.
curhatku kepadanya
Asyik ...! Ini jadi ekperimen
“O, gahinew. Minan tahu caranya terhebatku. Kopi racikan Amah yang
Ayah kamu buat kopi. Mau tahu enggak?” rasanya senikmat buatan Ayah.
selidiknya.
Oke, ayo lakukan Amah!
“Mau, mau!” jawabku tegas dengan
mata berbinar. Kemudian, Minan Wati Semua bahan kuletakkan
berbisik di telingaku. Aku pun tersenyum di baskom ukuran sedang. Kopi
dan menganggukkan kepala, setuju. bubuk, bubuk jagung, dan
beras halus, kumasukkan
Aku berpisah dengan Minan Wati masing-masing satu sendok
di dekat surau. Minan Wati berpesan untuk ke dalam bungkus kopi
membeli bahan-bahan yang kubutuhkan di ukuran 100 gram
toko penjual pakan hewan dekat tikungan berwarna cokelat
poskamling desa. Segera aku ke sana, tak bertuliskan kopi
sabar mempraktikkannya nanti malam. jempol. Wah,
kalau dicampur
Malam itu, rumahku sepi. Hanya begini, ayahku
ada Ibu dan kedua kakakku yang sedang bisa untung
menonton TV di ruang keluarga. Ayah juga banyak
tidak ada, sedang pergi ke pengajian di dong
kampung sebelah. Biasanya aku juga ikut
menonton atau sekadar tidur-tiduran dalam
kamar sendirian. Tapi malam ini, ada misi
hebat yang ingin kulakukan. Aku
berharap, Ayah akan senang
dengan usahaku
membantunya.
Kuendap-
endapkan
langkahku
menuju dapur
produksi kopi.
Kukeluarkan
apa yang sudah
kubeli di toko
pakan ternak
tadi. Tiga bungkus
jagung bubuk dan
beras halus yang
sudah digiling.
Aha ...!
“Ng ... ng …,
begini, Ayah.” Sambil
menangis kuceritakan kejadian
sebenarnya kepada Ayah dengan
perasaan penuh salah.
Huff .…
Sagoe Buku
Ditulis oleh: Noviati Maulida Rahmah
Namaku Aiza. Aiza Zulifatillah. Yah, jelasku kepada Zauza. Wajahnya tampak
Aiza. Pengurus Pojok Baca SDN 1 Bireuen berubah. Berdiri. Merapikan buku kembali
bersama seorang adik kelas berkulit putih, tanpa bersuara. Menyerah.
bertubuh mini, dan suka jutek sendiri,
Zauza. Bangunan sekolahku tidak terlalu
gagah. Dindingnya abu-abu seperti rok
“Zauza, bisa enggak sih, bukunya kakak-kakak SMA, terbuat dari papan
itu disusun sesuai jenis bukunya? Jangan bekas sumbangan warga kaki Gunung Goh,
dicampur-campur. Ini bukan gado- diselimuti bercak-bercak putih bekas kikisan
gado.” Pipi Zauza memerah bulat macam cat yang lapuk. Lemari bukunya tergantung
badut di pasar malam. Tubuh kecilnya miring kayak jemuran mamak-ku.
membantingkan diri ke dinding. Hidungnya
seperti pinokio, runcing ke depan. Paku di sudutnya copot satu kayak
gigi abusik-ku1 . Bukunya hanya beberapa
“Untuk apa sih sibuk-sibuk? Kita, kan saja tergeletak di situ. Selebihnya,
enggak mungkin menang. Sekolah di kota- dimasukkan ke dalam kotak bekas kardus mi
kota itu lebih bagus. Kita enggak punya instan.
apa-apa, Cuda. Atap sekolah kita aja sudah
mau roboh. Siapa yang peduli? Apalagi Aku lupa, dindingnya seperempat
untuk dinilai. Sudahlah, kita sudah cukup ke bawah juga sudah tak sama lagi dengan
baca aja. Tak usah repot-repot ikut lomba warna di atasnya. Kalau banjir tiba, ruang
Pojok Baca, siterasi, eh …, miterasi eh ....” kelasku seperti kolam bebek Pak Ferry.
Lidah Zauza keseleo.
Setiap sore Pak Ferry membawa
“Literasi, Zauza. Enggak penting bebek-bebeknya mandi di kolam dekat
menang. Yang penting itu usaha. Usaha!” sawah. Kolam yang sengaja dibuat untuk
16 Sagoe Buku
Zauza sedikit menyunggingkan bibirnya. Sikapnya nyaris merenggut semangatku.
Zauza mulai berkaca-kaca di ujung matanya.
Ketukan batu di sebuah plakat besi Aku hanya menarik napas. Menanti sore
menandakan waktu pulang. Tapi aku dan penuh teka-teki tiba.
