Anda di halaman 1dari 2

Tikar Bapak

Oleh : citra hayati

“Alhamdulillah,,mati lampuu”,,sorakku dan bang Pen,abang keenamku. Ya,kami memang paling suka
bila mati lampu.Disaat anak-anak lain menggerutu bahkan menangis bila listrik padam,tapi bagi ku
dan bang pen,padamnya listrik yang berarti juga mati lampu memang saat yang ditunggu-
tunggu.Tahu kenapa? , itu karena bapak akan memulai ceritanya.Kebiasaan yang sangat
menyenangkan dan mengasikkan.Maka,dengan bergegas,aku dan abangku akan mecari
tikar,membentangnya diruang tv,mengambil bantal beberapa buah,untuk bapak, abang dan aku
sendiri.

Segera kucari bapak, ternyata masih dikamar mandi.”Bapak salat isya dulu ya”,jawab beliau seakan
sudah tahu apa yang ingin aku tanyakan.Memang sudah masuk waktu salat isya ketika lampu
padam.Aku mengangguk dan kembali ketikar yang sudah kubentang,tiduran sambil menunggu bapak
selesai salat.

Kupandangi tikar plastik yang menjadi alas tidur kami.Warna hijaunya mulai kusam.Sebagian besar
anyamannya pun sudah terkelupas,sehingga begitu digulung,serpihannya akan berserak,membuatku
harus segera menyapu ruangan ini kembali.”Ah,,tikar ini memang sudah tua,tapi aku tetap memilih
tikar hijau ini dibanding dengan beberapa tikar lain yang kami punya. Tidak tahu kenapa,tapi aku
merasa lebih nyaman tidur diatas tikar hijau ini. Ada aroma tubuh bapak disini.

Bapak memang sosok laki-laki yang sangat mengayomi,penyayang dan jarang marah. Itu yang
membuat kami anak-anaknya lebih dekat dengan bapak dibanding emak.

Beliau juga selalu punya banyak kisah yang ingin diceritakan. Dari cerita Kancil,Buaya,Anak durhaka
dan masih banyak lagi..Menurut bapak,cerita itu didapatnya ketika semasa kecil,kakek selalu
menyewa buku cerita untuk anak-anaknya. Tidak tanggung-tanggung,satu kotak seminggu sekali.
Kebiasan baik yang ditanamkan kakek kepada anak-anaknya,,rajin membaca.Jenis buku juga
beragam,ada buku agama,ilmu bumi,silat serta dongeng.

Selesai salat,bapak mendatangi kami,beliau tidur ditengah,diapit olehku dan bang pen. Sementara
emak duduk sedikit menjauh dari kami.emak punya makanan khas bila malam begini. Biji nangka
rebus atau kami sebut beton.Kebetulan dipekarangan rumah tumbuh tiga buah pohon nangka besar.
Saat buahnya matang,emak selalu mengumpulkan biji nangkanya untuk direbus dan jadi cemilan
malam-malam begini.Dengan sayangnya,beliau mengupas beton tersebut satu persatu meletakkan
diatas dipiring kaleng dan memberikan kepada bapak yang sedang bercerita.

Semilir angin dari pintu yang masih terbuka menambah nyaman suasana.

“cerita apa hari ini pak”,,tanyaku sambil memeluk bapak.”Nona mau cerita apa malam ini?”,tanya
bapak sambil mencium kepalaku.
”Kancil ya pak,,tapi yang ada Harimaunya,”.

“Bosan kancil terus dek,,yang lain aja pak”,sahut bang pen.Bapak tersenyum dan seperti biasa beliau
pasti akan menuruti keinginanku. Sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara dan sekaligus satu-
satunya perempuan,bapak dan keenam abangku memang paling sayang kepadaku.Hanya abang
pertamaku telah ikut nenek sejak abang ke duaku lahir.Sekarang tinggal 5 orang pengawalku
dirumah.Tetapi meraka jarang dirumah kalau malam. Setelah makan malam,biasanya para abang
keluar. Masing-masing punya kesibukan.Paling hanya 2 orang yang tinggal dirumah dan mereka
sudah enggan mendengarkan cerita bapak lagi. Mungkin sudah pernah waktu masih keci dulu
ya,,hehehe.

Setelah membetulkan posisinya,bapak pun mulai bercerita.Ceritanya mengalir tenang. Memang


kuakui,,bapak sangat pintar bercerita. Kata-katanya mudah dicerna untuk anak seusiaku

Anda mungkin juga menyukai