KATA PENGANTAR
A. Latar Belakang
Undang-undang 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan tujuan
perbaikan gizi adalah meningkatnya mutu gizi perorangan dan masyarakat. Upaya
perbaikan gizi merupakan tanggungjawab pemerintah pusat, pemerintah daerah
dan masyarakat. Gerakan Nasionl Percepatan Perbaikan Gizi dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesi No. 42 tahun 2013 adalah upaya bersama antara
pemerintah melalui penggalangan partisipasi dan kepedulian dengan pemangku
kepentingan secara terencana dan terkoordinasi untuk percepatan perbaikan gizi
masyarkat prioritas pada seribu hari pertama kehidupan sejalan dengan Program
Prioritas Gubernur Jawa Barat untuk mencapai zero new stunting di tahun 2023.
Hasil pemantauan status gizi (PSG) di Jawa Barat menunjukkan
peningkatan prevalensi balita stunting dari 25,1% di tahun 2016 menjadi 29,2% di
tahun 2017. Sedangkan, hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) menunjukkan
penurunan prevalensi stunting di Jawa Baratdari 35,5 % (tahun 2013) menjadi
31,1% (tahun 2018). Bedasarkan data tersebut stunting masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat Jawa Barat disebabkan prevalensi stunting lebih dari 20%.
Pendek/stunting diidentifikasi dengan membandingkan tinggi seorang anak
dengan standar tinggi anak pada populasi yang normal sesuai dengan usia dan
jenis kelamin yang sama. Anak dikatakan stunting jika tingginya berada dibawah -2
SD berdasarkan standar WHO. Balita stunting dan kurus dapat disebabkan oleh
kekurangan asupan zat gizi atau terkena penyakit infeksi, akses pelayanan/fasilitas
kesehatan, ketersediaan pangan rumah tangga, pola asuh keluarga, kurangnya
akses air besih dan sanitasi. Karakteristik masalah gizi yang ditunjukkan oleh balita
kurus adalah masalah gizi akut sedangkan karakteristik stunting di sebabkan karena
masalah gizi kronis.
Balita/baduta (bayi di bawah usia dua tahun) yang mengalami stunting akan
memiliki tingkat kecerdasan yang tidak optimal, menjadikan anak menjadi lebih
rentan terhadap penyakit, meningkatkan risiko penurunan tingkat produktivitas,
kejadian penyakit degeneratif dimasa depan. Pada akhirnya, secara luas stunting
akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan
memperlebar ketimpangan sosial. Begitu pula dampak status gizi kurus pada balita
dapat menurunkan kecerdasan, produktifitas, kreatifitas, dan sangat berpengaruh
pada kualitas SDM.
C. Dasar Penyelenggaraan
Penyelenggaraan Kegiatan Sekolah Lapang di Lokasi Stunting
dilaksanakan berdasarkan:
1. Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan (SP3K);
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 2009 tentang
pembiayaan, Pembinaan, dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan;
D. Sasaran
Petunjuk teknis Kegiatan Sekolah Lapang di Lokasi stunting diharapkan
menjadi acuan bagi :
1. Pemerintah Kabupaten / kota di Provinsi Jawa Barat yang melaksanakan
fungsi penyuluhan atau yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan Sekolah
lapang di lokasi stunting.
2. Lokasi Pelaksana Kegiatan Sekolah Lapang (SL) di Lokasi Stunting,
sebanyak 50 Unit di Jawa Barat;
3. Penyuluh Pertanian pendamping serta petani / kelompok tani sebagai
pelaksana kegiatan;
4. 50 Kelompok Tani Rumah Tangga Miskin sebagai peserta kegiatan;
F. Pengertian
Dalam Petunjuk Pelaksanaan ini, yang dimaksud dengan :
1. Sekolah lapang adalah proses pembelajaran non formal bagi petani untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali potensi,
menyusun rencana usaha, identifikasi dan mengatasi permasalahan,
mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan
sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan
sehingga usahatani lebih efisien, berproduksi tinggi dan berkelanjutan;
2. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya atau
korporasi yang mengelola usaha di bidang pertanian;
3. Kelompoktani adalah kumpulan petani yang dibentuk atas dasar kesamaan
kepentingan , kondisi lingkunga (sosial, ekonomi, sumber daya) dan
keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usahatani anggota;
4. Metode penyuluhan adalah teknik penyampaian materi penyuluhan oleh
para penyuluh kepada para petani anggota poktan/gapoktan beserta
keluarganya baik secara langsung maupun tidak langsung agar mereka
tahu, mau, dan mampu menerapkan teknologi;
5. Demonstrasi usaha tani adalah peragaan penerapan suatu teknologi yang
sudah teruji (secara teknis mudah diterapkan, secara ekonomi
menguntungkan dan secara sosial budaya dapat diterima masyarakat) yang
dilakukan oleh petani (Demplot), poktan (Demfarm), dan Gapoktan
(Damarea);
6. Pengawalan dan pendampingan penyuluh adalah serangkaian kegiatan
fasilitas yang dilakukan oleh pennyuluh dalam proses pembelajaran petani
melalui penerapan SL;
6. Pelaporan
Kegiatan SL (rembug tani, pertemuan-pertemuan, dan panen) yang
dilaksanakan harus dibuat laporan pelaksanaannya. Setelah kegiatan SL selesai
penyuluh pertanian membuat laporan lengkap kegiatan di lokasi (Form 2) outline
laporan.
Laporan fisik hasi pelaksanaan kegiatan harus telah diterima di Seksi
Metoda dan Informasi Penyuluhan Pada minggu ke-4 Bulan Oktober 2020.
B. Pelaporan
Pelaksanaan kegiatan SL dilaporkan secara berjenjang mulai dari tingkat
kecamatan hingga ke pusat sebagaimana arus pelaporan, sebagai berikut:
1. Penyuluh pertanian pelaksana SL melaporkan perkembangan kegiatan SL
setiap minggu kepada koordinator penyuluh pertanian/pimpinan BPP;
2. Penyuluh pertanian pelaksana SL mengisi rekapitulasi Form Laporan
Perkembangan SL yang dilaporkan pada minggu 1 setiap bulan ke
Dinas/lembaga yang menangani penyuluhan tingkat kabupaten/kota untuk
kemudian di rekap dan disampaikan kepada Dinas Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Jawa Barat melalui Bidang Penyuluhan pada minggu
ke-3 setiap bulan;
Peserta (min 15
Kabupaten Kecamatan Desa Alokasi Unit Penyuluh Pendamping no.HP Kelompok Tani Pelaksana Orang/Unit ) Komoditas Materi Produktivitas
Petani RTM Sebelum Sesudah
Bogor Leuwiliang Cibeber II 5 1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
Dst … … … .. .. … … … … … ….
LAYOUT LAPORAN AKHIR
BAB I. PENDAHULUAN
2.3 Hasil
LAMPIRAN