Zauza tetap di sekolah. Untung tadi pagi
aku sempat membantu Abi menarik lembu •••
dan memberinya lalapan dengan menu
rumput susu. Seluruh peserta lomba dari berbagai
sekolah berkumpul di halaman sempit
Di pagar depan sekolah terdengar sekolahku. Entah kenapa sekolah kecil ini
teriakan. Aku dan Zauza keluar. Berlari ke dipilih jadi tuan rumah acara puncak literasi
pagar. ini. Yah, entahlah.
Ternyata,
dia mengintip
pekerjaanku
dan Zauza.
Sagoe Buku 17
“Ibu penilai, Aiza mau tanya. Pengumuman pun tiba. Wajah-wajah
Lomba ini enggak curang, kan? Kemarin mengernyit. Sebagian memaksa senyum.
ada seseorang yang mengatakan bahwa Zauza sibuk menggosok-gosok tangannya.
Ibu menerima hadiah agar salah satu Agil menjulurkan lidahnya beberapa kali
sekolah menang. Benar enggak ya, Bu?” kepada Zauza.
Pertanyaanku mendadak membuat kelas
hening. Aku membalas dengan diam dan
menarik Zauza untuk menjauh. Mikrofon
Ibu penilai tersenyum. Senyumnya dinyalakan. Suaranya hilang-hilang timbul.
ramah. Sedikit menenangkan hati. Suara salam ibu penilai dijawab lantang.
Deretan pemenang dibacakan. Jantung
“Aiza, ini pasti soal salah seorang mulai berlomba dengan detik jam.
peserta yang ayahnya memberikan sesuatu
kepada saya. Namun jangan khawatir, saya Tarrrraaa! Akhirnya, nama sekolahku
tolak hadiah itu. Bagi saya, lomba tetaplah muncul sebagai pemenang. Agil menatap
lomba. Teman tetaplah teman. Yang paling sangar. Zauza berteriak kencang. Dan bola
dinilai adalah minat baca kalian. Bukan mata agil semakin menajam.
mewah atau tidaknya. Tenang saja, ya. Tim
penilai pasti sudah tahu mana yang layak. •••
Yang terpenting semua sudah memulai.”
18 Sagoe Buku
Cerita 4
Sampah-Sampah Taman
Ditulis oleh: Abizar Purnama
Sampah-Sampah Taman 19
“Haaahhh??” Kotak Susu terperanjat, Kotak Susu semakin heran. Ia berujar,
“Lalu, kamu diam saja di sini?” “Hai, Kawan! Tadi aku amati sekitar. Tak
kutemukan tempat sampah. Bagaimana bisa
“Bukan begitu kelihatannya di taman kota seperti ini tidak ada tempat
bagaimana? Aku juga ingin masuk ke kita benda itu?”
tempat sampah. Tapi lihat keadaanku!
Bagaimana aku bisa aku bergerak dalam “Tiga hari lalu aku lihat petugas
keadaan terjepit seperti ini? Lekas bebaskan kebersihan mengambil seluruh tempat
aku!” sampah di taman ini. Banyak yang rusak.
Berlubang di bagian bawahnya. Namun,
Kotak Susu menarik lembaran tubuh hingga kini belum ada tempat sampah
berbahan plastik milik Bungkus Permen. pengganti,” jawab Bungkus Permen.
Hiyaaattt … Ah, berhasil.!
“Aha! Aku punya ide. Ayo! Jangan
“Terima kasih, Kotak Susu,” ujar sia-siakan waktu kita dengan mengeluh! Kita
Bungkus Permen lega. ajak kawan-kawan yang lain berkumpul,”
20 Sampah-Sampah Taman
ajak Kotak Susu penuh percaya diri. Hadirin memanggut-manggut.
Masing-masing mengamati tubuh kawan
Bungkus Permen terperanjat, namun di sebelahnya. Semua kusut, kusam, dan
tetapi ia ikuti saja apa yang dilakukan Kotak kotor.
Susu.
“Kita semua yakin, para manusia
Dengan sigap, mereka datangi sudah tahu bagaimana aturan membuang
satu per satu sampah yang terlihat. Stik Es sampah. Bagaimana caranya?” teriak Kotak
Krim, Botol Air Mineral, dan Gelas Plastik Susu bertanya kepada hadirin.
Teh. Di bawah lampu taman, para sampah
berkumpul. Mereka penasaran dengan “Di tempat sampah!!” jawab
ajakan Kotak Susu. Bungkus Permen. Yang lainnya
terlihat geram dan marah dengan
“Ehem!” Kotak Susu berdehem. Ia kelakuan manusia itu.
memandangi para sampah teman-teman
barunya, lalu meninggikan suaranya, “Keindahan taman ini pun
“Kawan-kawan, mohon dengarkan nantinya perlahan akan sirna
sejenak!” Semuanya sekejap membisu. Para bila kita berserakan,” tambah
sampah memperhatikan Kotak Susu. Botol Air Mineral.
“Lihat tubuhku
yang penyok ini! Lihat
betapa kusutnya Bungkus
Permen! Sudah tiga hari ia
terjepit di pegangan kursi
taman! Aku yakin keadaan
sampah yang lainnya
pun tak jauh
berbeda.”
Sampah-Sampah Taman 21
Mereka berbisik-bisik, kasak-kusuk. “Betul kawan kita yang lain, yang berserakan dan
juga,” celetuk Gelas Plastik Teh. terlantar.”
“Tapi, kita tidak boleh tinggal “Siap! Ayo!” jawab Bungkus Permen
diam. Sekali lagi, kita tidak boleh tinggal disambung teriak semangat sampah yang
diam!” semakin bergetar suara Kotak Susu, lain.
semakin membahana, membuat keadaan
mulai riuh semangat. “Ajak semua sampah itu berkumpul
di sini!” seru Kotak Susu dengan tegas
Bungkus Permen mengangkat ujung berapi-api.
jarinya, hendak bertanya, “Lalu, setelah ini, Ziiingg! Semuanya diam, hening.
apa yang harus kita perbuat? Kalau pun Sontak terkaget-kaget saat Bungkus
tersedia tempat sampah, tidak mungkin kita Permen berteriak lantang, “Tunggu apa
mampu memanjat sendiri untuk masuk ke lagi? Ayo kita laksanakan!”
tempat sampah, kan?”
Suasana tiba-tiba riuh ramai.
“Betul. Kita perlu bantuan manusia,” Dengan cepat, mereka menyebar ke segala
tambah Gelas Plastik Teh. penjuru. Tidak terkecuali Kotak Susu yang
melontarkan ide dan perintah. Tidak ada
Dengan yakin, Kotak Susu yang tinggal diam lagi.
bersemangat, “Tenang saja! Aku punya
ide bagus. Tolong semuanya menyebar Selang beberapa saat, cahaya jingga
ke seluruh sudut taman! Kita cari kawan- di langit barat perlahan hilang. Lampu-
22 Sampah-Sampah Taman
lampu
taman
dinyalakan.
Benda-benda
sampah itu kembali
berkumpul. Bedanya,
saat berangkat tadi
mereka sendirian saja.
Kini, mereka datang
dengan diiringi
sampah-sampah
lain.
Mereka
bergerak kompak
kembali menuju bawah
lampu. Bisa dibayangkan,
ratusan sampah dari segala
penjuru taman kini berkumpul.
Pemandangan taman kembali tidak indah,
malah semakin menjijikkan. Bagaimana
bisa taman kota berubah seperti tempat
pembuangan sampah akhir.
Sampah-Sampah Taman 23
Eits, sebentar. Dari kejauhan Manusia-manusia mulai peduli dan
terdengar gemuruh langkah kaki manusia. sadar di mana tempat yang seharusnya
Semakin lama, semakin jelas suaranya. sampah-sampah itu berada. Mereka tak
ingin taman kota yang mereka cintai
Wah, rupanya keyakinan Kotak Susu menjadi tidak indah karena sampah.
tidak salah! Para manusia berbondong- Semuanya harus berada di tempat sampah.
bondong kembali menuju taman.
Istimewanya, masing-masing membawa Di dalam kantong plastik hitam,
sapu dan cikrak. Beberapa di antaranya Bungkus Permen memeluk erat Kotak Susu.
membawa kantong plastik hitam besar. “Terima kasih, Kotak Susu. Kamu berhasil
Tak lama berselang, sebuah truk berwarna memberi kami semangat untuk berusaha.
kuning terparkir di sisi taman. Brum ... Brum Kini, kita sudah berada di tempat yang
brum .... seharusnya.”
24 Sampah-Sampah Taman
Profil Penulis
Noviati Maulida Rahmah, lahir di Binjai pada 9 Karlina Aprimasyita, merupakan lulusan Jurusan
November 1987. Sekarang bekerja di SDN 1 Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Pertanian,
Bireuen. Aktif sebagai pembina Asosiasi Guru Universitas Sriwijaya. Semasa kuliah, Karlina
Penulis Indonesia (Agupena) Provinsi Aceh dan pernah pernah menjadi redaktur pelaksana di pers
Dewan Kesenian Bireuen. mahasiswa (persma). Setelah lulus kuliah, pada
2013 sampai 2014 mengabdikan diri sebagai
Prestasi yang pernah diraihnya di antaranya jurnalis di Lampung Post (salah satu surat kabar
sutradara film “Kanot Bu”’dalam Anti-Corruption lokal, grup Media Indonesia) dan pernah aktif di
Film Festival (Acffest) KPK, Sutradara film Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung.
“Meretas Ada di Kaki Gunung Goh”’ dalam Aceh
Documentary competition. Dia juga merupakan Saat ini, Karlina menjadi guru di Sekolah Alam
pendiri Lembaga Pendidikan Seni dan Sastra Lampung dan relawan Komunitas Jendela
(Rangkang Sastra) Aceh. Lampung, dan mengajar anak-anak pemulung di
Tempat Pembuangan Sampah Bakung, Bandar
Lampung.
Profil 25
Profil Mentor
Benny Rhamdani
26 Profil